Studi Kasus Rodentisida 2
Studi Kasus Rodentisida 2
Studi Kasus Rodentisida 2
PERTIWI SUCIANANDA
Pertiwi Suciananda
NIM A34120023
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
Hama permukiman (serangga dan tikus) merupakan salah satu masalah yang
sering dihadapi masyarakat di perkotaan. Tikus yang sering ditemui pada habitat
permukiman, pekarangan, dan gudang adalah Rattus rattus, R. norvegicus, dan
Mus musculus. Kerugian yang ditimbulkan oleh tikus di permukiman adalah
kerusakan pada bangunan rumah, kantor, gudang, dan pabrik. Dibutuhkan
pengendalian yang efektif terhadap tikus di permukiman. Persepsi masyarakat
perkotaan terhadap kehadiran hama tersebut juga diperlukan. Metode
pengendalian adalah penggunaan perangkap massal, rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005%, dan repelen dari ekstrak daun sirsak. Penelitian dilakukan
pada 10 rumah tiap kelurahan yaitu di Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya. Terdapat perbedaan pada hasil pengujian perangkap massal. R.
rattus diardii adalah spesies yang paling banyak terperangkap. Hasil pengujian
rodentisida menunjukkan tidak ada perbedaan pada tiga kelurahan. Pengujian
repelen menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Kelurahan Babakan,
Cikarawang, dan Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara
pendidikan dan pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan
tindakan, juga antara pengetahuan dan tindakan.
Urban pest (insect and rodent) is one of the problem encountered oftenly.
The species of rats that can be found in residence, godown, and storage are Rattus
rattus, R. norvegicus, and Mus musculus. The loses caused by these rats are
damage to houses, offices, warehouses, and factories. Effective control methods to
keep these pest population under control are needed. Knowledge about
community perception to the presence of these pests are also needed. Control
methods that performed in this research are multiple live trap, rodenticide with
brodifacoum 0.005% active ingredient, and repellent with soursop leaf extract.
The trial conducted in 10 houses in different area, that are Babakan, Cikarawang,
and Balumbang Jaya. There is a difference in the result trap success using
multiple live trap. R. rattus diardii is a most trapped species. Result of the
rodenticide and repellent trial showed that no significant different in three areas.
There is low positive correlation between education and knowledge. Correlation
positive is very low at income and practice, as also knowledge and practice.
PERTIWI SUCIANANDA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir dengan judul Uji Perangkap, Rodentisida, dan Repelen,
serta Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Tikus Permukiman di Kecamatan
Dramaga, Bogor. Penulisan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi.
selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama
penyusunan usulan penelitian tugas akhir ini. Dr Ir Abdul Munif, MScAgr. selaku
dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran untuk
penyempurnaan penulisan tugas akhir ini. Dr Ir Dadan Hindayana, selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan motivasi selama
perkuliahan. Ahmad Soban selaku laboran yang telah membantu penulis selama
melakukan penelitian.
Terima kasih kepada Drs Abdul Wahab Goga, MPd., Husnayani, SPd.
MPd., Muh. Arizal Pahlevi Wahab, SSTP., Diza Annisa Wahab, yang telah
memberikan dukungan dan doa. Demikian juga kepada Sonya, Guruh, Desi,
rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan ke-49 lainnya, dan rekan-rekan
kontrakan ‘Baitussalam 49’ (Nur, Fahmi, Ule, Dilla, dan Nisa), Faisal, Wina,
Mansyur, Mitsaq, ‘IKAMI SulSelBar’, ‘Exon Cingkinie’, juga rekan lainnya
yang telah memberikan semangat dan bantuan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Pertiwi Suciananda
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hama permukiman merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh
masyarakat perkotaan. Berbagai permasalahan dapat ditimbulkan dengan
kehadiran hama permukiman. Jenis hama yang dijumpai pada sebagian besar
perumahan, apartemen, perkantoran, pabrik, maupun gudang adalah nyamuk,
kecoa, rayap, lalat, semut, dan tikus (Nafis 2009). Tikus digolongkan ke dalam
Ordo Rodentia (hewan mengerat), Subordo Myomorpha, Famili Muridae, dan
Subfamili Murinae. Rodentia berasal dari bahasa latin rodere artinya binatang
mengerat yang dicirikan dengan adanya dua gigi seri di rahang atas dan dua di
rahang bawah yang tumbuh memanjang (Marbawati dan Ismanto 2011). Tikus
adalah satwa liar yang seringkali berasosiasi dengan kehidupan manusia. Asosiasi
tikus dengan manusia seringkali bersifat parasitisme, tikus mendapatkan
keuntungan sedangkan manusia mendapatkan kerugian (Priyambodo 2003).
Spesies tikus mempunyai habitat masing-masing untuk berkembangbiak.
Permukiman merupakan habitat tikus untuk memperoleh makanan (Widayani dan
Susilowati 2014). Tikus yang sering ditemui pada habitat rumah, pekarangan, dan
gudang adalah R. rattus, R. norvegicus, dan M. musculus. Spesies tikus tersebut
sebagai rodens komensal, artinya hewan yang beradaptasi dengan baik pada
aktivitas kehidupan manusia, serta menggantungkan hidupnya (pakan dan tempat
tinggal) pada kehidupan manusia (Priyambodo 2003). Kerusakan yang
diakibatkan oleh tikus disebabkan oleh pertumbuhan gigi seri sepanjang hidupnya.
Hama ini akan menjaga pertumbuhan gigi serinya agar tidak tumbuh memanjang
dengan cara mengerat. Perilaku tikus mengerat benda-benda keras di sekitarnya
membuat tikus berperan sebagai hama. Pengendalian perlu dilakukan saat adanya
tanda kehadiran hama tersebut. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu
pemasangan perangkap, penggunaan rodentisida, dan repelen.
Pengendalian menggunakan perangkap merupakan cara yang mudah dan
sederhana dalam aplikasinya yaitu hanya menyediakan umpan di dalam perangkap.
Penggunaan perangkap juga aman bagi lingkungan. Perangkap massal merupakan
salah satu jenis perangkap yang digunakan untuk memerangkap beberapa tikus
dalam keadaan hidup (Permada 2009).
Menurut Surachman dan Suryanto (2007) bila populasi tikus sudah cukup
banyak dan menunjukkan serangan yang hebat, maka pengendalian yang efektif
dan efisien adalah dengan umpan beracun berbahan aktif brodifakum. Umpan
berbahan aktif tersebut merupakan hasil rekayasa manusia yang disenangi oleh
tikus. Tikus yang memakan umpan beracun tersebut akan mati dalam waktu 3-4
hari.
Pengendalian yang aman, mudah, dan sederhana lainnya yaitu menggunakan
repelen. Repelen aman karena tidak mengandung racun, tetapi hanya
memengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat baik. Penggunaan
bahan-bahan alami yang tidak disukai tikus seperti ekstrak daun sirsak
menyebabkan gangguan terhadap aktivitas makan, minum, mencari pasangan, dan
reproduksi (Priyambodo 2003).
Pada lingkungan permukiman manusia sulit untuk menentukan suatu tingkat
populasi hama sebagai ambang untuk memutuskan bahwa tindakan intervensi
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji perangkap massal, brodifakum, dan ekstrak
daun sirsak dalam mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, untuk
mengetahui persepsi masyarakat terhadap tikus permukiman.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah pemilihan metode pengendalian tikus yang
tepat untuk mengendalikan tikus permukiman melalui hasil pengujian tiga cara
pengendalian yang berbeda. Selain itu, untuk menambah wawasan mengenai
persepsi masyarakat terhadap kehadiran dan pengendalian tikus permukiman.
3
Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi lima kegiatan, yaitu (1) persiapan perangkap,
rodentisida, dan repelen, (2) perlakuan, (3) pengamatan dan peubah yang diamati,
(4) kuesioner, dan (5) analisis data.
Persiapan Perangkap
Perangkap yang digunakan adalah perangkap massal (multiple live trap)
yang memiliki pintu masuk berukuran 15 cm x 15 cm, panjang daun pintu masuk
13 cm, panjang perangkap 38 cm, lebar 23 cm, dan tinggi 16 cm. Pintu yang
berada pada satu sisi perangkap berhadapan dengan pintu masuk, berfungsi untuk
mengeluarkan tikus yang terperangkap. Umpan yang diletakkan dalam perangkap
adalah ikan asin yang sebelumnya telah dibungkus kertas selama tiga hari. Hal ini
bertujuan agar aroma ikan asin lebih menyengat, sehingga lebih menarik tikus
untuk memasuki perangkap. Untuk penanda jejak kaki tikus, diletakkan ubin jejak
dari karton berukuran 20 cm x 20 cm yang telah ditaburi tepung di depan pintu
perangkap (Gambar 1).
Persiapan Rodentisida
Rodentisida yang digunakan berbahan aktif brodifakum 0.005% yakni racun
kronis (antikoagulan) berbentuk blok berwarna biru. Racun kronis lebih sering
digunakan dibandingkan dengan racun akut dalam pengendalian tikus karena
dapat mengurangi sifat curiga dari tikus yang lain (Permada 2009). Selain itu,
rodentisida dengan bahan aktif brodifakum memiliki kelebihan tidak
menyebabkan jera umpan pada tikus (Astuti 2013).
Brodifakum merupakan rodentisida generasi kedua yang paling potensial
untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal terhadap racun jenis lain.
Rodentisida ini tidak larut dalam air, LD50 untuk tikus adalah 0.27 mg/kg. Bahan
aktif dari racun kronis bekerja dalam tubuh tikus dengan lambat sehingga tikus
tidak langsung mati di tempat setelah mengonsumsi racun (Priyambodo 2006).
Rodentisida tersebut merupakan racun lambung, berarti mempunyai daya bunuh
setelah organisme sasaran memakan rodentisida. Mekanisme kerjanya adalah
menghambat pembekuan darah dan merusak jaringan pembuluh darah. Akibatnya
terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh (Sudarmo 1991).
Rodentisida yang digunakan sebanyak 15-20 g atau 3-4 blok. Rodentisida
diletakkan di dalam bumbung bambu. Ubin jejak dari karton yang telah ditaburi
tepung diletakkan depan pintu masuk bumbung bambu (Gambar 2).
Gambar 3 Persiapan repelen: daun sirsak (a), pengujian repelen ekstrak daun
sirsak di lapang (b)
Perlakuan
Setiap daerah permukiman yaitu Babakan, Cikarawang, dan Balumbang
Jaya dipilih 10 rumah yang telah teridentifikasi tanda kehadiran tikus. Pada setiap
rumah tersebut diberi perlakuan yang sama yaitu perangkap, rodentisida, dan
repelen dalam satu garis. Perlakuan yang berada di posisi tengah berjarak sekitar
1-3 m dari perlakuan yang berada di posisi pinggir. Peletakan perlakuan sekitar
pukul 17:00-19:00. Pengecekan dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Pengujian
dilakukan selama 5 hari berturut-turut pada setiap rumah. Penggantian umpan
perangkap, rodentisida, dan repelen dilakukan setiap hari. Rodentisida tidak harus
diganti bila bentuknya masih utuh. Pembersihan perangkap dilakukan setiap hari,
dengan menggunakan air sabun dan disikat pada seluruh bagian perangkap.
KP yang diharapkan
KP kenyataan
Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui jenis tikus permukiman yang paling
banyak menyebabkan kerugian maupun gangguan bagi masyarakat dan bentuk
pengendalian yang paling sering dilakukan. Kuesioner berisi pertanyaan seputar
pengetahuan masyarakat mengenai tikus permukiman, sikap masyarakat terhadap
kehadirannya, dan tindakan masyarakat dalam pengendaliannya. Wawancara
dilakukan kepada penghuni rumah yang tempat tinggalnya digunakan pada
penelitian ini (Lampiran 14).
6
Analisis Data
Analisis data pengujian perangkap massal dan rodentisida berbahan aktif
brodifakum 0.005% disajikan dalam bentuk tabulasi dengan penjelasan deskriptif
menggunakan program Microsoft Excel 2007. Data hasil pengujian ekstrak daun
sirsak dianalisis menggunakan Kruskal-Wallis melalui program XLSTAT 2014
terintegrasi dalam Microsoft Excell 2007. Uji lanjutan menggunakan Uji Dunn
pada nilai α = 5%. Data hasil wawancara dianalisis secara deskriptif juga diuji
korelasi pearson menggunakan melalui Statistical Products and Solution Services
version 20 (SPSS V. 20).
7
terpisah dari induknya untuk mencari pakan sendiri sangat mudah ditangkap. Hal
ini dikarenakan tikus pradewasa umumnya belum berpengalaman dalam mencari
pakan, sehingga bila terdapat pakan di dalam perangkap, tikus ini akan langsung
mengambilnya.
Terdapat 11 ekor jantan dan 10 ekor betina spesies mamalia kecil yang
terperangkap. Menurut Handayani dan Ristiyanto (2008) jantan lebih mudah
ditemukan karena teritorial (kompetisi sosial), home range, pakan, dan
promiscuous (seks bebas). Perbedaan jantan dan betina tikus dewasa diketahui
dari adanya skrotum pada jantan, dan mammary formula pada betina. Pengamatan
skrotum maupun mammary formula sulit pada tikus pradewasa. Perbedaan jantan
dan betina tikus pradewasa dapat diketahui melalui jarak antara genital dan anus.
Jarak genital dengan anus lebih dekat pada tikus betina dibandingkan jantan.
Mamalia kecil yang terperangkap memiliki ciri kualitatif yang sama pada
masing-masing spesies (Tabel 4). Ciri kualitatif tersebut berupa tekstur rambut,
9
bentuk hidung, bentuk badan, warna badan bagian punggung, warna badan bagian
perut, warna ekor bagian atas, dan warna ekor bagian bawah.
seluruh tubuh berwarna abu-abu kecokelatan, ekor gemuk terutama pada bagian
pangkal meramping pada ujungnya. S. murinus dapat ditemukan di dalam atau
dekat rumah. Distribusinya yaitu Afrika, Madagaskar, sebagian besar Asia
(Filipina dan Indonesia) (Payne dan Francis 2002). S. murinus mempunyai bentuk
moncong yang sangat runcing, ekor yang sangat pendek, berjalan relatif lambat,
dan kotorannya basah. S. murinus mengeluarkan bau saat melintas untuk
mempertahankan diri. Bau tersebut berasal dari kelenjar bau yang letaknya dekat
dengan lubang anus. Gigi seri S. murinus tidak tumbuh memanjang, sehingga
bukan hewan pengerat (Priyambodo 2003).
Gambar 4 Spesies tikus yang terperangkap: R. norvegicus (a), R. rattus diardii (b)
Gambar 5 Hasil tangkapan dalam setiap pemerangkapan: satu ekor (a), tiga ekor
(b), empat ekor (c), enam ekor (d)
11
Perangkap ini memiliki dua kekurangan yaitu, tikus yang tertangkap terlebih
dahulu dapat keluar kembali dengan bantuan tikus lain yang menginjak pintu
keluar, tetapi tikus yang kedua tidak masuk ke dalam perangkap. Setelah itu tikus
yang menginjak pintu masuk akan keluar dengan cara berjalan mundur. Selain itu,
untuk tikus yang masuk berukuran besar, maka tikus tersebut akan mendorong
pintu hingga rusak, lalu tikus dapat keluar (Darmawansyah 2008). Hal ini terjadi
di salah satu lokasi pengujian Kelurahan Balumbang Jaya, tikus yang telah
terperangkap berhasil keluar dari perangkap dengan cara mendorong pintu
perangkap hingga rusak.
Pengendalian tikus menggunakan perangkap massal memenuhi aspek teknis,
ekonomis, sosial-budaya, dan ekologis. Aplikasi perangkap massal dengan
menyediakan umpan dalam perangkap merupakan hal mudah untuk diterapkan
oleh masyarakat. Perangkap massal dapat digunakan berkali-kali, karena dalam
sekali pembelian dapat digunakan lebih dari satu kali. Perangkap massal dari
aspek sosial-budaya dapat diterima masyarakat karena tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah yang dianut masyarakat. Perangkap massal terbuat dari bahan yang
tidak membahayakan keamanan pemakai dan lingkungan hidup, sehingga bernilai
ekologis.
daun sirsak sebagai repelen. Hal ini karena indera penciuman tikus terganggu oleh
aroma yang berasal dari ekstrak daun sirsak tersebut. Tikus akan terusir dan tidak
memasuki nampan untuk mengonsumsi gabah yang diletakkan berdekatan dengan
ekstrak. Indera penciuman tikus berpengaruh terhadap perilaku menghindar
terhadap ekstrak sebagai repelen, sesuai dengan pendapat Priyambodo (2006)
yang menyatakan bahwa tikus memiliki indera penciuman yang berkembang
dengan baik.
Tabel 5 Konsumsi dan peluang tikus mengonsumsi gabah pada pengujian ekstrak
daun sirsak sebagai repelen
Jejak tikus di
Peluang Konsumsi gabah
luar dan Mean of
Lokasi konsumsi
dalam (Rata-rata ± SD, g) ranksa
gabah (%)
nampan (%)
Babakan 24 24.49 0.00 ± 0.00 14.00 a
Cikarawang 22 22.45 0.00 ± 0.00 14.00 a
Balumbang Jaya 52 53.06 2.79 ± 5.31 18.50 a
a
Angka pada kolom sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji
Dunn
10
Babakan
8
Jumlah responden (orang)
Cikarawang
6 Balumbang Jaya
0
< 2 000 000 2 000 000 - 5 000 000 > 5 000 000
Tingkat pendapatan (Rp/bulan)
Gambar 6 Tingkat pendapatan responden pada tiga kelurahan
Populasi tikus dapat diamati melalui persentase ubin jejak kaki tikus
(asumsi satu tikus) pada pengujian perangkap, rodentisida, dan repelen yang telah
dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendapatan tidak mempengaruhi
tindakan pengendalian. Pengendalian dilakukan bila masyarakat sudah merasa
terganggu terhadap kehadiran tikus permukiman. Selain itu, sanitasi dan peluang
14
tikus memasuki rumah juga mempengaruhi populasi tikus. Menurut Marsh (2005),
tikus rumah dapat masuk ke rumah melalui celah sekitar atap maupun sekitar
lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding.
Responden Kelurahan Balumbang Jaya memiliki tingkat pendidikan
terendah yang paling banyak dibandingkan kelurahan lainnya (Gambar 7).
Persentase populasi tikus terbanyak terdapat pada Kelurahan Balumbang Jaya.
Hal ini dapat diketahui dari pengamatan ubin jejak tikus melalui tiga pengujian.
Pendapat Nugroho (2010) sesuai dengan hal ini. Hasil analisis statistik
menunjukkan tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan pengetahuan tikus
permukiman maupun pengendaliannya. Tingkat hubungan dari korelasi tersebut
rendah dengan nilai 0.361 (Lampiran 2).
10
Babakan
8 Cikarawang
Jumlah responden (orang)
Balumbang
6 Jaya
0
SD SMP SMA
Tingkat pendidikan
Gambar 7 Tingkat pendidikan responden pada tiga kelurahan
Jenis tikus permukiman secara berurut yang paling banyak diketahui oleh
responden terdiri dari R. rattus diardii, M. musculus, R. norvegicus, dan
Bandicota indica (Gambar 8). Sebanyak 23 responden mengatakan tikus
permukiman yang paling banyak berada di rumah mereka adalah R. rattus diardii.
Sembilan responden mengatakan M. musculus yang paling dominan dan 4
responden mengatakan R. norvegicus. Hal ini tergantung pada kondisi setiap
rumah.
15
30
28
26 R. rattus diardii
24 R. norvegicus
Jumlah responden (orang)
22
M. musculus
20
18 B. indica
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Pengetahuan Kehadiran
Gambar 8 Jenis tikus permukiman yang diketahui dan paling banyak ditemui
kehadirannya di permukiman
30
28 Perangkap
26
Rodentisida
24
Jumlah responden (orang)
22 Repelen
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Pengetahuan Persepsi Tindakan
30
28
Dapur
26
24 Dekat tempat sampah
Jumlah responden (orang)
22 Ruang makan
20
18 Kamar mandi
16 Lainnya
14
12
10
8
6
4
2
0
Keberadaan Perangkap Rodentisida Repelen
tikus aktif Jenis pengendalian
30
28
26
24 Pagi
Jumlah responden (orang)
22 Siang
20
18 Sore
16
14 Malam
12
10
8
6
4
2
0
Waktu tikus Perangkap Rodentisida Repelen
aktif Jenis pengendalian
Gambar 11 Pengetahuan dan tindakan masyarakat terhadap waktu tikus aktif dan
peletakan jenis pengendalian
19
SIMPULAN
Simpulan
Terdapat perbedaan dalam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian
perangkap massal di tiga kelurahan pengujian. Spesies mamalia kecil yang paling
banyak terperangkap adalah R. rattus diardii. Tidak ada rodentisida brodifakum
yang dikonsumsi pada tiga kelurahan. Pengujian ekstrak daun sirsak sebagai
repelen menunjukkan hasil yang sama pada Kelurahan Babakan, Cikarawang, dan
Balumbang Jaya. Terdapat korelasi positif rendah antara pendidikan dan
pengetahuan. Korelasi positif sangat rendah pada pendapatan dan tindakan, juga
antara pengetahuan dan tindakan.
Saran
Perlu dilakukan pengujian perangkap, rodentisida, dan repelen yang berbeda.
Pengujian perangkap dan repelen di permukiman dengan umpan yang bervariasi.
Karakteristik responden pada survei masyarakat terhadap tikus permukiman harus
lebih variatif.
20
DAFTAR PUSTAKA
Amelia TS. 2015. Pengujian repelensi dari empat jenis tanaman terhadap tikus
rumah (Rattus rattus diardii L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Astuti DR. 2013. Keefektifan rodentisida racun kronis generasi II terhadap
keberhasilan penangkapan tikus. Kemas. 8(2):183-189.
[BBPPTP Ambon] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Ambon. 2013.
Manfaat tanaman sebagai pestisida nabati [Internet]. Ambon (ID): BBPPTP
Ambon; [diunduh 2015 Mei 31]. Tersedia pada:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-185-manfaat-tanaman-
sebagai-pestisida-nabati-.html.
Darmawansyah A. 2008. Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus
rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada habitat permukiman [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dewi DI. 2010. Tikus riul (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769). Balaba.
6(2):22-23.
Handayani FD, Ristiyanto. 2008. Rappid assessment inang reserpoir leptospirosis
di daerah pasca gempa Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Bul. Penel. Kesehatan. 36(1):1-9.
Irawati J, Fibriana AI, Wahyuno B. 2014. Efektivitas pemasangan berbagai model
perangkap tikus terhadap keberhasilan penangkapan tikus di Kelurahan
Bangetayu Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. UJPH2. 4(3):67-75.
Marbawati D, Ismanto H. 2011. Identifikasi tikus (pelatihan di laboratorium
mamalia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta). Balaba. 7(2):44-
48.
Marsh RE. 2005. Roof rats [Internet]. Oakland (GB): University of California;
[diunduh 2015 Sept 10]. Tersedia pada: http;//
cwdm.org/handbook/rodents/RoofRats.asp.
Nafis F. 2009. Persepsi masyarakat perkotaan terhadap hama permukiman serta
pengujian perangkap dan pestisida untuk mengendalikan tikus dan kecoa
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugroho A. 2010. Persepsi masyarakat terhadap hama permukiman serta
pengendalian tikus di Bogor dan Tangerang [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Payne J, Francis CM. 2002. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah,
Sarawak, dan Brunei Darussalam. Jakarta (ID): WCS Indonesia.
Permada J. 2009. Tingkat kejeraan racun dan umpan pada tikus sawah (Rattus
argentiventer Rob. & Klo.), tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan
tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Priyambodo S. 2003. Seri PHT Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Priyambodo S. 2006. Tikus. Di dalam: Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama
Permukiman Indonesia Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor
(ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. hlm 195 – 258.
21
LAMPIRAN
23
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Nama :
Umur :
Alamat :
Pendidikan : ( ) Tidak sekolah/tidak tamat SD
( ) SD
( ) SMP
26
( ) SMA
( ) D1/D2/D3
( ) S1/S2/S3
Pekerjaan : ( ) PNS
( ) Swasta
( ) Pensiunan
( ) Usaha sendiri
( ) Lainnya,…………………
Pendapatan : ( ) ≤ 2.000.000
( ) > 2.000.000-5.000.000
( ) > 5.000.000-7.000.000
( ) > 7.000.000
Status kepemilikan rumah : milik sendiri/kontrak
1. Apa yang Anda ketahui tentang gangguan yang disebabkan oleh tikus
permukiman?
a. Gangguan pada alat listrik
b. Gangguan pada benda berbahan kayu
c. Vektor penyakit
d. Lainnya
3. Jenis tikus permukiman apa yang paling banyak berada di rumah Anda?
a. Rattus rattus diardii (tikus rumah)
b. Rattus norvegicus (tikus riul)
c. Mus musculus (mencit rumah)
d. B. indica (tikus wirok)
8. Apa tindakan yang segera Anda lakukan ketika mengetahui kehadiran hama
permukiman?
a. Diam saja
b. Membasmi secara langsung (tikus dipukul)
c. Menggunakan perangkap
d. Menggunakan rodentisida
e. Menggunakan repelen
23. Menurut Anda, metode apakah yang paling efektif untuk mengendalikan tikus
di lingkungan tempat tinggal?
a. Perangkap
b. Rodentisida
c. Repelen
RIWAYAT HIDUP