Skripsi Adhd
Skripsi Adhd
Skripsi Adhd
BAB I
PENDAHULUAN
bicara secara langsung, sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan
tugas sekolah, pekerjaan rumah tangga, atau tugas di tempat kerja, sering
mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas, sering menghindari, tidak
menyukai, atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang membutuhkan usaha
berkelanjutan, sering kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk tugas atau
aktivitas, sering kali mudah terganggu oleh rangsangan asing, sering pelupa
dalam aktivitas sehari-hari.4
Di Indonesia prevalensi ditemukan pada poli jiwa anak dan remaja di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo tercatat pada tahun 2003, terdapat 51 anak yang
didiagnosis ADHD dari 215 anak sekolah dasar yang datang. Menurut Saputro
(2005) populasi anak Sekolah Dasar yang menderita ADHD adalah 16,3% dari
total populasi yaitu 25,85 juta anak. Berdasarkan data tersebut diperkirakan
tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Attention deficit hiperactivity
disorder sering hadir bersama komorbiditas seperti gangguan oposisi menantang,
gangguan perilaku, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian dan depresi,
yang dapat memperumit pemahaman tentang rasio prevalensi yang benar.5,7
3
Penyebab ADHD sendiri belum diketahui dengan pasti tetapi sekarang sudah
semakin banyak bukti untuk interaksi antara banyak genetik dan resiko
lingkungan yang mempengaruhi gangguan basis neurobiologis. Bukti awal
menunjukkan bahwa genetika memainkan peran dalam kerentanan individu untuk
ADHD dengan estimasi heritabilitas ADHD diperkirakan 76% dari populasi.
Bukti yang cukup untuk keterlibatan faktor risiko lingkungan dalam
pengembangan ADHD telah dilaporkan seperti kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah dan prenatal paparan tembakau / alkohol kontaminasi lingkungan,
kesulitan sosial ekonomi, dan spesifik interaksi gen-lingkungan.5,8,9
1.4.2 Peneliti
Data dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
sumber data untuk peneliti selanjutnya.
1.4.3 Masyarakat
1. Sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat tentang
gambaran perilaku motoric hyperactivity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder di sekolah luar biasa Kota Jambi.
2. Agar masyarakat dapat memahami gambaran perilaku motoric hyperactivity
pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar biasa Kota
Jambi.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
yang normal. Gejala ini sangat berfluktuasi yang menunjukan adanya kegagalan
mengatur tingkat aktivitas sesuai dengan situasi atau tuntutan tugas. Gejala
hiperaktivitas bukan merupakan gejala yang terpisah dari impulsivitas. Berbagai
penelitian terhadap gejala ini dengan pengukuran objektif ataupun skala penilai
perilaku, tidak didapatkan bukti bahwa hiperaktivitas merupakan faktor atau
dimensi yang terpisah dari impulsivitas. Barkley berpendapat dalam bukunya
bahwa dalam konseptualisasi gangguan ini dan penetapan gejala klinis,
psikopatologi hiperaktif-impulsif di antara tiga karakteristik utama gangguan ini
lebih penting daripada tidak mampu memusatkan perhatian, sehingga ia
berpendapat bahwa poor self regulation dan inhibition of behavior merupakan
dua hal yang berbeda pada gangguan ini.10
2.2 Epidemiologi
A. Faktor Prevalensi
Prevalensi ADHD dapat bervariasi, tergantung pada beberapa faktor seperti umur
karena sementara ADHD pernah dianggap sebagai penyakit masa kanak-kanak
dengan penurunan gejala selama pematangan sampai dewasa, sekarang diakui
bertahan menjadi dewasa di sekitar 50-66% dari individu. Selanjutnya ada gender
karena prevalensi lebih tinggi dari ADHD sering dilaporkan pada laki-laki beserta
9
B. Lokasi Geografis
Gambar 2.1 Prevalensi ADHD Pada Anak-anak dan Adolescent oleh negara.
Selain itu, versi yang berbeda dari masing-masing kriteria diagnostik yang
digunakan dapat mempengaruhi tingkat prevalensi; misalnya, pembaharuan dari
dua tinjauan literatur sistematis dan analisis meta-regresi dari prevalensi ADHD
pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa tingkat prevalensi berdasarkan
Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi Ketiga Teks Revisi dan
ICD-10 adalah 2,42% dan 4,09% lebih rendah, masing-masing, dari tarif
berdasarkan DSM-IV.16
Data lain mengatakan bahwa Prevalensi ADHD secara global adalah sekitar
5,3 % terjadi pada anak dan 2,5 % terjadi pada dewasa. Hal ini disebabkan oleh
karena anak-anak yang mengalami ADHD pada usia anak-anak akan memiliki
kecenderungan sebesar 40-60 % untuk tetap berkembang menjadi ADHD pada
saat usia dewasa.4 Di Amerika Serikat sendiri angka kejadian ADHD bervariasi
mulai dari 2 sampai dengan 20 persen terjadi pada anak-anak yang duduk di
13
sekolah dasar. Angka konservatif adalah 3 hingga 7 persen pada anak anak
sekolah dasar prapubertas. Gejala ADHD sering mucul pada usia 3 tahun, tetapi
diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai anak tersebut masuk ke dalam
lingkungan yang terstruktur seperti taman kanak-kanak dan sekolah dasar,
dimana pada kondisi itu mulai tampak gejala anak yang hiperaktif-impulsif dan
kurang perhatian terhadap pelajaran dibandingkan teman sebayanya yang
normal.2
Poli jiwa anak dan remaja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencatat
pada tahun 2003, terdapat 51 anak yang didiagnosis ADHD dari 215 anak
sekolah dasar yang datang. Sedangkan menurut Saputro (2005) di Indonesia,
populasi anak Sekolah Dasar yang menderita ADHD adalah 16,3% dari total
populasi yaitu 25,85 juta anak. Berdasarkan data tersebut diperkirakan tambahan
kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Sebagian besar orang tua ataupun guru
masih menganggap anak dengan gangguan tersebut sebagai anak nakal atau
malas. Padahal anak dengan gangguan tersebut apabila tidak mendapat
pertolongan yang tepat, akan mengalami kesulitan belajar, prestasi belajar buruk,
gagal sekolah, tingkah lakunya menganggu, sikapnya tampak sulit diterima oleh
lingkungannya dan bahkan cenderung tidak disukai oleh orang tua ataupun
guru.1,7
2.3 Klasifikasi
Ada juga yang menyatakan bahwa dapat dibedakan dalam jenis attention
disorder, planning disorder, motoric hyperactivity, serta ADHD yang
disertai gangguan lain. Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Attention disorder adalah jenis hiperaktif yang ditandai dengan
adanya ganggguan pada peningkatan terhadap kepekaan terhadap
berbagai faktor yang dapat menarik perhatian, misalnya anak mudah
teralih perhatiannya jika mendengar suara di luar dan tidak dapat
memperhatikan hal yang seharusnya diperhatikannya. Planning disorder
adalah bentuk perilaku yang ditandai dengan gejala impulsivitas
seperti bertindak tanpa berpikir dahulu, sulit menjalani satu aktivitas, tidak sabar
dalam menunggu giliran. Motoric hyperactivity adalah bentuk perilaku yang
ditandai dengan tidak pernah tenang, misalnya banyak gerakan yang
dilakukan anak seperti dikendalikan oleh mesin, tidak dapat duduk tenang.
ADHD yang disertai gangguan lain yaitu bentuk perilaku yang
disertai dengan berbagai gangguan seperti gangguan kognitif,
gangguan tidur (sleep disorder) yang akan mengakibatkan anak
mengalami kesulitan dalam memperhatikan sesuatu dengan detail
serta anak mengalami masalah dalam tidurnya seperti banyak gerakan
ketika dia tidur. Beserta dapat pula dibedakan menjadi empat jenis yaitu
berdasarkan gejala perilaku, berdasarkan jenis kelainan perilaku, berdasarkan
penyebab, serta berdasarkan berat ringannya penyimpangan perilaku. 4,11
Dari klasifikasi tersebut bisa mendapatkan ciri-ciri yang diperlihatkan
oleh anak hiperaktif meliputi sulit untuk konsentrasi gerakan kacau,
cepat lupa, mudah bingung, kesulitan dalam mencurahkan perhatian
tehadap tugas-tugas atau kegiatan bermain, tidak sabar menunggu giliran,
senang membantah. Dan bisa juga 1) tidak fokus yang artinya anak
15
2.4 Etiologi
Sangat mungkin bahwa etiologi ADHD hasil dari interaksi kompleks antara
kelompok gen yang rentan dan pengaruh lingkungan karena ada bukti yang cukup
untuk keterlibatan faktor risiko lingkungan dalam pengembangan ADHD telah
dilaporkan seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan prenatal
paparan tembakau / alkohol kontaminasi lingkungan, kesulitan sosial ekonomi,
dan pesifik interaksi gen-lingkungan.5
Telah banyak diteliti dan dipelajari, namun belum ada penyebab pasti yang
dapat dijadikan penyebab ADHD. Sebagian anak dengan ADHD tidak
menunjukan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada sistem saraf pusat.
16
1. Faktor Genetik
Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup corcodance yang lebih tinggi
pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak hiperaktif
juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan dibandingkan
populasi umum. Gejala kandung tersebut bisa memiliki gejala hiperaktif yang
menonjol, sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai gejala defisit
yang menonjol. Pola biologis pada anak-anak dengan gangguan ini memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk ADHD dibanding orang tua adoptif.17
3. Faktor Neurokimia
Pada pasien ADHD diperkirakan terjadi mutasi gen, sehingga terjadi peningkatan
ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di sitem limbik dan lobus
prefrontal akibat perubahan aktivitas dopamine transporter gene.12,17
4. Faktor Neurofisiologis
5. Faktor Psikososial
Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan, dalam
urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perspektual, labilitas emosi,
defisit koordinasi umum, defisit atensi (rentang atensi singkat, mudah teralih
perhatiannya, perseverasi, gagal menyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi
buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam
aktivitas, kurang teratur, melompat di kelas), defisit daya ingat dan berpikir,
ketidakmampuan belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta tanda
neurologis ekuifokal dan ketidakteraturan EEG.12
2.6 Diagnosis
A. Kurang Perhatian18
19
Pada kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari
gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai
suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.
B. Hiperaktivitas Impulsifitas18
20
1. Hiperaktivitas
a) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di
kursi,
b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya
di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
c) Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini
tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang
subjektif),
2. Impulsivitas
f) Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!,
akademik, atau pekerjaan.
Kesulitan diagnosis biasanya dialami pada pasien dengan gejala yang muncul
sebelum usia 3 tahun. Sulit membedakan ADHD dengan gangguan
perkembangan pervasif seperti autis. Kita dapat membedakannya dengan
mengetahui gejala yang diamali pasien. Berikut adalah pedoman diagnosis
autisme pada anak menurut PPDGJ III.19
1. Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan atau
hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri
kelainan fungsi dalam 3 bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku
yang terbatas dan berulang.19
3. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang
tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain atau kurangnya
22
modulasi perilaku dalam konteks sosial, yaitu buruk dalam menggunakan isyarat
sosial dan integrasi yang lemah dalam perilaku sosial, emosional dan komunikatif
dan khususnya kurangnya respon timbal balik sosio-emosional.19
Kelompok tempramental yang terdiri atas tingkat aktivitas yang tinggi serta
rentang perhatian yang singkat, tetapi didalam kisaran normal yang diharapkan
untuk usia anak, pertama kali harus dipertimbangkan. Membedakan ciri
temperamental ini dengan gejala utama ADHD sebelum usisa 3 tahun sulit
dilakukan, terutama karena gambaran sistem saraf yang imatur normal dan
adanya tanda hendaya visual-persepsi-motorik yang tumpang tindih, sering
ditemukan pada ADHD. Ansietas pada anak harus dievaluasi. Ansietas dapat
menyertai ADHD sebagai gambaran sekunder, dan ansietass sendiri dapat
ditunjukan dengan overaktivitas dan mudah teralihnya perhatiannya. Banyak
anak dengan ADHD memiliki depresi sekunder di dalam reaksi terhadap
frustasi mereka yang berkelanjutan akibat kegagalan mereka untuk belajar dan
29
rendahnya harga diri yang atensi berkurang, anak dapat belajar dengan lebih
efektif dibandingkann di masa lalu. Disamping itu obat dapat memperbaiki harga
diri ketika anak tidak lagi terus menerus mencela perilaku mereka.12
A. Antidepresan.
- Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah
- Denyut nadi
- Berat badan
31
Dianjurkan bahwa anak dan remaja yang akan diterapi dengan stimulan
diperiksa tinggi, berat badan dan tekanan darah setiap tiga bulan dan pemeriksaan
fisiksetiap tahun.12
Monitor dimulai saat dimulainya obat. Pada sebagian besar pasien, stimulan
mengurangi overaktivitas, perhatian yang mudah teralih, impulsivitas,
meledak-ledak dan iritabilitas. Tidak ada bukti yang menunjukan bahwa obat
secara langsung memperbaiki hendaya belajar yang sebelumnya telah ada,
meskipun jika defisit atensi menghilang, anak dapat belajar dengan lebih efektif
dibandingkan sebelumnya. Disamping itu, anak-anak dengan ADHD tidak lagi
secara terus menerus ditegur karena perilaku mereka.19
Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur
untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan
tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi badan dan
penghitungan centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini masalah
pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi.19
1. Terapi Psikososial
Anak dengan ADHD memiliki ggejala agresivitas dan impulsitas sehingga tidak
dapat menjalin relasi yang optimal dengan teman sebayanya. Dampaknya, anak
ini sering dikucilkan oleh teman sebayanya dan kesulitan mencari teman baru.
Tanpa sadar lingkungan telah memberikan label negatif terhadap anak tersebut
seperti nakal atau bodoh. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan keterampilan bagi
anak ini, dengan harapan ia akan mengerti norma – norma sosial yang berlaku
dan berperilaku serta bereaksi sesuai norma.20
32
C. Modifikasi perilaku
1. Ciptakan rutinitas, berusaha untuk mengikuti jadwal yang sama setiap hari dari
bangun tidur hingga tidur lagi.
3. Jauhkan gangguan, matikan tv, radio, komputer ketika anak sedang belajar.
4. Mempersempit pilihan, misalnya hanya memberi pilihan antara dua benda saja,
sehingga anak tidak teroverstimulasi.
7. Membantu anak menemukan bakat atau talenta mereka, temukan minat dan
bakat anak – anak, misalnya musik, olahraga dan lain– lain.20
Peran guru sangat penting, karena biasanya masalah terbesar anak dengan ADHD
adalah pada bidang akademis. Kita harus mengedukasi guru untuk menghindari
pandangan negatif terhadap anak ADHD. Harus perlu diingat untuk menghindari
stigmatisasi anak ADHD seperti anak nakal, anak bodoh atau anak malas.20
Sampai saat ini, belum ada bukti yang menyebutkan bahwa pola makan dapat
menyebabkan ADHD, ataupun terapi nutrisi dapat mengatasi ADHD. Namun,
makanan sehat dalam keluarga seperti asupan protein yang baik setiap harinya,
jumlah kalori yang mencukupi kebutuhan anak dengan ADHD merupakan pola
gaya hidup yang umumnya disetujui oleh American Academy of Pediatric
(AAP).20
a. Terapi Megavitamin
Pada tahun 1970, dr. Allan Cott mengatakan bahwa hiperaktivitas dan gangguan
belajar merupakan salah satu hasil dari defisiensi vitamin dan dapat diatasi
dengan pemberian megavitamin dan mineral dengan dosis besar. Terapi gejala
ADHD pada anak dapat dilakukan dengan suplemen yang setidaknya
mengandung 10 kali lipat dosis harian yang direkomendasikan, misalnya vitamin,
mineral dan lain-lain.20
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah besi, seng, magnesium dan piridoksin.
Semua zat ini telah diketahui dibutuhkan untuk perkembangan fungsi otak yang
optimal. Namun, dari berbagai penelitian, baik pada anak ADHD maupun yang
tidak ADHD, didapatkan tidak ada perbedaan kadar seng, besi, magnesium dan
B6. Tidak ditemukan penurunan gejala yang signfikan antara gangguan perilaku
pasien ADHD dengan ketersediaan suplemen – suplemen di atas. Sama dengan
semua anak yang lainnya, jika terjadi kekurangan gizi, maka harus diperbaiki
dengan suplemen standar atau diet sehari – hari. Tetapi suplemen tetap tetap tidak
boleh melebihi dosis yang telah direkomendasikan, karena dosis yang lebih tinggi
dapat menyebabkan toksisitas.20
Diet untuk anak ADHD harus kaya protein. Diet semacam ini baik untuk otak dan
menjadi pilihan yang baik untuk anak ADHD. Sumber protein yang dapat
diberikan seperti telur, daging, keju dan kacang – kacangan.20
c. Diet Feingold
Pada tahun 1970, telah dikemukakan mengenai efek dari zat – zat pewarna buatan,
perasa buatan, dan pengawet makanan. Makanan tambahan ini, serta zat yang
disebut salisilat dapat menyebabkan hiperaktif dan ketidakmampuan belajar pada
anak.20
Aspartam, pemanis buatan, terdiri dari asam amino yang melintasi aliran darah
menuju otak untuk mempengaruhi fungsi otak. Aspartam dapat menyebabkan
kejang dan gangguan perilaku pada ADHD. Pengapusan aspartat untuk anak
dengan ADHD tidak dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk ADHD,
37
Gula merupakan sumber energi yang tinggi, sehingga dapat memicu anak sangat
aktif. Oleh karena itu, jauhkan anak-anak dari makanan yang mengandung gula,
biasanya merupakan camilan seperti es krim, donat, coklat, dan lain-lain.
Minuman yang banyak mengandung gula juga dikurangi, seperti soda, jus,
bahkan susu juga harus dikurangi.20
Gluten merupakan protein tepung terigu dan kasein merupakan protein susu.
Anak dengan autisme atau hiperaktif sering mengalami gangguan dalam
mencerna gluten dan kasein. Anak dengan hiperaktif dan autis banyak mengalami
kebocoran usus (leaky guts). Secara normal sebenarnya sejumlah kecil peptida
memang dapat merembes ke aliran darah, namun dapat langsung diatasi oleh
sistem imun. Peptida yang berasal dari gluten (glutemorphin) dan peptida kasein
(caseomorphin) yang tidak tercerna sempurna ke aliran darah sampai ke otak,
lalu ke reseptor opiod. Akibatnya mengganggu susunan di sistem saraf pusat yang
berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku dan sensitivitas. Opioid adalah zat
yang bekerja mirip morphin yang secara alami dikenal sebagai beta endorphin
yang bertanggung jawab dalam penekanan rasa sakit yang secara alami
diproduksi tubuh. Jika berlebihan maka akan menyebabkan ketahanan terhadap
rasa sakit yang berlebihan.20
2.9 Prognosis
38
Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa
remaja atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas
atauhiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan
masalah pengendalian impuls mungkin menetap.18
Pada kira-kira 15-20 persen kasus, gejala ADHD menetap sampai masa
dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukan penurunkan
hiperaktivitas tetapi tetap impulsif dan rentan terhadap kecelakaan. Walaupun
pencapain pendidikan mereka lebih rendah daripada orang tanpa ADHD,
riwayat pekerjaan awal mereka tidak berbeda dari orang dengan pendidikan
yang sama.18
39
Lingkungan
40
ADHD Perilaku
Motoric
Hyperactivity
1. Umur
2. Jenis
Kelamin
3.Jenjang
Kelas
41
Keterangan:
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.1 Populasi
43
Dalam penelitian ini akan digunakan populasi yaitu siswa anak-anak yang di
diagnosa ADHD di Sekolah Luar Biasa Kota Jambi.
3.3.2 Sampel
Besaran sampel minimal ditentukan dengan rumus slovin (Sevilla, CG. 2007).
Rumus dan perhitungan besar sampel sebagai berikut:
Keterangan:
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
Populasi yang dipakai adalah populasi terjangkau yang didapat dari data
sekolah berjumlah 24 anak dengan batas toleransi kesalahan sebesar 10% maka
didapatkan jumlah sampel sebesar 22 sampel.
Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah judgmental sampling atau
purposive sampling yaitu peneliti memilih responden pada sampel berdasarkan
pendapat subyektifitas peneliti bahwa responden tersebut dapat memberikan
informasi yang memadai untuk penetian ini.
1. Siswa sekolah yang masuk dalam kategori anak-anak dan terdiagnosa ADHD.
44
1. Siswa sekolah tidak bisa atau berhalangan menjadi subyek penelitian di tengah
jalan pada waktu penelitian berlangsung.
6. Kelas 6 SD
45
perilaku
meninggalkan
tempat duduk
tersebut
(1) Membuat kisi-kisi dan pedoman observasi yang akan menjadi sasaran obyek
penelitian yaitu mengenai perilaku siswa ADHD yang dijadikan subyek
penelitian.
(4) Mengadakan observasi terhadap subyek penelitian yang dilakukan pada saat
kegiatan belajar-mengajar.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara singkat yang
berguna menambahkan informasi yang belum terjawab pada saat observasi.
Wawancara disini ditujukan terhadap guru di sekolah.
1 3 6 3 6
2 2 7 2 7
3 8 1 8 1
4 4 5 4 5
5 7 2 7 2
6 7 2 7 2
7 2 7 2 7
8 6 7 6 7
9 4 5 4 5
10 6 3 6 3
Correlations
VAR0000 VAR0000
1 2
Pearson
1 1,000**
Correlation
VAR0000
1 Sig. (2-tailed) ,000
N 10 10
VAR0000 Pearson
1,000** 1
2 Correlation
51
N 10 10
e. Konsultasi dengan kepala sekolah. Hal ini dilakukan untuk meminta ijin
kepada kepala sekolah untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.
f. Konsultasi dengan guru kelas. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data
mengenai perilaku anak ADHD selama mengikuti kegiatan pada saat kegiatan
belajar-mengajar.
Tahap pelaporan hasil penelitian ini adalah pelaporan hasil penelitian. Pada tahap
ini setelah penulis merangkum, mencatat, menganalisis dan mendeskripsikan
semua hasil penelitian yang berupa data kuantitatif kemudian disusun secara
sistematis sebagai bahan pelaporan hasil penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
pun keterbatasan yang dimaksud adalah dalam proses pengambilan data adalah
terdapat data yang bersifat subjektif karena cara pengambilan data yang
menggunakan lembar observasi dimana data yang dihasilkan sangat bergantung
pada kemampuan observer dalam menilai dan menggambarkan perilaku subyek
penelitian dan hasil observasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pandangan
observer terhadap perilaku subyek penelitian itu sendiri. Keterbatasan lainnya
yaitu kurangnya jumlah sampel yang dapat diteliti sehingga data yang dapat
ditampilkan pada penelitian ini sangat terbatas, hal tersebut dikarenakan sedikit
nya jumlah sekolah luar biasa yang memiliki anak dengan diagnosa Attention
Deficit Hyperactivity Disorder.
4.2 Hasil
4 9 Tahun 4 18,2
5 10 Tahun 3 13,6
6 11 Tahun 1 4,5
7 12 Tahun 0 0
TOTAL 22 100
Tabel 4.2 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis Kelamin Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Attention Deficit Hyperactivity Disorder
n %
1 Laki - laki 20 90,9
2 Perempuan 2 9,1
TOTAL 22 100
Tabel 4.2 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebanyak 20 anak (90,9%) dan perempuan
sebanyak 2 anak (9,1%).
56
Tabel 4.3 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan jenjang kelas
perilaku berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak
sesuai untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku berlari-lari atau memanjat secara
berlebihan pada situasi yang tidak sesuai untuk hal tersebut
No. Perilaku Berlari-lari Atau Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Memanjat Secara Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berlebihan Pada Situasi n %
Yang Tidak Sesuai
Untuk Hal Tersebut
1 Ya 6 27,3
2 Tidak 16 72,7
TOTAL 22 100
Tabel 4.5 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku mengalami kesulitan bermain atau
melaksanakan kegiatan dengan tenang di waktu senggang
No. Perilaku Mengalami Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Kesulitan Bermain Atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Melaksanakan Kegiatan n %
Dengan Tenang di Waktu
Senggang
58
1 Ya 15 68,2
2 Tidak 7 31,8
TOTAL 22 100
Tabel 4.6 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku meninggalkan tempat duduk di
kelas atau situasi lain dimana diharapkan untuk tetap duduk diam
No. Perilaku Meninggalkan Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Tempat Duduk di Kelas Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Atau Situasi Lain n %
Dimana Diharapkan
Untuk Tetap Duduk
Diam
1 Ya 11 50
2 Tidak 11 50
TOTAL 22 100
Tabel 4.7 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku tidak pernah bisa diam, tidak
mengenal lelah
No. Perilaku Tidak Pernah Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Bisa Diam, Tidak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Mengenal Lelah n %
1 Ya 15 68,2
2 Tidak 7 31,8
TOTAL 22 100
Tabel 4.8 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku selalu dalam keadaan “siap gerak”
atau aktivitasnya seperti digerakkan oleh mesin
No. Perilaku Selalu Dalam Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Keadaan “Siap Gerak” Attention Deficit Hyperactivity Disorder
60
Atau Aktivitasnya n %
Seperti Digerakkan Oleh
Mesin
1 Ya 19 86,4
2 Tidak 3 13,6
TOTAL 22 100
Tabel 4.9 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku sulit dikendalikan pada saat berada
di ruangan kelas
No. Perilaku Sulit Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Dikendalikan Pada Saat Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berada Di Ruangan n %
Kelas
1 Ya 11 50
2 Tidak 11 50
TOTAL 22 100
4.2.4.8 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Tidak Bisa Duduk Diam (kaki dan
tangannya tidak bisa diam atau selalu bergerak)
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak bisa duduk diam (kaki dan tangannya tidak bisa diam atau selalu
bergerak) adalah sebagai berikut:
4.3 Pembahasan
jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebanyak 20 anak (90,9%) dan perempuan
sebanyak 2 anak (9,1%).
Smith menyatakan bahwa tanda anak ADHD yang paling jelas adalah
hiperaktifitas anak akan mencoba beberapa hal dalam satu waktu, melompat dari
66
satu aktivitas ke aktivitas yang lain bahkan jika dipaksa untuk duduk kaki mereka
masih tapping dan tangan mereka bergetar yang membuat mereka susah untuk
duduk lama, bermain dengan tenang atau beristirahat sehingga sesuai dengan
penelitian ini dimana didapatkan hasil bahwa kesulitan bermain sering timbul
pada subyek penelitian28
Tentama menyatakan bahwa ciri utama anak hiperaktif adalah aktivitas yang
berlebihan. Tetap duduk diam termasuk kedalam gerakan-gerakan tubuh anak dan
tidak selalu muncul sehingga pada penelitian ini pun perilaku ini timbul dan tidak
timbul seimbang ditambah karena beberapa faktor seperti penelitian dilakukan
pada saat subyek dibimbing oleh guru sehingga mereka patuh terhadap instruksi
dari guru.29
tidak jelas atau tertawa tanpa sebab, sulit menangkap pertanyaan maupun
pernyataan dari guru kelas, sulit menjawab pertanyaan dari guru atau diam dan
tidak menghiraukan perintah guru, tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik,
harus dibimbing langsung oleh guru untuk dapat menulis sehingga sesuai dengan
penelitian ini.30
perlakuan dengan menggunakan yellow smile sehingga penelitian ini hasil nya
sesuai dengan penelitian dari Nihayati.32
Pada penelitian yang dilakukan Deni tentang bobot ukuran kepercayaan dari
parameter yang diambil dari DSM-IV yang kemudian dijadikan nilai
kemungkinan seorang anak mengalami gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder dengan poin yang mirip (bergerak tidak kenal lelah) dengan
karakteristik penelitian ini memiliki bobot kepercayaan sebesar 0,95 dari 1
sehingga sesuai dengan penelitian ini.33
4.3.4.8 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Tidak Bisa Duduk Diam (kaki dan
tangannya tidak bisa diam atau selalu bergerak)
Tabel 4.11 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak bisa duduk diam (kaki dan tangannya tidak bisa diam atau selalu
bergerak ada sebanyak 20 anak (90,9%) dan tidak memiliki perilaku tersebut
sebanyak 2 anak (9,1%).
Ruswati menemukan perilaku kaki tangan selalu bergerak dan tidak bisa
duduk diam pada penelitian tersebut sebelum diberikan terapi musik oleh peneliti
tersebut. Pada penelitian yang dilakukan Deni tentang bobot ukuran kepercayaan
dari parameter yang diambil dari DSM-IV yang kemudian dijadikan nilai
kemungkinan seorang anak mengalami gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder dengan poin yang mirip (menggerakkan jari tangan saat duduk di meja
69
makan dan Menggerakkan jari kaki saat duduk di meja makan) dengan
karakteristik penelitian ini memiliki bobot kepercayaan sebesar 0,84 dari 1
sehingga sesuai dengan penelitian ini.7,33
BAB V
5. 1 Kesimpulan
5. 2 Saran
1. Bagi Penulis
Dari hasil penelitian ini, peneliti diharapkan dapat mengetahui karakteristik usia,
jenis kelamin, jenjang kelas dan gambaran perilaku motoric hyperacticity pada
anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Selain itu, peneliti juga diharapkan
dapat mensosialisasikan hal hal positif yang didapat berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan baik secara lisan maupun tulisan.
Mengingat adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut, yaitu suatu penelitian serupa dengan sampel
yang lebih banyak dan metode yang lebih baik untuk mengetahui lebih terperinci
gambaran perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder.
73
DAFTAR PUSTAKA
7. Rusmawati D dan Dewi EK. Pengaruh Terapi Musik dan Gerak terhad5.p
Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar dengan Gangguan
ADHD. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.
11. Marlina. Asesmen dan Strategi Intervensi Anak ADHD. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Direktoral Ketenagaan; 2007.
12. Kaplan dan Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010.
15. Ebejer JL, Medland SE, van der WJ. Attention deficit hyperactivity disorder
in Australian adults: prevalence, persistence, conduct problems and
disadvantage. PLoS One; 2012. Pada http;//www.journals.plos.otg
diakses pada tanggal 20 Juni 2017.
16. Polanczyk G, de Lima MS, Horta BL. The worldwide prevalence of ADHD: a
systematic review and metaregression analysis. (jurnal) Am J Psychiatry.
2007; 164: 942-948.
17. Utama, H. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
18. Kaplan, Saddock BJ dan Greb JA. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2010.
75
20. American Academy of Pediatric. ADHD: Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis,Evaluation, and Treatment of Attention-Deficit/Hyperactivity
Disorder in Children and Adolescent. Illinois: Pediatrics; 2011. Pada
http://www.pediatrics.aappublications.org diakses pada tanggal 20 Juni
2017.
21. Ainusyifa, AW. Gambaran Demografi, Klinis, Faktor Resiko, dan Terapi
Pasien Anak dengan ADHD di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Tahun
2010-2012. Jakarta: Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah; 2012.
22. Weber L. Gross & Fine Motor Development in ADHD Children. US: ADD
And ADHD Center; 2017. Pada http://www.livestrong.com diakses pada
tanggal 22 Juli 2017.
23. Neto FR, Juliana BG, Daniela R. Motor Development of Children with
Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Sao Paolo: Revista Brasileira
de Psiquiataria; 2017. Pada http://www.scielo.br diakses pada tanggal 22
Juli 2017.
26. Miller, C. What’s ADHD (and What’s Not) in the Classroom. New York:
Child Mind Institue; 2017. Pada http://www.childmind.org diakses pada
tanggal 22 Juli 2017.
76
28. Smith, M. ADHD in Children: Recognizing the Signs and Symptoms and
Getting Help. US: Help Guide. 2017;5.
29. Tentama, F. Peran Orang Tua dan Guru Dalam Menangani Perilaku
Hiperaktifitas pada Anak ADHD di SLB Negeri 3 Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. 2009; 53.
30. Anjani, AT. Studi Kasus Tentang Konsentrasi Belajar Pada Anak ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) di SDIT At-Taqwa Surabaya
dan SDN V Babatan Surabaya. Surabaya: BK UNESA. 2016;127.
32. Nihayati, HE. Pegaruh Token Ekonomi: Yellow Smile Terhadap Penurunan
Perilaku Hiperaktif Pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
Dan Hiperaktif (GPPH) di SDLB Alpa Kumara Wardana II Surabaya.
Surabaya; Universitas Airlangga. 2015; 5.