Skripsi Adhd

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 76

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah istilah terkini untuk


gangguan perkembangan spesifik yang terlihat pada anak-anak maupun orang
dewasa yang terdiri dari defisit dalam penghambatan perilaku, perhatian,
ketahanan dengan gangguan berkelanjutan dan pengaturan tingkat aktivitas
seseorang terhadap tuntutan situasi (hiperaktif atau kegelisahan). Kelainan ini
memiliki banyak label berbeda termasuk sindroma hiperaktif, hiperetik reaksi
masa kanak-kanak, disfungsi otak minimal, dan attention deficit disorder (dengan
atau tanpa hiperaktif). dan juga sebuah gangguan neurodevelopmental kronis
yang kompleks dan heterogen dengan tingkah seperti perkembangan tingkat
ketidakpedulian yang tidak tepat, impulsif, dan hiperaktif. Hiperaktif
mencerminkan konstruksi multifaset mencakup berbagai perilaku verbal dan fisik
dengan pergerakan motor berlebih. Serta kondisi neurologis itu melibatkan
masalah dengan kurangnya perhatian dan hiperaktif-impulsif yang tidak sesuai
perkembangan dengan usia anak sebaya nya. Kita sekarang belajar bahwa ADHD
bukan merupakan gangguan perhatian, seperti yang telah terjadi sudah lama
diasumsikan tetapi sebaliknya ini adalah fungsi kegagalan perkembangan di
sirkuit otak yang menghambat fungsi motorik dan pengendalian diri.1,2,3

Gambaran perilaku dapat dibedakan dalam jenis inattention, motoric


hyperactivity dan impulsivity . Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai
berikut: inattention adalah jenis hiperaktif yang ditandai dengan
adanya perilaku seperti seringkali gagal memperhatikan detail atau membuat
kecerobohan dan kesalahan dalam tugas sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lainnya,
sering mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam tugas atau
permainan serta kegiatan, sering kali sepertinya tidak mendengarkan saat diajak
2

bicara secara langsung, sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan
tugas sekolah, pekerjaan rumah tangga, atau tugas di tempat kerja, sering
mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas, sering menghindari, tidak
menyukai, atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang membutuhkan usaha
berkelanjutan, sering kehilangan hal-hal yang diperlukan untuk tugas atau
aktivitas, sering kali mudah terganggu oleh rangsangan asing, sering pelupa
dalam aktivitas sehari-hari.4

Selanjutnya motoric hyperactivity adalah bentuk perilaku yang


ditandai dengan gejala sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat
di kursi, sering meninggalkan tempat duduk di kelas saat duduk tersisa, sering
berjalan atau memanjat berlebihan saat tidak tepat, sering mengalami kesulitan
bermain, sering bertindak seolah-olah digerakkan oleh motor, sering berbicara
secara berlebihan. Dan impulsivity ditandai dengan seringkali mengucapkan
jawaban sebelum pertanyaan diajukan dengan lengkap, sering mengalami
kesulitan menunggu giliran, sering menyela atau mengganggu orang lain.4

Meskipun tidak ada konsensus global prevalensi gangguan ADHD pada


anak-anak, remaja dan orang dewasa, analisis meta-regresi telah memperkirakan
prevalensi di seluruh dunia di antara 5,29% dan 7,1% pada anak-anak dan remaja,
dan pada 3,4% (kisaran 1,2-7,3%) pada orang dewasa. Prevalensi ADHD pada
anak-anak yang sangat muda (umur <6 tahun) atau di kemudian hari orang
dewasa (umur> 44 tahun), kurang dipelajari dengan baik.5,6

Di Indonesia prevalensi ditemukan pada poli jiwa anak dan remaja di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo tercatat pada tahun 2003, terdapat 51 anak yang
didiagnosis ADHD dari 215 anak sekolah dasar yang datang. Menurut Saputro
(2005) populasi anak Sekolah Dasar yang menderita ADHD adalah 16,3% dari
total populasi yaitu 25,85 juta anak. Berdasarkan data tersebut diperkirakan
tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Attention deficit hiperactivity
disorder sering hadir bersama komorbiditas seperti gangguan oposisi menantang,
gangguan perilaku, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian dan depresi,
yang dapat memperumit pemahaman tentang rasio prevalensi yang benar.5,7
3

Penyebab ADHD sendiri belum diketahui dengan pasti tetapi sekarang sudah
semakin banyak bukti untuk interaksi antara banyak genetik dan resiko
lingkungan yang mempengaruhi gangguan basis neurobiologis. Bukti awal
menunjukkan bahwa genetika memainkan peran dalam kerentanan individu untuk
ADHD dengan estimasi heritabilitas ADHD diperkirakan 76% dari populasi.
Bukti yang cukup untuk keterlibatan faktor risiko lingkungan dalam
pengembangan ADHD telah dilaporkan seperti kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah dan prenatal paparan tembakau / alkohol kontaminasi lingkungan,
kesulitan sosial ekonomi, dan spesifik interaksi gen-lingkungan.5,8,9

Berdasarkan kajian tersebut didapatkan karakteristik perilaku anak ADHD


seperti sering sulit mempertahankan perhatian, sering berlari atau memanjat
secara berlebihan pada waktu yang tidak sesuai, gagal menyelesaikan sesuatu
yang telah dimulai, kemampuan sosial buruk, bertindak tanpa berpikir, dan
sebagainya dan terlebih lagi ADHD jenis motoric hyperactivity dimana bentuk
perilaku yang ditandai dengan tidak pernah tenang, misalnya banyak
gerakan yang dilakukan anak seperti dikendalikan oleh mesin, tidak dapat
duduk tenang membuat peneliti tertarik untuk mendapatkan gambaran tentang hal
tersebut sehingga peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul ‘Gambaran
Perilaku Motoric Hyperactivity Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity
Disorder di Sekolah Luar Biasa Kota Jambi Tahun 2017”.4,10

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut: Bagaimana gambaran perilaku motoric hyperactivity pada anak
Attention Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar biasa Kota Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
4

Mengetahui variasi gambaran perilaku motoric hyperactivity pada anak Attention


Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar biasa kota jambi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik umur anak dengan perilaku motoric hyperactivity


pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar biasa kota
jambi.

2. Mengetahui karakteristik jenis kelamin anak dengan perilaku motoric


hyperactivity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar
biasa kota jambi.

3. Mengetahui karakteristik jenjang kelas anak dengan perilaku motoric


hyperactivity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar
biasa kota jambi.

4. Mengetahui karakteristik perilaku berdasarkan lembar observasi yang


mencantumkan gambaran perilaku pada anak dengan perilaku motoric
hyperactivity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar
biasa kota jambi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Penulis
Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman penulis tentang gambaran
perilaku motoric hyperactivity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
di sekolah luar biasa Kota Jambi.
5

1.4.2 Peneliti
Data dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
sumber data untuk peneliti selanjutnya.

1.4.3 Masyarakat
1. Sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan bagi masyarakat tentang
gambaran perilaku motoric hyperactivity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder di sekolah luar biasa Kota Jambi.
2. Agar masyarakat dapat memahami gambaran perilaku motoric hyperactivity
pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder di sekolah luar biasa Kota
Jambi.
6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian ADHD

Attention deficit hyperactivity disorders dapat diterjemahkan dengan


gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas. Istilah ADHD dapat
disebut juga dengan istilah hiperaktif. Attention deficit hiperactivity
disorder atau hiperaktif merupakan perilaku yang berkembang dan
timbul pada anak-anak. Perilaku yang dimaksud berupa kekurangmampuan
7

dalam hal menaruh perhatian dan pengontrolan diri. Keadaan yang


demikian akan menjadi masalah bagi anak-anak yang berperilaku demikian.
Masalah yang akan dialami oleh anak penderita ADHD di antaranya adalah
masalah dalam pemusatan perhatian dan bermasalah dengan waktu
sehingga akan menimbulkan kesukaran dalam kelas.11

Gangguan defisit atensi/hiperaktifitas (attention deficit hyperactivity disorder)


juga dapat diartikan sebagai suatu keadan yang terdiri atas pola tidak
menunjukkan atensi yang persisten dan/atau perilaku yang impulsif serta
hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan pada anak dengan
usia dan dalam tingkat perkembangan yang sama. Untuk memenuhi kriteria
diagnosis ADHD, beberapa gejala harus terdapat saat usia anak kurang dari 7
tahun, meskipun banyak yang baru terdiagnosis setelah berusia 7 tahun, saat
perilaku mereka menimbulkan masalah di sekolah maupun tempat lain yang
terkait dengan aktifitas anak sehari-hari. Kondisi dimana tidak adanya atensi
dan/atau hiperaktifias-impulsivitas harus sedikitnya mengganggu fungsi secara
sosial, dan akademik yang sesuai dengan perkembangan anak. Gangguan ADHD
ini tidak boleh tumpang tindih dengan diagnosis gangguan kejiwaan lain seperti
skizofrenia, maupun disebabkan oleh gangguan jiwa lain.12

Gangguan ini memiliki karakteristik utama yaitu aktivitas yang sangat


berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas
motorik maupun vokal. Hiperaktivitas paling sering dijumpai sebagai kegelisahan,
tidak bisa diam atau restless, tangan dan kaki selalu bergerak atau fidgety, tubuh
secara menyeluruh bergerak tidak sesuai situasi. Gerakan-gerakan tersebut
seringkali tanpa tujuan, tidak sesuai dengan tugas yang sedang dikerjakan atau
situasi yang ada. Orangtua atau guru sering mengungkapkan anak dengan
hiperaktivitas sebagai tidak dapat duduk diam, tidak bisa diam, banyak bicara,
berlari-lari, memanjat-manjat berlebihan, di dalam kelas selalu berjalan jalan,
banyak ngobrol dengan teman dan sering menyeletuk.10

Pada berbagai penelitian ditunjukkan bahwa gerakan pergelangan tangan,


pergelangan kaki dan gerakan seluruh tubuh lebih banyak dibandingkan dengan
8

yang normal. Gejala ini sangat berfluktuasi yang menunjukan adanya kegagalan
mengatur tingkat aktivitas sesuai dengan situasi atau tuntutan tugas. Gejala
hiperaktivitas bukan merupakan gejala yang terpisah dari impulsivitas. Berbagai
penelitian terhadap gejala ini dengan pengukuran objektif ataupun skala penilai
perilaku, tidak didapatkan bukti bahwa hiperaktivitas merupakan faktor atau
dimensi yang terpisah dari impulsivitas. Barkley berpendapat dalam bukunya
bahwa dalam konseptualisasi gangguan ini dan penetapan gejala klinis,
psikopatologi hiperaktif-impulsif di antara tiga karakteristik utama gangguan ini
lebih penting daripada tidak mampu memusatkan perhatian, sehingga ia
berpendapat bahwa poor self regulation dan inhibition of behavior merupakan
dua hal yang berbeda pada gangguan ini.10

2.2 Epidemiologi

Meskipun tidak ada konsensus global prevalensi gangguan attention-deficit


hyperactivity disorder (ADHD) pada anak-anak, remaja dan / atau orang dewasa,
analisis meta-regresi telah memperkirakan prevalensi di seluruh dunia di antara
5,29% dan 7,1% pada anak-anak dan remaja, dan pada 3,4% (kisaran 1,2-7,3%)
pada orang dewasa. Prevalensi ADHD pada anak-anak yang sangat muda (umur
<6 tahun) atau di kemudian hari orang dewasa (usia> 44 tahun), kurang dipelajari
dengan baik.5,6

A. Faktor Prevalensi

Prevalensi ADHD dapat bervariasi, tergantung pada beberapa faktor seperti umur
karena sementara ADHD pernah dianggap sebagai penyakit masa kanak-kanak
dengan penurunan gejala selama pematangan sampai dewasa, sekarang diakui
bertahan menjadi dewasa di sekitar 50-66% dari individu. Selanjutnya ada gender
karena prevalensi lebih tinggi dari ADHD sering dilaporkan pada laki-laki beserta
9

presentasi dari ADHD karena gabungan presentasi inatensi-hiperaktif-impulsif


dari ADHD dianggap paling lazim pada anak-anak, remaja dan orang dewasa.13

Attention deficit hiperactivity disorder sering hadir bersama komorbiditas


seperti gangguan oposisi menantang, gangguan perilaku, gangguan kecemasan,
gangguan kepribadian dan depresi, yang dapat memperumit pemahaman tentang
rasio prevalensi yang benar.14

B. Lokasi Geografis

Attention deficit hiperactivity disorder mempengaruhi individu di seluruh wilayah


di seluruh dunia. Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental Edisi Kelima
menunjukkan bahwa sikap budaya terhadap interpretasi perilaku dapat
menyebabkan perbedaan dalam estimasi prevalensi di seluruh studi.13

Sebuah studi meta-analisis dari anak-anak dan remaja didiagnosis dengan


ADHD menemukan bahwa prevalensi ADHD pada orang berusia ≤18 tahun
bervariasi antara negara-negara di seluruh dunia dengan estimasi prevalensi untuk
Eropa secara khusus hanya di bawah 5%.13
10

Gambar 2.1 Prevalensi ADHD Pada Anak-anak dan Adolescent oleh negara.

Sumber: Shire. 2017. Burden of ADHD. Switzerland: ADHD Institute.

Lokasi geografis dikaitkan dengan variabilitas yang signifikan antara


perkiraan prevalensi dari Amerika Utara dan keduanya di Timur Tengah dan
Afrika, sementara tidak ada perbedaan yang signifikan yang dilaporkan untuk
tingkat prevalensi antara Amerika Utara dan Eropa, Amerika Selatan, Asia atau
Oceania. Temuan ini dikonfirmasi dalam model meta-regresi menggunakan
Eropa sebagai pembanding dengan perbedaan yang signifikan dalam prevalensi
ditemukan antara Eropa dan keduanya dengan Afrika dan Timur Tengah.
Perkiraan dari studi individu telah menunjukkan bahwa prevalensi global ADHD
pada orang dewasa berkisar dari 1,1% di Australia menjadi 7,3% di Perancis.15
11

Gambar 2.2 Prevalensi ADHD Pada Dewasa Oleh Negara.

Sumber: Shire. 2017. Burden of ADHD. Switzerland: ADHD Institute.

Namun, ulasan kertas telah menyimpulkan bahwa data prevalensi ADHD


dapat bervariasi antara studi karena berbagai faktor seperti karakteristik populasi,
metodologis, lingkungan, perbedaan kebudayaan, variabilitas dalam identifikasi
dan alat pedoman diagnostik yang digunakan dalam studi daripada lokasi
geografis per se.15

Sebuah meta-analisis di seluruh dunia dari 86 studi pada anak-anak dan


remaja, dan 11 penelitian pada orang dewasa, tidak menemukan perbedaan
prevalensi yang signifikan antara negara-negara, setelah mengendalikan
perbedaan dalam algoritma diagnostik yang digunakan untuk menentukan ADHD.
Sebuah pembaharuan untuk kombinasi meta-analisis dengan hasil ulasan
sistematis lain dari 102 studi di seluruh dunia juga menemukan negara tidak
12

terkait secara signifikan dalam heterogenitas perkiraan prevalensi pada anak-anak


dan remaja.5

C. Fitur metodologi dari studi prevalensi.

Perbedaan dalam kriteria diagnostik diterapkan untuk menentukan apakah ADHD


ada atau tidak, dapat mempengaruhi estimasi prevalensi. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders dan Klasifikasi Internasional Mental dan
Perilaku Gangguan revisi 10 memiliki kriteria diagnostik yang berbeda, yang
meskipun umumnya konsisten, gangguan hiperkinetik sebagaimana didefinisikan
dalam ICD-10 dapat dianggap bentuk yang lebih parah dari ADHD dan diagnosis
sempit, karena membutuhkan jumlah minimum gejala di semua tiga dimensi
(impulsif, kurangnya perhatian dan hiperaktif).16

Selain itu, versi yang berbeda dari masing-masing kriteria diagnostik yang
digunakan dapat mempengaruhi tingkat prevalensi; misalnya, pembaharuan dari
dua tinjauan literatur sistematis dan analisis meta-regresi dari prevalensi ADHD
pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa tingkat prevalensi berdasarkan
Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi Ketiga Teks Revisi dan
ICD-10 adalah 2,42% dan 4,09% lebih rendah, masing-masing, dari tarif
berdasarkan DSM-IV.16

Akhirnya, sumber laporan gejala (misalnya laporan orangtua terhadap


laporan guru), dan pengaturan yang penduduk berasal dari (misalnya masyarakat
terhadap sekolah) dapat mempengaruhi apakah ADHD dianggap ada atau tidak.5

Data lain mengatakan bahwa Prevalensi ADHD secara global adalah sekitar
5,3 % terjadi pada anak dan 2,5 % terjadi pada dewasa. Hal ini disebabkan oleh
karena anak-anak yang mengalami ADHD pada usia anak-anak akan memiliki
kecenderungan sebesar 40-60 % untuk tetap berkembang menjadi ADHD pada
saat usia dewasa.4 Di Amerika Serikat sendiri angka kejadian ADHD bervariasi
mulai dari 2 sampai dengan 20 persen terjadi pada anak-anak yang duduk di
13

sekolah dasar. Angka konservatif adalah 3 hingga 7 persen pada anak anak
sekolah dasar prapubertas. Gejala ADHD sering mucul pada usia 3 tahun, tetapi
diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai anak tersebut masuk ke dalam
lingkungan yang terstruktur seperti taman kanak-kanak dan sekolah dasar,
dimana pada kondisi itu mulai tampak gejala anak yang hiperaktif-impulsif dan
kurang perhatian terhadap pelajaran dibandingkan teman sebayanya yang
normal.2

Poli jiwa anak dan remaja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencatat
pada tahun 2003, terdapat 51 anak yang didiagnosis ADHD dari 215 anak
sekolah dasar yang datang. Sedangkan menurut Saputro (2005) di Indonesia,
populasi anak Sekolah Dasar yang menderita ADHD adalah 16,3% dari total
populasi yaitu 25,85 juta anak. Berdasarkan data tersebut diperkirakan tambahan
kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Sebagian besar orang tua ataupun guru
masih menganggap anak dengan gangguan tersebut sebagai anak nakal atau
malas. Padahal anak dengan gangguan tersebut apabila tidak mendapat
pertolongan yang tepat, akan mengalami kesulitan belajar, prestasi belajar buruk,
gagal sekolah, tingkah lakunya menganggu, sikapnya tampak sulit diterima oleh
lingkungannya dan bahkan cenderung tidak disukai oleh orang tua ataupun
guru.1,7

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi ADHD berikut dibagi berdasarkan presentasinya pada individu,


berikut ini dibagi menjadi tiga jenis:

1. Combined presentation: terdapat adanya enam atau lebih manifestasi klinis


dalam satu cluster.

2. Predominantly Innattentive: terdapat enam atau lebih gejala inattentive, dengan


3-5 gejala hiperaktivitas-impulsivitas.
14

3. Innattentive presentation (Restrictive): terdapat gejala inattentive sejumlah


enam atau lebih, dengan kurang dari 2 gejala hiperaktivitas-impulsivitas.

4. Predominently hiperaktif: terdapat gejala inattentive sejumlah kurang dari atau


sama dengan 5 dengan lebih dari 6 gejala hiperaktivitas-impulsivitas.12

Ada juga yang menyatakan bahwa dapat dibedakan dalam jenis attention
disorder, planning disorder, motoric hyperactivity, serta ADHD yang
disertai gangguan lain. Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Attention disorder adalah jenis hiperaktif yang ditandai dengan
adanya ganggguan pada peningkatan terhadap kepekaan terhadap
berbagai faktor yang dapat menarik perhatian, misalnya anak mudah
teralih perhatiannya jika mendengar suara di luar dan tidak dapat
memperhatikan hal yang seharusnya diperhatikannya. Planning disorder
adalah bentuk perilaku yang ditandai dengan gejala impulsivitas
seperti bertindak tanpa berpikir dahulu, sulit menjalani satu aktivitas, tidak sabar
dalam menunggu giliran. Motoric hyperactivity adalah bentuk perilaku yang
ditandai dengan tidak pernah tenang, misalnya banyak gerakan yang
dilakukan anak seperti dikendalikan oleh mesin, tidak dapat duduk tenang.
ADHD yang disertai gangguan lain yaitu bentuk perilaku yang
disertai dengan berbagai gangguan seperti gangguan kognitif,
gangguan tidur (sleep disorder) yang akan mengakibatkan anak
mengalami kesulitan dalam memperhatikan sesuatu dengan detail
serta anak mengalami masalah dalam tidurnya seperti banyak gerakan
ketika dia tidur. Beserta dapat pula dibedakan menjadi empat jenis yaitu
berdasarkan gejala perilaku, berdasarkan jenis kelainan perilaku, berdasarkan
penyebab, serta berdasarkan berat ringannya penyimpangan perilaku. 4,11
Dari klasifikasi tersebut bisa mendapatkan ciri-ciri yang diperlihatkan
oleh anak hiperaktif meliputi sulit untuk konsentrasi gerakan kacau,
cepat lupa, mudah bingung, kesulitan dalam mencurahkan perhatian
tehadap tugas-tugas atau kegiatan bermain, tidak sabar menunggu giliran,
senang membantah. Dan bisa juga 1) tidak fokus yang artinya anak
15

hiperaktif tidak dapat berkonsentrasi pada waktu yang lama, 2)


sikap menentang, yaitu anak hiperaktif cenderung untuk memiliki
sikap menentang dan tidak mau dinasehati sehingga aktifitasnya
bervariasi dan tidak kenal lelah, 3) memiliki perilaku yang
distruktif dan merusak, 4) tidak sabar dan usil ketika bermain dengan
temannya, 5) intelektualitas rendah yang disebabkan oleh perhatian yang mudah
teralih.1,3

2.4 Etiologi

Etiologi gangguan ADHD/Hiperaktif sedang diselidiki terus-menerus, meskipun


sekarang sudah semakin banyak bukti untuk interaksi antara banyak genetik dan
resiko lingkungan yang mempengaruhi gangguan basis neurobiologis.5,6

Bukti awal menunjukkan bahwa genetika memainkan peran dalam


kerentanan individu untuk ADHD dengan estimasi heritabilitas ADHD
diperkirakan 76% dari populasi, dan keterlibatan kandidat gen tertentu yang
dilaporkan. Ada juga bukti untuk komponen genetik yang terkait dengan
ketahanan ADHD menjadi dewasa. Bukti awal menunjukkan bahwa perbedaan
genetik individu dapat berkontribusi pada variabilitas dalam menanggapi obat
ADHD, meskipun ini adalah daerah yang memerlukan penelitian lebih lanjut.5,6

Sangat mungkin bahwa etiologi ADHD hasil dari interaksi kompleks antara
kelompok gen yang rentan dan pengaruh lingkungan karena ada bukti yang cukup
untuk keterlibatan faktor risiko lingkungan dalam pengembangan ADHD telah
dilaporkan seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan prenatal
paparan tembakau / alkohol kontaminasi lingkungan, kesulitan sosial ekonomi,
dan pesifik interaksi gen-lingkungan.5

Telah banyak diteliti dan dipelajari, namun belum ada penyebab pasti yang
dapat dijadikan penyebab ADHD. Sebagian anak dengan ADHD tidak
menunjukan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada sistem saraf pusat.
16

Sebaliknya, sebagian besar anak dengan gangguan neurologisyang diketahui yang


disebabkan oleh cedera otak tidak menunjukan defisit atensi dan hiperaktivitas.
Faktor penyumbang yang diajukan untuk ADHD adalah pemaparan toksin
prenatal, prematuritas, dan kerusakan mekanis prenatal pada sistem saraf janin.
Berbagai teori seperti, faktor genetika, faktor kerusakan otak, faktor
neurokimiawi dan faktor psikososial. Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi
penyebab terjadinya ADHD, secara umum karena ketidakseimbangan kimiawi
atau kekurangan zat kimia tertentu di otak yang berfungsi untuk mengatur
perhatian dan aktivitas. Beberapa penelitian menunjukan adanya kecenderungan
faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula penelitian yang menyebutkan
bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan. Penyedap
makanan, zat pewarna, zat pengawet, dan gula telah juga diperkirakan sebagai
kemungkinan penyebab untuk perilaku hiperaktif. Tidak ada bukti ilmiah yang
menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut meyebabkan gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas.17

1. Faktor Genetik

Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup corcodance yang lebih tinggi
pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak hiperaktif
juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan dibandingkan
populasi umum. Gejala kandung tersebut bisa memiliki gejala hiperaktif yang
menonjol, sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai gejala defisit
yang menonjol. Pola biologis pada anak-anak dengan gangguan ini memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk ADHD dibanding orang tua adoptif.17

2. Faktor Kerusakan Otak


17

Disebutkan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD memiliki kerusakan


ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama masa periode janin
dan perinatal. Kerusakan ini diduga disebabkan oleh gangguan sirkulasi, toksik,
metabolik, mekanik atau fisik pada otak. Rapoport dkk dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa anak dengan ADHD mengalami pengecilan lobus prefrontal
kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan serta pada vermis. Lobus
prefrontal terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi distraktibilitas,
membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Nukleus kaudatus dan globus
palidus menghambat respon otomatis yang datang pada bagian otak, sehingga
koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal.17

3. Faktor Neurokimia

Pada pasien ADHD diperkirakan terjadi mutasi gen, sehingga terjadi peningkatan
ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di sitem limbik dan lobus
prefrontal akibat perubahan aktivitas dopamine transporter gene.12,17

4. Faktor Neurofisiologis

Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola elektroensefalogram (EEG)


abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan kontrol normal.
Sejumlah studi yang menggunakan positron emmision tomography (PET)
menemukan aliran balik serta laju metabolik di area laju frontalis anak-anak
dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol. Pemindaian PET juga menunjukan
bahwa remaja perempuan dengan gangguan ini memiliki metabolismeglukosa
yang berkurang secara global dibandingkan dengan kontrol normal perempuan.
Dan laki-laki serta dengan laki-laki dengan gangguan ini. Satu teori menjelaskan
temuan ini delobus frontalis anak-anak dengan menganggap bahwa anak-anak
dengan ADHD melakukan mekanisme inhibisinyab dengan tidak adekuat pada
struktur yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan inhibisi.12
18

5. Faktor Psikososial

ADHD dipengaruhi kemunculan dan keterlanjutannya bisa karena peristiwa siklik


yang memberikan stres dan gangguan keseimbangan keluarga.8,12,17

2.5 Manifestasi Klinis

Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan, dalam
urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perspektual, labilitas emosi,
defisit koordinasi umum, defisit atensi (rentang atensi singkat, mudah teralih
perhatiannya, perseverasi, gagal menyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi
buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam
aktivitas, kurang teratur, melompat di kelas), defisit daya ingat dan berpikir,
ketidakmampuan belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta tanda
neurologis ekuifokal dan ketidakteraturan EEG.12

Kesulitan di sekolah baik dalam belajar atau berperilaku adalah masalah


lazim yang sering timbul bersama dengan ADHD yaitu kesulitan ini
kadang-kadang datang akibat gangguan komunikasi atau gangguan belajar yang
ada atau akibat mudah teralih perhatian atau atensi yang berfluktuasi, dan
menghambat perolehan, retensi, dan penunjukan pengetahuan. Kesulitan ini
terutama diamati secara khusus pada tes kelompok.12

2.6 Diagnosis

Diagnosis ADHD dapat dilakukan berdasarkan pedoman yang di keluarkan oleh


American Psychiatric Association, yang menerapkan kriteria untuk menentukan
gangguan pemusatan perhatian dengan mengacu kepada DSM IV (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders).18

A. Kurang Perhatian18
19

Pada kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari
gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai
suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.

a) Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau


membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan kegiatan -
kegiatan lainnya,

b) Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap


tugas-tugas atau kegiatan bermain,

c) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,

d) Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan


pekerjaan sekolah, pekerjaan atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena
perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi),

e) Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan,

f) Seringkali kehilangan barang benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan,


misalnya kehilangan permainan, kehilangan tugas sekolah, kehilangan pensil,
buku, dan alat tulis lain,

g) Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan


tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah,

h) Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan

i) Seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.

B. Hiperaktivitas Impulsifitas18
20

Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas


berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang
maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan.

1. Hiperaktivitas

a) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di
kursi,

b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya
di mana diharapkan agar anak tetap duduk,

c) Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini
tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang
subjektif),

d) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan


senggang secara tenang,

e) Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor', dan


sering berbicara berlebihan.

2. Impulsivitas

a) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.

b) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.

c) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya


rnemotong pembicaraan atau permainan.

d) Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang


menyebabkan gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.

e) Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi.


21

f) Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!,
akademik, atau pekerjaan.

g) Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya pervasive developmental


disorder, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan tidak dijelaskan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.18

Kemudian dapat pula ditentukan dengan menggunakan skala/skoring yang


bernama SKALA PENILAI PERILAKU ANAK HIPERAKTIF INDONESIA
(SPPAHI). Skala dapat ditemukan pada Tabel 2.1: SPPAHI di halaman 20-23.
Skala ini dikembangkan oleh DR.dr.Dwidjo Saputro,Sp.KJ di Indonesia tahun
2004. Skala ini dikembangkan karena sesuai dengan kondisi
psikopatologi anak ADHD dan persepsi orangtua tentang gejala ADHD di
Indonesia.10

Kesulitan diagnosis biasanya dialami pada pasien dengan gejala yang muncul
sebelum usia 3 tahun. Sulit membedakan ADHD dengan gangguan
perkembangan pervasif seperti autis. Kita dapat membedakannya dengan
mengetahui gejala yang diamali pasien. Berikut adalah pedoman diagnosis
autisme pada anak menurut PPDGJ III.19

1. Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan atau
hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri
kelainan fungsi dalam 3 bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku
yang terbatas dan berulang.19

2. Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya,


tetapi bila ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun,
sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala – gejalanya dapat
didiagnosis pada semua kelompok umur.19

3. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang
tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain atau kurangnya
22

modulasi perilaku dalam konteks sosial, yaitu buruk dalam menggunakan isyarat
sosial dan integrasi yang lemah dalam perilaku sosial, emosional dan komunikatif
dan khususnya kurangnya respon timbal balik sosio-emosional.19

4. Terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Kurangnya penggunaan


keterampilan bahasa yang dimiliki dalam hubungan sosial, hendaya dalam
permainan imaginatif dan imitasi sosial, keserasian buruk dan kurangnya timbal
balik dalam percakapan, buruknya keluwesan dalam berbahasa, ekspresif dan
kreativitas dan fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang, kurangnya respon
emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain, hendaya dalam
menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi komunikatif,
kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam
komunikasi lisan.19
23
24
25
26
27
28

5. Pola perilaku minat yang terbatas, berulang dan streotipik. Kecenderungan


untuk bersikap kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari – hari. Ini
biasanya berlaku untuk kegiatan baru dan kebiasaan sehari – hari serta pola
bermain. Terutama pada masa kanak – kanak dini, dapat terjadi kelekatan yang
khas terhadap benda – benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak. Anak
dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnya tidak perlu,
dapat terjadi preokupasi yang streotipik pada suatu minat seperti tanggal atau
jadwal, sering terdapat streotipi motorik, sering menunjukan minat khusus
terhadap segi – segi nonfungsional dan benda – benda (misal bau dan rasanya),
terdapat penolakan terhadap perubahan rutinitas atau dalam detail dari
lingkungan hidup pribadi (misal perpindahan lemari).19

6. Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme,


terdapat tiga perempat kasus yang terdapat retardasi mental.19

2.7 Diagnosa Banding

Kelompok tempramental yang terdiri atas tingkat aktivitas yang tinggi serta
rentang perhatian yang singkat, tetapi didalam kisaran normal yang diharapkan
untuk usia anak, pertama kali harus dipertimbangkan. Membedakan ciri
temperamental ini dengan gejala utama ADHD sebelum usisa 3 tahun sulit
dilakukan, terutama karena gambaran sistem saraf yang imatur normal dan
adanya tanda hendaya visual-persepsi-motorik yang tumpang tindih, sering
ditemukan pada ADHD. Ansietas pada anak harus dievaluasi. Ansietas dapat
menyertai ADHD sebagai gambaran sekunder, dan ansietass sendiri dapat
ditunjukan dengan overaktivitas dan mudah teralihnya perhatiannya. Banyak
anak dengan ADHD memiliki depresi sekunder di dalam reaksi terhadap
frustasi mereka yang berkelanjutan akibat kegagalan mereka untuk belajar dan
29

rendahnya harga diri yang atensi berkurang, anak dapat belajar dengan lebih
efektif dibandingkann di masa lalu. Disamping itu obat dapat memperbaiki harga
diri ketika anak tidak lagi terus menerus mencela perilaku mereka.12

2.8 Tatalaksana Farmakologi

Agen farmakologi untuk ADHD adalah stimulan SSP, terutama


detroamphetamine (dexedrine), methylphenidate, dan pemoline (cylert). Food
and drug administration (FDA) mengizinkan dekstroamphetamine pada anak
berusia 3 tahun dan lebih dan methylpenidate pada anak yang berusia 6 tahun
atau lebih, keduanya adalah obat yang paling sering digunakan. Mekanisme kerja
yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui. Mendapat respon paradoksikal oleh
anak hiperaktif tidak lagi diterima. Methylpenidate telah terbukti sangat efektif
pada hampir ¾ anak dengan ADHD dan memiliki efek samping yang relatif kecil.
Methylpenidate adalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara
efektif pada jam-jam sekolah, sehingga anak dengan gangguan defisit-atensi atau
hiperaktivitas dapat memperhatikan tugasnya dan tetap berada di ruang kelas.
Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, tukak lambung, mual,
dan insomnia.18

Beberapa anak mengalami efek rebound dimana mereka menjadi agak


mudah marah dan tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat
medikasi dihentikan. Banyak anak-anak dengan riwayat tic motorik, harus
digunakan dengan berhati-hati, karena, pada beberapa kasus, methylpenidate
dapat menyebabkan eksaserbasi gangguan tic. Permasalahan lain yang sering
tentang metylphenodate adalah apakah obat akan menyebabkan supresi
pertumbuhan. Selama periode pemakaian metylpenidate adalah disertai dengan
supresi pertumbuhan, tetapi anak cenderung tumbuh saat mereka diberikan libur
obat pada musim panas atau pada akhir minggu. Pertanyaan penting tentang
pemakaian metylpenidate adalah bagaimana obat menormalkan prestasi sekolah.
30

Penelitian terkahir menemukan bahwa kira-kira 75% anak dengan hiperaktif


menunjukan perbaikan bermakna dalam kemampuan mereka untuk
memperhatikan dikelas dan pada pengukuran efisiensi akademik saat diobati
dengan metylpenidate. Obat telah ditunjukan memperbaiki skor anak hiperaktif
pada tugas yang membutuhkan kegigihan, seperti kinerja kontiniu dan asosiasi
berpasangan.18

A. Antidepresan.

Antidepresan termasuk imipramin (tofranil), desipramine dan notriptyline


(pamelor), telah digunkan untuk mengobati ADHD dengan suatu keberhasilan.
Pada anak-anak dengan gangguan kecemasan dan komorbid dan pada anak-anak
dengan gangguan tic yang menghalangi pemakaian stimulan, antidepresan
mungkin berguna, walaupun, untuk hiperaktivitasnya sendiri, stimulan adalah
lebih manjur. Antidepresan memerlukan monitoring yang cermat pada fungsi
jantung. Beberapa penelitian melaporkan kematian mendadak anak pada ADHD
yang sedang dobati dengan desipramine. Mengapa kematian terjadi, adalah tidak
jelas, tetapi kematian mendorong perlunya follow up yang ketat pada setiap anak
yang mendapatkan trisiklik.12

B. Memonitor terapi stimulan

Pada tingkat dasar, bersamaan dengan parameter praktek American Academy


of Child and Adolescent Psychiatry (AACP) yang paling kini, sebelum memulai
pengobatan stimulan, dianjurkan pemeriksaan berikut ini:

- Pemeriksaan fisik

- Tekanan darah

- Denyut nadi

- Berat badan
31

Dianjurkan bahwa anak dan remaja yang akan diterapi dengan stimulan
diperiksa tinggi, berat badan dan tekanan darah setiap tiga bulan dan pemeriksaan
fisiksetiap tahun.12

C. Evaluasi perkembangan terapetik

Monitor dimulai saat dimulainya obat. Pada sebagian besar pasien, stimulan
mengurangi overaktivitas, perhatian yang mudah teralih, impulsivitas,
meledak-ledak dan iritabilitas. Tidak ada bukti yang menunjukan bahwa obat
secara langsung memperbaiki hendaya belajar yang sebelumnya telah ada,
meskipun jika defisit atensi menghilang, anak dapat belajar dengan lebih efektif
dibandingkan sebelumnya. Disamping itu, anak-anak dengan ADHD tidak lagi
secara terus menerus ditegur karena perilaku mereka.19

Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur
untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan
tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi badan dan
penghitungan centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini masalah
pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi.19

1. Terapi Psikososial

A. Pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD

Anak dengan ADHD memiliki ggejala agresivitas dan impulsitas sehingga tidak
dapat menjalin relasi yang optimal dengan teman sebayanya. Dampaknya, anak
ini sering dikucilkan oleh teman sebayanya dan kesulitan mencari teman baru.
Tanpa sadar lingkungan telah memberikan label negatif terhadap anak tersebut
seperti nakal atau bodoh. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan keterampilan bagi
anak ini, dengan harapan ia akan mengerti norma – norma sosial yang berlaku
dan berperilaku serta bereaksi sesuai norma.20
32

B. Edukasi bagi orangtua dan guru

Banyak orangtua yang belum mengerti tentang gangguan ADHD, sehingga


membuat mereka ragu untuk mendiagnosis dan menterapi anaknya. Untuk itu,
perlu dilakukan modifikasi perilaku pada orangtua anak dengan ADHD ini.20

C. Modifikasi perilaku

Menggunakan prinsip Antecedents Behaviour and Consequences (ABC).


Antecedents yaitu semua bentuk sikap, perilaku dan kondisi sebelum anak
melakukan perilaku tertentu, misalnya cara orangtua menginstruksikan pada anak.
Behaviour adalah perilaku yang ditampilkan anak. Consequences adalah reaksi
orangtua setelah anak melakukan sesuatu.20

Modifikasi perilaku anak dapat dilakukan sesegera mungkin setelah anak


didiagnosis menderita ADHD, untuk mengurami masalah anak. Contoh terapi
perilaku yang dapat digunakan seperti20 :

1. Ciptakan rutinitas, berusaha untuk mengikuti jadwal yang sama setiap hari dari
bangun tidur hingga tidur lagi.

2. Menata Rumah, letakkan perlengkapan sekolah, sepatu, baju dan mainan di


tempat yang sama setiap hari, sehingga ia tidak pernah merasa kehilangan.

3. Jauhkan gangguan, matikan tv, radio, komputer ketika anak sedang belajar.

4. Mempersempit pilihan, misalnya hanya memberi pilihan antara dua benda saja,
sehingga anak tidak teroverstimulasi.

5. Menerapkan tujuan perilaku dan penghargaan, gunakan sebuah papan tulis


tentang list goal yang akan dilakukan oleh anak dan berikan penghargaan jika ia
sudah melaksanakannya.
33

6. Disiplin, tidak dengan membentak, tetapi dengan memberikan hukuman yang


baik jika anak melakukan perilaku yang tidak baik.

7. Membantu anak menemukan bakat atau talenta mereka, temukan minat dan
bakat anak – anak, misalnya musik, olahraga dan lain– lain.20

D. Edukasi dan pelatihan pada guru

Peran guru sangat penting, karena biasanya masalah terbesar anak dengan ADHD
adalah pada bidang akademis. Kita harus mengedukasi guru untuk menghindari
pandangan negatif terhadap anak ADHD. Harus perlu diingat untuk menghindari
stigmatisasi anak ADHD seperti anak nakal, anak bodoh atau anak malas.20

e. Dukungan kelompok dan keluarga

Penelitian menyebutkan bahwa dukungan orangtua dan kelompok yang lebih


nyaman akan membuat anak secara terbuka mengemukakan masalah mereka
serta lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dengan cara
seperti ini mereka akan mendapatkan dukungan emosional untuk menjadi lebih
baik.20

2. Diet atau Nutrisi

Diet yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan


kesehatan anak. Nutrisi yang tepat, termasuk berbagai vitamin, mineral, asam
amino, dan asam lemak esensial, terutama sangat diperlukan pada tahun – tahun
pertama kehidupan demi mendukung perkembangan otak dan mencegah
gangguan neurologis. Pada anak – anak, kurangya komponen makanan seperti
protein dan kurangnya kalori dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan
kemampuan anak dalam berperilaku. Kekurangan vitamin dan mineral juga dapat
mengganggu kemampuan belajar anak selama satu tahun.20
34

Sampai saat ini, belum ada bukti yang menyebutkan bahwa pola makan dapat
menyebabkan ADHD, ataupun terapi nutrisi dapat mengatasi ADHD. Namun,
makanan sehat dalam keluarga seperti asupan protein yang baik setiap harinya,
jumlah kalori yang mencukupi kebutuhan anak dengan ADHD merupakan pola
gaya hidup yang umumnya disetujui oleh American Academy of Pediatric
(AAP).20

a. Terapi Megavitamin

Pada tahun 1970, dr. Allan Cott mengatakan bahwa hiperaktivitas dan gangguan
belajar merupakan salah satu hasil dari defisiensi vitamin dan dapat diatasi
dengan pemberian megavitamin dan mineral dengan dosis besar. Terapi gejala
ADHD pada anak dapat dilakukan dengan suplemen yang setidaknya
mengandung 10 kali lipat dosis harian yang direkomendasikan, misalnya vitamin,
mineral dan lain-lain.20

b. Vitamin lain dan suplemen minerals

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah besi, seng, magnesium dan piridoksin.
Semua zat ini telah diketahui dibutuhkan untuk perkembangan fungsi otak yang
optimal. Namun, dari berbagai penelitian, baik pada anak ADHD maupun yang
tidak ADHD, didapatkan tidak ada perbedaan kadar seng, besi, magnesium dan
B6. Tidak ditemukan penurunan gejala yang signfikan antara gangguan perilaku
pasien ADHD dengan ketersediaan suplemen – suplemen di atas. Sama dengan
semua anak yang lainnya, jika terjadi kekurangan gizi, maka harus diperbaiki
dengan suplemen standar atau diet sehari – hari. Tetapi suplemen tetap tetap tidak
boleh melebihi dosis yang telah direkomendasikan, karena dosis yang lebih tinggi
dapat menyebabkan toksisitas.20

c. Suplemen tambahan untuk meningkatkan kinerja


35

Beberapa suplemen diet telah diusulkan untuk menggantikan terapi stimultan


pada ADHD, diantaranya nootropics, antioksidan dan herbal. Contoh nootropics
yaitu piracetam yang telah dianjurkan sebagai terapi untuk meningkatkan kognisi
pada pasien Down Syndrome, disleksia dan ADHD. Piracetam dapat menurunkan
gejala perilaku pada ADHD berdasarkan hipotesis bahwa piracetam diyakini
dapat meningkatkan transmisi kimia otak yang kerjanya sama dengan kerja obat
stimultan (dopamin dan noradrenalin). Namun, belum terdapat studi yang jelas
mengenai terapi ini, sehingga belum dapat direkomendasikan. Anak – anak
dengan ADHD mungkin memiliki tingkat EFA yang rendah (termasuk EPA dan
DHA). Dalam sebuah penelitian pada hampir 100 anak laki – laki, anak yang
memiliki tingkat omega – 3 yang rendah menunjukkan masalah belajar dan
masalah perilaku yang lebih banyak dibandingkan anak dengan kadar omega – 3
yang normal. Asam lemak omega – 3 membantu memperbaiki gejala perilaku.20
Walaupun penelitian lebih lanjut belum dilakukan, namun asam lemak
omega – 3 dapat digunakan. Antioksidan dan herbal digunakan sebagai obat
tradisional selama bertahun – tahun. Beberapa zat yang telah dipasarkan dan
dikenal untuk terapi ADHD adalah termasuk pycnogenol, yaitu antioksidan yang
berasal dari kulit kayu pinus. Selain itu ada juga melatoin, yaitu antioksidan yang
telah berhasil mengatasi gangguan tidur pada anak – anak. Gingko biloba ekstrak,
sering digunakan di Eropa sebagai obat ganggan peredaran darah dan memori
otak, serta obat – obatan herbal seperti chamomile, valerian, lemon balm, kava,
hop, dan bunga gairah dapat digunakan untuk gangguan tidur ringan. Teori lain
tentang penyebab dan untuk pengobatan ADHD telah dikemukakan bahwa
beberapa zat dapat menyebabkan dan memperburuk gejala ADHD. Zat berbahaya
yang diduga berkaitan adalah zat – zat pewarna buatan, pengawet, gula atau unsur
lain yang dapat menyebabkan alergi. Menurut teori, menghilangkan unsur – unsur
tersebut dapat mengurangi gejala ADHD.20

a. Pemberian Karbohidrat yang tepat


36

Karbohidrat merupakan asupan nutrisi utama. Karbohidrat sangat mempengaruhi


hiperaktifitas anak. Jenis karbohidrat yang dianjurkan untuk anak dengan ADHD
adalah jenis karbohidrat kompleks, seperti gandum utuh, kacang – kacangan, nasi
dan lain-lain. Jenis karbohidrat lain yang harus dihindari adalah karbohidrat
sederhana seperti roti, makanan cepat saji, dan lain – lain. Karbohidrat komples
tidak dapat langsung dicerna, memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga tidak
dapat cepat menjadi gula. Hal tersebut baik, karena gula dapat menyebabkan anak
lebih aktif. Takaran karbohidrat untuk anak sarapan misalnya, 30 - 40%
karbohidrat, sedangkan sisanya protein, atau dapat juga karbohidrat sebanding
dengan protein yaitu sama-sama 50%.20

b. Diet tinggi Protein

Diet untuk anak ADHD harus kaya protein. Diet semacam ini baik untuk otak dan
menjadi pilihan yang baik untuk anak ADHD. Sumber protein yang dapat
diberikan seperti telur, daging, keju dan kacang – kacangan.20

c. Diet Feingold

Pada tahun 1970, telah dikemukakan mengenai efek dari zat – zat pewarna buatan,
perasa buatan, dan pengawet makanan. Makanan tambahan ini, serta zat yang
disebut salisilat dapat menyebabkan hiperaktif dan ketidakmampuan belajar pada
anak.20

d. Diet bebas aspartat

Aspartam, pemanis buatan, terdiri dari asam amino yang melintasi aliran darah
menuju otak untuk mempengaruhi fungsi otak. Aspartam dapat menyebabkan
kejang dan gangguan perilaku pada ADHD. Pengapusan aspartat untuk anak
dengan ADHD tidak dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk ADHD,
37

kecuali untuk anak – anak dengan fenilketonuria, gangguan kimia untuk


memetabolisme aspartat.20

e. Mengurangi diet gula

Gula merupakan sumber energi yang tinggi, sehingga dapat memicu anak sangat
aktif. Oleh karena itu, jauhkan anak-anak dari makanan yang mengandung gula,
biasanya merupakan camilan seperti es krim, donat, coklat, dan lain-lain.
Minuman yang banyak mengandung gula juga dikurangi, seperti soda, jus,
bahkan susu juga harus dikurangi.20

f. Diet tanpa gluten dan Kasein

Gluten merupakan protein tepung terigu dan kasein merupakan protein susu.
Anak dengan autisme atau hiperaktif sering mengalami gangguan dalam
mencerna gluten dan kasein. Anak dengan hiperaktif dan autis banyak mengalami
kebocoran usus (leaky guts). Secara normal sebenarnya sejumlah kecil peptida
memang dapat merembes ke aliran darah, namun dapat langsung diatasi oleh
sistem imun. Peptida yang berasal dari gluten (glutemorphin) dan peptida kasein
(caseomorphin) yang tidak tercerna sempurna ke aliran darah sampai ke otak,
lalu ke reseptor opiod. Akibatnya mengganggu susunan di sistem saraf pusat yang
berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku dan sensitivitas. Opioid adalah zat
yang bekerja mirip morphin yang secara alami dikenal sebagai beta endorphin
yang bertanggung jawab dalam penekanan rasa sakit yang secara alami
diproduksi tubuh. Jika berlebihan maka akan menyebabkan ketahanan terhadap
rasa sakit yang berlebihan.20

2.9 Prognosis
38

Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa
remaja atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas
atauhiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan
masalah pengendalian impuls mungkin menetap.18

Overeaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang menghilang, dan


distraktibilitas adalah yang terakhir. Remisi kemungkinan tidak terjadi sebelum
usia 12 tahun. Jika remisi memang terjadi , biasanya terjadi antara usia 12 dan 20
tahun. Remisi dapat disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang
produktif, huungan interpersonal yang memuaskan, dan relatif sedikit sekuele
yang bermakna. Tetapi sebagian besar pasien dengan ADHD mengalami remisi
parsial dan rentan terhadap gangguan kepribadian antisosial dan gangguan
kepribadian lain dan gangguan mood.18

Pasien dengan ADHD memiliki risiko terkena gangguan bipolar dan


skizofrenia namun risiko yang lebih tinggi terkena gangguan bipolar
dibandingkan skizofrenia.18

Faktor genetik merupakan faktor risiko yang lebih dominan terjadinya


ADHD disertai dengan gangguan bipolar dan ADHD disertai dengan skizofrenia
dibandingkan dengan faktor lingkungan..18

Hasil penelitian menggambarkan peningkatan risiko gangguan bipolar &


skizofrenia pada kerabat dari kelompok probandus. Risiko antara saudara yg
tidak sekandung lebih rendah daripada saudara sekandung tetapisamaantara
saudara satu ayah maupun satu ibu.18

Pada kira-kira 15-20 persen kasus, gejala ADHD menetap sampai masa
dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukan penurunkan
hiperaktivitas tetapi tetap impulsif dan rentan terhadap kecelakaan. Walaupun
pencapain pendidikan mereka lebih rendah daripada orang tanpa ADHD,
riwayat pekerjaan awal mereka tidak berbeda dari orang dengan pendidikan
yang sama.18
39

Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masaremaja


adalah berada dalam isiko tinggi untuk mengalami gangguan konduksi. Kira-kira
50% anak dengan gangguan konduksi akan berkembang dengan kepribadian
antisosial di masa dewasanya. Anak-anak dengan ADHD dan konduksi juga
berada dalam resiko mengalami gangguan berhubungan dengan zat.18

2.10 Kerangka Teori

1. Umur ADHD Perilaku


2. Jenis
Kelamin 1. Inattention
3. Jenjang 2. Motoric
Kelas
Hyperactivity
3. Impulsivity
Genetik

Lingkungan
40

2.11 Kerangka Konsep

ADHD Perilaku

Motoric
Hyperactivity

1. Umur
2. Jenis
Kelamin
3.Jenjang
Kelas
41

Keterangan:

Hal yang akan dikaji


42

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian diadakan adalah di Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus


Unggul Sakti Kota Jambi dan Sekolah Luar Biasa Harapan Mulia Kota Jambi.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian diadakan pada bulan Juli 2017 diawali sejak


pengajuan judul, penyelesaian ijin penelitian, pengumpulan data, analisis
data, dan penulisan laporan hasil penelitian.

3.2 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan desain penelitian deskriptif observasional


yang artinya penelitian menjabarkan fenomena yang ada secara apa adanya dan
dikelompokkan pada sifat topik yang diteliti dengan tahapan pelaksanaan tanpa
intervensi. Dan pengamatan penelitian adalah sewaktu (cross-sectional) dan
menggunakan studi prospektif yaitu dengan mengikuti subyek untuk meneliti
peristiwa yang belum terjadi.

3.3 Subyek Penelitian

3.3.1 Populasi
43

Dalam penelitian ini akan digunakan populasi yaitu siswa anak-anak yang di
diagnosa ADHD di Sekolah Luar Biasa Kota Jambi.

3.3.2 Sampel

Besaran sampel minimal ditentukan dengan rumus slovin (Sevilla, CG. 2007).
Rumus dan perhitungan besar sampel sebagai berikut:

Keterangan:

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

E : batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Populasi yang dipakai adalah populasi terjangkau yang didapat dari data
sekolah berjumlah 24 anak dengan batas toleransi kesalahan sebesar 10% maka
didapatkan jumlah sampel sebesar 22 sampel.

Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah judgmental sampling atau
purposive sampling yaitu peneliti memilih responden pada sampel berdasarkan
pendapat subyektifitas peneliti bahwa responden tersebut dapat memberikan
informasi yang memadai untuk penetian ini.

3.3.3 Kriteria Inklusi

1. Siswa sekolah yang masuk dalam kategori anak-anak dan terdiagnosa ADHD.
44

2. Subyek bersedia di observasi.

3.3.4 Kriteria Eksklusi

1. Siswa sekolah tidak bisa atau berhalangan menjadi subyek penelitian di tengah
jalan pada waktu penelitian berlangsung.

3.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Umur Umur anak Data sekolah Dalam tahun. Numerik


sebagai responden Umur anak
hitungan tahun mencangkup 6-12
saat dilakukan tahun yang
penelitin ditetapkan sebagai
umur dari
anak-anak.

2 Jenis kelamin Ciri-ciri fisik Data sekolah 1. Laki-laki Nominal


laki-laki atau
2. Perempuan
perempuan yang
teridentifikasi
pada responden
dan dibawa sejak
lahir

3 Jenjang kelas Tingkatan kelas Data sekolah 1. Kelas 1 SD Ordinal


dimana anak
2. Kelas 2 SD
sebagai responden
bersekolah pada 3. Kelas 3 SD
jenjang sekolah
4. Kelas 4 SD
dasar
5. Kelas 5 SD

6. Kelas 6 SD
45

4 Berlari-lari atau memanjat secara Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


berlebihan pada situasi yang subjektif observer Observasi
2. Tidak
tidak sesuai untuk hal tersebut mahasiswa
psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku sering
berlari atau
memanjat tersebut

5 Mengalami kesulitan bermain Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


atau melaksanakan kegiatan subjektif observer Observasi
2. Tidak
dengan tenang di waktu mahasiswa
senggang psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku kesulitan
dalam bermain
tersebut

6 Meninggalkan tempat duduk di Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


kelas atau situasi lain dimana subjektif observer Observasi
2. Tidak
diharapkan untuk tetap duduk mahasiswa
diam psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
46

perilaku
meninggalkan
tempat duduk
tersebut

7 Tidak pernah bisa diam, tidak Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


mengenal lelah subjektif observer Observasi
2. Tidak
mahasiswa
psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku tidak
pernah bisa diam
tersebut

8 Selalu dalam keadaan “siap Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


gerak” atau aktivitasnya seperti subjektif observer Observasi
2. Tidak
digerakkan oleh mesin mahasiswa
psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku selalu
dalam keadaan
siap gerak
tersebut

9 Sulit dikendalikan pada saat Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


berada di ruangan kelas subjektif observer Observasi
2. Tidak
mahasiswa
psikologi yang
47

telah lulus mata


pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku sulit
dikendaliakan
tersebut

10 Terlalu aktif atau aktivitas Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


berlebihan subjektif observer Observasi
2. Tidak
mahasiswa
psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku terlalu
aktif tersebut

11 Tidak bisa duduk diam (kaki dan Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


tangannya tidak bisa diam atau subjektif observer Observasi
2. Tidak
selalu bergerak) mahasiswa
psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku tidak bisa
duduk diam
tersebut

12 Menganggu temannya saat Penilaian Lembar 1. Ya Nominal


48

belajar subjektif observer Observasi 2. Tidak


mahasiswa
psikologi yang
telah lulus mata
pelajaran
observasi dan
anak
berkebutuhan
khusus terhadap
perilaku
menganggu
temannya tersebut

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu langkah dalam penelitian.


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi.

3.5.1. Teknik Observasi

Teknik observasi digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan gambaran


perilaku anak ADHD. Hal ini dilakukan dengan cara:

(1) Membuat kisi-kisi dan pedoman observasi yang akan menjadi sasaran obyek
penelitian yaitu mengenai perilaku siswa ADHD yang dijadikan subyek
penelitian.

(2) Menetapkan subyek penelitian yang sesuai dengan karakteristik ADHD.

(3) Menetapkan kriteria observer pada penelitian seperti:

A. Observer adalah mahasiswa psikologi yang dinyatakan sudah lulus mata


pelajaran metode observasi dengan nilai minimal B dan mata pelajaran anak
berkebutuhan khusus dengan nilai minimal B.
49

B. Observer akan diberikan pelatihan singkat sebelum melakukan observasi oleh


dosen yang mengajar mata pelajaran observasi dan anak berkebutuhan khusus

(4) Mengadakan observasi terhadap subyek penelitian yang dilakukan pada saat
kegiatan belajar-mengajar.

3.5.2. Teknik Wawancara

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara singkat yang
berguna menambahkan informasi yang belum terjawab pada saat observasi.
Wawancara disini ditujukan terhadap guru di sekolah.

3.5.3. Teknik Dokumentasi

Bahan yang dianggap atau dapat dijadikan sebagai dokumen, misalnya


buku-buku dan catatan lainnya. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan
berupa data informasi siswa. Data tersebut berguna untuk mengkategorikan siswa
yang masuk kategori anak yang selanjutnya menjadi subjek penelitian.

3.6 Validitas Data

Validitas data dilakukan dengan menggunakan metode inter-rater realibilitty


dimana diambil sepuluh subyek di observasi oleh dua orang observer.

Tabel 3.1 Data Hasil Observasi Untuk Uji Validitas


50

Subyek Observer 1 Observer 2

Perilaku (total) Perilaku (total)

Ya (n) Tidak (n) Ya (n) Tidak (n)

1 3 6 3 6

2 2 7 2 7

3 8 1 8 1

4 4 5 4 5

5 7 2 7 2

6 7 2 7 2

7 2 7 2 7

8 6 7 6 7

9 4 5 4 5

10 6 3 6 3

Tabel 3.2 Korelasi Pearson

Correlations

VAR0000 VAR0000
1 2

Pearson
1 1,000**
Correlation
VAR0000
1 Sig. (2-tailed) ,000

N 10 10

VAR0000 Pearson
1,000** 1
2 Correlation
51

Sig. (2-tailed) ,000

N 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level


(2-tailed).

Hasil observasi dari observer 1 dan observer 2 di dapat Korelasi Pearson


adalah 1 yang mengartikan korelasi maksimal yang bisa didapat sehingga korelasi
dinyatakan sangan kuat.

3.7 Analisis Data

3.7.1. Reduksi data

Suatu bentuk analisis yang menajamkan, dirangkai, dan dipilih sesuai


dengan fokus penelitian kemudian disusun secara sistematis yang pada
akhirnya dapat memberi gambaran yang jelas tentang hasil observasi dan
wawancara sehingga dapat di tarik kesimpulan akhirnya.

3.7.2. Penyajian data

Pembatasan sebagai suatu kesimpulan informasi tersusun yang


memberikan kemungkinan adanya suatu penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.

3.7.3. Menarik kesimpulan dan verifikasi.

Di dalam menarik kesimpulan juga harus diverifikasi makna-makna yang


muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan
kecocokannya agar dapat diperoleh yang valid.

3.8 Prosedur Penelitian


52

Kegiatan penelitian ini seluruhnya direncanakan sebagai berikut:

3.8.1. Tahap Persiapan

a. Mengurus perijinan penelitian. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan surat

ijin penelitian yang akan digunakan di tempat penelitian.

b. Menentukan lokasi penelitian. Hal ini bertujuan untuk menentukan tempat


penelitian serta subyek yang benar-benar berperilaku ADHD yang terdapat di
tempat penelitian tersebut.

c. Meninjau lokasi penelitian secara sepintas mempelajari keadaannya. Hal ini


bertujuan agar peneliti mampu mengenal dan menyesuaikan diri dengan segala
sesuatu yang terdapat pada tempat penelitian.

d. Menyusun instrumen penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data


(daftar pertanyaan dan petunjuk observasi) dan juga penyusunan jadwal kegiatan
secara rinci.

e. Konsultasi dengan kepala sekolah. Hal ini dilakukan untuk meminta ijin
kepada kepala sekolah untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.

f. Konsultasi dengan guru kelas. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data
mengenai perilaku anak ADHD selama mengikuti kegiatan pada saat kegiatan
belajar-mengajar.

3.8.2. Tahap Pelaksanaan

a. Observasi dan wawancara terhadap siswa yang berperilaku ADHD.

Observasi dan wawancara bertujuan untuk mengungkap karakteristik perilaku


ADHD.

b. Wawancara terhadap guru kelas


53

Wawancara dilakukan pada guru kelas dilakukan sebagai upaya untuk


memperoleh data mengenai karakteristik ADHD pada saat di lingkungan
sekolah dan mendukung informasi yang belum didapatkan dari observasi.

3.8.3. Tahap Pelaporan Hasil

Tahap pelaporan hasil penelitian ini adalah pelaporan hasil penelitian. Pada tahap
ini setelah penulis merangkum, mencatat, menganalisis dan mendeskripsikan
semua hasil penelitian yang berupa data kuantitatif kemudian disusun secara
sistematis sebagai bahan pelaporan hasil penelitian.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang disebabkan karena


beberapa hal, oleh karena itu diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat di
lakukan dengan cara yang lebih baik lagi agar hasilnya pun semakin baik. Ada
54

pun keterbatasan yang dimaksud adalah dalam proses pengambilan data adalah
terdapat data yang bersifat subjektif karena cara pengambilan data yang
menggunakan lembar observasi dimana data yang dihasilkan sangat bergantung
pada kemampuan observer dalam menilai dan menggambarkan perilaku subyek
penelitian dan hasil observasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pandangan
observer terhadap perilaku subyek penelitian itu sendiri. Keterbatasan lainnya
yaitu kurangnya jumlah sampel yang dapat diteliti sehingga data yang dapat
ditampilkan pada penelitian ini sangat terbatas, hal tersebut dikarenakan sedikit
nya jumlah sekolah luar biasa yang memiliki anak dengan diagnosa Attention
Deficit Hyperactivity Disorder.

4.2 Hasil

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus Unggul Sakti


Kota Jambi dan Sekolah Luar Biasa Harapan Mulia Kota Jambi dengan periode
pengambilan data pada tanggal 19 Juli 2017 sampai dengan 22 Juli 2017. Subyek
dalam penelitian ini yaitu subyek yang memenuhi kriteria inklusi, dipilih dengan
metode purposive sampling dan data disajikan dalam bentuk analisis univariat.

4.2.1 Karakteristik Berdasarkan Umur Perilaku Motoric Hyperacticity Pada


Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
umur adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan umur

No. Umur Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak


Attention Deficit Hyperactivity Disorder
n %
1 6 Tahun 5 22,7
2 7 Tahun 3 13,6
3 8 Tahun 6 27,3
55

4 9 Tahun 4 18,2
5 10 Tahun 3 13,6
6 11 Tahun 1 4,5
7 12 Tahun 0 0
TOTAL 22 100

Tabel 4.1 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
umur terbanyak pada umur 8 tahun, yaitu sebanyak 6 anak (27,3%), diikuti oleh
umur 6 tahun sebanyak 5 anak (22,7%), pada umur 9 tahun sebanyak 4 anak
(18,2%), pada umur 7 tahun dan 10 tahun masing-masing sebanyak 3 anak
(13,6%), pada umur 11 tahun sebanyak 1 anak (4,5%) dan umur 12 tahun tidak
ada.

4.2.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Perilaku Motoric


Hyperacticity Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis Kelamin Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Attention Deficit Hyperactivity Disorder
n %
1 Laki - laki 20 90,9
2 Perempuan 2 9,1
TOTAL 22 100
Tabel 4.2 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebanyak 20 anak (90,9%) dan perempuan
sebanyak 2 anak (9,1%).
56

4.2.3 Karakteristik Berdasarkan Jenjang Kelas Perilaku Motoric


Hyperacticity Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
jenjang kelas adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan jenjang kelas

No. Jenjang Kelas Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak


Attention Deficit Hyperactivity Disorder
n %
1 Kelas 1 SD 6 27,3
2 Kelas 2 SD 6 27,3
3 Kelas 3 SD 4 18,2
4 Kelas 4 SD 5 22,7
5 Kelas 5 SD 0 0
6 Kelas 6 SD 1 4,5
TOTAL 22 100

Tabel 4.3 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
jenjang kelas terbanyak pada kelas 1 SD dan kelas 2 SD yaitu masing- masing
sebanyak 6 anak (27,3%), diikuti oleh kelas 4 SD sebanyak 5 anak (22,7%), kelas
3 SD sebanyak 4 anak (18,2%), pada kelas 6 SD sebanyak 1 anak (4,5%) dan
kelas 5 SD tidak ada.

4.2.4 Karakteristik Berdasarkan Lembar Observasi Gambaran Perilaku


Motoric Hyperacticity Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
4.2.4.1 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Berlari-lari Atau Memanjat Secara
Berlebihan Pada Situasi Yang Tidak Sesuai Untuk Hal Tersebut
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
57

perilaku berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak
sesuai untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku berlari-lari atau memanjat secara
berlebihan pada situasi yang tidak sesuai untuk hal tersebut
No. Perilaku Berlari-lari Atau Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Memanjat Secara Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berlebihan Pada Situasi n %
Yang Tidak Sesuai
Untuk Hal Tersebut
1 Ya 6 27,3
2 Tidak 16 72,7
TOTAL 22 100

Tabel 4.4 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak
sesuai untuk hal tersebut ada sebanyak 6 anak (27,3%) dan tidak memiliki
perilaku tersebut sebanyak 16 anak (72,7%).

4.2.4.2 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Mengalami Kesulitan Bermain Atau


Melaksanakan Kegiatan Dengan Tenang di Waktu Senggang
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku mengalami kesulitan bermain atau melaksanakan kegiatan dengan
tenang di waktu senggang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku mengalami kesulitan bermain atau
melaksanakan kegiatan dengan tenang di waktu senggang
No. Perilaku Mengalami Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Kesulitan Bermain Atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Melaksanakan Kegiatan n %
Dengan Tenang di Waktu
Senggang
58

1 Ya 15 68,2
2 Tidak 7 31,8
TOTAL 22 100

Tabel 4.5 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku mengalami kesulitan bermain atau melaksanakan kegiatan dengan
tenang di waktu senggang ada sebanyak 15 anak (68,2%) dan tidak memiliki
perilaku tersebut sebanyak 7 anak (31,8%).

4.2.4.3 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Meninggalkan Tempat Duduk di


Kelas Atau Situasi Lain Dimana Diharapkan Untuk Tetap Duduk Diam
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana diharapkan
untuk tetap duduk diam adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku meninggalkan tempat duduk di
kelas atau situasi lain dimana diharapkan untuk tetap duduk diam
No. Perilaku Meninggalkan Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Tempat Duduk di Kelas Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Atau Situasi Lain n %
Dimana Diharapkan
Untuk Tetap Duduk
Diam
1 Ya 11 50
2 Tidak 11 50
TOTAL 22 100

Tabel 4.6 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana diharapkan
untuk tetap duduk diam ada sebanyak 11 anak (50%) dan tidak memiliki perilaku
tersebut sebanyak 11 anak (50%).
59

4.2.4.4 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Tidak Pernah Bisa Diam, Tidak


Mengenal Lelah
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak pernah bisa diam, tidak mengenal lelah adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku tidak pernah bisa diam, tidak
mengenal lelah
No. Perilaku Tidak Pernah Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Bisa Diam, Tidak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Mengenal Lelah n %
1 Ya 15 68,2
2 Tidak 7 31,8
TOTAL 22 100

Tabel 4.7 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak pernah bisa diam, tidak mengenal lelah ada sebanyak 15 anak
(68,2%) dan tidak memiliki perilaku tersebut sebanyak 7 anak (31,8%).

4.2.4.5 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Selalu Dalam Keadaan “Siap Gerak”


Atau Aktivitasnya Seperti Digerakkan Oleh Mesin
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku selalu dalam keadaan “siap gerak” atau aktivitasnya seperti digerakkan
oleh mesin adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku selalu dalam keadaan “siap gerak”
atau aktivitasnya seperti digerakkan oleh mesin
No. Perilaku Selalu Dalam Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Keadaan “Siap Gerak” Attention Deficit Hyperactivity Disorder
60

Atau Aktivitasnya n %
Seperti Digerakkan Oleh
Mesin
1 Ya 19 86,4
2 Tidak 3 13,6
TOTAL 22 100

Tabel 4.8 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku selalu dalam keadaan “siap gerak” atau aktivitasnya seperti digerakkan
oleh mesin ada sebanyak 19 anak (86,4%) dan tidak memiliki perilaku tersebut
sebanyak 3 anak (13,6%).

4.2.4.6 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Sulit Dikendalikan Pada Saat Berada


Di Ruangan Kelas
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku sulit dikendalikan pada saat berada di ruangan kelas adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.9 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku sulit dikendalikan pada saat berada
di ruangan kelas
No. Perilaku Sulit Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Dikendalikan Pada Saat Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berada Di Ruangan n %
Kelas
1 Ya 11 50
2 Tidak 11 50
TOTAL 22 100

Tabel 4.9 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku sulit dikendalikan pada saat berada di ruangan kelas ada sebanyak 11
anak (50%) dan tidak memiliki perilaku tersebut sebanyak 15 anak (50%).
61

4.2.4.7 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Terlalu Aktif Atau Ativitas Berlebihan


Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku terlalu aktif atau aktivitas berlebihan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention


Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku terlalu aktif atau aktivitas
berlebihan
No. Perilaku Terlalu Aktif Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Atau Ativitas Berlebihan Attention Deficit Hyperactivity Disorder
n %
1 Ya 13 59,1
2 Tidak 9 40,9
TOTAL 22 100

Tabel 4.10 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku terlalu aktif atau aktivitas berlebihan ada sebanyak 13 anak (59,1%) dan
tidak memiliki perilaku tersebut sebanyak 9 anak (40,1%).

4.2.4.8 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Tidak Bisa Duduk Diam (kaki dan
tangannya tidak bisa diam atau selalu bergerak)
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak bisa duduk diam (kaki dan tangannya tidak bisa diam atau selalu
bergerak) adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention


Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku tidak bisa duduk diam (kaki
dan tangannya tidak bisa diam atau selalu bergerak
62

No. Perilaku Tidak Bisa Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak


Duduk Diam (kaki dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder
tangannya tidak bisa n %
diam atau selalu bergerak
1 Ya 20 90,9
2 Tidak 2 9,1
TOTAL 22 100

Tabel 4.11 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak bisa duduk diam (kaki dan tangannya tidak bisa diam atau selalu
bergerak ada sebanyak 20 anak (90,9%) dan tidak memiliki perilaku tersebut
sebanyak 2 anak (9,1%).

4.2.4.9 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Menganggu Temannya Saat Belajar


Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku menganggu temannya saat belajar adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12 Karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention


Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan perilaku menganggu temannya saat
belajar
No. Perilaku Menganggu Perilaku Motoric Hyperacticity Pada Anak
Temannya Saat Belajar Attention Deficit Hyperactivity Disorder
n %
1 Ya 1 4,5
2 Tidak 21 95,5
TOTAL 22 100

Tabel 4.12 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku menganggu temannya saat belaja ada sebanyak 1 anak (4,5%) dan tidak
memiliki perilaku tersebut sebanyak 21 anak (95,5%).
63

4.3 Pembahasan

4.3.1 Karakteristik Berdasarkan Umur Perilaku Motoric Hyperacticity Pada


Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik
perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
berdasarkan umur terbanyak pada umur 8 tahun, yaitu sebanyak 6 anak (27,3%),
diikuti oleh umur 6 tahun sebanyak 5 anak (22,7%), pada umur 9 tahun sebanyak
4 anak (18,2%), pada umur 7 tahun dan 10 tahun masing-masing sebanyak 3
anak (13,6%), pada umur 11 tahun sebanyak 1 anak (4,5%) dan umur 12 tahun
tidak ada.
Sebagai perbandingan hasil penelitian dari Ainusyifa didapatkan frekuensi
terbanyak pada kelompok umur 7-12 tahun sebanyak 35 dari 63 anak (55,6%).
hal ini didukung karena sebagian besar orang tua baru membawa anaknya untuk
konsultasi setelah anaknya memperlihatkan perilaku ketika bersosialisasi di
lingkungan formal. Tetapi pengelompokan umur pada penelitian ini pun tidak
menemukan hasil yang sesuai karena demografis umur gangguan ini sangat
bervariasi. Banyak anak secara alami aktif, namun anak-anak dengan Attention
Deficit Hyperactivity Disorder mungkin mulai menunjukkan tanda-tanda
kesulitan motor sejak usia dini. Tetapi dapat terjadi perubahan perkembangan
dalam presentasi fungsi motorik dan persentasi tersebut dapat berbeda-beda
menurut usia untuk diagnosa. Beberapa gejala seperti hiperaktif mungkin
menurun seiring bertambahnya usia, namun kesulitan dengan manajemen
organisasi dan waktu mungkin menjadi lebih terlihat saat anak memasuki sekolah
menengah atau sekolah menengah atas.21,22,23,24

4.3.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Perilaku Motoric


Hyperacticity Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Tabel 4.2 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
64

jenis kelamin terbanyak pada laki-laki sebanyak 20 anak (90,9%) dan perempuan
sebanyak 2 anak (9,1%).

Sebagai perbandingan hasil penelitian dari Ainusyifa didapatkan frekuensi


laki-laki 47 dari 63 anak (74,6%) sesuai dengan pernyataan Barkley (2001) yang
menyatakan bahwa ratio anak laki-laki dibandingkan perempuan pada berbagai
penelitian yaitu berkisar 2:1 sampai 10:1. Prevalensi sangat jelas bahwa Attention
Deficit Hyperactivity Disorder sangat di nominasi oleh laki-laki tetapi untuk
penurunan dari perilaku antara pria dan perempuan tidak terlalu signifikan
Membedakan jenis kelamin sebenarnya menjadi topik yang kontroversial pada
bidang psikologi karena belum ada bukti yang jelas tentang hal tersebut dan
kemudian ada juga yang menyatakan bahwa proses penurunan perilaku lebih
cepat pada perempuan terkhusus di masa dewasa. Mendiagnosa laki-laki juga
lebih mudah dibandingkan perempuan karena laki-laki lebih menganggu pada
cara bersosialisasi.21,25

4.3.3 Karakteristik Berdasarkan Jenjang Kelas Perilaku Motoric


Hyperacticity Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
Tabel 4.3 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
jenjang kelas terbanyak pada kelas 1 SD dan kelas 2 SD yaitu masing- masing
sebanyak 6 anak (27,3%), diikuti oleh kelas 4 SD sebanyak 5 anak (22,7%), kelas
3 SD sebanyak 4 anak (18,2%), pada kelas 6 SD sebanyak 1 anak (4,5%) dan
kelas 5 SD tidak ada.
Perilaku Attention Deficit Hyperactivity Disorder menunjukkan gejala
biasanya sebelum mereka memasuk sekolah. Dan jika telah memasuki jenjang
sekolah maka anak ADHD akan menunjukkan perilaku yang ada pada kriteria
diagnosis.26
65

4.3.4 Karakteristik Berdasarkan Lembar Observasi Gambaran Perilaku


Motoric Hyperacticity Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
4.3.4.1 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Berlari-lari Atau Memanjat Secara
Berlebihan Pada Situasi Yang Tidak Sesuai Untuk Hal Tersebut

Tabel 4.4 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric


hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak
sesuai untuk hal tersebut ada sebanyak 6 anak (27,3%) dan tidak memiliki
perilaku tersebut sebanyak 16 anak (72,7%).

Carver menyatakan di dalam penelitiannya menyatakan bahwa gejala dari


hiperaktifitas seperti sering berjalan atau memanjat secara berlebihan dalam
situasi di mana hal itu tidak tepat. Anak ADHD yang lebih muda suka memanjat,
berlari, memukul dan meloncat.Hiperaktif pada remaja ADHD juga bisa
berbentuk finger drum, kaki gelisah, dengung berlebihan / nyanyian / bersiul, dan
bahkan object-drumming sehingga tidak sesuai dengan hasil penelitian mungkin
karena beberapa faktor seperti penelitian dilakukan pada saat subyek dibimbing
oleh guru sehingga mereka patuh terhadap instruksi dari guru.27

4.3.4.2 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Mengalami Kesulitan Bermain Atau


Melaksanakan Kegiatan Dengan Tenang di Waktu Senggang
Tabel 4.5 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku mengalami kesulitan bermain atau melaksanakan kegiatan dengan
tenang di waktu senggang ada sebanyak 15 anak (68,2%) dan tidak memiliki
perilaku tersebut sebanyak 7 anak (31,8%).

Smith menyatakan bahwa tanda anak ADHD yang paling jelas adalah
hiperaktifitas anak akan mencoba beberapa hal dalam satu waktu, melompat dari
66

satu aktivitas ke aktivitas yang lain bahkan jika dipaksa untuk duduk kaki mereka
masih tapping dan tangan mereka bergetar yang membuat mereka susah untuk
duduk lama, bermain dengan tenang atau beristirahat sehingga sesuai dengan
penelitian ini dimana didapatkan hasil bahwa kesulitan bermain sering timbul
pada subyek penelitian28

4.3.4.3 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Meninggalkan Tempat Duduk di


Kelas Atau Situasi Lain Dimana Diharapkan Untuk Tetap Duduk Diam
Tabel 4.6 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana diharapkan
untuk tetap duduk diam ada sebanyak 11 anak (50%) dan tidak memiliki perilaku
tersebut sebanyak 11 anak (50%).

Tentama menyatakan bahwa ciri utama anak hiperaktif adalah aktivitas yang
berlebihan. Tetap duduk diam termasuk kedalam gerakan-gerakan tubuh anak dan
tidak selalu muncul sehingga pada penelitian ini pun perilaku ini timbul dan tidak
timbul seimbang ditambah karena beberapa faktor seperti penelitian dilakukan
pada saat subyek dibimbing oleh guru sehingga mereka patuh terhadap instruksi
dari guru.29

4.3.4.4 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Tidak Pernah Bisa Diam, Tidak


Mengenal Lelah
Tabel 4.7 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak pernah bisa diam, tidak mengenal lelah ada sebanyak 15 anak
(68,2%) dan tidak memiliki perilaku tersebut sebanyak 7 anak (31,8%).

Anjani menyatakan pada penelitiannya bahwa dia menemukan perilaku anak


tidak pernah bisa diam disertai sering berdiri dan memukul-mukul meja, tertawa
67

tidak jelas atau tertawa tanpa sebab, sulit menangkap pertanyaan maupun
pernyataan dari guru kelas, sulit menjawab pertanyaan dari guru atau diam dan
tidak menghiraukan perintah guru, tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik,
harus dibimbing langsung oleh guru untuk dapat menulis sehingga sesuai dengan
penelitian ini.30

4.3.4.5 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Selalu Dalam Keadaan “Siap Gerak”


Atau Aktivitasnya Seperti Digerakkan Oleh Mesin
Tabel 4.8 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku selalu dalam keadaan “siap gerak” atau aktivitasnya seperti digerakkan
oleh mesin ada sebanyak 19 anak (86,4%) dan tidak memiliki perilaku tersebut
sebanyak 3 anak (13,6%).

Hikmawati menyatakan dalam penelitiannya dimana didapatkan data


perilaku timbul setelah diberi perlakuan. Peneliti tersebut menggunakan grafik
cdc untuk menunjukkan timbulnya perilaku beserta hubunganya terhadap
penurunan frekuensi perilaku terhadap perlakuan yang peneliti tersebut berikan
sehingga sesuai dengan hasil penelitian yang dimana perilaku timbul jauh lebih
banyak dibandingkan dengan perilaku tidak timbul.31

4.3.4.6 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Sulit Dikendalikan Pada Saat Berada


Di Ruangan Kelas
Tabel 4.9 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku sulit dikendalikan pada saat berada di ruangan kelas ada sebanyak 11
anak (50%) dan tidak memiliki perilaku tersebut sebanyak 15 anak (50%).

Nihayati menemukan perlikau sulit dikendalikan pada penelitian tersebut


sebelum peneliti tersebut memberikan perlakuan dan hilang setelah diberikan
68

perlakuan dengan menggunakan yellow smile sehingga penelitian ini hasil nya
sesuai dengan penelitian dari Nihayati.32

4.3.4.7 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Terlalu Aktif Atau Ativitas Berlebihan


Tabel 4.10 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku terlalu aktif atau aktivitas berlebihan ada sebanyak 13 anak (59,1%) dan
tidak memiliki perilaku tersebut sebanyak 9 anak (40,1%).

Pada penelitian yang dilakukan Deni tentang bobot ukuran kepercayaan dari
parameter yang diambil dari DSM-IV yang kemudian dijadikan nilai
kemungkinan seorang anak mengalami gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder dengan poin yang mirip (bergerak tidak kenal lelah) dengan
karakteristik penelitian ini memiliki bobot kepercayaan sebesar 0,95 dari 1
sehingga sesuai dengan penelitian ini.33

4.3.4.8 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Tidak Bisa Duduk Diam (kaki dan
tangannya tidak bisa diam atau selalu bergerak)
Tabel 4.11 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku tidak bisa duduk diam (kaki dan tangannya tidak bisa diam atau selalu
bergerak ada sebanyak 20 anak (90,9%) dan tidak memiliki perilaku tersebut
sebanyak 2 anak (9,1%).

Ruswati menemukan perilaku kaki tangan selalu bergerak dan tidak bisa
duduk diam pada penelitian tersebut sebelum diberikan terapi musik oleh peneliti
tersebut. Pada penelitian yang dilakukan Deni tentang bobot ukuran kepercayaan
dari parameter yang diambil dari DSM-IV yang kemudian dijadikan nilai
kemungkinan seorang anak mengalami gangguan Attention Deficit Hyperactivity
Disorder dengan poin yang mirip (menggerakkan jari tangan saat duduk di meja
69

makan dan Menggerakkan jari kaki saat duduk di meja makan) dengan
karakteristik penelitian ini memiliki bobot kepercayaan sebesar 0,84 dari 1
sehingga sesuai dengan penelitian ini.7,33

4.3.4.9 Karakteristik Berdasarkan Perilaku Menganggu Temannya Saat Belajar


Tabel 4.12 menunjukkan dari 22 sampel diperoleh karakteristik perilaku motoric
hyperacticity pada anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan
perilaku menganggu temannya saat belaja ada sebanyak 1 anak (4,5%) dan tidak
memiliki perilaku tersebut sebanyak 21 anak (95,5%).

Anjani menemukan perilaku menganggu teman saat belajar dari anak


hiperaktif melempar buku pada temannya, atau orang yang ada didepannya ,
memukul dan menjaili temannya sehingga kurang sesuai dengan hasil penelitian
ini mungkin karena beberapa faktor seperti penelitian dilakukan pada saat subyek
dibimbing oleh guru sehingga mereka patuh terhadap instruksi dari guru dan juga
banyak dari subyek yang bersekolah secara inklusi itu didampingi oleh guru
khusus yang mengawasi subyek penelitian serta banyak subyek yang mengikuti
kelas terapi sehingga mereka hanya sendiri ketika di observasi.27
70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention


Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan umur didapatkan bahwa umur
terbanyak pada umur 8 tahun sebanyak 27,3%.
71

2. Berdasarkan karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention


Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa jenis
kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 90,9%.
3. Berdasarkan karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention
Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan jenjang kelas didapatkan bahwa
jenjang kelas terbanyak pada jenjang kelas 1 SD dan 2 SD masing-masing
sebanyak 27,3%.
4. Berdasarkan karakteristik perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention
Deficit Hyperactivity Disorder berdasarkan lembar observasi gambaran perilaku
didapatkan bahwa perilaku yang timbul terbanyak adalah tidak bisa duduk diam
(kaki dan tangannya tidak bisa diam atau selalu bergerak) sebanyak 90,9%
dibandingkan dengan tidak timbulnya perilaku tersebut.

5. 2 Saran

Berdasarkan pengalaman saat melakukan penelitian dan analisa terhadap hasil


penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi Penulis

Dari hasil penelitian ini, peneliti diharapkan dapat mengetahui karakteristik usia,
jenis kelamin, jenjang kelas dan gambaran perilaku motoric hyperacticity pada
anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Selain itu, peneliti juga diharapkan
dapat mensosialisasikan hal hal positif yang didapat berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan baik secara lisan maupun tulisan.

2. Bagi Institusi Terkait


Peneliti mengharapkan agar sekolah semakin lebih baik lagi dalam mendidik
anak-anak dengan perilaku Attention Deficit Hyperactivity Disorder terutama
perilaku motoric hyperacticity sehingga mereka mampu tumbuh dan berkembang
selayak orang sebaya mereka.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


72

Mengingat adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut, yaitu suatu penelitian serupa dengan sampel
yang lebih banyak dan metode yang lebih baik untuk mengetahui lebih terperinci
gambaran perilaku motoric hyperacticity pada anak Attention Deficit
Hyperactivity Disorder.
73

DAFTAR PUSTAKA

1. Barkley, R, Fact Sheet: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Topics. Guilford. 2015; 1:3-5.

2. Sarver. DE. Hyperactivity in Attention-Deficit/Hypeactivity Disorder (ADHD):


Impairing Deficit or Compensatory Behaviour. J Abnorm Child Psychol.
2015; 1-2.

3. Danielson, LC. Identifying and Treating Attention Deficit Hyperactivity


Disorder: A Resource For School and Home. U.S Office of Special
Education Program. 2017; 1:9-10.

4. Hanna, M. Attention Deficit Disorder (ADD) Attention Deficit Hyperactivity


Disorder (ADHD) Is It Product of Our Modern Lifestyles. American
Journal of Clinical Medicine. 2009; 1-2.

5. Shire. Burden of ADHD. Switzerland: ADHD Institute; 2017. Pada


(http://www.adhd-institute.com) diakses pada tanggal 26 Januari 2017.

6. Fayyad J, Graaf DR, Kessler R. Cross-national prevalence and correlates of


adult attention-deficit hyperactivity disorder. Br J Psychiatry. 2007;
402:404-7.

7. Rusmawati D dan Dewi EK. Pengaruh Terapi Musik dan Gerak terhad5.p
Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar dengan Gangguan
ADHD. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.

8. Ellison WI, Ellison WZ, Bullmore E. Structural brain change in Attention


Deficit Hyperactivity Disorder identified by meta-analysis. BMC
Psychiatry; 2008. Pada http://www.bmcpsychiatry.biomedcentral.com
diakses pada tanggal 20 juni 2017.
74

9. Grizenko N, Fortier ME, Zadorozny C. Maternal Stress during Pregnancy,


ADHD Symptomatology in Children and Genotype: Gene-Environment
Interaction. J Can Acad Child Adolesc Psychiatry. 2012; 3:5-7.

10. Sedyaningsih, ER. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas


(GPPH). Jakarta; Kemenkuham; 2011. pada
http://www.djpp.kemenkumham.go.id diakses pada tanggal 30 desember
2015.

11. Marlina. Asesmen dan Strategi Intervensi Anak ADHD. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Direktoral Ketenagaan; 2007.

12. Kaplan dan Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010.

13. Willcutt EG. The prevalence of DSM-IV attention-deficit/hyperactivity


disorder: a meta-analytic review. Neurotherapeutics; 2012. Pada
http://www.lirik.springer.com diakses pada tanggal 20 juni 2017.

14. Cherkasova, M. Developmental Course of Attention Deficit Hyperactivity


Disorder and Its Prediction. J Can Acad Child Adolesc Psychiatry. 2013;
49.

15. Ebejer JL, Medland SE, van der WJ. Attention deficit hyperactivity disorder
in Australian adults: prevalence, persistence, conduct problems and
disadvantage. PLoS One; 2012. Pada http;//www.journals.plos.otg
diakses pada tanggal 20 Juni 2017.

16. Polanczyk G, de Lima MS, Horta BL. The worldwide prevalence of ADHD: a
systematic review and metaregression analysis. (jurnal) Am J Psychiatry.
2007; 164: 942-948.

17. Utama, H. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.

18. Kaplan, Saddock BJ dan Greb JA. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2010.
75

19. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ – III.


Jakarta: FK Unika Atma Jaya; 2001.

20. American Academy of Pediatric. ADHD: Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis,Evaluation, and Treatment of Attention-Deficit/Hyperactivity
Disorder in Children and Adolescent. Illinois: Pediatrics; 2011. Pada
http://www.pediatrics.aappublications.org diakses pada tanggal 20 Juni
2017.

21. Ainusyifa, AW. Gambaran Demografi, Klinis, Faktor Resiko, dan Terapi
Pasien Anak dengan ADHD di RSJ Dr.Soeharto Heerdjan Tahun
2010-2012. Jakarta: Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah; 2012.

22. Weber L. Gross & Fine Motor Development in ADHD Children. US: ADD
And ADHD Center; 2017. Pada http://www.livestrong.com diakses pada
tanggal 22 Juli 2017.

23. Neto FR, Juliana BG, Daniela R. Motor Development of Children with
Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Sao Paolo: Revista Brasileira
de Psiquiataria; 2017. Pada http://www.scielo.br diakses pada tanggal 22
Juli 2017.

24. Morin, A. Understanding ADHD. USA: Understood.org; 2017. Pada


http://www.understood.org diakses pada tanggal 22 Juli 2017.

25. Cecillia, V. Diagnostic Issues and Gender Differences of Attention Deficit


Hyperactivity Disorder. California: eScholarship. 2014; 1;5.

26. Miller, C. What’s ADHD (and What’s Not) in the Classroom. New York:
Child Mind Institue; 2017. Pada http://www.childmind.org diakses pada
tanggal 22 Juli 2017.
76

27. Caver, JM. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Ohio:


drJoeCarver Clinical Psychologist; 2016. Pada
http://www.drjoecarver.com diakses pada tanggal 24 Juli 2017.

28. Smith, M. ADHD in Children: Recognizing the Signs and Symptoms and
Getting Help. US: Help Guide. 2017;5.

29. Tentama, F. Peran Orang Tua dan Guru Dalam Menangani Perilaku
Hiperaktifitas pada Anak ADHD di SLB Negeri 3 Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. 2009; 53.

30. Anjani, AT. Studi Kasus Tentang Konsentrasi Belajar Pada Anak ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) di SDIT At-Taqwa Surabaya
dan SDN V Babatan Surabaya. Surabaya: BK UNESA. 2016;127.

31. Hikmawati, ID. Efektivitas Terapi Menulis Untuk Menurunkan Hiperakivitas


dan Impulsivitas pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD). Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. 2014; 13.

32. Nihayati, HE. Pegaruh Token Ekonomi: Yellow Smile Terhadap Penurunan
Perilaku Hiperaktif Pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
Dan Hiperaktif (GPPH) di SDLB Alpa Kumara Wardana II Surabaya.
Surabaya; Universitas Airlangga. 2015; 5.

33. Deni, A. Sistem Pakar Diagnosis ADHD (Attention Deficit Hyperactivity


Disorder) Pada Anak Usia Sekolah. Bogor: Departemen Ilmu Komputer
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor; 2010.

Anda mungkin juga menyukai