Laporan Farfis (Larutan)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat dari molekul,

atom ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut

dalam air.

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut

dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan

untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.

Adapun kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat

terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif

didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk

dispersi molekuler homogen.

Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat mengetahui

dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat

atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang

timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih

jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan.

I.2 Maksud Dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud percobaan

Untuk mengetahui pengaruh pelarut camput yaitu Air, Etanol dan

Propilenglikol terhadap kelarutan Asam Salisilat dan untuk mengetahui pengaruh

penambahan Surfaktan yaitu Tween 80 terhadap kelarutan Asam Salisilat.


I.2.2 Tujuan percobaan

1. Menentukan kelarutan suatu zat

2. Mengetahui pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat

3. Mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai

konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan

tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat

melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500

mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan

persen.Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh -sifat

kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di

absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha

untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan

kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat

terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan

dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada

kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut

dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di

dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.

Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun

campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan

bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti

perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus

yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik

kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang

disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Tungandi,

2009).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain

adalah :

1. pH

Zat organik yang bersifat asam lemah/basah lemah adalah zat

aktif yang sering digunakan dalam dunia pengobatan. Kelarutannya

dipengaruhi pH, yakni untuk dapat larut. Zat organik yang bersifat asam

lemah diberikan atau dicampurkan dulu dengan larutan basa agar

berbentuk garam organik yang mudah larut dalam air, demikian

sebaliknya.

2. Temperatur

Ada 3 pernyataan tentang kelarutan yang dipengaruhi oleh

temperature yaitu :

a. Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan meningkat, namun bila

didinginkan dia akan mengendap.

b. Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan meningkat.

c. Bila suhu dinaikkan, kelarutan akan kecil.

3. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel


Semakin kecil ukuran partikel, maka kelarutan zat tersebut akan

meningkat, begitu pula sebaliknya.

4. Pengaruh jenis pelarut

Pelarut polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar atau ionik,

begitu pula sebaliknya. Pelarut non polar akan melarutkan lebih baik zat-

zat non polar atau molekul.

5. Pengaruh konstanta dielektrik

Besarnya dielektrik diatur dengan penambahan pelarut lain.

6. Pengaruh penambahan zat-zat lain

Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam

kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut).

Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang

mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan

sempurna pada temperature tertentu (Martin, 1990).

Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut

dalam konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu

dan terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (SInco, 2005).

Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah

yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengomplek dalam berbagai

konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperaturekonstan sampai

tercapai kesetimbangan. Cairan supernatant dalam porsi yang cukup diambil dan

dianalisis (Alfred, 1990).


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan,

suhu, luas permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme.

Selain faktor di atas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi kelarutan.

Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat.

Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar (Ditjen POM,

1979).

Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat

ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979) :

Jumlah bagian pelarut yang diperlukan


Istilah Kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000

Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat

pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip

umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar

bercampur (Sukarjo, 1997).

Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam

formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan
saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik

menjadi tikad efesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan

mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu

karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan

(Jufri,dkk, 2004).

Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari

larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat larut, sehingga tidak

ada yang hilang selama penyaringan, pencucian dan penimbangan. Faktor-faktor

yang menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah endapan harus sedemikan

tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam

kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan banyaknya banyaknya yang masi

tinggal (tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat

ditunjukkan oleh neraca analitik 0,1 mg

( Gandjar,dkk, 2007).

Tipe Larutan yaitu Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan

terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat

kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut

dan pelarut Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam

kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir

jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di

bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur

tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur

tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin. A, 1990).

II.2 Uraian Bahan

1. Air suling (FI Edisi III : 96)

Namaresmi : AQUA DESTILLATA

Sinonim : Air suling

RM/BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Alkohol (FI Edisi III : 65)

Nama resmi : AETHANOLUM

Sinonim : Etanol, etil alkohol

RM/BM :C2H6O / 46,07

Pemerian : Cairan mudah menguap, tidak berwarna, jernih.

Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada

lidah, mudah terbakar.

Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktik bercampur

dengan pelarut organik lain.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut campuran

3. Asam salisilat (FI Edisi III : 56)

Namaresmi : ACIDUM SALICYLUM


Nama lain : Asam salisilat

RM/BM : C2H6O3 / 138,12

Pemerian : Hablur putih, biasanya berbentuk jarum putih

atau serbuk hablur halus putih, rasa agak manis,

tajam, dan stabil di udara.

Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah

larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air

mendidih, agak sukar larut dalam kloroform

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai sampel

4. Propilenglikol (FI Edisi III : 534)

Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM

Nama lain : Propilen glikol

RM/BM : C3H8O2 /76,09

Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,

praktis tidak berbau, menyerap air pada udara

lembab

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan

dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa

minyak esensial tetapi tidak dapat bercampur

dengan minyak lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut campuran


5. Natrium Hidroksida (FI Edisi III : 412)

Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM

Nama lain : Natriumhirdoksida

RM/BM : NaOH / 40,20

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau

keras, rapuh dan menunjukkan susunanhablur,

putih.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol

95% P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai komponen dapar

6. Phenolptalein (FI Edisi III : 675)

Nama resmi :Penolphtaleein

Nama lain :Fenolftalein

Pemerian :serbuk hablur putih, atau kekuningan

Kelarutan :sukar larutdalam air, larut dalam etanol, agak sukar

larut dalam eter

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan :Larutan indikator.

7. Tween-80 (Dirjen POM, 1979 )

Nama resmi : POLYSORBATUM 80

Nama lain : Polisorbat 80, tween

Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,


hampir tidak mempunyai rasa.

Kelarutan :Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)

P dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar

larut dalam parafin cair P dan dalam biji kapas P

Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan :Sebagai pelarut


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan bahan

III.1.1 Alat yang digunakan

1. Buret dan Statif

2. Erlenmeyer

3. Pipet volume

4. Gelas ukur

5. Gelas kimia

6. Kaca arloji

7. Batang pengaduk

8. Timbangan analitik

III.1.2 Bahan yang digunakan

1. Aquadest

2. Asam salisilat

3. Alkohol

4. Tween-80

5. Propilenglikol

6. Larutan NaOH 0,1 N

7. Indikator Phenolptalein

III.2. Cara kerja

a. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat

1. Dibuat dan bakukan larutan baku NaOH 0,1 N


2. Dibuat campuran pelarut-pelarut seperti yang tertera pada tabel

berikut:

Air Etanol Propilenglikol

(% v/v/) (% v/v/) (% v/v/)

30 0 20

30 2,5 17,5

30 5 15

30 7,5 12,5

30 10 10

30 15 5

30 17,5 2,5

30 20 0

3. Dilarutkan asam salisilat sedikit demi sedikit dalam masing-masing

campuran pelarut sampai diperoleh larutan yang jenuh

4. Dikocok larutan dengan orbital shaker selama 2 jam, jika ada

endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi asam salisilat

sampai didapat larutan yang jenuh kembali

5. Disaring larutan

6. Dipipet 10 ml larutan asam salisilat untuk menentukan kadar asam

salisilat dangan % pelarut yang ditambahkan


b. Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan Zat

1. Dibuat dan dibakukan larutan baku NaOH 0,1 N

2. Dibuat 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 0 ; 0,1 ; 0, 5 ; 1,0

; 5,0 ; 10,0 ; 50,0 ; dan 100,0 mg/ml air

3. Dilarutkan asam salisilat sedikit demi sedikit dalam masing-masing

campran pelarut sampai diperoleh larutan yang jenuh

4. Dikocok larutan dengan orbital shaker selama 2 jam, jika ada

endapan yang larut selama pengocokan tambahkan lagi asam salisilat

sampai didapat larutan yang jenuh kembali

5. Disaring larutan

6. Dipipet 10 ml larutan asam salisilat untuk menentukan kadar asam

salisilat dengan cara titrasi alkalimetri


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Hasil

A. Pengaruh Pelarut Campur

Konsentrasi Pelarut Volume Titrasi


N NaoH Kadar
Air Etanol PG I II

15 ml 0 10 ml 0 13 0,103 g

15 ml 1,25 ml 8,75 ml 13 26,5 0,107 g

15 ml 2,5 ml 7,5 ml 26,5 39,5 0,103 g

15 ml 3,75 ml 6,25 ml 0 14 0,111 g


0,05745 N
15 ml 5 ml 5 ml 14 28,5 0,115 g

15 ml 7,5 ml 2,5 ml 28,5 44,5 0,127 g

15 ml 8,75 ml 1,25 ml 0 16,9 0,134 g

15 ml 10 ml 0 16,9 18 0,143 g
Kurva Pengaruh Pelarut Campur

160

140

120

100
kadar

80
kadar asam salisilat dalam
60 pelarut campur (mg)

40

20

0
0 : 10 1.25 : 2.5 : 3.75 : 5:05 7.5 : 8.75 : 10 : 0
8.75 7.5 6.25 2.5 1.25
volume etanol : volume PG

B. Pengaruh Penambahan Surfaktan

Konsentrasi N NaoH Volume Titrasi (mL)


No. Kadar
Larutan Tween 80 I II

1. 0 0 2,5 0,019 g

2. 5 mg/ml 2,5 5,3 0,022 g

3. 25 mg/ml 5,3 7,8 0,019 g

4. 50 mg/ml 7,8 10,6 0,022 g

5. 250 mg/ml 0,05745N 10,6 14,7 0,032 g

6. 500 mg/ml 14,7 24,1 0,074 g

7. 2500 mg/ml 24.1 35,1 0,087 g


8. 5000 mg/ml 0 16,3 0,129 g

Kurva Pengaruh penambahan surfaktan

140

120

100

80
kadar

60 kadar asam salisilat dalam


surfaktan(mg)
40

20

0
0 5 25 50 250 500 2500 5000
konsentrasi

VI. Pembahasan

Larutan adalah campuran homogen antara zat pelarut dan zat terlarut.

Kelarutan adalah kemampuan suatu zat melarut dalam pelarut tertentu. Larutan

pada umumnya dibagi menjadi tiga yaitu larutan jenuh adalah larutan yang zat

terlarutnya dapat melarut dalam zat pelarutnya dalam konsentrasi yang maksimal.

Larutan lewat jenuh terjadi pada saat zat terlarut sudah melewati batas maksimal

zat pelarut untuk melarutkannya yang biasanya ditandai dengan terbentuknya

endapan. Lautan tak jenuh terjadi saat zat terlarut belum mencapai batas

maksimal zat pelarut untuk melarutkannya.

Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan

kelarutan suatu zat.


Surfaktan yang digunakan pada percobaan ini adalah tween-80 dengan

berbagai konsentrasi yang akan meningkatkan kelarutan asam salisilat. Hubungan

suatu surfaktan mempengaruhi kelarutan asam salisilat yaitu dimana surfaktan

adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat.Oleh

karena surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang

dikenal dengan misel dimana misel ini dapat menaikkan kelarutan asam salisilat

yang sukar larut dalam air. Dengan penambahan surfaktan terdiri dua bagian yaitu

bagian polar dan non polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah,

akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah

bagian air.

Pada praktikum kali ini dilakukan beberapa percobaan yaitu pertama

pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat diawali pencampuran bahan

pelarut Air, Etanol dan Propilenglikol. Pada percobaan ini, Asam Salisilat akan

dilarutkan dalam volume air, etanol dan propilenglikol yang berbeda volume.

Pada percobaan pertama, 15 ml air dan 10 ml propilenglikol dicampurkan

kemudian ditambahkan Asam Salisilat, semua campuran itu dikocok selama dua

jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran telah dikocok secara

mekanik masih berwarna bening, ditambahkan Asam Salisilat terus-menerus.

Dilakukan juga dengan campuran Asam Salisilat dengan air 15 ml, 1,25 ml etanol

dan 8,75 propilenglikol; Asam Salisilat dengan air 15 ml, 2,5 ml etanol dan 7,5

propilenglikol; Asam Salisilat dengan air 15 ml, 3,75 ml etanol dan 6,25

propilenglikol; Asam Salisilat dengan air 15 ml, 5 ml etanol dan 5 ml

propilenglikol; Asam Salisilat dengan air 15 ml, 7,5 ml etanol dan 2,5
propilenglikol; Asam Salisilat dengan air 15 ml, 8,75 ml etanol dan 1,25 ml

propilenglikol; dan terakhir Asam Salisilat dengan air 15 ml, 10 ml etanol dan 0

ml propilenglikol.

Kemudian di titrasi dengan NaoH, masing-masing campuran ditambahkan

dengan 3 tetes indicator phenofthalein sampai terjadi perubahan warna merah

muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna, titrasi sangat penting untuk

diperhatikan, jika tidak, pH dalam larutan tersebut akan berubah dan melampaui

pH yang seharusnya.

Dari hasil kurva perbandingan antara kelarutan Asam salisilat dengan

campuran air, etanol dan propilenglikol didapatkan hasil yang pelarut etanol

mempunyai pengaruh yang signifikan karena semakin banyak konsentrasi etanol

dengan konsentrasi propilenglikol yang rendah dan pelarut air yang konstan atau

tetap maka akan didapatkan kadar yang tinggi pula.

Kedua, Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat dilakukan

dengan pencampuran surfaktan (Tween 80) dengan kosentrasi berbeda-beda

sesuai dengan konsentrasi data pengamatan. Asam Salisilat akan dilarutkan dalam

air dan tween 80. Pada percobaan pertama, 50 ml air dan 0 mg larutan tween

dicampurkan kemudian ditambahkan Asam Salisilat, semua campuran itu dikocok

selama dua jam hingga larutan jenuh dan timbul endapan, jika campuran telah

dikocok secara mekanik masih berwarna bening, ditambahkan Asam Salisilat

terus-menerus. Dilakukan juga dengan campuran Asam Salisilat dengan air 50 ml

dan 5 mg larutan tween; Asam Salisilat dengan air 50 ml dan 25 mg larutan

tween; Asam Salisilat dengan air 50 ml dan 50 mg larutan tween; Asam Salisilat
dengan air 50 ml dan 250 mg larutan tween; Asam Salisat dengan air 50 ml dan

500 mg larutan tween; Asam Salisilat dengan air 50 ml dan 2500 mg larutan

tween; Asam Salisilat dengan air 50 ml dan 5000 mg larutan tween. Kemudian di

titrasi seperti pada percobaan pengaruh pelarut campur.

Berdasarkan kurva, menunjukan bahwa kadar penambahan surfaktan

meningkat, walaupun terdapat kosentrasi yang menurun tapi hal tersebut tidak

signifikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan

yang diberikan maka semakin besar pula kadar asam salisilat yang terdapat pada

larutan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori bahwa surfaktan merupakan

merupakan molekul ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofilik atau suka air dan

gugus lipofilik atau tidak suka air. Sehingga surfaktan memiliki afinitas dengan

pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak). Hal ini menunjukan surfaktan

tersebut telah menurunkan tegangan permukaan pada larutan asam salisilat sampai

pada titik critical micelle concetracion (CMC). Pada titik CMC ini surfaktan

menjadi jenuh.
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengaruh Pelarut Campur

Semakin banyak konsentrasi etanol dan konsentrasi propilenglikol yang

rendah dengan air yang konstan atau tetap maka kadar Asam Salisilat pun

semakin banyak. Begitu pun sebaliknya bila semakin banyak konsentrasi

propilenglikol dan semakin rendah etanol dengan air yang konstan maka semakin

sedikit pula kadar yang didapatkan.

2. Pengaruh Penambahan Surfaktan

Semakin besar konsentrasi surfaktan yang diberikan maka semakin besar

pula kadar asam salisilat. Begitu pun sebaliknya. Jadi, penambahan surfaktan

sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.

V.2 Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum, praktikan harus teliti dalam

penambahan larutan pp dan melakukan titrasi. Dan juga para praktikan

mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan praktikum (alat, bahan

dan atribut) dengan baik dan tidak membuat keributan saat berada di

laboratorium. .
DAFTAR PUSTAKA

Arisanty, dkk, 2018, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika Program Studi D.IV,

Jurusan Farmasi, Poltekkes Kemenkes Makassar

R. Voight., (1994), “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, Edisi Kelima,

Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Ditjen POM., 1979, “Farmakope Indonesia”, edisi III, Jakarta

Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rahman, 2007, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka

Pelajar. Yogyakarta

Jufri, Mahdi, dkk, 2004. Formulasi Gameksan dalam Bentuk

Mikroemulsi,Majalah ilmu kefarmasian.

Sukarjo,1997. ”kimia untuk universitas”. Jakarta: Erlangga

Martin, A., 1990, “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta

Alfed., 1990, “Farmasi Fisika”, UGM Press, Yogyakarta

Sinko, P. 1990. Farmasi Fisika . Buku II, UI Press, Jakarta

Tungadi, Robert. 2009.“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi

Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo


LAMPIRAN

1. Perhitungan Larutan baku NaoH 0,1 N


𝑚𝑔
I. = V. N
𝐵𝐸

208,2
= 17,1. N
204,2

N = 0,0596 N
𝑚𝑔
II. = V. N
𝐵𝐸

213,3
= 18,9. N
204,2

N = 0,0553 N

Rata –rata = 0,05745 N

2. Perhitungan Bobot ekuivalen Asam Salisilat

1 ml NaoH 0,5 N setara dengan 69,06 mg C7H6O3

Mgrek S = Mgrek T
𝑚𝑔
= V. N
𝐵𝐸

68,06
BE = = 138,12
1 .0,5

Jadi, BE = BM

A. Perhitungan kadar Asam Salisilat pada pengaruh pelarut campur terhadap

kelarutan zat.

1. Mg = V. N. BE

Mg = 13. 0,05745. 138,12

= 103,15 mg

= 0,103 gr

2. Mg = V. N. BE
Mg = 13,5. 0,05745. 138,12

= 107,12 mg

= 0,107 gr

3. Mg = V. N. BE

Mg = 13. 0,05745. 138,12

= 103.15 mg

=0,103 gr

4. Mg = V. N. BE

Mg = 14. 0,05745. 138,12

= 111,08 mg

= 0,111 gr

5. Mg = V. N. BE

Mg = 14,5. 0,05745. 138,12

= 115,05 mg

= 0,115 gr

6. Mg = V. N. BE

Mg = 16. 0,05745. 138,12

= 126,95 mg

= 0,127 gr

7. Mg = V. N. BE

Mg = 16,9. 0,05745. 138,12

= 134,10 mg

= 0,134 gr
8. Mg = V. N. BE

Mg = 18. 0,05745. 138,12

= 142,82 mg

= 0,143 gr

B. Perhitungan kadar Asam Salisilat pada pengaruh penambahan surfaktan

terhadap kelarutan zat

1. Mg = V. N. BE

Mg = 2,5. 0,05745. 138,12

= 19,83 mg

= 0,019 gr

2. Mg = V. N. BE

Mg = 2,8. 0,05745. 138,12

= 22,21 mg

= 0,022 gr

3. Mg = V. N. BE

Mg = 2,5. 0,05745. 138,12

= 19,83 mg

= 0,019 gr

4. Mg = V. N. BE

Mg = 2,8. 0,05745. 138,12

= 22,21 mg

= 0,022 gr

5. Mg = V. N. BE
Mg = 4,1. 0,05745. 138,12

= 32,53 mg

= 0,032 gr

6. Mg = V. N. BE

Mg = 9,4. 0,05745. 138,12

= 74,58 mg

= 0,074 gr

7. Mg = V. N. BE

Mg = 11. 0,05745. 138,12

= 87,28 mg

= 0,087 gr

8. Mg = V. N. BE

Mg = 16,3. 0,05745. 138,12

= 129,34 mg

= 0,129 gr

Anda mungkin juga menyukai