Makalah Kelompok 8 RPF B - Krim Retinoid

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 49

Makalah Rancangan dan Pengembangan Formula

MIRACLE CREAM

(ANTI AGING CREAM)

Disusun oleh Kelompok 8 (Senin Siang):

Diyah Santi Eriyani 1306343510

Genita Savitri Ekandari 1306343611

Nur Marsetyo Putro N. N. 1306343990

Satriati Tanjung 1306344210

Yuri Nurdiantami 1306344412

Program Profesi Apoteker

Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia

2013
BAB I
PENDAHULUAN

Selama proses penuaan alami – proses pengkriputan kulit, sel dan zat-zat yang
seperti gel tertentu yang seharusnya berguna untuk memenuhi bagian-bagian
regenerasi kulit akan mengalami kekeringan, yang dapat menyebabkan kulit menjadi
tipis dan kering dan bertahap mengkriput serta kusam. Pertumbuhan sel kulit baru
menjadi lambat, apalagi di usia semakin lanjut, membuat kulit terlihat kusam, dan
kendur. Nutrisi yang diperlukan untuk regenerasi kulit dan perbaikan DNA tidak
dapat bekerja di dalam sel karena bertambahnya usia. Rutinitas sehari-hari juga
membuat tubuh terkena radikal bebas, yang menghambat pertumbuhan sel-sel sehat
dan menguras protein dan lipid.
Setiap orang dipastikan tidak ingin mengalami penuaan dini. Semua orang
ingin terlihat awet muda. Jangankan penuaan dini, banyak orang yang melakukan
beragam cara supaya kondisi fisiknya masih terlihat 20-30 tahun lebih muda
meskipun usia mereka telah menginjak usia senja. Oleh karenya, bisa dikatakan
bahwa penuaan dini, terutama bagi wanita, sangat dibenci dan dihindari. Usia lanjut
ini adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh setiap orang yang dikaruniai
usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Akan tetapi, adanya
keinginan manusia untuk tetap terlihat awet muda menjadikan manusia berupaya
untuk menghambat kejadian penuaan dini.
Pada umumnya, penuaan dini disebabkan oleh adanya dua faktor yakni faktor
internal seperti keturunan, kejiwaan, kesehatan, dan daya tahan. Hal tersebut bisa juga
dipicu oleh adanya perubahan hormonal dan tingkat stres yang dialami seseorang.
Sedangkan untuk faktor yang disebabkan oleh faktor eksternal antara lain meliputi
sinar matahari, radikal bebas, dan kelembaban udara. Proses penuaan ini banyak juga
dipicu oleh berbagai rintangan psikologis, pengaruh social budaya yang tidak
mendukung, gaya hidup yang tidak sehat, dan pola makan.

2
Guna mengatasi penuaan dini ini, telah banyak dikoar-koarkan mengenai anti
aging, dimana sekarang produk anti aging banyak sekali peminatnya di dunia,
khususnya wanita. Anti aging merupakan sebuah nama yang mengkombinasikan
pengetahuan yang ada berdasarkan disiplin perawatan kesehatan yang bervariasi.
sehingga banyak industri kosmetik maupun farmasi menjadikan tantangan bagi dunia
meningkatkan perannya dalam menghasilkan produk dengan formula yang lebih baik,
lebih aman dan mudah digunakan. Ini merupakan peluang bagi dunia farmasi baik
dari segi pasar maupun ilmu pengetahuan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim
Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Farmakope
Indonesia III, 1979). Terdapat dua tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A)
dan tipe air dalam minyak (A/M). Krim tipe M/A adalah suatu krim yang dibuat
dengan mendispersikan komponen minyak ke dalam komponen air, sifatnya mudah
dicuci dengan air, jika digunakan pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan
peningkatan konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong
penyerapannya ke dalam jaringan kulit. Sedangkan tipe A/M merupakan suatu krim
yang dibuat dengan mendispersikan komponen air ke dalam komponen minyak,
sifatnya sukar dicuci dengan air.
Keuntungan sediaan krim yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah
dibersihkan atau dicuci, cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak lengket
terutama tipe m/a, memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe A/M, digunakan
sebagai kosmetik, bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup
beracun. Kekurangan sediaan krim yaitu susah dalam pembuatannya karena
pembuatan krim harus dalam keadaan panas, gampang pecah disebabkan dalam
pembuatan formula tidak pas, mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m
karena terganggu sistem campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan

2.2 Anti Aging


Kulit dan beberapa organ lain akan mengalami penuaan dalam waktu yang
lama. Penuaan dapat didefinisikan secara intrinsik dan ekstrinsik. Penuaan intrinsik
adalah salah satu tanda penuaan kronologis dan terjadi karena paparan sinar matahari
dan tanpa paparan sinar matahari. Penuaan ekstrinsik dipengaruhi oleh paparan dari
pengaruh lingkungan contohnya radiasi sinar UV. Apabila dibandingkan, antara

4
penuaan kronis karena paparan sinar matahari dan penuaan kronis tanpa paparan sinar
matahari memiliki karakteristik yang sama namun pada fotoaging, proses penuaan
berjalan lebih cepat. Proses penuaan terus terjadi bersamaan dengan semakin
bertambahnya usia. Gejalanya dalam kehidupan sehari-hari sangat terasa dan terus
bertambah secara progresif. Faktor-faktor yang memperburuk dan mempercepat
proses penuaan, semakin banyak dan selama ini kurang diperhatikan. Radikal bebas
seperti terpaan sinar matahari langsung, stres dan polusi lingkungan menjadi faktor
penting penuaan pada kulit.Faktor lainnya seperti merokok, minuman beralkohol
ataupun diet yang tidak sehat juga turut mempengaruhi rusaknya kulit. Sebagai
akibatnya, kulit kehilangan keindahan dan mulai menunjukkan ciri-ciri fisik penuaan.
Beberapa gejala kulit yang mengalami penuaan diantaranya yaitu munculnya keriput,
noda hitam, dan kulit menjadi tidak kenyal. Salah satu komponen utama dari kulit
manusia yang mempengaruhi kekuatan dan elastisitas kulit adalah kolagen. Fibroblas
dermis memproduksi molekul prekursor yang disebut prokolagen kemudian diubah
menjadi kolagen. Ada dua regulator penting dari produksi kolagen yaitu transforming
growth factor (TGF)-β dan protein activator (AP-1). Kolagen di kulit mengalami
pergantian dan perbaikan secara terus-menerus dengan TGF-β dan AP-1. TGF-β
merupakan sitokin yang merangsang produksi kolagen sedangkan AP-1 adalah faktor
transkripsi yang menghambat produksi kolagen dan memicu pemecahan kolagen
dengan meningkatkan enzim yang disebut matrix metalloproteinase (MMP) sehingga
dapat menyebabkan penuaan kulit. Penuaan dini pada kulit atau premature skin aging
diakibatkan oleh paparan jangka panjang radiasi ultraviolet dari matahari terutama
UV B yang memiliki potensi 1000 kali lebih kuat dari UV A. Radiasi UV memicu
pembentukan Radical Oxygen Species (ROS) dan menginduksi AP-1 (protein
activator) yang menyebabkan produksi MMP meningkat, sehingga terjadi
peningkatan penghancuran kolagen.

5
Gambar 2.1 Serat kolagen pada kulit muda (A) dan kulit yang mengalami
penuaan (B)

Beberapa tanda-tanda penuaan pada kulit yang perlu diperhatikan adalah


sebagai berikut:
1. Keriput
Keriput ini muncul akibat terpaan sinar matahari dan semakin bertambah parah
jika merokok, terpaan radikal bebas akan merusak DNA pada kulit hingga ke
membran sel. Kolagen dan elastin, protein yang berguna bagi kesehatan dan
keindahan kulit, makin lama makin rusak yang mengakibatkan kulit akan mulai
kendur dan kehilangan elastisitasnya. Faktor keturunan, seperti genetik dan ras,
juga mempengaruhi cepat lambat timbulnya keriput.
2. Noda kehitaman
Noda kehitaman, atau biasa disebut age spot, akan muncul dengan warna yang
lebih gelap dari kulit sekitarnya. Age spot umumnya dijumpai pada manusia yang
sudah berumur di atas 40 tahun yang menghabiskan banyak waktunya dibawah
sinar matahari. Biasanya muncul di daerah lengan, tangan, wajah, dahi, dan bahu
(bagian yang mudah terkena sinar matahari langsung).
3. Tekstur kulit kasar
Hal lain yang menandai kulit mengalami penuaan adalah tekstur kulit yang
menjadi kasar. Kolagen dan elastin akan rusak jika terus-menerus mendapat
terpaan sinar matahari. Kolagen bermanfaat menjaga kekuatan dan elastisitas
kulit, sedangkan elastin akan menjadikan kulit tetap kencang dan fleksibel.

6
Terlalu banyak berada di bawah sinar matahari akan membuat kulit tampak
kering dan kasar.
4. Pori-pori melebar
Pori-pori yang membesar juga dikaitkan sebagai tanda-tanda penuaan pada kulit.
Semakin seseorang bertambah tua, pori-porinya akan semakin besar akibat
penumpukan kulit mati. Pori-pori yang membesar ini dapat diatasi dengan rajin
melakukan perawatan kulit yang mencakup pengangkatan sel-sel kulit mati.

Gambar 2.2 Mekanisme photoaging

Untuk mencegah proses penuaan pada kulit dapat digunakan berbagai senyawa yang
mampu mencegah, menghambat, maupun mengatasi masalah yang terjadi akibat
penuaan kulit seperi antioksidan, antikerut, pencerah kulit, dan lain-lain.

2.3 Retinoid

7
Retinoid, derivat vitamin A sintesis maupun alami yang merupakan molekul
lipofilik dan mudah berpenetrasi ke dalam epidermis. Retinoid merupakan vitamin
alami dan sintetis A derivatif. Bentuk aktif biologisnya yakni asam retinoat dapat
memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam diferensiasi sel dan proliferasi. Asam
retinoat (tretinoin), 13-cis isomer isotretinoin, serta beberapa retinoid sintetik
digunakan untuk tujuan terapeutik. Sedangkan retinaldehid, retinol, dan retinil ester,
karena konversinya menjadi asam retinoat yang terkendali atau kerja biologis
langsung terhadap reseptor-independen, maka dapat digunakan sebagai
kosmeseutikal. Prekursor asam retinoat secara alami dapat membantu dalam
memperbaharui sel-sel epidermis, bertindak sebagai filter UV, mencegah stres
oksidatif, mengendalikan flora bakteri kulit, dan memperbaiki penuaan kulit dan
photoaging. Retinol dan retinil ester tidak menimbulkan iritasi, sedangkan retinil ester
menunjukkan hanya efisiensi klinis sederhana.
Vitamin A dan derivatnya banyak diaplikasikan dalam kosmetik karena
memiliki kemampuan untuk menormalkan keratinisasi (lapisan tanduk) dengan
meregulasi pertumbuhan sel dan diferensiasi sehingga membuat kulit lebih lembut
dan mengurangi kerutan sehingga vitamin A disebut juga skin normalizer atau
rejuvenating agent. Derivat vitamin A yang umum digunakan dalam kosmetik adalah
vitamin A alkohol (retinol), vitamin A ester (retinil palmitat, retinil asetat dan retinil
propionat), vitamin A aldehid (retinal) dan asam retinoat. Derivat vitamin A dapat
dikonversi menjadi bentuk aktif yaitu asam retinoat melalui mekanisme enzimatik
pada kulit. Penggunaan asam retinoat pada kulit secara topikal dapat menyebabkan
iritasi sehingga digunakan derivat vitamin A yang tidak menyebabkan iritasi dan
dapat ditoleransi oleh kulit yaitu umumnya digunakan retinol dan retinil palmitat,
namun karena retinol sifatnya sangat mudah teroksidasi maka lebih digunakan retinil
palmitat yaitu bentuk ester dari vitamin A yang paling stabil diantara derivat lainnya.
Perbedaan sifat dan struktur kimia dari derivat vitamin A menunjukkan kestabilan
kimia masing-masing. Mekanisme konversi derivat vitamin A menjadi bentuk aktif
asam retinoat melalui beberapa mekanisme enzimatis yaitu retinil ester (palmitat)
diubah menjadi retinol dengan aktivitas esterase. Retinol diubah menjadi retinaldehid

8
dengan retinol dehidrogenase, selan jutnya retinaldehid dioksidasi menjadi asam
retinoat oleh retinaldehid oksidase.
Peran retinoid pada pencegahan terjadinya kerusakan kulit adalah
menghambat produksi enzim matrix metalloproteinase (MMP) sehingga mencegah
pemecahan kolagen. Peranan retinoid yang lain adalah sebagai stress oksidatif dan
meregenerasi matriks ekstraseluler. Vitamin A dalam bentuk trans retinoid (tRA) juga
dapat meningkatkan perlindungan kulit terhadap fotoaging. tRA menginduksi TGF-β
pada kulit manusia sehingga menstimulasi produksi dari prokolagen tipe I dan III
dimana prokolagen ini akan diubah menjadi kolagen yang dapat meningkatkan
elastisitas dari kulit.

Gambar 2.3 Mekanisme konversi retinil palmitat menjadi asam retinoat

2.4 Niasinamid

9
Gambar 2.4 Struktur kimia niasinamid

Niasinamid (Vitamin B3) merupakan salah satu prekursor untuk kofaktor


enzim endogen seperti NAD, NADH, dan NADPH yang memiliki aktivitas
antioksidan. Kofaktor ini banyak terlibat dalam reaksi enzimatis di kulit dan
berpotensi mempengaruhi proses-proses yang terjadi pada kulit. Penggunaan
niasinamid secara topikal memiliki efek antara lain :
1. Niasinamid menghambat produksi dari sebum dan secara spesifik mempengaruhi
kandungan trigliserida dan asam lemak. Hal ini dapat memberikan pengaruh
pengecilan ukuran pori-pori kulit sehingga memperbaiki tekstur kulit (salah satu
faktor yang mempengaruhi tekstur kulit adalah ukuran pori-pori kulit)
2. Niasinamid meningkatkan produksi barrier lipids pada epidermis (misalnya
seramid) dan juga lapisan protein sebagai barrier dan prekusornya (keratin,
involucrin, filaggrin) sehingga dapat meningkatkan fungsi barrier kulit yang
ditentukan berdasarkan jumlah molekul air yang hilang pada transepidermal. Sifat
barrier ini juga dapat meningkatkan resistensi kulit terhadap zat-zat perusak
seperti surfaktan dan pelarut, sehingga kulit menjadi tidak mudah iritasi, terhindar
dari inflamasi dan kulit memerah.
3. Inflamasi juga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
penuaan. Sifat barrier dari niasinamid dapat meningkatkan efek anti penuaan
melalui mekanisme anti inflamasi ini melalui penghambatan sitokin.
4. Niasinamid meningkatkan produksi kolagen yang dapat mengurangi keriput pada
kulit.
5. Niasinamid menghambat transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit
sehingga selain memiliki efek anti penuaan niasinamid juga memiliki efek pemutih
dengan mekanisme pencegahan terjadinya hiperpigmentasi.

10
Beberapa studi mengenai niasinamid juga membuktikan bahwa penggunaan
topikal selama 8-12 minggu dapat mengurangi garis halus pada kulit dan keriput.
Namun dalam formulasi niasinamid dapat terhidrolisis menjadi asam nikotinad yang
dapat menyebabkan kemerahan pada kulit. Untuk itu dalam formulasi niasinamid pH
sediaan dipertahankan dalam rentang 5-7.

2.5 α-Tokoferol Asetat

Gambar 2.5 Struktur kimia α-Tokoferol Asetat

Vitamin E biasa disebut sebagai tokoferol. Tokoferol memiliki beberapa


isomer antara lain α, ß, γ, dan ε . Selain itu, tokoferol juga memiliki bentuk ester yang
cukup sering digunakan dalam sediaan kosmetik α-tokoferol asetat. Vitamin E
berperan sebagai antioksidan. Bentuk aktif dari vitamin E adalah tokoferol bebas,
sehingga penggunaan topikal dari bentuk ester vitamin E seperti tokoferol asetat
membutuhkan reaksi enzimatis untuk menghidrolisis sehingga terbentuk tokoferol
dengan aktivitas yang optimal. Vitamin E merupakan golongan vitamin yang larut
dalam lemak sehingga mekanisme kerja dari vitamin E lebih aktif pada lingkungan
dengan kandungan lipid yang banyak contohnya pada membran sel.
Vitamin E pada dosis yang relatif besar cukup efektif menghindari kerusakan
akibat oksidasi pada kulit misalnya mencegah kerusakan akibat UV baik akut maupun
kronis. Pada suatu studi in vivo, penggunaan topikal tokoferol dapat mengurangi 50%
kerusakan pada kulit (secara kasat mata) seperti kerutan pada kulit yang diinduksi
oleh paparan sinar UV. Sehingga tokoferol juga memiliki efek perlindungan oksidasi
kulit dan mencegah penuaan akibat radiasi sinar matahari. Tokoferol dalam sediaan
rentan akan oksidasi sehingga dibutuhkan penambahan antioksidan lain dalam
sediaan untuk mencegah oksidasi dari tokoferol.

11
BAB III
PRAFORMULASI

3.1. Sifat Fisika Kimia Zat Aktif


A. Retinil Palmitat

Gambar 3.1 Struktur Molekul Retinil Palmitat


No.CAS : 79-81-2
Rumus Molekul : C36H60O2
BM : 524,86

12
Fungsi : anti aging (mengurangi jumlah dan kedalaman dari garis
halus dan keriput)
Konsentrasi penggunaan :2%
Alasan pemilihan :
1. Retinoid tidak digunakan karena mengiritasi kulit. Retinil palmitat lebih tidak
mengiritasi kulit dibandingkan retinol, retinil asetat, dan asam trans retinoat.
2. Stabil terhadap degradasi dibandingkan retinoid dan derivat lainnya
Pemerian : Padatan kuning seperti lemak atau cairan berminyak berwarna kuning.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat larut di dalam alkohol
terdehidrasi, bercampur dengan pelarut organik
pH : 5-6
Nilai HLB butuh :6
Kestabilan : Mudah teroksidasi oleh udara, suhu tinggi dan cahaya.
Oksidasi dapat dikatalisis oleh logam. Disimpan dalam
wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya.
Inkompatibilitas : agen pengoksidasi dan asam kuat.
B. Alpha Tokoferol Asetat

Gambar 3.2 Struktur Molekul (+)-α-Tokoferol Asetat

No.CAS : 58-95-7
Rumus Molekul : C31H52O3
BM : 472,74
Fungsi : antioksidan
Konsentrasi penggunaan :2%

13
Alasan pemilihan : Ester dari tokoferol lebih stabil terhadap oksidasi
dibandingkan tokoferol bebas
Pemerian : Minyak kental yang jernih, kuning atau berwarna
kuning-kehijauan, biasanya tidak berbau. Dapat
memadat pada suhu rendah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air namun bercampur dengan
minyak nabati.
Nilai HLB butuh :6
Kestabilan : Stabil pada udara dan cahaya namun tidak stabil pada
basa.
Inkompatibilitas : a-tokoferol inkompatibel dengan peroksida dan ion
logam, khusunya besi, tembaga, dan perak.

C. Niasinamid

Gambar 3.3. Struktur Molekul Niasinamid

No.CAS : 98-92-0
Rumus Molekul : C6H6N2O
BM : 122,13
Fungsi : anti kerut dan pencerah kulit
Konsentrasi penggunaan :2%
Alasan Pemilihan :
1. Meningkatkan produksi epidermis.

14
2. Anti-inflamasi dan menghambat pembentukan sebum dimana efek ini ternyata
berkontribusi sebagai anti-aging.
3. Meningkatkan produksi kolagen yang berkontribusi dengan mengurangi
kerutan pada kulit
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, tidak berwarna atau putih;
berbau lemah dan khas
Kelarutan : Larut dalam air
pH : 6-7,5
Kestabilan : Stabil terhadap cahaya, kelembaban, ataupun agen
pengoksidasi. Stabil dalam suhu ruang
Inkompatibilitas : Asam dan basa (terhidrolisis)

3.2. Identifikasi Permasalahan Zat Aktif

Masalah Solusi

Vitamin A umumnya sangat mudah Penggunaan vitamin A yang paling stabil


teroksidasi, bahkan oleh paparan udara (Retinil palmitat)

Sifat kimia Retinoid

Nama Retinoid Rumus Kimia BM Stabilitas Kimia

Vitamin A (Retinol) C19H29COH 286,44 Sangat Oksidatif

Vitamin A2 (Retinol A2) C19H27COH 284,42 Sangat oksidatif

Vitamin A aldehid (Retinal) C19H27CHO 284,42 Oksidatif

Vitamin A asam (Asam Retinoat) C19H27COOH 300,42 Sedikit oksidatif

Vitamin A asetat (Retinil asetat) C19H29COOCCH3 328,50 Stabil

Vitamin A propionat (Retinil C19H29COOCC2H5 342,52 Stabil

15
propionat)

Vitamin A palmitat (Retinil C19H29COOCC17H31 524,88 Paling stabil


palmitat)

Tempat kerja dari vitamin A adalah pada Penambahan zat peningkat penetrasi
lapisan dermis

Bentuk retinil palmitat memiliki efektifitas Penambahan senyawa lain yang dapat
tidak sebaik bentuk asamnya. bekerja sinergis

3.3. Identifikasi Permasalahan Sediaan Krim

Masalah Solusi

Krim mengandung sejumlah besar air,


Masalah Penambahan pengawet
Solusiyang sesuai
yang memungkinkan tingginya (DMDM hidantoin)
Krim dapat terbentuk apabila fase air dan Zat aktif ditambahkan terakhir,
pertumbuhan bakteri dan jamur
fase minyak dipanaskan pada temperatur dengan temperatur yang diturunkan
Fase minyak
tertentu umumnya
kemudian mudah
dicampur (temperatur Penggunaan antioksidan yang larut
terlebih dahulu.
dijaga), namun zat aktif mudah teroksidasi minyak à melindungi fase minyak
teroksidasi

Kenyamanan
dengan penggunaan krim
pemanasan Dibuat sebagai krim O/W

Kemungkinan kontaminasi logam (dari Penambahan senyawa pengkelat


alat) yang merusak konsistensi krim

3.4. Identifikasi Permasalahan dalam Proses Pembuatan

16
3.4. Sifat Fisiko Kimia Bahan Tambahan
A. Xanthan Gum

Gambar 3.4. Struktur Molekul Xanthan Gum

No.CAS : 11138-66-2
Fungsi : Thickening agent, stabilizing agent
Konsentrasi penggunaan : 0,5 %
Alasan pemilihan :
1. digunakan secara luas dalam sediaan oral maupun topikal
2. Nontoksik dan kompatibel dengan banyak bahan farmasetik lain

Pemerian : Serbuk halus berwarna putih atau krem, tidak berbau dan
mudah mengalir.
Kelarutan : Larut di air dingin atau hangat.
pH : Stabil pada range pH yang luas yaitu 3- 12, namun
menunjukkan kestabilan maksimum pada pH 4-10.
Kestabilan : Stabil pada suhu 10-60oC
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan surfaktan kationik dan polimer
dapat menyebabkan terjadinya pengendapan

B. Helianthus Annuus (Sunflower) Seed Oil

17
No.CAS : 8001-21-6
Fungsi : Emolien
Konsentrasi penggunaan : 2%
Alasan pemilihan : Merupakan minyak tumbuhan yang biasa digunakan
sebagai emolien, tidak mengiritasi kulit, dan bukan
merupakan bahan toksik.
Pemerian : Cairan minyak jernih berwarna kuning terang
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air.
Titik didih : 40-60oC
Nilai HLB butuh :7
Kestabilan : Harus disimpan dalam tempat kedap udara dan
terlindung dari cahaya. Stabilitas dapat ditingkatkan
dengan penambahan antioksidan seperti BHT.
Inkompatibilitas : stabilitas oksidatif menurun dengan adanya oksida besi
dan seng oksida.

C. Butil Hidroksi Toluen (BHT)

Gambar 3.5. Struktur Molekul BHT

No.CAS : 128-37-0
Rumus Molekul : C15H24O
BM : 220,35
Fungsi : Antioksidan
Penggunaan umum : 0,0075-0,1% untuk sediaan topikal
Konsentrasi penggunaan : 0,1 %

18
Alasan pemilihan : Merupakan antioksidan larut lemak yang lebih bereaksi
dengan oksigen sehingga melindungi komponen
minyak zat aktif dari oksidasi dan bau tengik
Pemerian : Serbuk atau kristal padat berwarna putih hingga kuning
pucat dengan bau khas fenolat lemah.
Kelarutan : Larut dalam minyak mineral.
Titik leleh : 70oC
Kestabilan : Bila terpapar pada cahaya, lembab, dan panas, dapat
menyebabkan diskolorasi dan hilangnya aktivitas.
Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan
permanganat dapat menyebabkan pembakaran spontan.
Garam-garam besi dapat menyebabkan diskolorasi dan
hilangnya aktivitas. Pemanasan dengan sejumlah katalis
asam menyebabkan dekomposisi dengan keluarnya gas
isobutene yang mudah terbakar.
Keamanan : BHT tergolong tidak iritan dan tidak menyebabkan
sensitisasi pada kadar sebagai antioksidan.

D. Disodium Edetate (Na2EDTA)

Gambar 3.6. Struktur


Molekul Na2EDTA

No.CAS : 139-33-3
Rumus Molekul : C10H14N2Na2O8
BM : 336,2
Fungsi : Agen pengkhelat
Penggunaan umum : 0,005-0,1% w/v

19
Konsentrasi penggunaan : 0,1%
Alasan pemilihan : Disodium edetat dapat membentuk kompleks larut air
yang stabil dengan ion alkali tanah dan logam berat.
Pemerian : Serbuk krsitalin berwarna putih tidak berbau dengan rasa
yang sedikit asam.
Kelarutan : Larut dalam air (1:11)
pH : 4,3 – 4,7 (larutan 1% dalam air bebas karbondioksida)
Kestabilan : Bersifat higroskopis dan tidak stabil ketika terpapar
dengan kelembapan. Sebaiknya disimpan dalam wadah
tertutup rapat dan di tempat yang sejuk.
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat, basa kuat,
ion logam, dan campuran logam.

E. DMDM Hidantoin

Gambar 3.7. Struktur Molekul DMDM Hidantoin


No.CAS : 6440-58-0
Rumus Molekul : C7H12N2O4
Berat Molekul : 188,18
Fungsi : Pengawet antimikroba
Penggunaan Umum : Maksimal penggunaan 0,6%
Konsentrasi penggunaan : 0,4%
Alasan pemilihan :

20
1. Merupakan salah satu jenis pengawet antimikroba yang diperbolehkan
digunakan oleh BPOM di bawah batas maksimumnya.
2. Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh jenis surfaktan.
Pemerian : Cairan tidak berwarna dan hampir tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam air
pH : 6,5 – 7,5
Titik didih : 96oC
Kestabilan : Secara kimia stabil. Simpan ruangan hangat dan jangan
disimpan dibawah suhu 60o F untuk mencegah
kristalisasi. Simpan dalam wadah tertutup dan lindungi
dari pembekuan.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat.

F. Propilen Glikol

Gambar 3.8. Struktur Molekul Propilen Glikol

No.CAS : 57-55-6
Rumus Molekul : C3H8O2
Berat Molekul : 76,09
Fungsi : Humektan, enhancer
Penggunaan Umum : 5 - 80% (pelarut, kosolven, humektan)
Konsentrasi Penggunaan : 5%
Alasan pemilihan :
1. Membantu kelarutan bahan-bahan yang tidak larut dalam air
2. Menjaga kelembaban kulit, memudahkan zat untuk berpenetrasi ke dalam
kulit.

21
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
agak manis, higroskopik.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, tidak dapat campur dengan
minyak lemak
Inkompatibilitas : Dengan zat pengoksidasi seperti kalium permanganate

G. Siklopentasiloksan

Gambar 3.9. Struktur Molekul Siklopentasiloksan

No.CAS : 541-02-6
Rumus Molekul : C10H30O5Si5
Berat Molekul : 370,77
Fungsi : Emolien
Penggunaan Umum : 5-100%
Konsentrasi penggunaan : 5%

Alasan pemilihan :
1. Merupakan bahan yang dapat menyebar dengan sangat baik, tidak
meninggalkan residu dan memberikan rasa nyaman dan lembut di kulit.
2. Merupakan bahan yang non toksik dan non iritan
Pemerian : Cairan jernih hampir tidak berbau.
Kelarutan : Sukar larut dalam air
Nilai HLB butuh : 7,5

22
Kestabilan : Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat
sejuk, kering, dan jauhkan dari api.

H. Dimetikon

Gambar 3.10. Struktur Molekul Dimetikon


No.CAS : 9006-65-9
Fungsi : Oklusif, emolien, agen anti busa
Penggunaan Umum : 0,5-5,0%
Konsentrasi penggunaan : 5%
Alasan pemilihan :
1. Merupakan oklusif moisturizer yang menghasilkan sediaan yang tidak
lengket, dan tidak menimbulkan kesan berminyak pada kulit sehingga dapat
meningkatkan rasa nyaman pada kulit.
2. Merupakan bahan yang non toksik dan non iritan.
Pemerian : Larutan jernih tidak berwarna; tidak berbau.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, larut dalam minyak mineral dan
isopropil miristat.
Nilai HLB butuh :5
Kestabilan : Dimetikon harus disimpan dalam wadah yang tertutup
dan di tempat kering. Stabil terhadap panas namun
dipengaruhi oleh asam kuat.

I. Isopropil Miristat

23
Gambar 3.11. Struktur Molekul Isopropil Miristat

No.CAS : 110-27-0
Rumus Molekul : C17H34O2
Berat Molekul : 270,5
Fungsi : Enhancer, emolien
Penggunaan Umum : 1,0 – 10,0 %
Konsentrasi penggunaan : 4%
Alasan pemilihan :
1. Isopropil miristat merupakan emolien yang tidak lengket dan dapat langsung
terabsorbsi ke kulit.
2. Bahan yang tidak toksik dan tidak mengiritasi.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam lemak, minyak; serta tidak larut dalam air,
gliserin, glikol.
Nilai HLB butuh : 11,5
Kestabilan : Isopropil miristat stabil terhadap oksidasi dan hidrolisis
dan tidak menjadi tengik

J. Setil Alkohol

Gambar 3.12. Struktur Molekul Setil Alkohol

24
No.CAS : 36653-82-4
Rumus Molekul : C16H34O
Berat Molekul : 242,44
Fungsi : Peningkat viskositas
Penggunaan Umum : 2-10% sebagai peningkat viskositas
Konsentrasi penggunaan : 5%
Alasan pemilihan :
1. Banyak digunakan pada sediaan kosmetik seperti lotion dan krim.
2. Dapat meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan
konsistensi dari krim dan lotion.
3. Setil alkohol memiliki sifat sebagai emolien, penyerap air dan penahan air
pada bagian epidermis sehingga menghaluskan kulit.

Pemerian : Lilin berwarna putih, baunya khas.


Titik Lebur : 45-52oC
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air. Bercampur ketika mencair
dengan lemak, parafin cair dan padat, serta dengan
isopropil miristat.
Nilai HLB butuh : 15,5
Kestabilan : Stabil terhadap asam, basa, cahaya, dan udara; tidak
menjadi tengik. Harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat dan di tempat kering.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat.

K. Sorbitan Monostearat 80 (Span 80)

25
Gambar 3.13. Struktur Molekul
No.CAS : 1338-41-6
Rumus Molekul : C24H46O6
Berat Molekul : 431
Fungsi : Agen pengemulsi
Penggunaan Umum : 1,0 -10,0 %
Konsentrasi penggunaan : 2,22%
Alasan pemilihan :
1. Sorbitan ester banyak digunakan dalam formulasi kosmetik sebagai
surfaktan nonionik yang bersifat lipofilik.
2. Tergolong sebagai bahan yang tidak toksik dan tidak menimbulkan
iritasi.
Pemerian : Cairan kental kekuningan
Kelarutan : Mudah larut dan terdispersi dalam minyak; tidak larut
dalam air namun terdispersi dalam air.
Nilai HLB : 4,3
Kestabilan : Stabil dalam asam atau basa lemah. Disimpan dalam
wadah tertutup, di tempat sejuk dan kering.

L. Polisorbat 80 (Tween 80)

Gambar 3.14. Struktur


Molekul Polisorbat 80
(Tween 80)
Keterangan : w+x+y+z
= 20; R= asam lemak

26
No.CAS : 9005-65-6
Rumus Molekul : C64H124O26
Berat Molekul : 1310
Fungsi : Agen pengemulsi
Penggunaan Umum : 1,0 – 10,0 %
Konsentrasi penggunaan : 2,78%
Alasan Pemilihan :
1. Polisorbat banyak digunakan secara luas pada produk kosmetik sebagai agen
pengemulsi.
2. Polisorbat tergolong sebagai bahan yang tidak toksik dan tidak iritan.
Pemerian : Cairan berwarna kuning memiliki bau yang khas serta
hangat. Rasanya pahit.
Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam minyak mineral dan
minyak sayur.
Nilai HLB : 15
Kestabilan : Stabil terhadap elektrolit dan asam serta basa lemah,
terjadi saponifikasi ketika bersama asam dan basa kuat.

M. Pewangi Rose

Fungsi : Pewangi
Konsentrasi penggunaan : 0,05%
Alasan pemilihan :
1. Digunakan untuk menutupi bau sediaan krim yang menimbulkan
ketidaknyamanan.
2. Digunakan sebagai pemberi aroma segar dan tidak menusuk yang
menimbulkan kenyamanan pada penggunaan oleh konsumen.
3. Memberikan nilai estetika untuk meningkatkan nilai produk dan daya beli
konsumen.

27
4. Digunakan untuk menyelaraskan antara bau dan warna sediaan yaitu warna
merah muda yang melambangkan feminitas.
Pemerian : Cairan jernih dengan bau mawar
Kelarutan : Tidak larut air, larut minyak.
Kestabilan : Stabil dalam kondisi normal dan tidak menimbulkan
polimerisasi yang berbahaya. Jauhkan dari panas, api,
dan simpan dalam wadah yang sejuk, kering, dan pada
area yang berventilasi baik.
Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi kuat.

N. Acid Red 33 (Cl 17200)

Gambar 3.15. Struktur Molekul Acid Red 33

No. CAS : 3567-66-6


Struktur Kimia : C16H11N3Na2O7S2
Nama Kimia : Disodium 5-amino-4-hydroxy-3-(phenylazo)-
naphthalene-2,7-disulphonate
Berat Molekul : 467
Fungsi : Pewarna
Penggunaan Umum : Maksimal penggunaan yang diperbolehkan 0,5 %
Konsentrasi penggunaan : 0,05%
Alasan pemilihan :
1. Merupakan pewarna kosmetik yang diperbolehkan oleh Europan Commission.
2. Digunakan untuk menutupi warna sediaan krim yang menimbulkan
ketidaknyamanan.

28
3. Memberikan nilai estetika untuk meningkatkan nilai produk dan daya beli
konsumen.
4. Digunakan untuk menyelaraskan antara bau dan warna sediaan yaitu warna
merah muda yang melambangkan feminitas.
Pemerian : Serbuk berwarna merah gelap
Kelarutan : Larut dalam air (lebih besar dari 2,5%)
Kestabilan : Stabil dalam kondisi normal dan simpan dalam wadah
yang tertutup rapat dan pada area yang berventilasi baik,
sejuk, kering.

O. Air Murni

Gambar 3.16. Struktur Molekul Air


No. CAS : 7732-18-5
Struktur Kimia : H2O
Berat Molekul : 18,02
Fungsi : Pelarut
Alasan pemilihan : Sebagai pelarut fasa air
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau
pH : 5,0 – 7,0
Kestabilan : Simpan dalam wadah yang tertutup rapat.

29
30
BAB IV
FORMULASI

4.1 Kriteria Bentuk Sediaan Yang Diinginkan


1. Pemerian : krim berwarna pink muda, dengan aroma mawar
2. pH : 4,5-6,5 (5,5)
3. Viskositas : 30.000 cps
4. Tipe Krim : O/W
5. Krim stabil secara fisika, kimia dan biologi

4.2 Formula Krim Antiaging Vit.A % (b/b)


R/ Retinil Palmitat 2%
α-Tokoferol asetat 2%
Niasinamid 2%
Sun Flower Seed Oil 2%
Siklopentasiloksan 5%
Dimetikon 5%
Setil alcohol 5%
Isopropil Miristat 4%
Span 80 2,78%
BHT 0,1%
Propilen Glikol 5%
Tween 80 2,22%
Xanthan gum 0,5%
Na2EDTA 0,1%
DMDM Hydantoin 0,4%
Fragrance 0,05%
Colouring (Acid Red 33) 0,05%
Air ad 100%

31
4.3 Perhitungan Bahan
4.3.1 Zat Aktif
Bahan Per unit pot 1 bets (1000 pot)
Retinil Palmitat 2/100 x 50 g = 1,0 g 1,0 x 1000 = 1000 g
α-Tokoferol asetat 2/100 x 50 g = 1,0 g 1,0 x 1000 = 1000 g
Niasinamid 2/100 x 50 g = 1,0 g 1,5 x 1000 = 1000 g

4.3.2 Bahan Tambahan


Bahan Per unit pot 1 bets (1000 pot)

Sun Flower Seed Oil 2/100 x 50 g = 1,0 g 1,0 x 1000 = 1000 g


Siklopentasiloksan 5/100 x 50 g = 2,5 g 2,5 x 1000 = 250 g
Dimetikon 5/100 x 50 g = 2,5 g 2,5 x 1000 = 250 g
Setil alkohol 5/100 x 50 g = 2,5 g 2,5 x 1000 = 2500 g
Isopropil miristat 4/100 x 50 g = 2,0 g 2,0 x 1000 = 2000 g
Span 80 2,78/100 x 50 g = 1,39 g 1,39 x 1000 = 1390 g
BHT 0,1/100 x 50 g = 0,05 g 0,05 x 1000 = 50 g
Propilen Glikol 5/100 x 50 g = 2,5 g 2,5 x 1000 = 250 g
Tween 80 2,22/100 x 50 g = 1,11 g 1,11 x 1000 = 1110 g
Xanthan gum 0,5/100 x 50 g = 0,25 g 0,25 x 1000 = 250 g
Na2EDTA 0,1/100 x 50 g = 0,05 g 0,05 x 1000 = 50 g
DMDM Hydantoin 0,4/100 x 50 g = 0,2 g 0,18 x 1000 = 180 g
Fragrance 0,05/100 x 50 g = 0,025 g 0,025 x 1000 = 25 g
Colouring (Acid Red 33) 0,05/100 x 50 g = 0,025 g 0,025 x 1000 = 25 g
Air 61,8/100 x 50 g = 30,9 mL 30,9 x 1000 = 30,90 L

32
4.3.3 Perhitungan HLB
Bahan Konsentrasi HLB Butuh HLB Butuh dalam
Formula
Retinil palmitat 2% 6 2/26 x 6 = 0,46
Isopropil miristat 5% 11,5 5/26 x 6 = 2,21
Setil alcohol 5% 15,5 5/26 x 15,5 = 2,98
Sunflower Seed Oil 2% 7 2/26 x 7 = 0,54
α-tokoferol asetat 2% 6 2/26 x 6 = 0,46
Dimetikon 5% 5 5/26 x 5 = 0,96
Siklopentasiloksan 5% 7,5 5/26 x 7,5 = 1,44
TOTAL HLB butuh 9,05

Tween 80 à 15 4,75

9,05

Span 80 à 4,3 5,9


5
Total à 10,7

Konsentrasi emulgator à 5%
 Tween 80 = 4,75/10,7 x 5% = 2,22 %
 Span 80 = 5,95/10,7 x 5% = 2,78 %

4.4 Prosedur Pembuatan

1. Peralatan dan ruangan produksi disiapkan, pastikan peralatan dan


ruangan produksi sudah dibersihkan terlebih dahulu, lakukan Pre

33
Process Control terhadap bahan-bahan, ruangan, dan peralatan yang
digunakan.
2. Bahan-bahan yang diperlukan dalam formulasi disiapkan, bahan-
bahan tersebut ditimbang sesuai perhitungan.
3. Na2EDTA dan DMDM Hydantoin dilarutkan dalam aquadest hingga larut,
kemudian dimasukkan ke dalam fase A.
Fase A (fase air) yang berisi xanthan gum, propilen glikol, dan tween
80, pelan-pelan dimasukkan ke dalam aquadest dan dipanaskan pada
o
suhu 75 C, lalu kemudian diaduk homogen.
4. Fase B (fase minyak) yang berisi setil alkohol, span 80, dimetikon,
isopropil miristat, dan 1/2 bagian siklopentasiloksan dipanaskan pada suhu
o
75 C hingga semua bahan melebur, kemudian ditambahkan sun flower
seed oil lalu dihomogenkan.
5. Fase B (fase minyak) yang dalam keadaan panas dicampurkan ke dalam
fase A (fase air). Kemudian dihomogenkan dengan homogenizer pada
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit hingga terbentuk korpus emulsi,
6. BHT (dilarutkan dalam sisa siklopentasiloksan), retinyl palmitat,
α-tokoferol asetat lalu ditambahkan sedikit-sedikit ke dalam basis krim,
sebelum krim benar-benar dingin (suhu krim sekitar ± 60oC),
homogenkan.
7. Niasinamid dilarutkan dalam sebagian aquadest, lalu dimasukkan ke
krim, ditambahkan coloring agent Acid Red 33 (CI 17200) yang telah
dilarutkan dalam aquadest sedikit demi sedikit, sambil terus
dihomogenkan (suhu krim sekitar ± 45 oC).
8. Ditambahkan fragrance dalam krim.
9. Campuran ini dihomogenkan dengan triple roller mill hingga seragam,
lalu masa krim dibiarkan mendingin sampai suhu kamar lalu dilakukan
uji IPC (In Process Control).
10. Krim yang telah memenuhi persyaratan IPC, dimasukkan ke pot,
ditutup, disegel dan diberi label.
11. Pot dimasukkan kedalam wadah sekunder lalu uji PPC (Post Process
Control).

34
Gambar 4.1 Triple roller mill

BAB V
EVALUASI

5.1 Evaluasi Fisik


1. Pengamatan Organoleptis

35
a. Evaluasi penampilan umum suatu sediaan krim meliputi pengamatan pada
perubahan atau pemisahan fase, perubahan warna, atau timbulnya bau.
b. Kriteria: krim stabil dengan tidak adanya pemisahan fase, perubahan warna dan
timbulnya bau.

2. Homogenitas
a. Prosedur: Krim diletakan di antara dua kaca objek lalu diperhatikan adanya
partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan di bawah cahaya.
b. Kriteria: Krim homogenya dan tidak terdapat partikel-partikel kasar.

3. Viskositas dan Rheologi

Gambar 5.1 Viskometer Brookfield

a. Prinsip: Mengukur viskositas krim pada rpm yang berbeda, sifat aliran
diketahui dengan membuat kurva antara rpm dengan usaha yang dibutuhkan
untuk memutar spindel. Usaha dihitung dengan mengalikan angka pada skala
dengan faktor pada setiap rpm.
b. Prosedur: Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer
Brookfield. Formulasi disimpan dalam wadah, lalu spindel diturunkan ke
dalam sediaan hingga batas yang ditentukan, kecepatan diatur mulai dari 1; 2;
2,5; 5; 10; dan 20 rpm, lalu dibalik dari 20; 10; 5; 2,5; 2; dan 1 rpm.
Dari masing-masing pengukurandengan perbedaan rpm dibaca skalanya
ketika jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositasnya (η) dihitung
dalam centipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian dial reading dengan

36
factor koreksi khusus untuk masing-masing kecepatan spindle.
c. Kriteria: krim dengan viskositas sedangyaitu 30.000 cps.

4. Konsistensi
a. Prinsip: Pengujian ini bertujuan untuk menentukan konsistensi pada sediaan
krim.Untuk mengukur konsistensi digunakan penetrometer, yang merupakan
viscometer satu titik. Penetrasi dinyatakan dalam satuan sepersepuluh mm yang
merupakan ukuran kedalaman kerucut atau jarum standar menembus tegak
lurus sampel dalam waktu dan temperature tertentu. Pengukuran dilakukan pada
temperatur kamar selama 5 detik.
b. Prosedur: Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam wadah khusus dan
diletakkan pada meja penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut
menyentuh bayang permukaan krim yang dapat diperjelas dengan
menghidupkan lampu. Batang pendorong dilepas dengan mendorong tombol
start. Angka penetrasi dibaca lima detik setelah kerucut menembus sediaan.
Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer akan diperoleh yield value.
c. Parameter: Sediaan yang baik memiliki yield value 100–1000 dyne/cm2.
Semakin tinggi yield value, maka semakin sulit suatu sediaan
menyebar. Sebaliknya, semakin rendah yield value, maka semakin mudah
menyebar (Zats dan Kushla,1996).

Untuk mencari nilai yield value digunakan rumus:

2
So = Yield value (dyne/cm )
m = Massa kerucut (g)
g = Gravitasi
p = Dalamnyapenetrasi (mm)
n = Konstanta,yaitu 2
2
k1=cos α cos α =0,14281

37
Gambar 5.2 Alat Penetrometer
2
d. Kriteria: krim dengan yield value 500 dyne/cm .

5. Diameter Globul Rata-rata dan Distribusi Ukuran Partikel


a. Prinsip: Diameter globul rata-rata dan distribusi ukuran partikel diukur
dengan menggunakan mikroskop optik yang dilengkapi dengan lensa okuler
dan micrometer yang telah dikalibrasi.
b. Prosedur: Krim diletakkan pada kaca objek dan ditutup dengan gelas penutup.
Kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 400
kali, gambar yang diamati difoto dan diukur diameter globul dan distribusi
ukuran partikelnya kemudian diameter globul rata-rata dihitung dengan
menggunakan rumus Edmundson.

Keterangan :
n =banyaknya partikel dalam kisaran ukuran
d = satu dari garis tengah ekivalen
p = indeks aritmatik =1
f = indeks frekuensi
c. Parameter: diameter globul rata-rata adalah 0,1–10 µm karena krim
merupakan emulsi keruh. Ukuran globul dari suatu emulsi dipengaruhi oleh
jumlah dan efisiensi emulgator, pencampuran dan pengadukan.
d. Kriteria: 0,9 µm

6. pH

38
a. Prinsip: Untuk mengetahui pH sediaan sesuai dengan pH yang diinginkan. pH
diukur dengan menggunakan pH meter yang dikalibrasi dengan dapar standar
pH 4 dan pH 7 serta dilakukan pada suhu ruang.
b. Prosedur :
i. Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam
ii. Kalibrasi pH meter dengan dapar standar pH 4 dan pH 7
iii. Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan
sedikit larutan uji.Pengukuran pH dilakukan pada suhu ruang lalu baca nilai
pH yang muncul pada layar pH meter
iv. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan pengenceran larutan uji
c. Kriteria : pH sesuai dengan pH kulit (4,5-6,5) yaitu dengan range 5-6. Krim
memiliki pH 5,5.

Gambar 5.3 Alat pH-meter


7. Penentuan Tipe Emulsi
a. Tujuan: Untuk mengetahui tipe sediaan krim yang dibuat sesuai tipe sediaan
krim yang diinginkan.
b. Prosedur:
i. Uji kelarutan zat warna
Sedikit zat warna larut air Acid Red 33 diteteskan pada permukaan emulsi.
Jika zat warna terlarut dan berdifusi homogeny pada fase eksternal yang
berupa air, maka tipe emulsi adalah m/a. Jika zat warna tampak sebagai
tetesan di fase internal, maka tipe emulsi adalah a/m. Hal yang terjadi
adalah sebaliknya digunakan zat warna larut minyak, misalnya Sudan III.
ii. Uji Pengenceran
Uji ini dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika emulsi
tercampur baik dengan air, tanpa memperlihatkan ketidakcampuran, maka

39
tipe emulsi adalah m/a. Hal ini dapat dilakukan dengan mikroskop untuk
memberikan visualisasi yang baik tentang adanya ketidakcampuran.
Kriteria: Tipe emulsi m/a

8. Uji Stabilitas Fisik


a. Penyimpanan pada suhu kamar
Sampel krim disimpan dalam suhu kamar 27 ± 2 °C selama 6 bulan.
Kemudian dilakukan pengamatan organoleptis, pemeriksaan homogenitas,
pengukuran pH dan diameter globul rata-rata setiap satu bulan sekali.
b. Penyimpanan pada suhu rendah
Sampel krim disimpan pada suhu 4 ± 2 °C selama 6 bulan, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis. Pemeriksaan homogenitas, pengukuran
pH dan diameter rglobul rata-rata setiap satu bulan sekali.
c. Penyimpanan pada suhu tinggi
Sampel krim disimpan pada suhu 40 ± 2 °C selama 6 bulan, kemudian
dilakukan pengamatan organoleptis. Pemeriksaan homogenitas, pengukuran
pH dan diameter globul rata-rata setiap satu bulan sekali.
d. Cycling test
Sampel krim disimpan pada suhu 4 ± 2 °C selama 24 jam lalu dipindahkan ke
dalam oven bersuhu 40 ± 2 °C selama 24 jam tahapan ini dinamakan satu
siklus. Uji dilakukan sebanyak 6 siklus, kemudian perubahan fisik yang
terjadi diamati.
e. Uji sentrifugasi (mekanik)
i. Tujuan: Mengetahui apakah sediaan krim yang dibuat stabil secara
mekanik atau tidak.
ii. Prosedur: Sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
dimasukkan kedalam sentrifugator pada kecepatan 3750 rpm selama 5
jam. Perlakuan tersebut sama dengan perlakuan adanya gaya gravitasi
selama satu tahun. Kemudian diamati apakah terjadi pemisahan fase
atau tidak.
f. Kriteria: Tidak terjadi pemisahan antara fase air dan faseminyak

5.2. Evaluasi Kimia


Penetapan Kandungan Zat Aktif
1. Retinil Palmitat (USP30-NF25)
Metode analisis secara KCKT dengan kondisi analisa sebagai berikut:
 Fase gerak : n-heksan

40
 Volume injeksi : 40µL
 Detektor: UV/Vis pada 325 nm
 Kolom : 4,6 mm x 15 cm L8
 Laju alir : 1 mL/menit
 Waktu retensi : 3,5 menit
2. Vitamin E (USP30-NF25)
Metode analisis secara KCKT dengan kondisi analisa sebagai berikut:
 Fase gerak : metanol
 Laju alir : 1 mL/min
 Volume injeksi : 20 μl
 Detektor : UV (Shimadzu SPD-6AV) pada 294 nm
 Waktu retensi : 5 menit
3. Niasinamida (Depkes RI,1995)
Metode analisis secara KCKT (fase terbalik) dengan kondisi analisa sebagai
berikut:
 Fase gerak :40% (v/v) metanol dalam larutan dapar fosfat 0,020 M pada
pH 5,5
 Kolom : Hypersil Fluophase PFP
 Detektor: UV/Vis pada 254 nm
 Laju alir : 1 mL/menit
 Waktu retensi : 2,33 menit

5.3. Evaluasi Biologi


Uji Efektifitas Pengawet Antimikroba (Depkes RI, 1995)
a. Prosedur: Pindahkan 20ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung
bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan steril. Inokulasi masing-masing
wadah atau tabung dengan salah satu suspense mikroba baku, menggunakan
perbandingan 0,10 ml inokula setara dengan 20 ml sediaan, dan campur.
Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa
hingga jumlah mikroba di dalam sediaan uji segera setelah inokulasi adalah
antara 100.00 dan 1.000.000 per ml. Tetapkan jumlah mikroba via bel di
dalam tiap suspense inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan
yang diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah
diinokulasi pada suhu 20o sampai 25o . Amati wadah atau tabung pada hari
ke-7, ke-14, ke-21 dan ke-28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang
terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut
dengan metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba

41
pada awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap mikroba
selama pengujian.
b. Penafsiran hasil: Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang
diuji, jika:
i. Jumlah bakteri via bel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih
dari 0,1% dari jumlah awal.
ii. Jumlah kapang dan khamir via bel selama 14 hari pertama adalah
tetap atau kurang dari jumlah awal.
iii. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada i dan ii.

5.4. Evaluasi Wadah dan Kemasan


Kemasan yang digunakan pada produk ini adalah kemasan kaca dari soda glass.
Karena kemasan bertujuan untuk melindungi isi dari cahaya, maka digunakan
uji transmisi cahaya sesuai yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV
halaman 1090.
1. Transmisi Cahaya
Alat:
Gunakan spektrofotometer dengan kepekaan dan ketelitian yang sesuai untuk
pengukuran jumlah cahaya yang ditransmisi oleh wadah sediaan farmasi baik
dari bahan kaca atau plastik yang tembus cahaya atau bening. Untuk wadah
sediaan farmasi dari kaca atau plastic tembus cahaya, gunakan
spektrofotometer dengan kepekaan dan ketelitian yang sesuai, untuk
mengukur dan merekam jumlah transmisi cahaya. Untuk wadah sediaan
farmasi dari kaca atau plastic bening, gunakan spektrofotometer yang sesuai
dilengkapi alat tambahan yang mampu mengukur dan merekam transmisi
cahaya baurmaupun parallel.
Penyiapan contoh:
Potong bagian melingkar dari 2 atau lebih area wadah, cuci, dan keringkan;
Lakukan hati-hati untuk menghindari goresan permukaan. Jika contoh
sangat kecil sehingga tidak sesuai dengan pegangan contoh, tutup bagian
yang tidak tertutup dengan kertas buram atau pita penutup asalkan panjang
contoh lebih besar dari celah pada spektrofotometer. Segera sebelum contoh

42
dipasang pada pegangan contoh, bersihkan contoh dengan kertas lensa.
Pasang contoh dengan bantuan paku lilin atau alat lain yang sesuai, lakukan
hati-hati untuk menghindari sidik jari yang tertinggal atau tanda lain pada
permukaan tempat cahaya lewat.
Prosedur:
Letakkan potongan dalam spektrofotometer dengan sumbu silindris sejajar
terhadap bidang celah dan lebih kurang di tengah celah. Jika diletakkan
dengan benar, sorotan cahaya normal terhadap permukaan potongan dan
kehilangan pantulan cahaya minimum. Ukur transmitan potongan
dibandingkan dengan udara pada daerah spectrum yang diinginkan terus-
menerus dengan alat perekam atau pada interval lebih kurang 20 nm dengan
alat manual pada daerah panjang gelombang 290 nm hingga 450 nm.

2. Uji Isi Minimum (Depkes RI, 1995)


Prosedur:
Ambil contoh 10 wadah berisi zat uji, hilangkan etiket yang dapat
mempengaruhi bobot saat isi wadah dikeluarkan. Bersihkan dan keringkan
dengan sempurna bagian luar wadah dengan cara yang sesuai dan timbang satu
per satu . Keluarkan isi secara kuantitatif dari masing-masing wadah, jika
perlu cuci dengan pelarut yang sesuai. Hati-hati agar tutup dan bagian lain
wadah tidak terpisah. Keringkan dan timbang kembali masing- masing wadah
kosong dan bagian-bagiannya. Perbedaan antara kedua penimbangan adalah
bobot bersih wadah.
Parameter hasil:
Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera
pada etiket dan tidak satu wadah pun yang bobot bersihnya kurang dari 90%
dari bobot yang tertera pada etiket untuk bobot 60 g atau kurang. Jika
persyaratan tidak dipenuhi, tetapkan bobot bersih isi 20 wadah tambahan.
Bobot rata-rata 30 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera di etiket dan
hanya satu wadah yang kurang dari 90% untuk bobot 60 g atau kurang.

3. Pemeriksaan hasil cetakan pada label dan kemasan


a. Karton pengemas yang digunakan harus benar.
b. Nomor batch danexpired date tercetak harus benar.

43
c. Cetakan nomor batch dan expired date tidak boleh luntur.

Kemasan
Untuk kemasan primer, kemasan yang digunakan berupa wadah berbahan kaca
dengan bahan dasar kaca dari soda (soda glass) untuk mewadahi krim sebanyak
50 g. Kemasan primer yang digunakan seperti pada gambar berikut:

44
Gambar 5.4 Kemasan primer krim anti aging

Gambar 5.5 Label pada kemasan primer krim anti aging

45
Gambar 5.6 Kemasan sekunder krim anti aging

46
MIRACLE CREAM
Krim anti kerut yang diperkaya Vitamin A, B3, dan E
®

Miracle Cream® adalah krim antikerut dengan kandungan vitamin A dan


vitamin B3 yang dapat memperkecil pori-pori kulit, mengurangi garis kulit
dan kerutan pada wajah, serta diperkaya dengan vitamin E sebagai
antioksidan untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari yang dapat
menyebabkan munculnya noda hitam di wajah. Kandungan vitamin pada
Miracle Cream® dapat membuat kulit tampak lebih cerah dan putih serta
terlihat lebih muda.

Ingredients : Water, Cyclopentasiloxane, Propylene Glycol, Dimethicone,


Cetyl Alcohol, Isopropyl Myristate, Polysorbate 80, Sorbitan Monooleate,
Retinyl Palmitate, Niacinamide, Tocopheryl Acetate, Helianthus Annuus
(Sunflower) Seed Oil, Xanthan Gum, DMDM Hydantoin, Disodium EDTA, BHT,
Parfum, Cl 17200.

Cara Pakai :
 Gunakan dengan cara dioleskan secara tipis dan merata pada kulit wajah
yang sudah dibersihkan
 Untuk hasil terbaik, gunakan secara rutin pada malam hari sebelum tidur

Peringatan :

1. Hindari penggunaan pada pagi hari untuk mencegah paparan sinar


matahari secara langsung walaupun sudah menggunakan sunscreen
2. Hindari produk dari panas atau sinar matahari langsung
3. Apabila terjadi iritasi hentikan penggunaan dan konsultasikan ke dokter
4. Hindari menyimpan produk di lemari es

Produksi :
PT. Aitakatta Farma Tbk.,
Jl. Rungkut Industri II Blok B no 11-13
Surabaya, Indonesia
BPOM RI No. CA 1802211233
Merek Daftar RI No.417409

47
Gambar 5.7. Brosur krim anti aging

48
DAFTAR PUSTAKA

Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi


Keempat. Jakarta: Departeman Kesehatan Republik Indonesia.
Health & Costumer Protection Directorate-General. 2007. Opinion on Acid Red 33.
Brussels : Europan Commission.
Rowe, R.C., Paul J.S., dan Marian E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Exipients, 6nd Washington : Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association.
Draelos, Z.D. (2010). Cosmetic Dermatology. Oxford : A John Wiley & Sons
Publication, 13-19, 31-325.
Shai A, Maibach H. I., Baran R. 2009. Handbook of Cosmetic Skin Care. Inggris :
Informa Health Care, 59-70.

49

Anda mungkin juga menyukai