Bab 3 Aspek Hidrologi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB 3

ASPEK HIDROLOGI

3.1. Siklus Hidrologi


Siklus Hidrologi (Hidrology Cycle) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti, diawali
dari penguapan air (evaporasi) dari bumi ke atmosfir dan kembali ke bumi kemudian lagi ke atmosfir
dan seterusnya melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Karena proses ini
secara berulang dan tidak hentinya, maka disebut Siklus Hidrologi (Hidrology Cycle).
Penguapan air dari samudera/laut dan danau serta sungai akibat panas matahari di sebut
evaporasi, sedangkan penguapan air dari daratan dan tumbuhan disebut transpirasi. Uap air ini
sampai ke atmosfir akan membentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar, kemudian
melalui proses kimia (kondensasi) akan berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju
(precipitation). Proses evaporasi dan transpirasi secara bersama-sama disebut evapotranspirasi.
Curahan/presipitasi (precipitation) air dapat berbentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan
salju, hujan gerimis atau kabut turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di
daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, danau, terus kembali ke laut.
Presipitasi dalam perjalanannya ke bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali,
ada yang tertahan (diintersepsi) oleh tanaman sebelum mencapai tanah dan ada yang mengalir
sebagai aliran permukaan (surface run off) dan ada yang masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan
mengalami perembesar terus (perkolasi) sebagai air tanah (aquifer).
Gambar 4.1
Siklus Hidrologi (Hidrology Cycle)

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-1
Gambar 4.2
Proses Siklus Hidrologi (Hidrology Cycle)

Siklus hidrologi dibedakan ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu :

1. Siklus Pendek : Air laut menguap (evaporasi)


kemudian melalui proses kondensasi berubah
menjadi butir-butir air yang halus atau awan dan
selanjutnya hujan (precipitation) langsung jatuh ke
laut dan akan kembali berulang.

2. Siklus Sedang : Air laut menguap lalu dibawa oleh


angin menuju daratan dan melalui proses
kondensasi berubah menjadi awan lalu jatuh
sebagai hujan di daratan dan selanjutnya meresap
ke dalam tanah lalu kembali ke laut melalui sungai-
sungai atau saluran-saluran air.

3. Siklus Panjang : Air laut menguap, setelah


menjadi awan melelui proses kondensasi, lalu
terbawa oleh angin ke tempat yang lebih tinggi di
daratan dan terjadilah hujan salju atau es di
pegunungan-pegunungan yang tinggi. Bongkah-
bongkah es mengendap di puncak gunung dan
karena gaya beratnya meluncur ke tempat yang
lebih rendah, mencair terbentuk gletser lalu
mengalir melalui sungai-sungai kembali ke laut.

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-2
3.2. Karakteristik Hujan
1. Durasi Hujan
Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) diperoleh
terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis.
Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering dikaitkan dengan waktu
konsentrasi (tc), khususnya pada drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif
pendek, mengingat akan toleransi terhadap lamanya genangan.

2. Intensitas Hujan
Intensitas adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume
hujan tiap satuan waktu.
Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan
frekuensi kejadiannya.
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara
statistik maupun secara empiris.

3. Lengkung Hujan
Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara
intensitas hujan dengan durasi hujan, hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk
lengkung intensitas hujan dengan kala ulang hujan tertentu.
Lengkung intensitas biasa disebut juga Kurva IDF (Intensitas-Durasi-Frekuensi).
Gambar 4.3
Lengkung Hujan Kurva IDF Semarang

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-3
Gambar 4.4
Lengkung Hujan Kurva IDF Kawasan Monas, Jakarta Pusat

Lengkung IDF Kawasan Monas, Jakarta Pusat

4. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik
yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir
suatu saluran.
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus: tc = to + td
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi:
 Inlet time (to) : waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase.
 Conduit time (td) : waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang
saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Gambar 4.5
Waktu Konsentrasi

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-4
Lama waktu mengalir di dalam saluran (td) ditentukan dengan rumus sesuai dengan
kondisi salurannya.
Untuk saluran alami, sifat-sifat hidroliknya sukar ditentukan, maka t d dapat
ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air seperti tabel di bawah.
Tabel 4.1. Kecepatan Untuk Saluran Alami

Besarnya waktu konsentrasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor


sbb:
 Luas daerah pengaliran.
 Panjang saluran drainase.
 Kemiringan dasar saluran.
 Debit dan kecepatan aliran.

3.3. Data Hujan


1. Pengukuran
Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi pada
perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Pengukuran hujan
dilakukan sepanjang tahun selama 24 jam tiap harinya.
Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan yang
diperlukan tidak hanya data hujan harian akan tetapi juga distribusi jam-jaman atau
menitan. Untuk keperluan ini lebih cocok dipakai alat ukur hujan otomatis.

2. Alat Ukur Hujan


a. Alat ukur hujan biasa (manual rain
gauge)
Data yang diperoleh dari pengukuran
dengan menggunakan alat ini berupa
data hasil pencatatan oleh petugas pada
setiap periode tertentu. Alat pengukur
hujan ini berupa suatu corong dan
sebuah gelas ukur, yang masing-masing
berfungsi untuk menampung jumlah air
hujan dalam satu hari (hujan harian).

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-5
b. Alat ukur hujan otomatis (automatic
rain gauge)
Data yang diperoleh dari hasil
pengukuran dengan menggunakan alat ini
berupa data pencatatan secara terus
menerus pada kertas pencatat yang
dipasang pada alat ukur. Berdasarkan
data ini akan dapat dilakukan analisis
untuk memperoleh besaran intensitas
hujan.

3. Kondisi dan Sifat Data


Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan analisis hidrologi, namun untuk
mendapatkan data yang berkualitas biasanya tidak mudah. Data hujan hasil
pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi tidak menerus. Apabila terputusnya
rangkaian data hanya beberapa saat kemungkinan tidak menimbulkan masalah tetapi
untuk kurun waktu yang lama tentu akan menimbulkan masalah di dalam melakukan
analisis.
Dalam hal ini perlu dilihat kepentingan atau sasaran dari perencanaan drainase yang
bersangkutan.
Tabel 4.2. Data Curah Hujan Harian

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-6
3.4. Pengolahan Data Hujan
3.4.1. Hujan Rata-rata Daerah Aliran

Dalam analisis hidrologi atau pengolahan data hujan sering diperlukan penentuan hujan
rerata pada daerah aliran tersebut.
Terdapat 3 metode, yaitu : (1) Rata-rata Aljabar (Aritmatik), (2) Poligon Thiessen dan (3)
Isohiet.

1. Metode Rata-rata Aljabar (Aritmatik)


Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Pengukuran dengan metode ini
dilakukan dengan merata-ratakan hujan di seluruh DAS (Daerah Aliran Sungai).
Hujan DAS dengan cara ini dapat diperoleh dengan persamaan:
R 1 + R 2 + R 3 + ………Rn
R =
n
dimana :
R = Curah hujan rerata di suatu DAS.
R1, R2, R3,….Rn = Curah hujan di tiap-tiap stasiun.
n = jumlah stasiun hujan.

2. Metode Thiessen
Metode ini digunakan untuk menghitung bobot
masing-masing stasiun yang mewakili luasan di
sekitarnya. Metode ini digunakan bila penyebaran
hujan di daerah yang ditinjau tidak merata.
Daerah pengaruhnya dibentuk dengan
menggambarkan garis-garis sumbu  terhadap
garis penghubung antara 2 pos penakar (stasiun)
hujan.
Prosedur hitungan ini dilukiskan pada persamaan
dan Gambar berikut ini.

A1R1 + A2R2 + A3R3 + ………AnRn


R =
A1 + A2 + A3 + ………An

dimana :
R = Curah hujan rerata di suatu DAS.
R1, R2, R3,….Rn = Curah hujan di tiap-tiap stasiun.
A1, A2, A3,….A n = Luas daerah tiap pos pengamatan.

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-7
3. Metode Isohyt
Pada prinsipnya garis isohyt adalah garis
yang menghubungkan titik-titik dengan
kedalaman hujan yang sama.
Kesulitan dari penggunaan metode ini
adalah jika jumlah stasiun di dalam dan
sekitar DAS terlalu sedikit. Hal tersebut
akan mengakibatkan kesulitan dalam
menginterpolasi.
Hujan DAS menggunakan Isohiet dapat
dihitung dengan persamaan :

A1(I1+I2) + A2(I2+I3) + A3(I3+I4) + ……… An(In+In+1)


2 2 2 2
R =
A1 + A2 + A3 + ………An

dimana :
R = Curah hujan rerata di suatu DAS.
R1, R2, R3,….Rn = Curah hujan rara-rata pada area A 1, A2, A3,….A n
I1, I2, I3,….In = Garis Isohyt pada area antara A 1, A2, A3,….A n
A1, A2, A3,….A n = Luas area antara garis Isohyt.

CONTOH SOAL :
1. Metode Rata-rata Aljabar (Aritmatik) :
Pada suatu daerah pengamatan terdapat 5 (lima) stasiun hujan diketahui curah hujan per
jam adalah : R1 = 95 mm, R 2 = 100 mm, R 3 = 110 mm, R 4 = 115 mm dan R 5 = 120 mm.
Maka curah hujan rata-rata per jam nya adalah :
R 1 + R 2 + R 3 + ..…Rn R1 + R2 + R3 + R4 + R5
R = =
n 5
95 + 100 + 110 + 115 + 120 540
= = = 108 mm/jam .
5 5

2. Metode Thiessen :
Pada suatu daerah pengamatan terdapat 5 (lima) stasiun hujan diketahui curah hujan per
jam adalah : R1 = 95 mm, R 2 = 100 mm, R 3 = 110 mm, R 4 = 115 mm dan R 5 = 120 mm.
Sedangkan luas daerah A 1 = 100 km 2, A2 = 150 km 2, A 3 = 200 km 2, A4 = 250 km 2, A 5 =
200 km2.

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-8
Maka curah hujan rata-rata per jam nya adalah :
A1R1 + A2R2 + A3R3 + ………AnRn A1R1 + A2R2 + A3R3 + A4R4 + A5R5
R = =
A1 + A2 + A3 + ………An A1 + A2 + A3 + A4 + A5

95.100 + 100.150 + 110.200 + 115.250 + 120.200 99.250


= = = 183,80 mm/jam .
95 + 100 + 110 + 115 + 120. 540

3. Metode Isohyt :
Pada suatu daerah pengamatan garis Isohyt dengan curah hujan per jam adalah : I1 = 100
mm, I2 = 95 mm, I 3 = 90 mm, I 4 = 85 mm dan I 5 = 80 mm.
Sedangkan luas daerah A 1 = 100 km 2, A2 = 150 km 2, A3 = 200 km 2, A4 = 250 km 2.
Maka curah hujan rata-rata per jam nya adalah :
A1(I1+I2) + A2(I2+I3) + A3(I3+I4) + …… An(In+In+1)
2 2 2 2
R =
A1 + A2 + A3 + ………An

100(100+95) + 150(95+90) + 200(90+85) + 250(85+80)


2 2 2 2
=
100 + 150 + 200 + 250

9.750 + 13.875 + 17.500 + 20.625 61.750


= = = 8 8,21 mm/jam .
700 700

3.4.2. Melengkapi Data

Jika ada data hilang atau tidak lengkap, maka dapat menggunakan perkiraan rata-rata
hitungan dari yang diambil dari minimal 3 (tiga) tempat pengamatan curah hujan yang
mengelilinginya. Kalau selisihnya melebihi 10 %, maka diambil cara perbandingan
sebagai berikut :

 R R R 
r  1  r  r  r 
3 R A R B R C
 A B C 

dengan:
R = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R datanya harus lengkap.
rA = curah hujan ditempat pengamatan RA
RA, RB, RC = curah hujan rata-rata setahun di A, B dan C.

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-9
3.4.3. Kala Ulang (Periode Ulang) Hujan

Suatu data hujan (x) akan mencapai suatu harga tertentu atau disamai atau kurang dari
(x1) atau dilampaui dari (x 1) dan diperkirakan terjadi dalam kurun waktu T tahun, maka T
tahun ini dianggap sebagai periode ulang dari (x 1).
Contoh : R 2th = 115 mm.
Dalam perencanaan saluran drainase, periode ulang yang dipergunakan tergantung dari
fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan.
Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang untuk perencanaan adalah :
 Saluran kwarter : periode ulang 1 tahun.
 Saluran tersier : periode ulang 2 tahun.
 Saluran sekunder : periode ulang 5 tahun.
 Saluran primer : periode ulang 10 tahun.
Penentuan periode ulang juga didasarkan pada pertimbangan ekonomis. Penyelesaian
masalah drainase perkotaan dariaspek hidrologi, sebelum dilakukan analisis frekuensi
untuk mendapatkan besaran hujan dengan kala ulang tertentu harus dipersiapkan
rangkaian data hujan berdasarkan pada durasi harian, jam-jaman atau menitan.
Analisa frekwensi terhadap data hujan yang tersedia dapat dilakukan dengan beberapa
metode antara lain Gumbell, Log Normal, Log Person III dsb.nya.
Y  Y  KS
Analisis frekuensi data hujan Metode Log Person III :

dimana : Y = log X (X adalah nilah hujan maksimum)


Y
= nilai rerata Y
K = karakteristik distribusi Log Pearson III
S = Simpangan baku

Langkah perhitungan Metode Log Pearson III

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-10
Tabel 2.8

3.4.4. Analisis Intensitas Hujan

Data curah hujan dalam suatu waktu tertentu (beberapa menit) yang tercatat pada alat
otomatik dapat dirubah menjadi intensitas curah hujan per jam.
Umpamanya untuk merubah hujan 5 menit menjadi intentsitas curah hujan per jam, maka
curah hujan ini harus dikalikan 60/5. Demikian pula untuk hujan 10 menit dikalikan
60/10.
Menurut Dr. Mononobe, intensitas Hujan ( I ) di dalam rumus rasional dapat dihitung
dengan rumus :
Dengan :
2
R  24  3
R = curah hujan rancangan setempat dalam mm.
I   
24  t c 
tc = lama waktu konsentrasi dlm jam/durasi hujan.
I = intensitas curah hujan dalam mm/jam.

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-11
3.5. Debit Rancangan dengan Metode Rasional
Asumsi dasar yang ada selama ini adalah bahwa kala ulang debit ekivalen dengan kala
ulang hujan. Debit rencana untuk daerah perkotaan, umumnya dikehendaki pembuangan
air yang secepatnya, agar jangan ada genangan air yang berarti. Untuk memenuhi tujuan
ini saluran-saluran harus dibuat cukup sesuai dengan debit rancangan.
Faktor-faktor yang menentukan sampai berapa tinggi genangan air yang diperbolehkan
agar tidak menimbulkan kerugian yang berarti, adalah :
1. Berapa luas daerah yang akan tergenang (samapi batas tinggi yang diperbolehkan).
2. Berapa lama waktu genangan itu.
Suatu daerah perkotaan umumnya merupakan bagian dari suatu daerah aliran yang lebih
luas, dan di daerah aliran ini sudah ada sistem drainase alami. Perencanaan
pengembangan sistem bagi suatu daerah perkotaan yang baru, harus diselaraskan dengan
sistem drainase alami yang sudah ada, agar keadaan aslinya dapat dipertahankan sejauh
mungkin.
Besarnya debit rencanadihitung dengan memakai metode Rasionla, kalau daerah
alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah aliran yang lebih luas sampai dengan 5.000
Ha dapat digunakan metode Rasional yang diubah.
Untuk luas daerah yang lebih dari 5.000 Ha digunakan Hidrograf Satuan atau metode
Rasional yang diubah.
Rumus Metode Rasional : Q = α. β. I. A

dengan :
Q = debit rancangan dengan masa ulang T tahun (M3/det).
α = koefisien pengaliran.
β = koefisien penyebaran hujan.
I = intensitas selama waktu konsentrasi (dalam mm/jam).
A = luas daerah aliran (dalam Ha ).

Koefisien Pengaliran ( α )
Koefisien pengaliran (α) : merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk
limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini dipengaruhi oleh tata
guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah.
Pemlihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemungkinan adanya perubahan
tata guna lahan di kemudian hari.
Besarnya Koefisien Pengaliran, dapat diambil sebagai berikut :
 Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah/Ha) …………… 0,25 – 0,40
 Perumahan kepadatan sedang (20-60 rumah/Ha) ……….. 0,40 – 0,70
 Perumahan rapat (60-160 rumah/Ha) …………………….. 0,70 – 0,80
 Taman dan daerah rekreasi………………………………… 0,20 – 0,30
 Daerah Industri…………………………………..………… 0,80 – 0,90
 Daerah Perniagaan………………………………..………… 0,90 – 0,95
Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-12
 Koefisien Penyebaran Hujan ( β )
Koefisien Penyebaran Hujan (β) : merupakan nilai yang digunakan untuk
mengoreksi pengaruh penyebaran hujan yang tidak merata pada suatu daerah
pengaliran. Nilai besaran ini tergantung dari kondisi dan luas daerah pengaliran.
Untuk daerah yang relative kecil biasanya kejadian hujan diasumsikan merata.
Sehingga nilai koefisien penyebaran hujan β = 1.
Tabel 4.8. Koefisien Penyebaran Hujan ( β )
Luas Daerah Pengaliran Koefisien Penyebaran Hujan
(KM2) (β)
0–4 1
5 0,995
10 0,980
15 0,955
20 0,920
25 0,875
30 0,820
50 0,500
Sumber : Soemarto, C.D., 1987

SOAL LATIHAN :
1. Bagaimana prosedur pendekatan untuk penyelesaian problem drainase suatu daerah
perkotaan ditinjau dari aspek hidrologi.

2. Berikan ulasan dan contoh perhitungan untuk menentukan besaran intensitas hujan pada
suatu daerah aliran apabila diketahui data hujan harian dengan kala ulang 2 Tahun R = 42
mm, waktu konsentrasi pada daerah aliran tersebut Tc = 1,2 jam.

3. Suatu daerah pusat perniagaan dengan suatu bentuk titik Q sebagai titik …… kontrol
keluaran. Saluran drainase berada di tengah-tengah areal dengan kemiringan saluran
sebesar 4%, kecepatan aliran di atas permukaan tanah diperkirakan sebesar 0,15 m/det.
Jika terjadi hujan merata pada daerah aliran tersebut dengan intensitas sebesar 10
mm/jam, tentukanbesarnya debit maksimum untuk merancang dimensi saluran
drainasenya.

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-13
PENYELESAIAN :
1. Prosedur pendekatan untuk penyelesaian problem drainase suatu daerah perkotaan ditinjau
dari aspek hidrologi, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Memahami sasaran yang hendak dicapai meliputi toleransi tentang :
 Tinggi genangan.
 Luas genangan.
 Lama berlangsungnya genangan.
b. Inventarisasi data untuk memahami kondisi fisik dan lingkungan dari daerah tinjauan,
meliputi data :
 Topografi.
 Tataguna lahan pada saat ini dankemungkinan perkembangannya.
 Sistem drainase yang sudah ada.
c. Rencana alternatif penyelesaian khususnya pada aspek hidrologi, meliputi :
 Penentuan durasi hujan.
 Penentuan kala hujan ulang.
 Penentuan debit rancangan.

2. a. Langkah-langkah untuk menetapkan besaran intensitas hujan :


 Mentukan besaran hujan rancangan dengan kala ulangsesuai dengan debit
rancangan yang dikehendaki.
 Menganalisis besaran hujan rancangan dengan kala ulang tertentu menjadi bentuk
intensitas hujan. 2
R  24  3
I   
b. Contoh Hitungan : Rumus Mononobe 24  t c 

R = curah hujan rancangan setempat = 42 mm.


tc = lama waktu konsentrasi = 1,2 jam.
42 24 2/3
I = = 12,894 mm/jam.
24 1,2

Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-14
Materi Kuliah PSDA, Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 – Samarinda. 3-15

Anda mungkin juga menyukai