Torch
Torch
Torch
oleh:
Preseptor :
RSUD DHARMASRAYA
2018
1
BAB I
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Infeksi pada Kehamilan”. Makalah ini
merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian kandungan dan
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Syahrial Syukur, Sp.OG selaku pembimbing dan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu dengan penulis menerima setiap kritik dan saran dari semua pihak. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di bidang ilmu kedokteran. Aamiin.
Penulis
2
PENDAHULUAN
Infeksi dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi saat kehamilan berlangsung, bisa
didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat kehamilan. Besarnya pengaruh
infeksi tersebut tergantung dari virulensi agennya, umur kehamilan serta imunitas ibu
bersangkutan saat infeksi berlangsung.Dampak terhadap janin bisa berbeda bila kuman penyakit
masuk ditrimester yang berbeda pula .Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka
terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam
nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus,
pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Kebanyakan
penyakit infeksi diperparah dengan terjadinya kehamilan. Dan ada pula Penyakit yang
nampaknya tidak terlalu mengancam jiwa ibu hamil bahkan tidak nampak gejala tetapi bisa
yang berbahaya pada janin yaitu Penyakit TORCH ; merupakan singkatan dari T =
Penyakit infeksi dalam kehamilan akan dibagi dalam penyakit akibat hubungan seksual,
dan penyakit lainnya terdiri dari infeksi oleh bakteri, virus serat infeksi parasit dalam kehamilan.
Infeksi dalam kehamilan berdampak pada janin bisa berasal dari infeksi tersebut saat janin
didalam kandungan atau saat janin setelah dilahirkan pervaginam karena kontak langsung
Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa perinatal yang
berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga
diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan baik yang dapat
3
dilakukan oleh wanita hamil, suami, keluarganya maupun dari pemerintah sehingga diharapkan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk dari
berbagai literature.
Melalui makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan pengetahuan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
dan Herpes Simplex Virus (HSV). Walaupun berbeda dalam taksonomi, tetapi kelompok
organism ini memiliki gejala klinis yang mirip, gejala yang sukar dibedakan dengan penyakit
intraseluler Toxoplasma gondii. Siklus hidup Toxoplasma gondii dibagi menjadi dua fase, yaitu
siklus hidup fase kucing sebagai hospes definitif dan siklus hidup fase bukan kucing sebagai
hospes intermediet.2
Infeksi Rubella juga dikenal dengan campak Jerman dan sering diderita anak-anak.
Rubela yang dialami pada tri semester pertama kehamilan 90 persennya menyebabkan kebutaan,
tuli, kelainan jantung, keterbelakangan mental, bahkan keguguran. Ibu hamil disarankan untuk
Sitomegalovirus merupakan golongan virus herpes DNA yang dapat menyebabkan sel
membesar (sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata burung hantu. Transmisi infeksi ini
berlangsung secara horizontal, vertical, dan dapat melalui hubungan sosial. Transmisi horizontal
terjadi melalui droplet dan kontak dengan air ludah dan air seni. Sementara itu transmisi vertical
adalah proses penularan maternal ke janin.1 Infeksi ini dapat berakibat pada infeksi janin
5
Herpes Simplex Virus merupakan virus DNA yang bereplikasi di dalam nukelus sel host
yangmana sel epitel merupakan target primer. Infeksi HSV berkembang laten di dalam ganglion
2.2 Epidemiologi
kongenital di Amerika Serikat diperkirakan bervariasi dari 0,8 dari 10.000 kelahiran hidup di
Amerika Serikat hingga 10 dari 10.000 di Perancis. Secara global, diperkirakan 1/3 populasi
yang paling utama dengan angka kejadian 0,3-2% dari kelahiran hidup. Dilaporkan pula bahwa
10-15% bayi lahir yang terinfeksi secara congenital adalah simtomatis yakni dengan manifestasi
klinis akibat terserangnya SSP dan berbagai organ lain yang dapat menyebabkan kematian
perinatal 20-30% serta timbulnya cacat neurologic berat lebih dari 90% pada kelahiran.
Sebanyak 10-15% bayi yang terinfeksi bersifat asimtomatis serta tampak normal pada waktu
lahir. Kemungkinan bayi ini akan mengalami cacat neurologic seperti retardasi mental atau
2.3 Etiologi
Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraseluler yang menginfeksi burung
pathogen penting pada manusia dan terbagi menjadi 3 subfamili, yaitu: Alphaherpesvirinae,
pertumbuhannya cepat, virus sitolitik yang hidup laten di neuron (HSV tipe 1 dan 2; VZV),
6
pada limfosit dan terkadang bertransformasi menjadi maligna (EBV, Human Herpes Virus 6,7,
dan 8).4 Herpesvirus ini dapat berkembang menjadi infeksi yang bersifat akut, persisten, dan
laten. Infeksi CMV rekuren dapat terjadi akibat reaktivasi dari fase laten atau superinfeksi
Herpes Simplex Virus merupakan virus DNA yang genomnya kompleks dan mengkode
virus ini menjadi 2, yaitu HSV 1 yang berhubungan dengan infeksi nongenital yang biasanya
pada mulut dan bibir dan HSV 2 yang merupakan infeksi yang biasanya melalui kontak seksual.3
Virus Rubella merupakan anggota famili Togaviridae dan satu-satunya spesies genus
Rubivirus. Virus ini adalah virus RNA rantai tunggal dengan selaput pembungkus lipid dan 3
protein struktural, termasuk protein nukleokapsid yang berhubungan dengan nukleus dan 2
glikoprotein, E1 dan E2, yang berhubungan dengan selaput pembungkusnya. Virus ini sensitif
terhadap panas, sinar ultraviolet, dan pH yang ekstrem namun stabil pada suhu dingin. Manusia
2.4 Patogenesis
Siklus hidup Toxoplasma gondii dibagi menjadi dua fase, yaitu siklus hidup fase kucing
sebagai hospes definitif dan siklus hidup fase bukan kucing sebagai hospes intermediet. Pada
siklus hidup fase bukan kucing, pertama-tama kista jaringan yang mengandung bradizoit (dengan
memakan makanan yang mentah atau dimasak kurang matang) atau ookista dimakan oleh hospes
intermediet (termasuk manusia). Asam lambung akan mencerna kista, kemudian bradizoit akan
keluar dan menginfeksi usus halus. Di usus halus, bradizoit akan berkembang menjadi takizoit
yang aktif membelah. Takizoit ini juga dapat menginfeksi semua sel, selain sel usus halus.
7
Mayoritas takizoit akan dieliminasi oleh respon imun tubuh, tetapi takizoit yang tidak berhasil
Infeksi pada manusia biasanya disebabkan karena memakan daging mentah atau kurang
matang yang terinfeksi oleh kista jaringan atau melalui kontak dengan ookista dari air atau tanah
yang terkontaminasi oleh feses kucing. Infeksi sebelumnya dapat dikonfirmasi dengan
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella, sebuah togavirus yang menyelimuti dan
memiliki genom RNA beruntai tunggal. 3,4,5 Virus ini ditularkan melalui rute pernapasan dan
bereplikasi dalam nasofaring dan kelenjar getah bening. Virus ini dapat ditemukan dalam darah 5
sampai 7 hari setelah infeksi dan menyebar ke seluruh tubuh. Virus memiliki sifat teratogenik
8
dan mampu menyeberangi plasenta dan menginfeksi janin di mana sel-sel berhenti dari
Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu disebut infeksi
primer. Infeksi primer berlangsung simtomatis ataupun asimtomatis serta virus akan menetap
dalam jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas. Selanjutnya virus masuk ke dalam sel-
sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini disebut infeksi laten. Pada keadaan tertentu,
eksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai multiplikasi virus. Keadaan tersebut misalnya terjadi
pada individu yang mengalami supresi imun karena infeksi HIV, atau obat-obatan yang
(reaktivasi/reinfeksi) yang dimungkinkan karena penyakit tertentu serta keadaan supresi imun
yang bersifat iatrogenic. Dapat diterangkan bahwa kedua keadaan tersebut menekan respon sel
limfosit T sehingga timbul stimulasi antigenic yang kronis. Dengan demikian terjadi reaktivasi
virus dari periode laten disertai berbagai sindroma. Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat
terjadi selama kehamilan dan infeksi pada umur kehamilan kurang dari 16 minggu dapat
menyebabkan gangguan yang serius. Infeksi CMV congenital berasal dari infeksi maternal
eksogenous ataupun endogenous. Infeksi eksogenous dapat bersifat primer yaitu terjadi pada ibu
hamil dengan pola imunologik seronegatif dan nonprimer bila ibu hamil dalam keadaan
seropositif. Infeksi endogenous adalah hasil suatu reaktivasi virus yang sebelumnya dalam
keadaan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinik yang jauh lebih buruk
pada janin dibandingkan infeksi rekuren (reinfeksi).1 Secara alami, terjadi imunitas terhadap
infeksi CMV sehingga dapat mengurangi risiko infeksi CMV congenital pada kehamilan
9
2.4.4 Infeksi HSV
Infeksi HSV dapat terjadi secara primer maupun rekuren. Penyeembuhan infeksi primer
HSV 2 terjadi setelah beberapa minggu. Sedangkan infeksi HSV sekunder atau rekuren biasanya
merupakan reaktivasi virus.4 Infeksi HSV yang terjadi pada bayi relative jarang, berupa infeksi
paru, mata, dan kulit. Kini terbukti, ibu sudah mempunyai infeksi (vesikel yang nyeri pada vulva
secara kronik) kemungkinan infeksi pada bayi hampir tidak terbukti, jadi diperbolehkan
persalinan pervaginam. Tetapi sebaliknya infeksi yang baru terjadi pada kehamilan akan
Mayoritas infeksi maternal di Eropa dan Amerika Utara tidak menunjukkan gejala dan
dideteksi hanya melalui pemeriksaan serologi prenatal atau pemeriksaan serologi neonatus. Pada
beberapa kasus, gejala yang dirasakan ibu antara lain lelah, demam, sakit kepala, nyeri otot, dan
Pada pasien ibu yang imunokompeten, infeksi awal menyebabkan imunitas dan infeksi
sebelum hamil hampir tidak berisiko menimbulkan transmisi vertikal sama sekali. Namun,
infeksi pada ibu yang mengalami penurunan respon imun, dapat timbul infeksi yang berat dan
reaktivasi yang dapat menimbulkan ensefalitis, korioretinis, atau lesi yang meluas.2,7
Infeksi maternal terkait dengan peningkatan risiko kelahiran prematur sebesar empat kali
lipat. Walaupun demikian, tidak terjadi gangguan pertumbuhan janin. Toksoplasmosis serotipe
NE-II paling sering menyebabkan kelahiran prematur dan infeksi yang berat pada neonatus. 2
Selain itu, toksoplasmosis maternal juga terkait dengan kejadian abortus dan IUFD.8
10
Insidensi dan derajat keparahan infeksi toksoplasma janin bergantung pada usia gestasi
saat terjadinya infeksi maternal. Risiko infeksi janin meningkat seiring bertambahnya durasi
kehamilan. Sebaliknya, derajat keparahan jauh lebih tinggi pada kehamilan muda, dan janin yang
terinfeksi pada kehamilan muda lebih tinggi kecenderungannya untuk menunjukkan tanda-tanda
klinis infeksi.2
Mayoritas janin terinfeksi lahir tanpa tanda-tanda infeksi toksoplasmosis yang jelas.
Biasanya, neonatus yang lahir memiliki gejala-gejala penyakit sistemik, seperti berat badan lahir
dengan kalsifikasi intrakranial disertai hidrosefalus atau mikrosefalus.2 Pada beberapa kasus,
toksoplasmosis kongenital juga menimbulkan kebutaan dan epilepsi.9 Banyak yang pada
akhirnya mengalami korioretinitis dan gangguan belajar. Trias klasik yang terdiri atas
korioretinitis, kalsifikasi intrakranial, dan hidrosefalus ini seringkali disertai kejang. Neonatus
terinfeksi yang menunjukkan tanda klinis berisiko untuk mengalami komplikasi jangka
panjang.2,8
Infeksi Rubella pada trimester pertama memiliki risiko terjadinya aborsi dan malformasi
kongenital berat. Transmisi terjadi melalui sekresi nasofaring, dan 80 % terjadi pada individu
yang rentan. Infeksi Rubella pada ibu hamil biasanya ringan. Terjadi demam disertai ruam
makulopapular yang muncul di wajah kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas. Gejala lain
dapat meliputi Forchheimer’s spots, artralgia, artritis, limfadenopati kepala dan leher
(suboksipital), dan konjungtivitis. Forchheimer’s spots adalah perdarahan peteki pada palatum
molle. Masa inkubasi berkisar antara 12 sampai 23 hari. Viremia biasanya mendahului gejala
klinis 1 minggu sebelumnya dan pada orang dewasa dapat menular sampai 5 hingga 7 hari fase
11
ruam. Setengah dari infeksi pada ibu hamil adalah subklinis meskipun viremia dapat
menyebabkan infeksi fetus yang berat. Virus rubella masuk ke dalam tubuh ibu, kemudian
Rubella adalah salah satu infeksi yang paling teratogenik dan menimbulkan sekuele
terburuk saat organogenesis. Wanita hamil dengan infeksi Rubella dan ruam selama 12 minggu
pertama kehamilan 90% memiliki janin dengan infeksi kongenital. Pada 13 sampai 14 minggu
kehamilan, insidensinya 54% , dan di akhir trimester kedua insidensinya 25%. Defek jarang
Sindrom Rubella kongenital adalah jika terdapat satu atau lebih kelainan-kelainan ini
(Gambar 2.3), yaitu defek pada mata berupa katarak dan glaukoma kongenital, defek jantung
kongenital berupa patent ductus arteriosus dan stenosis A. pulmonalis. Tuli sensorineural
merupakan defek tunggal tersering. Defek susunan saraf pusat berupa mikrosefali,
perkembangan terhambat, retardasi mental, dan meningoensefalitis. Dampak lain antara lain
berupa retinopati pigmentasi, purpura neonatal, hepatosplenomegali dan jaundice, serta penyakit
tulang radiolusen.2
12
Gambar 2.3. Defek kongenital dan manifestasi pada infeksi Rubella11
Risiko defek kongenital setelah infeksi ibu hamil terbatas pada 16 minggu pertama
kehamilan. Sindrom Rubella kongenital dapat terjadi pada infeksi di atas 20 minggu, namun
risikonya kecil, dan restriksi pertumbuhan janin merupakan satu-satunya sekuele dari infeksi
pada trimester ketiga. Infeksi perikonsepsi tidak meningkatkan risiko sindrom Rubella
kongenital.
Kekebalan ibu yang didapat baik dari vaksinasi maupun secara alami bersifat protektif
terhadap infeksi Rubella intrauterin. Namun, terdapat kasus sindrom Rubella kongenital setelah
reinfeksi pada ibu. Untuk itu, sindrom Rubella kongenital harus selalu dipertimbangkan pada
13
Neonatus yang lahir dengan Rubella kongenital dapat menyebarkan virus selama
berbulan-bulan dan menjadi ancaman bagi anak lain dan juga bagi orang dewasa yang rentan.
Sindrom Rubella yang memanjang, dengan panensefalitis berat dan diabetes tipe 1, dapat tidak
Efek dari sindrom Rubella kongenital berbeda-beda, bergantung pada usia gestasi ibu,
sehingga usia gestasi harus ditentukan dengan akurat, karena penting hubungannya dengan
konseling.1
Pasien yang terinfeksi CMV dapat asimtomatis atau 15% berkembang menjadi
mialgia, menggigil, dan limfadenopati colli. Infeksi CMV congenital yang simtomatis
merupakan sindrom yang terdiri dari berat badan lahir rendah, mikrosefali, kalsifikasi
asimtomatis, sekitar 10-15% neonates memiliki kelainan tuli congenital atau dapat berkembang
menjadi tuli sensorineural progresif. Komplikasi yang jarang terjadi seperti pneumonia, hepatitis,
Infeksi HSV-1 secara normal bermanifestasi sebagai herpes simpleks labialis (cold
sores), sementara infeksi HSV-2 mengenai genital (vulva, vagina, dan/atau serviks). Vesikel
yang nyeri muncul 2-14 hari setelah pajanan virus dan pecah secara spontan dan meninggalkan
ulkus dangkal. Pada tahap selanjutnyam terbentuk krusta kering dan lesi sembuh tanpa skar.
Infeksi primer mungkin ditandai dengan demam, malaise, anoreksia, limfadenopati inguinal
14
bilateral, dan yang jarang berhubungan dengan meningitis aseptic. Selain itu mungkin bisa
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius, karna
melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau
kematian pada janin. Infeksi neonatus mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang
Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtivis, atau
hepatitis; disamping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan mengambil
sikap partus secara seksio Caesaria, bila pada saat melahirkan sang ibu menderita infeksi ini.
Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketubah pecah atau paling lambat enam jam setelah
ketuban pecah.
Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus; sedangkan bila pada
trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum.
Infeksi HSV pada bayi baru lahir mungkin didapat selama dalam kandungan, selama
persalinan atau setelah lahir. Ibu merupakan sumber infeksi tersering pada semua kasus. Herpes
neonatus diperkirakan terjadi pada sekitar satu dari 5.000 kelahiran setiap tahun. Bayi baru lahir
tampaknya tidak mampu membatasi replikasi dan penyebaran HSV sehingga cenderung
Jalur infeksi yang paling sering adalah penularan HSV bayi selama pelahiran melalui
kontak dengan lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan
dengan seksio sesarea pada perempuan hamil yang memilik herpes genital. Namun lebih banyak
terjadi infeksi HSV neonatal dari pada kasus herpes genital rekuren meskipun virus ditemukan
15
Herpes neonatus dapat diperoleh pascalahir melalui pajanan terhadap HSV-1 maupun
HSV-2. Sumber infeksi mencakup anggota keluarga dan petugas rumah sakit yang menyebarkan
virus. Sekitar 75% infeksi herpes neonatal disebabkan oleh HSV-2. Tidak tampak adanya
perbedaan antara sifat dan derajat berat herpes neonatus pada bayi prematur atau cukup bulan,
pada infeksi yang disebabkan ileh HSV-1 atau HSV-2, atau pada penyakit ketika virus
Infeksi herpes neonatus hampir selalu simtomatik. Angka mortalitas keseluruhan pada
penyakit yang tidak diobati adalah 50%. Bayi dengan herpes neonatus terdiri dari tiga katagori
penyakit : (1) lesi setempat di kulit, mata dan mulut; (2) ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya
kulit setempat; (3) penyakit diseminata yang mengenai banyak organ, termasuk sistem saraf
pusat. Prognosis terburuk (angka mortalitas sekitar 80%) terdapat pada bayi dengan infeksi
diseminata; banyak diantaranya mengalami ensefalitis. Penyebab kematian bayi dengan penyakit
diseminata biasanya pneumonitis virus atau koagulopati intravaskular. Banyak yang selamat dari
2.6 Diagnosis
16
toksoplasmosis kongenital. Bila ditemukan IgG positif sebelum kehamilan, maka tidak ada risiko
Pemeriksaan penapisan perlu dilakukan pada seluruh ibu yang immunocompromised, ibu
hamil yang dicurigai menderita toksoplasmosis, dan ibu yang berisiko menderita toksoplasmosis.
IgG anti-toksoplasma mulai muncul dalam 2 – 3 minggu setelah infeksi, memuncak pada
usia 1 – 2 bulan, dan biasanya bertahan seumur hidup, terkadang dengan titer antibodi yang
tinggi. IgM muncul 10 hari setelah infeksi dan biasanya menjadi negatif dalam waktu 3 – 4
bulan, tetapi terkadang dapat bertahan hingga bertahun-tahun. Maka, IgM saja tidak cukup untuk
Bila IgG dan IgM keduanya negatif, interpretasinya adalah tidak ada infeksi atau infeksi
akut yang baru saja terjadi. Bila IgG positif dan IgM negatif, berarti telah terjadi infeksi lama
(lebih dari 1 tahun yang lalu). Bila IgG dan IgM keduanya positif, maka interpretasinya adalah
infeksi akut atau positif palsu. Maka, bila infeksi akut dicurigai, pemeriksaan penapisan ulang
Antibodi IgA dan IgE berguna untuk mendiagnosis toksoplasmosis. Aviditas IgG
meningkat seiring berjalannya waktu. Maka, bila IgG aviditas tinggi ditemukan, maka infeksi
prenatal toksoplasmosis dilakukan dengan teknik amplifikasi DNA dan evaluasi sonografik. PCR
yang dilakukan lebih tinggi sensitivitasnya apabila sampelnya diambil dari cairan amnion atau
darah fetus. Sensitivitasnya bervariasi menurut usia gestasi, dan paling rendah pada usia gestasi
kurang dari 18 minggu.2 Untuk pengambilan sampel PCR, perlu dilakukan amniosentesis yang
17
merupakan suatu tindakan invasif. Amniosentesis sebaiknya dipertimbangkan bila infeksi primer
maternal telah terdiagnosis, bila pemeriksaan serologis tidak dapat menegakkan atau
mengeksklusi infeksi akut, atau ditemukannya hasil pemeriksaan sonografi yang abnormal.10
penebalan plasenta, usus hiperekoik, dan hambatan pertumbuhan merupakan temuan sonografik
Rubella dapat diisolasi dari urin, darah, nasofaring, dan cairan serebrospinal hingga 2
Peningkatan 4 kali titer antibodi IgG Rubella pada spesimen serum akut dan
konvalesen
hari setelah gejala klinis muncul, namun dapat tetap terdeteksi sampai 6 minggu setelah
timbulnya ruam. Penting untuk diketahui bahwa reinfeksi Rubella meningkatkan kadar IgM yang
rendah. Serum IgG mulai tinggi 1 sampai 2 minggu setelah timbulnya ruam. Respon antibodi
yang cepat ini dapat menyulitkan serodiagnosis kecuali sampel diambil dalam beberapa hari
Infeksi primer CMV pada kehamilan dapat ditegakkan baik dengan metode serologic
maupun virologik. Dengan metode serologic, diagnosis infeksi maternal primer dapat
18
ditunjukkan dengan adanya perubahan seronegatif menjadi seropositif (tampak adanya IgM dan
IgG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval kira-kira 3 minggu. Dalam
metode serologic infeksi primer dapat pula ditentukan dengan Low IgG Avidity, yaitu antibody
klas IgG menunjukkan fungsional aviditasnya yang rendah serta berlangsung selama kurang
lebih 20 minggu setelah infeksi primer. Dalam hal ini lebih dari 90% kasus infeksi primer
menunjukkan IgG aviditas rendah terhadap CMV. Dengan metode virologik, viremia maternal
dapat ditegakkan dengan menggunakan uji imunifluoresen. Uji ini menggunakan monoclonal
antibody yang mengikat antifen Pp65, suatu protein dari CMV di dalam sel leukosit dalam darah
ibu. Pemeriksaan imaging seperti USG, CT, dan MRI dapat ditemukan gambaran mikrosefal,
bowel; hydrops; dan oligohidramnion. Adanya temuan abnormal dari USG ditambah dengan
hasil positif pada darah fetus atau cairan amnion diprediksi sekitar 75% risiko untuk
Diagnosis pasti infeksi HSV aktif didapat dari kultur virus atau deteksi asam nukleat.
Spesimen kultur dapat diambil dari vesikel atau pustule yang baru karena recovery virus dari
krusta buruk. Penilaian serologi dapat membedakan infeksi primer atau sekunder dengan menilai
IgM. Pemeriksaan sitologi (Tzanck test) menunjukkan multinucleated giant cells dan inklusi
intranuklear.4
Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak sensitive dan
tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank (lesi genital) dan apusan serviks
Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif infeksi herpes simpleks.
19
Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi herpes
kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan sel
raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang membawa virus (inklusi)
mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 50-70% dari waktu. Hal ini tidak dapat
membedakan antara jenis virus atau antara herpes simpleks dan herpes zoster.
Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini mungkin,
idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel
cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk melakukannya. Jika infeksi parah,
pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka
waktu selama tes ini mungkin membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika
lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi
berulang, atau latency. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif.
Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC merekomendasikan tes
ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes ensefalitis
.PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam
Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis, Herpes
Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes virus
menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk
melawan infeksi. Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah
terpapar virus. Pemeriksaan serologi dapata berupa ELISA (immunosorbent assay enzim-link),
20
2.7 Tatalaksana
Belum ada vaksin untuk toksoplasmosis, sehingga untuk mencegah infeksi kongenital,
pencegahan yang dapat dilakukan hanyalah dengan mencegah terjadinya infeksi, antara lain
dengan cara:
4. Memakai sarung tangan untuk membuang feses kucing, atau hindari membuang
5. Hindari memberi makan daging mentah atau kurang matang pada kucing dan
Wanita yang sedang tidak hamil yang telah terbukti positif menderita infeksi Toxoplasma
Spiramycin
minggu ,kemudian libur 2 minggu tanpa obat ,lanjutkan lagi 3 minggu dengan obat.
Antibiotik yang paling sering digunakan untuk wanita hamil untuk mencegah infeksi
pada anak mereka.tapi tidak dianjurkn pada wanita hamil trimester pertama dan
menyusui.
21
Azitromisin 1 x 500mg,selama 5hari per minggu ,4 minggu per- bulan sejak ditegakan
Klindamisin 3 x 300mg , selama 5 hari per minggu, 4 minggu per- bulan sejak ditegakan
Pirimetamin dapat diberikan sejak amniosintesis memberi hasil positif pada kehamilan
(50mg/mgg).12
Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi Rubella. Penularan melalui droplet masih dapat
Manajemen wanita hamil yang terpapar harus tergantung pada usia gestasi saat dia
terpapar dan status imunitasnya. Diagnosis klinis tak dapat diandalkan karena sebagian besar
subklinis dan dapat menyerupai penyakit lain. Terdapat acuan manajemen wanita hamil yang
terpapar atau wanita dengan gejala seperti Rubella saat hamil.13 (Gambar 2.4.)
Tidak perlu pemeriksaan lebih lanjut. SRK dilaporkan tidak terjadi pada reinfeksi
Jika terjadi peningkatan antibodi IgG Rubella yang signifikan tanpa peningkatan
kongenital pada janin setelah reinfeksi ibu pada trimester pertama diperkirakan
22
Usia kehamilan ≤16 minggu kehamilan
Harus diperiksa antibodi IgG dan IgM. Infeksi akut didiagnosis jika
antibodi IgM positif. Jika antibodi IgM negatif atau tidak tersedia, tes untuk
serum antibodi IgG akut dan konvalesen harus dilakukan. Pada saat
SRK jarang terjadi (<1%) pada usia kehamilan di antara 16 dan 20 minggu
dan dapat bermanifestasi menjadi tuli sensorineural (sering berat) pada bayi
baru lahir. Konsultasi harus dilakukan pada ibu yang tidak memiliki
imunitas.
Wanita hamil yang terpapar Rubella atau klinis menyerupai Rubella setelah
usia kehamilan 20 minggu tidak perlu khawatir, karena tidak ada penelitian
diketahui
Wanita hamil dengan ruam 5 minggu atau lebih setelah terpapar atau 4 minggu
atau lebih setelah munculnya rash menyebabkan dilema diagnosis. Jika IgG
negatif, pasien jelas rentan terhadap Rubella dan tidak terbukti terinfeksi
23
sebelumnya. Jika IgG positif, maka terbukti terinfeksi sebelumnya. Maka dari itu,
sulit untuk menentukan kapan terjadinya infeksi dan risiko terhadap janin,
meskipun titer antibodi yang rendah menunjukkan infeksi yang lebih lama. Oleh
karena itu, dianjurkan melakukan tes ulang antibodi IgG atau IgM untuk
Untuk mengeradikasi Rubella dan mencegah sindrom Rubella kongenital secara tuntas,
pendekatan secara komprehensif dilakukan dengan melakukan imunisasi pada populasi orang
dewasa. Vaksin MMR ditawarkan pada wanita tidak hamil usia subur yang tidak memiliki
kekebalan pada saat kontak dengan petugas kesehatan. Vaksinasi juga dilakukan pada seluruh
petugas rumah sakit yang terpapar dengan pasien Rubella atau kontak dengan wanita hamil.
Vaksin Rubella harus dihindari 28 hari sebelum dan selama kehamilan karena vaksin tersebut
mengandung vaksin hidup. Menurut teori, terdapat 2 % kemungkinan namun tidak ada bukti
yang menunjukkan vaksin tersebut menginduksi malformasi kongenital. Vaksinasi MMR bukan
indikasi untuk terminasi kehamilan. Wanita yang tidak memiliki kekebalan terhadap Rubella
24
Gambar 2.4. Manajemen pada wanita hamil yang terpapar
Vaksin Rubella pada umumnya aman. Efek samping yang dapat terjadi antara lain artritis,
artralgia, ruam, adenopati, dan demam, namun jarang terjadi. Angka kejadian efek sampingnya
hanya 5%. Tidak terdapat peningkatan risiko artropati kronis atau gangguan neurologis pada
wanita yang menggunakan vaksin Rubella RA27/3. Tidak terdapat data epidemiologis yang
menunjukkan hubungan SRK atau autisme dengan vaksin MMR. Vaksin aman diberikan pada
wanita postpartum yang menyusui dan pada anaknya. Menyusui bukanlah kontraindikasi
vaksinasi Rubella.
Infeksi Rubella pada wanita hamil dapat memiliki efek yang merugikan pada janin yang
sedang berkembang. Pencegahan utama adalah imunisasi universal pada semua bayi baru lahir.
Diagnosis harus segera dibuat setelah infeksi terjadi. Kontak dengan Rubella harus dihindari
selama 2 trimester pertama kehamilan, termasuk pada wanita hamil dengan IgG positif
sekalipun. Wanita harus diedukasikan mengenai kemungkinan risiko transmisi secara vertikal
dan ditawarkan untuk dilakukan terminasi kehamilan, khususnya jika infeksi primer terjadi
25
sebelum usia kehamilan 16 minggu. Sampai saat ini, belum ada penanganan yang tersedia pada
janin yang terinfeksi. Maka, pencegahan merupakan strategi terbaik untuk mengeliminasi kasus
SRK.13
Pada infeksi CMV tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada
pengobatan infeksi congenital. Dengan demikian, dalam konseling infeksi primer yang terjadi
pada umur kehamilan ≤20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis prenatal kemungkinan
dapat dipertimbangkan terminasi kehamilan. Terapi diberikan guna mengobati infeksi CMV
yang serius seperti retinitis, esofagitis pada penderita AIDS serta tindakan profilaksis untuk
mencegah infeksi CMV setelah transplantasi organ. Obat yang digunakan seperti ganciclovir,
foscarnet, cidofivir, dan valaciclovir. Terapi antiviral tidak diindikasikan untuk individu yang
imunokompeten dan ganciclovir tidak efektif untuk pengobatan infeksi CMV congenital. Dan
pada saat sekarang, mencegah infeksi CMV pada ibu adalah satu-satunya pencegahan yang
efektif untuk infeksi CMV congenital. Saat ini belum ada vaksin CMV yang tersedia untuk
Edukasi
selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya danmenggunakan kondom antara
perjangkitan gejala. Terapi antiviral supressi dapat menjadi pilihan untuk individu yang
26
Agen Antiviral
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan secara
cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat mempercepat waktu penyembuhan.
Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir.
Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan
peroral, dan pada kasus berat secara intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk
Penatalaksanaan pada wanita hamil yang terinfeksi virus herpes simplex, baik yang first
episode ataupun yang sudah pernah terinfeksi dan terjangkit lagi harus diterapi sesuai dengan
Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5 kali sehari
selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala, meskipun juga
27
pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta
28
BAB 3
KESIMPULAN
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Others (HIV, Sifilis), Rubella,
Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2
serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles,
Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan keguguran,
cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan kehamilan. Infeksi
TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan
kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat TORCH yang
menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata, kelainan pada otak, paru-paru,
29
DAFTAR PUSTAKA
30