CRS Nstemi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

Oleh :

Bunga Julia Fentika 1310311169


Delila Maharani 131031…
Farah Ardinda 12…
Hasyyati Imanina 1310311172
Heniszayanti Nabiladhiya 1310311045

Preseptor :

dr. Hauda El Rasyid, SpJP (K)

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

RS Dr. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Batasan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Manfaat Penulisan 4
BAB II. ILUSTRASI KASUS 5

BAB III. DISKUSI 13

BAB IV. KESIMPULAN 21

DAFTAR PUSTAKA 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Penyakit kardiovaskuler merujuk pada sekumpulan penyakit yang melibatkan
jantung dan atau pembuluh darah. Penyakit ini banyak berhubungan dengan
aterosklerosis, yaitu bertumpuknya residu lemak atau plak di dinding pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah dan bisa
berujung pada penghambatan total aliran darah.1 Kurang lebih sepertiga dari total
kematian di Indonesia disebabkan karena penyakit kardiovaskuler, dengan stroke dan
penyakit jantung koroner menjadi dua penyebab utamanya sekitar 30% atau lebih dari
470.000 ribu dari total kematian.2 Beberapa faktor resiko pada penyakit ini adalah
peningkatan tekanan darah, kadar kolesterol, serta merokok.
Salah satu penyakit kardiovaskuler yang cukup sering ditemui adalah Sindroma
Koroner Akut (SKA) yang terjadi akibat adanya penyumbatan aliran arteri koroner
yang dapat menyebabkan kurangnya asupan oskigen ke miokard bahkan dapat
berujung pada kematian jaringan miokard atau nekrosis. Tampilan klinis yang paling
khas dari SKA ini adalah nyeri dada yang dirasakan lebih dari 20 menit. 3 SKA sendiri
dapat dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan tampilan klinis serta kadar marker di
dalam tubuh, yaitu: 1) UAP (unstable angina); 2) NSTEMI (non-st segment elevation
myocardial infarction); dan 3) STEMI (st segment elevation myocardial infarction).
Makalah ini akan melaporkan kasus pada pasien dengan NSTEMI.
Diagnosis dari NSTEMI ditegakkan apabila pada anamnesis pasien
mengeluhkan adanya nyeri dada khas infark4 dan tidak ada elevasi segmen ST yang
persisten serta terdapat peningkatan marka jantung seperti troponin I/T dan CKMB.3, 4
Langkah awal untuk mengatasi masalah NSTEMI ini adalah pemberian terapi inisial
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan jantung yang lebih luas.
Terapi awal yang dapat diberikan adalah MONA (morfin, oksigen, nitrat, dan aspirin)4
atau dikenal juga sebagai MONACO (dengan tambahan pemberian Clopidogrel, suatu
inhibitor reseptor ADP).

3
1.2.Batasan Masalah
Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tatalaksana,
komplikasi, dan pencegahan komplikasi NSTEMI.

1.3 Tujuan penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI).

1.4 Metode penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.

4
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Identitas
1. Nama : Sumasnis
2. Umur/Tanggal Lahir : 48 Tahun / 5 April 1969
3. Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Nomor RM : 996916
6. Tanggal Pemeriksaan : 11 November 2017
7. Alamat : Kampung batu RT 009/RW 007, Koto Lalang Padang
8. Status Perkawinan : Sudah Menikah
9. Negeri Asal : Padang
10. Agama : Islam
11. Nama Ibu Kandung : Misna
12. Suku : Minang
13. Nomor HP : 081574382142

Anamnesis
Keluhan Utama
 Nyeri dada kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


 Nyeri dada sejak kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan
berat di dada kiri seperti ditusuk, menjalar ke rahang dan punggung kiri, durasi
sekitar 40 menit. Nyeri dirasakan pertama kali saat pasien sedang mengejan BAB di
kamar mandi, menetap, tidak berkurang dengan istirahat. Saat nyeri pasien dapat
berjalan tapi harus dibopong. Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak ada. Pasien
dibawa ke bidan, kemudian disuruh ke puskesmas. Dari puskesmas dirujuk ke RST
dan dari RST pasien dirujuk ke RSUP dr. M. Djamil. Pukul 1 siang, pasien sampai
di RSUP dr. M. Djamil. Keringat dingin (+), mual (+), muntah (-)
 Sesak nafas (-), DOE (+), PND (-), OE (-), kaki sembab (+)
 Berdebar-debar (-), pusing (-), pingsan (-). Riwayat pusing (+) sesekali

5
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi disangkal, tidak ada pengobatan hipertensi
 DM (+) , riwayat DM tidak diketahui, tidak terkontrol
 Stroke (-), Asma (-), Gastritis (+)
 Alergi (+) parasetamol

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit serupa
 Tidak ada riwayat keluarga yang meninggal mendadak di usia < 55 tahun (laki-
laki) dan < 65 tahun (perempuan)

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan


 Pasien seorang ibu rumah tangga, menikah dan memiliki 2 anak
 Pasien tidak suka makan sayur, tetapi suka makanan yang digoreng

Status Generalis
 Keadaan Umum : sedang
 Kesadaran : CMC
 Tekanan Darah : 100/60 mmHg
 Nadi : 90 kali/menit
 Suhu : 370 C
 Pernafasan : 22 kali/menit
 Tinggi Badan : 160 cm
 Berat Badan : 60 kg
 IMT : 23,4
 Edema : Tidak ada
 Anemis : Tidak ada
 Sianosis : Tidak ada
 Ikterus : Tidak ada
 Kulit : Tidak ada kelainan
 KGB : Tidak ada pembesaran KGB superfisial
 Kepala : Normosefal, simetris, tidak ada kelainan
 Rambut : Tidak ada kelainan

6
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Telinga : Tidak ada kelainan
 Hidung : Tidak ada kelainan
 Tenggorokan : Tidak ada kelainan
 Gigi dan Mulut : Tidak ada caries dentis
 Leher : JVP 5 + 2 cmH2O
 Paru:
o Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
o Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Suara nafas vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-
 Jantung:
o Inspeksi : Iktus Kordis terlihat
o Palpasi : Iktus Kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
o Perkusi : Batas jantung kiri 1 jari lateral LMCS RIC VI
o Auskultasi : S1 dan S2 normal, Murmur (-), Gallop (-)
 Perut:
o Inspeksi : Distensi (-)
o Palpasi : Supel, NT (-), NL (-), H/L tidak teraba
o Perkusi : Timpani
o Auskultasi : BU (+) N
 Ekstremitas : Akral Hangat, Edema (+) kedua tungkai

7
Pemeriksaan Penunjang
 EKG

o Irama : Sinus
o Frekuensi : 100 kali per menit
o Axis : Deviasi axis ke kiri (LAD)
o Gelombang P : Lebar 0,06 detik
o PR Interval : 0,12 detik
o QRS Segment: 0,04 detik
o ST Segment : ST Elevasi
o Gelombang T: T inverted di I, aVL, V2, V3, V4, V5, dan V6
o Kelainan : LVH (-), RVH (-)

8
 Ekokardiografi (7 November 2017)

o Dimensi ruang jantung dalam batas normal


o LVH (+) eksentrik hyperthrophy
o Kontraktilitas LV menurun, EF 36% (teach) EF 36% (simpson)
o Kontraktilitas RV baik, tapse 1,6 cm
o Analisis segmental akinetik apikal luas, mid anterior, mid inferolateral, mid
anterolateral, mid inferoseptal. Segmen lain hipokinetik
o Katup aorta 3 kuspis, kalsifikasi (-)
o Katup mitral baik
o Katup trikuspid baik
o Katup pulmonal baik
o Sec (-), thrombus besar di LV diameter 17 x 37 mm

9
 Foto Polos Thorax

 Laboratorium (6 November 2017)


o Hb : 11,2 g/dl
o Leukosit : 21.460/mm3
o Trombosit : 507.000/ mm3
o Hematokrit : 33%
o GDS : 200 mg/dl
o Natrium :140 Mmol/l
o Kalium : 3,2 Mmol/l
o Klorida Serum: 108 Mmol/
o Troponin I : 6,9 ng/ml
(7 November 2017)
o Total Kolesterol: 261 mg/dl
o HDL : 35 mg/dl
o LDL : 187 mg/dl
o Trigiliserida : 194 mg/dl
o Kreatinin : 1,2 mg/dl

10
 Pemeriksaan Penunjang Lainnya
o TIMI Score
 Usia 48 tahun (0)
 > 3 faktor risiko (0)
 Angiogram koroner (0)
 Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (0)
 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam (1)
 Deviasi ST (1)
 Peningkatan marka jantung (1)
Skor TIMI 3/7
o Grace Score
 Usia 48 tahun (18)
 Denyut jantung 123 kali/ menit(23)
 TD sistol 149 (26)
 Kreatinin 1 mg/dl (2)
 Killip 1 (0)
 Deviasi segmen ST (30)
 Peningkatan marka jantung (15)

Grace Skor: 114

Diagnosis Kerja
 NSTEMI onset 6 jam TIMI Score 3/7 Grace Score 114

Diagnosis Banding
 STEMI

Tindakan Pengobatan
 IVFD RL 500 cc/24 jam
 Aspilet 1 x 80 mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg
 Atorvastatin 1 x 40 mg
 Bisoprolol 1 x 2,5 mg

11
 ISDN 3 x 5 mg
 Lovenox 2 x 0,6 cc
 Ramipril 2 x 5 mg

12
BAB III

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 48 tahun di bangsal jantung


RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 11 November 2017 dengan diagnosis klinis
Non ST Elevasi Miocard Infarction (NSTEMI).
Angina tidak stabil (UA) dan miokard elevasi segmen non-ST Infark (NSTEMI)
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas utama di Amerika Serikat, terhitung
lebih dari 1,5 juta kejadian. Presentasi klinis sindrom koroner akut non-ST-elevation
(NSTE-ACS) bisa bervariasi, mulai dari angina exertional progresif hingga post
infarction angina. Karena NSTEMI dibedakan dari UA dengan ada tidaknya
peningkatan kadar serum dari biomarker jantung, pengukuran serial pada pasien yang
mengalami ACS seharusnya dilakukan dengan perbaikan diagnosis dan stratifikasi
risiko pasien UA dan NSTEMI, sementara pendekatan terapeutik terhadap NSTE-ACS
terus dilakukan.3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sebagian
besar pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) datang dengan nyeri dada (angina
pectoris), rasa berat, rasa seperti ditekan atau dicengkram di belakang sternum, bisa
menjalar ke rahang, bahu, punggung atau lengan. Namun, pada usia lanjut (> 75 tahun),
wanita dan diabetes, keluhannya tidak khas. Biasanya pasien datang dengan keluhan
yang atipikal seperti sinkope, lemas, delirium dan sering disertai dengan gagal jantung.
Presentasi angina pada SKA :
1. Angina Tipikal persisten selama lebih dari 20 menit (80% pasien)
2. Angina awitan baru (de novo) Kelas III (20% pasien)
3. Angina stabil yang destabilisasi (angina kresendo/ progresif) yaitu angina yang
makin lama, lebih sering, atau menjadi berat, minimal Kelas III pada klasifikasi
CSS
4. Angina pascainfark-miokard (terjadi dalam 2 minggu setelah infark miokard)
Keluhan SKA biasanya juga disertai dengan keringat dingin akibat respon
simpatis, mual dan muntah karena stimulasi vagal, rasa lemas dan tidak bertenaga.2 Dari
anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri dada seperti ditusuk yang menjalar ke

13
rahang dan punggung kiri dengan durasi sekitar 40 menit dan tidak hilang dengan
istirahat. Hal ini memenuhi kriteria diagnosis untuk nyeri dada khas angina. Dengan
adanya nyeri yang tidak hilang dengan istirahat, kita dapat mengelompokkan pasien ke
dalam Sindrom Koroner Akut (Unstable Angina Pectoris atau NSTEMI atau STEMI).
Untuk membedakan ketiga Sindroma Koroner Akut, kita bisa melihat dari hasil
pemeriksaan enzim dan elektokardiografi.

Pada pemeriksaan fisik, seringkali normal. Namun pada beberapa kasus dapat
ditemui tanda-tanda kongesti dan instabilitas hemodinamik yang memerlukan
penanganan segera. Beberapa gejala yang bisa ditemui berupa hipotensi, diaphoresis,
edema paru, regurgitasi mitral, atau ronkhi.
Pemeriksaan EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama.
Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG
serial atau pemantauan terus-menerus. Gambaran EKG dapat ditemui berupa :
 Gambaran depresi segmen ST, horizontal maupun downsloping yang ≥0,05 mV
pada 2 atau lebih sadapan sesuai region dinding ventrikel dan/atau Inversi
gelombang T ≥0,1 mV dengan gelombang R prominen atau R/S <0,1. Dapat
disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit).
 Pada keadaan tertentu, EKG 12 sadapan dapat normal, terutama pada iskemia
posterior (sadapan V7-V9) atau ventrikel kanan (sadapan V3R-V4R), sehingga
perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan
 Gelombang Q yang menetap
Jika pada pemeriksaan awal menunjukkan kelainan non diagnostik, sedangkan
angina masih berlangsung, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang 10-20 menit
kemudian (rekam juga V7-V9). Apabila EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang
non diagnostik dan marka jantung negatif, sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam
dan setiap terjadi angina yang berulang.2,4 Dari hasil EKG pasien ditemukan adanya T
inverted di lead I, aVL, V2, V3, V4, V5, dan V6, dan ST elevasi ditemukan menetap
selama beberapa hari tanpa evolusi, sehingga kita bisa menyingkirkan diagnosis

14
STEMI.

Tabel 3.1. Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG2

Pemeriksaan Troponin I/T merupakan standar baku emas dalam diagnosis


NSTEMI, dimana peningkatan kadar marka jantung akan terjadi dalam waktu 2 hingga
4 jam dan dapat menetap hingga 2 minggu. Selain karena STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat meningkat akibat: takiaritmia atau bradiaritmia
berat, miokarditis, dissecting aneurysm, emboli paru, gangguang ginjal akut atau kronik,
stroke/ perdarahan subarachnoid, penyakit kritis terutama pada sepsis. Pemeriksaan
CKMB dapat dilakukan jika pemeriksaan troponin tidak ada. CKMB dapat meningkat
dalam 4-6 jam dan mencapai puncak saat 12 jam, dapat menetap hingga 2 hari. 2,4 Pada
pasien ditemukan peningkatan enzim Troponin I, yaitu 6,9 mg/dl (N=0.01), sehingga
dapat disingkirkan diagnosis Unstable Angina Pectoris.

Gambar 3.2. Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung2

15
Penilaian stratifikasi risiko bertujuan untuk memprediksi kejadian jantung akibat
thrombosis pada jangka pendek dan panjang, dan menentukan strategi tatalaksana
terbaik (invasive atau konservatif) untuk setiap pasien. Skor yang paling sering
digunakan ada 2, yaitu TIMI Risk Score dan Grace Score. TIMI Score adalah penilain
praktis dan sederhana, tapi GRACE Score lebih diskriminatif dan akurat.2

Tabel 3.3. Skor TIMI untuk UAP dan NSTEMI2


Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh jumlah skor dari 7 variabel yang
masing-masing setara dengan 1 poin. Variabel tersebut antara lain adalah usia ≥65
tahun, ≥3 faktor risiko, stenosis koroner ≥50%, deviasi segmen ST pada EKG, terdapat
2 kali keluhan angina dalam 24 jam yang telah lalu, peningkatan marka jantung, dan
penggunaan asipirin dalam 7 hari terakhir. Dari semua variable yang ada, stenosis
koroner ≥50% merupakan variabel yang sangat mungkin tidak terdeteksi. Jumlah skor
0-2: risiko rendah (risiko kejadian kardiovaskular <8,3%); skor 3-4 : risiko menengah
(risiko kejadian kardiovaskular <19,9%); dan skor 5-7 : risiko tinggi (risiko kejadian
kardiovaskular hingga 41%). Stratifikasi TIMI telah divalidasi untuk prediksi kematian
30 hari dan 1 tahun pada berbagai spektrum SKA termasuk UAP/NSTEMI.2 Skor TIMI
yang didapatkan dari pasien adalah 3/7 dengan interpretasinya adalah risiko kejadian
19,9%

16
Klasifikasi GRACE mencantumkan beberapa variabel yaitu usia, kelas Killip,
tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di ruang gawat
darurat, kreatinin serum, marka jantung yang positif dan frekuensi denyut jantung.
Klasifikasi ini ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di rumah sakit
dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Untuk prediksi kematian di rumah
sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤108 dianggap mempunyai risiko rendah
(risiko kematian <1%). Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 109-140 dan
>140 berturutan mempunyai risiko kematian menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk
prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan skor
risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <3%).
Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 89-118 dan >118 berturutan
mempunyai risiko kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).2 Skor GRACE yang
didapatkan dari pasien adalah 114, dengan interpretasinya prediksi kematian di rumah
sakit berisiko menengah serta prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari
rumah sakit adalah menengah.
Terapi yang diberikan pada pasien dengan nyeri dada akut adalah pemberian
oksigen 4L/menit NRM, akses intravena, dan pemasangan monitor: TD, frekuensi nadi,
napas, dan EKG.
Selanjutnya, diberikan terapi inisial SKA yaitu pemberian Morfin 2 mg bolus
IV, lanjutkan suplemen Oksigen 4L/menit, Pemberian ISDN 5 mg sublingual, aspirin
160 mg dikunyah kunyah, dan clopidogrel 300 mg.
Terapi yang disarankan kepada pasien adalah berupa aspilet 1x80 mg,
clopidogrel 1x75 mg, atorvastatin 1x40 mg, ISDN 3x5 mg, bisoprolol 1x1.5 mg,
ramipril 2x5 mg dan lovenox 2x0.6 cc. Kerja dari aspirin adalah menghambat agregasi
dan aktivasi platelet melalui penghambatan jalur siklooksigenase. Kerja dari aspirin
dibantu dengan clopidogrel, yang juga merupakan golongan antiplatelet. Obat ini
berkerja dengan modifikasi jalur platelet adenosine diphosphate, shingga agregasi
platelet terhambat. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dapat mengurangi resiko
komplikasi iskemia akut dan mencegah kejadian trombosis berulang. Atorvastatin
diberikan dengan tujuan menstabilisasi dinding plak aterosklerosis, memperbaiki
disfungsi endotel, serta mengurangi inflamasi dinding arteri.

17
ISDN diberikan agar terjadi vasodilatasi pada arteri, sehingga darah bisa
mengalir dan kebutuhan oksigen bisa terpenuhi. Kerja dari nitrat adalah melalui
mengurangi preload dan afterload jantung dan melalui vasodilatasi pembuluh darah
koroner, sehingga meningkatkan aliran darah di koroner serta pengantaran oksigen ke
miokardium. Bisoprolol merupakan obat dari golongan Beta Blocker yang berkerja pada
reseptor beta 1 sehingga konsumsi oksigen mikardium berkurang, penstabilan impuls
listrik ventrikel, serta secara lemah menghambat agregasi platelet. Ranipril merupakan
obat dari golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), yaitu dapat
menurunkan risiko infark berulang dan risiko gagal jantung. Lovenox (enoxaparin)
merupakan golongan antikoagulan yang berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi
5
pembekuan darah, sehingga mengurangi terbentuknya trombus. Mortalitas awal
NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI, namun setelah 6 bulan mortalitas
keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam.

18
Tabel 3.4. Skor GRACE2

19
Gambar 3.1. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana SKA2

20
BAB IV
KESIMPULAN

1. Non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) adalah suatu sindroma klinis


yang disebabkan oleh oklusi parsial atau emboli distal arteri koroner, yang
dikarakteristikkan dengan gejala iskemia miokardium berupa angina pectoris,
dengan adanya peningkatan dari biomarker jantung yang menunjukkan nekrosis
pada miokardium dan tanpa adanya elevasi segmen ST pada gambaran EKG.

2. Gejala NSTEMI meliputi: nyeri dada yang berlangsung lebih dari 20 menit yang
tidak membaik dengan pemberian nitrogliserin, serta adanya riwayat Penyakit
Jantung Koroner (PJK) dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan
kanan. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat juga
akan memperkuat diagnosis. Sementara itu, dari gambaran EKG tidak
didapatkan adanya elevasi segmen ST.

3. Pada NSTEMI diagnosis secara cepat diperlukan untuk mencegah kerusakan


miokard yang lebih luas. Terapi yang dapat diberikan MONACO sebagai terapi
inisial serta revaskularisasi untuk memperbaiki aliran darah pada arteri coroner
yang tersumbat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Cardiovascular diseases. Baker IDI Heart and Diabetes Institute. 2011.


Available from:
https://www.baker.edu.au/Assets/Files/CardiovascularDisease.pdf. Accessed on
November 11th 2017.
2 Hussain M, Al Mamun A, Peters S, Woodward M, Huxley R. The Burden of
Cardiovascular Disease Attributable to Major Modifiable Risk Factors in
Indonesia. Journal of Epidemiology. 2016;26(10):515-521.
3 Roffi M, Patrono C, Collet J, Mueller C, Valgimigli M, Andreotti F et al. 2015
ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal.
2015;37(3):267-315.
4 Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indoneisa (PERKI). 2015.
Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut Edisi III.

22

Anda mungkin juga menyukai