CRS Nstemi
CRS Nstemi
CRS Nstemi
Oleh :
Preseptor :
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Batasan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Manfaat Penulisan 4
BAB II. ILUSTRASI KASUS 5
DAFTAR PUSTAKA 22
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Penyakit kardiovaskuler merujuk pada sekumpulan penyakit yang melibatkan
jantung dan atau pembuluh darah. Penyakit ini banyak berhubungan dengan
aterosklerosis, yaitu bertumpuknya residu lemak atau plak di dinding pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah dan bisa
berujung pada penghambatan total aliran darah.1 Kurang lebih sepertiga dari total
kematian di Indonesia disebabkan karena penyakit kardiovaskuler, dengan stroke dan
penyakit jantung koroner menjadi dua penyebab utamanya sekitar 30% atau lebih dari
470.000 ribu dari total kematian.2 Beberapa faktor resiko pada penyakit ini adalah
peningkatan tekanan darah, kadar kolesterol, serta merokok.
Salah satu penyakit kardiovaskuler yang cukup sering ditemui adalah Sindroma
Koroner Akut (SKA) yang terjadi akibat adanya penyumbatan aliran arteri koroner
yang dapat menyebabkan kurangnya asupan oskigen ke miokard bahkan dapat
berujung pada kematian jaringan miokard atau nekrosis. Tampilan klinis yang paling
khas dari SKA ini adalah nyeri dada yang dirasakan lebih dari 20 menit. 3 SKA sendiri
dapat dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan tampilan klinis serta kadar marker di
dalam tubuh, yaitu: 1) UAP (unstable angina); 2) NSTEMI (non-st segment elevation
myocardial infarction); dan 3) STEMI (st segment elevation myocardial infarction).
Makalah ini akan melaporkan kasus pada pasien dengan NSTEMI.
Diagnosis dari NSTEMI ditegakkan apabila pada anamnesis pasien
mengeluhkan adanya nyeri dada khas infark4 dan tidak ada elevasi segmen ST yang
persisten serta terdapat peningkatan marka jantung seperti troponin I/T dan CKMB.3, 4
Langkah awal untuk mengatasi masalah NSTEMI ini adalah pemberian terapi inisial
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan jantung yang lebih luas.
Terapi awal yang dapat diberikan adalah MONA (morfin, oksigen, nitrat, dan aspirin)4
atau dikenal juga sebagai MONACO (dengan tambahan pemberian Clopidogrel, suatu
inhibitor reseptor ADP).
3
1.2.Batasan Masalah
Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tatalaksana,
komplikasi, dan pencegahan komplikasi NSTEMI.
4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas
1. Nama : Sumasnis
2. Umur/Tanggal Lahir : 48 Tahun / 5 April 1969
3. Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Nomor RM : 996916
6. Tanggal Pemeriksaan : 11 November 2017
7. Alamat : Kampung batu RT 009/RW 007, Koto Lalang Padang
8. Status Perkawinan : Sudah Menikah
9. Negeri Asal : Padang
10. Agama : Islam
11. Nama Ibu Kandung : Misna
12. Suku : Minang
13. Nomor HP : 081574382142
Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri dada kurang lebih 8 jam sebelum masuk rumah sakit
5
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi disangkal, tidak ada pengobatan hipertensi
DM (+) , riwayat DM tidak diketahui, tidak terkontrol
Stroke (-), Asma (-), Gastritis (+)
Alergi (+) parasetamol
Status Generalis
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Suhu : 370 C
Pernafasan : 22 kali/menit
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 60 kg
IMT : 23,4
Edema : Tidak ada
Anemis : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Kulit : Tidak ada kelainan
KGB : Tidak ada pembesaran KGB superfisial
Kepala : Normosefal, simetris, tidak ada kelainan
Rambut : Tidak ada kelainan
6
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Gigi dan Mulut : Tidak ada caries dentis
Leher : JVP 5 + 2 cmH2O
Paru:
o Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
o Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Suara nafas vesikular, rhonki +/+, wheezing -/-
Jantung:
o Inspeksi : Iktus Kordis terlihat
o Palpasi : Iktus Kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
o Perkusi : Batas jantung kiri 1 jari lateral LMCS RIC VI
o Auskultasi : S1 dan S2 normal, Murmur (-), Gallop (-)
Perut:
o Inspeksi : Distensi (-)
o Palpasi : Supel, NT (-), NL (-), H/L tidak teraba
o Perkusi : Timpani
o Auskultasi : BU (+) N
Ekstremitas : Akral Hangat, Edema (+) kedua tungkai
7
Pemeriksaan Penunjang
EKG
o Irama : Sinus
o Frekuensi : 100 kali per menit
o Axis : Deviasi axis ke kiri (LAD)
o Gelombang P : Lebar 0,06 detik
o PR Interval : 0,12 detik
o QRS Segment: 0,04 detik
o ST Segment : ST Elevasi
o Gelombang T: T inverted di I, aVL, V2, V3, V4, V5, dan V6
o Kelainan : LVH (-), RVH (-)
8
Ekokardiografi (7 November 2017)
9
Foto Polos Thorax
10
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
o TIMI Score
Usia 48 tahun (0)
> 3 faktor risiko (0)
Angiogram koroner (0)
Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (0)
2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam (1)
Deviasi ST (1)
Peningkatan marka jantung (1)
Skor TIMI 3/7
o Grace Score
Usia 48 tahun (18)
Denyut jantung 123 kali/ menit(23)
TD sistol 149 (26)
Kreatinin 1 mg/dl (2)
Killip 1 (0)
Deviasi segmen ST (30)
Peningkatan marka jantung (15)
Diagnosis Kerja
NSTEMI onset 6 jam TIMI Score 3/7 Grace Score 114
Diagnosis Banding
STEMI
Tindakan Pengobatan
IVFD RL 500 cc/24 jam
Aspilet 1 x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Atorvastatin 1 x 40 mg
Bisoprolol 1 x 2,5 mg
11
ISDN 3 x 5 mg
Lovenox 2 x 0,6 cc
Ramipril 2 x 5 mg
12
BAB III
DISKUSI
13
rahang dan punggung kiri dengan durasi sekitar 40 menit dan tidak hilang dengan
istirahat. Hal ini memenuhi kriteria diagnosis untuk nyeri dada khas angina. Dengan
adanya nyeri yang tidak hilang dengan istirahat, kita dapat mengelompokkan pasien ke
dalam Sindrom Koroner Akut (Unstable Angina Pectoris atau NSTEMI atau STEMI).
Untuk membedakan ketiga Sindroma Koroner Akut, kita bisa melihat dari hasil
pemeriksaan enzim dan elektokardiografi.
Pada pemeriksaan fisik, seringkali normal. Namun pada beberapa kasus dapat
ditemui tanda-tanda kongesti dan instabilitas hemodinamik yang memerlukan
penanganan segera. Beberapa gejala yang bisa ditemui berupa hipotensi, diaphoresis,
edema paru, regurgitasi mitral, atau ronkhi.
Pemeriksaan EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama.
Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG
serial atau pemantauan terus-menerus. Gambaran EKG dapat ditemui berupa :
Gambaran depresi segmen ST, horizontal maupun downsloping yang ≥0,05 mV
pada 2 atau lebih sadapan sesuai region dinding ventrikel dan/atau Inversi
gelombang T ≥0,1 mV dengan gelombang R prominen atau R/S <0,1. Dapat
disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit).
Pada keadaan tertentu, EKG 12 sadapan dapat normal, terutama pada iskemia
posterior (sadapan V7-V9) atau ventrikel kanan (sadapan V3R-V4R), sehingga
perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan
Gelombang Q yang menetap
Jika pada pemeriksaan awal menunjukkan kelainan non diagnostik, sedangkan
angina masih berlangsung, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang 10-20 menit
kemudian (rekam juga V7-V9). Apabila EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang
non diagnostik dan marka jantung negatif, sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam
dan setiap terjadi angina yang berulang.2,4 Dari hasil EKG pasien ditemukan adanya T
inverted di lead I, aVL, V2, V3, V4, V5, dan V6, dan ST elevasi ditemukan menetap
selama beberapa hari tanpa evolusi, sehingga kita bisa menyingkirkan diagnosis
14
STEMI.
15
Penilaian stratifikasi risiko bertujuan untuk memprediksi kejadian jantung akibat
thrombosis pada jangka pendek dan panjang, dan menentukan strategi tatalaksana
terbaik (invasive atau konservatif) untuk setiap pasien. Skor yang paling sering
digunakan ada 2, yaitu TIMI Risk Score dan Grace Score. TIMI Score adalah penilain
praktis dan sederhana, tapi GRACE Score lebih diskriminatif dan akurat.2
16
Klasifikasi GRACE mencantumkan beberapa variabel yaitu usia, kelas Killip,
tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di ruang gawat
darurat, kreatinin serum, marka jantung yang positif dan frekuensi denyut jantung.
Klasifikasi ini ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di rumah sakit
dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Untuk prediksi kematian di rumah
sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤108 dianggap mempunyai risiko rendah
(risiko kematian <1%). Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 109-140 dan
>140 berturutan mempunyai risiko kematian menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk
prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan skor
risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian <3%).
Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 89-118 dan >118 berturutan
mempunyai risiko kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).2 Skor GRACE yang
didapatkan dari pasien adalah 114, dengan interpretasinya prediksi kematian di rumah
sakit berisiko menengah serta prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari
rumah sakit adalah menengah.
Terapi yang diberikan pada pasien dengan nyeri dada akut adalah pemberian
oksigen 4L/menit NRM, akses intravena, dan pemasangan monitor: TD, frekuensi nadi,
napas, dan EKG.
Selanjutnya, diberikan terapi inisial SKA yaitu pemberian Morfin 2 mg bolus
IV, lanjutkan suplemen Oksigen 4L/menit, Pemberian ISDN 5 mg sublingual, aspirin
160 mg dikunyah kunyah, dan clopidogrel 300 mg.
Terapi yang disarankan kepada pasien adalah berupa aspilet 1x80 mg,
clopidogrel 1x75 mg, atorvastatin 1x40 mg, ISDN 3x5 mg, bisoprolol 1x1.5 mg,
ramipril 2x5 mg dan lovenox 2x0.6 cc. Kerja dari aspirin adalah menghambat agregasi
dan aktivasi platelet melalui penghambatan jalur siklooksigenase. Kerja dari aspirin
dibantu dengan clopidogrel, yang juga merupakan golongan antiplatelet. Obat ini
berkerja dengan modifikasi jalur platelet adenosine diphosphate, shingga agregasi
platelet terhambat. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dapat mengurangi resiko
komplikasi iskemia akut dan mencegah kejadian trombosis berulang. Atorvastatin
diberikan dengan tujuan menstabilisasi dinding plak aterosklerosis, memperbaiki
disfungsi endotel, serta mengurangi inflamasi dinding arteri.
17
ISDN diberikan agar terjadi vasodilatasi pada arteri, sehingga darah bisa
mengalir dan kebutuhan oksigen bisa terpenuhi. Kerja dari nitrat adalah melalui
mengurangi preload dan afterload jantung dan melalui vasodilatasi pembuluh darah
koroner, sehingga meningkatkan aliran darah di koroner serta pengantaran oksigen ke
miokardium. Bisoprolol merupakan obat dari golongan Beta Blocker yang berkerja pada
reseptor beta 1 sehingga konsumsi oksigen mikardium berkurang, penstabilan impuls
listrik ventrikel, serta secara lemah menghambat agregasi platelet. Ranipril merupakan
obat dari golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), yaitu dapat
menurunkan risiko infark berulang dan risiko gagal jantung. Lovenox (enoxaparin)
merupakan golongan antikoagulan yang berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi
5
pembekuan darah, sehingga mengurangi terbentuknya trombus. Mortalitas awal
NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI, namun setelah 6 bulan mortalitas
keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam.
18
Tabel 3.4. Skor GRACE2
19
Gambar 3.1. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana SKA2
20
BAB IV
KESIMPULAN
2. Gejala NSTEMI meliputi: nyeri dada yang berlangsung lebih dari 20 menit yang
tidak membaik dengan pemberian nitrogliserin, serta adanya riwayat Penyakit
Jantung Koroner (PJK) dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan
kanan. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat juga
akan memperkuat diagnosis. Sementara itu, dari gambaran EKG tidak
didapatkan adanya elevasi segmen ST.
21
DAFTAR PUSTAKA
22