Lapkas Hemoroid

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

“Hemoroid”

dr. Nadhira Lesarina

Pembimbing:

dr. Made Tisnasari

dr. Ketut Suyasni

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemoroid adalah penebalan bantalan jaringan submukosa (anal cushion) yang
terdiri dari venula, arteriol dan jaringan otot yang terletak di kanalis anal. 1 Pelebaran
pembuluh darah di dalam pleksus hemoroidalis yang bukan merupakan keadaan
patologi.2 Pelebaran tersebut disebabkan oleh bendungan darah dalam susunan
pembuluh vena. Hemorrhoid dapat disebabkan karena bendungan sentral seperti
bendungan susunan portal pada sirosis hepatic, herediter atau penyakit jantung
koroner, serta pembesaran kelenjar prostate pada pria tua, atau tumor pada rektum.3
Diseluruh dunia, prevalensi terjadinya hemoroid pada populasi umum sekitar
4,4%. Menurut data dari HD Treatment Center, setengah dari orang amerika
mengalami hemoroid saat mereka mencapai usia 50 tahun dan hanya sedikit yang
mencari pengobatan. Populasi orang yang menderita hemoroid di Amerika
diperikaran sekitar 10,4 juta jiwa dan 1 juta kasus baru pertahun. Sekitar 10-20% dari
kasus baru tersebut memerlukan tindakan pembedahan. Pada populasi yang berusia
lebih dari 45 tahun, 25% dari penderita merupakan perempuan dan 15% merupakan
pria. Perubahan fisiologis pada kehamilan juga meningkatkan resiko terjadinya
hemoroid pada wanita. Usia diketahui meningkatkan resiko terjadinya hemoroid
seiring dengan pertambahan usia. Umumnya hemoroid muncul pada usia lebih dari
30 tahun, meskipun hemoroid dapat muncul pada usia berapapun.4
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dapat
diperjelas dengan pemeriksaan penunjang. Adapun anamnesis yang didapatkan yaitu
keluhan berdasarkan manifestasi klinis dan adanya faktor risiko. Dari pemeriksaan
fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid
eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Pemeriksaan penunjang
hemoroid dapat diperiksa dengan menggunakan anuskopi dan sigmoidoskopi.2 Terapi
dibagi menjadi terapi konservatif dan pembedahan berdasarkan derajat hemoroid.5
BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum
hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang
dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh arteri rektalis superior,
sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh arteri rektalis inferior. Kedua
pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari
arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka interna. Arteri-
arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal. Aliran vena pada
setengah bagian atas anal canal dialirkan oleh vena rectalis superior ke vena
mesenterica inferior dan setengah bagian bawah dialirkan oleh vena rectalis inferior
ke vena pudenda interna.6

Gambar 2.1 Anatomi anal canal6

Drainase daerah anorektal diperankan oleh vena hemoroidales superior dan


inferior. Vena hemoroidales superior mengembalikan darah ke v. mesenterika inferior

3
dan berjalan dalam lapisan submukosa, mulai dari daerah anorektal dalam kolumna
Morgagni berjalan memanjang secara radier sambil beranastomosis. Apabila vena ini
menjadi varises disebut hemoroid interna. Lokasi primer hemoroid interna pada posisi
litotomi terdapat pada tiga tempat yaitu anterior kanan, posterior kanan dan lateral
kiri dengan ukuran lebih kecil dapat timbul diantaranya. Vena hemoroidales inferior
memulai venuler dan pleksus kecil di daerah anus dan distal dari garis anorektal.
Pleksus dibagi menjadi dua yakni vv. Hemoroidales media yang menuju v. pudenda
interna dan vv. Hemoroidales inferior menuju v. hipogastrika. Pleksus inilah yang
apabila menjadi tonjolan disebut hemoroid eksterna.1

Gambar 2.2 Aliran vena anal canal dan hemoroid6


2.2 Hemoroid
2.2.1 Defenisi

4
Hemoroid adalah penebalan bantalan jaringan submukosa (anal cushion) yang
terdiri dari venula, arteriol dan jaringan otot yang terletak di kanalis anal. 1 Pelebaran
vena di dalam pleksus hemoroidalis yang bukan merupakan keadaan patologi.2
2.2.2 Klasifikasi
Hemoroid dibedakan antara hemoroid interna dan eksterna atau gabungan
keduanya.2
a. Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid
inferior, terdapat di sebelah distal garis mukokutan didalam jaringan di bawah
epitel anus (linea dentata).

Gambar 2.3 Hemoroid Eksterna dan Interna7


b. Hemoroid interna terjadi apabila vena hemoroidalis superior mengalami
varises, terletak disebelah proksimal linea dentata dan diselubungi mukosa
anorektal.

5
Hemoroid interna dikelompokkan dalam 4 derajat, yaitu:

Derajat I Pendarahan merah segar tanpa nyeri pada saat defekasi. Pada
stadium awal seperti ini tidak terdapat prolaps dan pada
pemeriksaan anuskopi terlihat hemoroid yang membesar yang
menonjol ke dalam lumen.
Derajat II Prolaps anal cushion keluar dari dubur saat defekasi/mengedan
tetapi masih dapat masuk kembali secara spontan.

Derajat III Prolaps anal cushion keluar dari dubur saat defekasi/mengedan
tetapi harus didorong kembali.
Derajat IV Telah terjadi prolaps yang tidak bisa masuk kembali.
Tabel 2.1 Derajat Hemoroid Interna2

Gambar 2.4 Derajat Hemoroid Interna8

6
2.2.3 Etiologi dan Patogenesis

Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor
pendukung yang terlibat diantaranya adalah mengedan berlebihan, kesulitan buang air
yang sulit, penuaan, kehamilan, posisi tubuh (duduk dalam waktu yang lama),
obesitas.1,9

Hemoroid anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan


(cushion) atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh
jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal interna dan otot longitudinal. Di dalam
tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.10

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan


bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran
balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan,
konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi
seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang
timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau
inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.11
Sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid,
melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal
vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan
kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena
submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan
terjadi ekstravasasi sel darah merah dan pendarahan. Sel mast juga melepaskan
platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan

7
komplikasi akut hemoroid. Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami
trombosis akan mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh
kandungan granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk
degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai
TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel
mast.11
2.2.4 Gambaran Klinis
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
bercampur dengan feses. Hemoroid yang membesar secara perlahan akhirnya akan
keluar, dan menyebabkan prolaps. Pada tahap awal penonjolan ini hanya terjadi
sewaktu defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada
stadium lebih lanjut hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi
agar masuk kedalam anus. Akhirnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengalami prolaps menetap dan tidak dapat didorong masuk lagi. Keluarnya mukus
dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
sebagai pruritus anus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat thrombosis yang luas
dengan udem dan radang.2
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dapat
diperjelas dengan pemeriksaan penunjang. Adapun anamnesis yang didapatkan yaitu
keluhan berdasarkan manifestasi klinis dan adanya faktor risiko. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena (trombosis) yang mengindikasikan
hemoroid eksternal dan prolaps pada hemoroid interna. Hemoroid interna derajat I
dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar. Daerah perianal juga diinspeksi untuk
melihat adanya fistula, fisura, atau tumor. Pemeriksaan penunjang hemoroid dapat
menggunakan anuskopi dan sigmoidoskopi. Anuskopi dilakukan untuk menilai
mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid.2

8
2.2.6 Tatalaksanaan
Penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan
jenis dan derajat daripada hemoroid.11
 Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain hindari mengejan berlebihan saat
defekasi atau aktivitas berat. Modifikasi diet dengan makanan berserat, banyak
minum dan mengurangi daging, menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan
kostipasi seperti kodein.1,12 Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan
bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat
direkomendasikan pada derajat awal hemoroid.13 Antibiotik diberikan apabila terdapat
infeksi, salep rektal/supositoria untuk anastesi dan pelembab kulit (sediaan
supositoria/krim yang mengandung fluocortolone pivalate dan lidocain), dan pelancar
defekasi (cairan parafin, yal, magnesium sulfat). Pemakaian krim dilakukan dengan
cara dioleskan pada hemoroid dan kemudian dicoba untuk dikembalikan ke dalam
anus.1
 Pembedahan

Tatalaksana menghilangkan jaringan penunjang dengan minimal invasif adalah

Ligasi hemoroid (rubber band ligation) dengan anoskopi. Mukosa sebelah


proksimal hemoroid dijepit dengan band.1 Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber
band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghasilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan
perdarahan.14

Fotokoagulasi inframerah, Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah


menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur
banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi,

9
dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang
minimal.14

Juga dapat dilakukan skleroterapi, teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL


oil phenol 5 %, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt
solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut
adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal
ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Teknik ini murah
dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang
tinggi.11,15

HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana


pembedahan hemoroid antara lain terapi konservatif tidak berhasil, hemoroid derajat
III dan IV, hemoroid dengan strangulasi, ulserasi, fisura, fistula, hemoroid eksterna
dengan keluhan atau permintaan pasien.1,11,16
Prinsip utama hemoroidektomi adalah eksisi hanya pada jaringan yang
menonjol dan eksisi konservatif kulit serta anoderm normal. Hemoroidektomi terdiri
dari prosedur terbuka dan tertutup. Pada hemoroidektomi terbuka (Parks or ferguson
hemorrhoidectomy) dilakukan reseksi jaringan hemoroid dan penutupan luka dengan
jahitan benang yang dapat diserap. Sedangkan pada hemoroidektomi tertutup
(Milligan and Morgan hemorrhoidectomy) dilakukan teknik yang sama, hanya saja
luka dibiarkan terbuka dan diharapan terjadi penyembuhan sekunder. Selain kedua
teknik tersebut juga terdapat teknik lain:

Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan eksisi sirkumferensial
bantalan hemoroid di sebelah proksimal linea dentata. Kemudian mukosa
rektal dijahit hingga linea dentata. Dengan teknik ini terdaoat resiko
terjadinya ektropion

Teknik operasi Langenbeck dilakukan dengan menjepit vena
hemoroidales interna secara radier dengan klem. Jahitan jelujur dilakukan

10
dibawah klem dengan chromic gut no 22, eksisi jaringan diatas klem
sebelum akhirnya klem dilepas dan jepitan jelulur dibawah klem diikat.
Teknik ini lazim digunakan karena mudah dan tidak mengandung risiko
timbulnya parut sirkuler.

Hemorrhaidal Artery Ligation (HAL) yaitu teknik dengan menggunakan
doppler untuk mendeteksi pembuluh darah atau arteri yang terdapat pada
submukosa dan dilakukan ligasi dengan jahitan.1

Teknik Longo dilakukan untuk tatalaksana prolaps sirkumferensial
dengan pendarahan (stapled hemorrhoidopexy). Dengan teknik ini
dilakukan eksisi sirkumferensial mukosa dan submukosa kanalis anal
bawah dan atas serta reanastomosis dengan alat stapling sirkular. Dengan
teknik ini, rasa nyeri pascabedah dapat dikurangi.1
2.2.7 Pencegahan
Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan mengkonsumsi serat 25-30 gram
sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan kacang-
kacangan, minum air sebanyak 6-8 gelas sehari agar feses lebih lembek untuk
mengurangi usaha mengedan dan mengurangi tekanan pada vena anus. Mengubah
kebiasaan buang air besar segera ke kamar mandi saat merasa akan buang air besar,
jangan ditahan karena akan memperkeras feses.17

11
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama :N
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Anom 98 Br Untal-untal, Kuta Utara
Suku Bangsa : Bali
Status perkawinan : Sudah menikah
No RM : 15.61.10
Tanggal Pemeriksaan : 5 Maret 2018

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Benjolan pada anus

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang dengan keluhan benjolan pada anus sejak tahun 1993. Awalnya
saat pasien buang air besar tampak darah yang tidak menyatu dengan kotoran.
Beberapa tahun kemudian timbul benjolan dari anus tetapi masih dapat
dimasukkan sendiri oleh pasien dengan cara didorong ke dalam, selama
sebulan terakhir benjolan tidak dapat dimasukkan oleh pasien walaupun
didorong kuat. Pasien mengaku selama ini hanya mengkonsumsi daging tanpa
sayur dan buah-buahan, sehingga ketika ingin buang air besar sering
mengedan kuat, untuk mengeluarkan feses. Nyeri dirasakan oleh pasien saat

12
buang air besar dan sesudahnya. Pasien tidak mengeluh mual, muntah,
maupun mencret. Riwayat demam disangkal. Makan dan minum dikatakan
seperti biasa. BAK dikatakan normal. Pasien belum sempat berobat
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat trauma disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga atau teman sekitarnya yang mengeluh hal serupa.
Riwayat Sosial
Pasien tinggal bersama keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : pasien tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi cukup
Tanda vital
BB : 51 kg
TB : 162 cm
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2º C (per axilar)

Kulit : Warna sawo matang, kelembaban cukup, kelainan kulit (-)


Kepala : Normocephali,
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, konka tampak normal, sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-).
Tenggorok : Uvula di tengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis
(-)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar

13
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor:
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), Ronki(-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak jejas, distensi (-)
Palpasi : Hepar tidak teraba membesar, Lien tidak teraba membesar,
Nyeri tekan pada abdomen (-), tidak teraba massa.
Perkusi : Timpani pada sembilan kuadran abdomen.
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal
Rectal : Tampak benjolan (+) di jam 7 dan jam 11 pada posisi
litotomi. Nyeri (+). Tidak dapat didorong kembali.

Ekstremitas :

Akral hangat Sianosis


+ + - -
+ + - -
Oedem - +- +
- -
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
CRT < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 8 November 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap
WBC 5.300 4.100 – 11.000 /mm3
Hemoglobin 12.4 13,5 – 17,5 g/dl
Hematocrit 39,0 % 41,0 – 53,0 %
Eritrosit 4,45 4,0 – 5,0 juta/uL
PDW 15,5 9 – 13 fl

14
MCV 87,7 fl 80-100 fl
MCH 27.9 pg 26-34 pg
MCHC 32.7 g/dl 31-36 g/dl
Trombosit 246.000 150.000 – 440.000
/mm3
Faal Hemostasis
Bleeding time 1’30” 1.00 - 3.00
Cloting time 9’ 30” 5.00 – 15.00
Gula Darah Sewaktu 108 75 – 125 mg/dL
BUN 15,1 4,7 – 23,4 mg/dL
Kreatinin 0,8 0,5 – 0,9 mg/dL
SGOT 18 <31
SGPT 23 <32

V. RESUME
Pasien perempuan usia 57 tahun datang dengan keluhan benjolan pada
anus sejak ± 25 tahun yang lalu. Awalnya saat pasien buang air besar tampak
darah yang tidak menyatu dengan kotoran. Beberapa tahun kemudian timbul
benjolan dari anus tetapi masih dapat dimasukkan oleh pasien, selama sebulan
terakhir benjolan tidak dapat dimasukkan oleh pasien walaupun didorong kuat.
Riwayat mengkonsumsi makanan rendah serat (+). Mengedan kuat saat defekasi
(+). Nyeri (+) saat defekasi.
Dari pemeriksaan fisik didpatkan kesadaran kompos mentis dan tanda-
tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, laju nafas 20
x/menit, dan suhu 37,2oC. Pada pemeriksaan rektal tampak benjolan pada arah
jam 7 dan jam 11 pada posisi litotomi. Nyeri (+). Tidak dapat didorong
kembali.
Dari pemeriksaan darah lengkap ditemukan tidak dijumpai kelainan.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Hemorroid Grade IV

15
VII. PENTALAKSANAAN
1. Pro hemoroidektomi
2. Ceftriaxone 1 gram (IV)
3. IVFD RL 24 tpm
4. Fleet Enema Supp
5. Konsul dokter anastesi → acc tindakan

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam

16
IX. MONITORING
Tanggal Pemeriksaan Terapi
7/03/2018 S : Post operasi. Nyeri luka  IVFD RL 24 tpm
operasi (+), kentut (+), BAK  Ceftriaxone 2 x 1 gram
(+) (IV)
O : CM  Mikro Drip D5%
TD = 130/80 mmHg (Fentanil 100 mcg +
N = 92 x/menit
RR = 22 x/menit Tramadol 200mg +
S = 36,6 oC (per axilar) ketamine 30mg) 24 tpm
A : Follow up post  Diet bubur biasa
hemoroidektomi hari ke 0
8/03/18 S : Nyeri luka operasi (+),BAK  IVFD RL 24 tpm
(+)  Ceftriaxone 2 x 1 gram
O : CM (IV)
TD = 120/60 mmHg  Mikro Drip D5%
N = 80 x/menit
RR = 20 x/menit (Fentanil 100 mcg +
S = 36,5 oC (per axilar) Tramadol 200mg +
A : Follow up post
ketamine 30mg) 24 tpm
hemoroidektomi hari ke 1  Diet bubur biasa
9/03/2018 S : Nyeri luka operasi (+),BAK  Aff Tampon
(+)  Pasien diperbolehkan
O : CM pulang
TD = 120/60 mmHg  Ciprofloxacin 2 x 1 tab
N = 76 x/menit  Ibuprofen 3 x 1 tab
RR = 18 x/menit  Kalium Permanganat 2x1
S = 36,5 oC (per axilar)  Kontrol poliklinik 2 hari
SL: luka operasi terawat, pus (-),
lagi
darah (-).
A :Follow up post
hemoroidektomi hari ke 2

17
BAB IV
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
TEORI KASUS
 Usia diketahui meningkatkan resiko  Os berjenis kelamin perempuan
terjadinya hemoroid seiring dengan usia 57 tahun
pertambahan usia. Umumnya hemoroid
muncul pada usia lebih dari 30 tahun,
meskipun hemoroid dapat muncul pada
usia berapapun. Pada populasi yang
berusia lebih dari 45 tahun, 25% dari
penderita merupakan perempuan dan 15%
merupakan pria.
 Gejala berupa perdarahan dimana darah  Gejala yang dialami os pada
yang tidak bercampur dengan feses. awalnya berupa BAB berdarah
Derajat I: Pendarahan merah segar tanpa yang tidak bercampur dengan
nyeri pada saat defekasi. Derajat II: kotoran, kemudian timbul benjolan
Prolaps anal cushion keluar dari dubur dari anus tetapi masih dapat
saat defekasi/mengedan tetapi masih dimasukkan sendiri oleh pasien.
dapat masuk kembali secara spontan.
Derajat III: Prolaps anal cushion keluar
dari dubur saat defekasi/mengedan tetapi
harus didorong kembali. Derajat IV:
prolaps yang tidak bisa masuk kembali.
Keluarnya mukus dan terdapatnya feses
pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolaps
menetap, pruritus anus. Nyeri (+).

18
 Pada anamnesis yang didapatkan yaitu  Pasien datang dengan keluhan
keluhan berdasarkan manifestasi klinis benjolan pada anus sejak ± 2 tahun
dan adanya faktor risiko (mengedan yang lalu. Pasien mengaku selama
berlebihan, kesulitan buang air yang sulit, ini hanya mengkonsumsi daging
penuaan, kehamilan, posisi tubuh, tanpa sayur dan buah-buahan,
obesitas). Pada pemeriksaan fisik sehingga ketika ingin buang air
hemoroid interna derajat I,II dan III besar sering mengedan kuat, untuk
biasanya tidak dapat terlihat dari luar. mengeluarkan feses. Pada
Derajat IV tampak benjolan pada arah jam pemeriksaan fisik tampak benjolan
3, 7 dan 11. Daerah perianal juga (+) di jam 7 dan jam 11 pada
diinspeksi untuk melihat adanya fistula, posisi litotomi. Nyeri (+). Tidak
fisura, atau tumor. dapat didorong kembali.
 Tatalaksana konservatif antara lain hindari  Pada kasus, os di diagnosa
mengejan berlebihan, modifikasi diet, dengan Hemorroid Grade IV dan
antibiotik, ligasi hemoroid, fotokoagulasi dilakukan tindakan berupa
inframerah, dan skleroterapi. Prinsip hemoroidektomi
utama hemoroidektomi adalah eksisi
hanya pada jaringan yang menonjol dan
eksisi konservatif kulit serta anoderm
normal.

BAB V
KESIMPULAN

19
1. Hemoroid adalah penebalan bantalan jaringan submukosa (anal cushion) yang
terdiri dari venula, arteriol dan jaringan otot yang terletak di kanalis anal.
2. Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dapat
membantu untuk melihat komplikasi dan pemeriksaan anuskopi dapat
dilakukan untuk melihat tingkat pembesaran hemoroid.
3. Bila diagnosis klinis hemoroid sudah jelas, tatalaksana dilakukan
berdasarkan klasifikasi dari hemoroid.

DAFTAR PUSTAKA
1. W Elita dan JS Wifanto. 2014. Hemoroid dalam Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 4.Jakarta:Media Aesculaplus.
2. Sjamsuhidayat R dan Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
3. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.
Kumpulan Kuliah Patologi, Jakarta; 263-79.
4. R Sally. 2017. Epidemiology of Haemorrhoids. Available from:
https://www.news-medical.net/health/Epidemiology-of-Hemorrhoids.aspx
[accessed 26 November 2017].
5. Acheson AG dan Scholefield JH. 2006. Management of Haemorrhoids. British
Medical Journal; 336: 380-83.

20
6. Snell RS. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran . Edisi 6. Jakarta:
EGC.
7. WB Ian, R Tim, W Kate, G Anna, H Catriona, ON Harriet. 2017. Oxford. Edisi
10.UK:Oxford University Press;632-33.
8. P Manohar. 2017. Haemoirhhoids – What You Should Know. Available from:
http://drmanosurgery.com/hemorhhoids-what-you-should-know/ [accessed 26
November 2017]
9. Villalba H dan Abbas MA. 2007. Hemorrhoids: Modern Remedies for an
Ancient Disease. The Permanente Journal 11 (2): 74-76.
10. Nisar PJ dan Scholefield JH. 2003. Managing Haemorrhoids. British Medical
Journal; 327: 847-51.
11. Acheson AG dan Scholefield JH. 2006. Management of Haemorrhoids. British
Medical Journal; 336: 380-83.
12. Daniel WJ. 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family
Physician 39 (6): 376-81.
13. Zhou Q et al. 2006. Metaanalysis of Flavonoid for the Treatment of
Haemorrhoids. BrJ Surg; 93: 909-920.
14. American Gastroenterological Association. American Gastroenterological
Association Technical Review on the Diagnosis and Treatment of
Haemorrhoids. American Gastroenterological Association Clinical Practice
Comitee.
15. Kaidar-Person O et al. 2007. Haemorrhoids. Philadelpia: Clinical Reference
System. Available from: http://www.mdconsult.com. [accessed 26 November
2017].
16. Haemorrhoid Institute of South Texas. 2009. Haemorrhoids Summary.
Available from: http://www.haemorrhoidinstituteofst.com. [accessed 26
November 2017].
17. Nagie D. 2007. What You Need to Know about Haemorrhoids? Beth Israel
Deaconess Medical Center. Available from:
http://www.BottomLineSecrets.com. [accessed 26 November 2017].

21

Anda mungkin juga menyukai