Penentuan Kadar Protein Metode Kjeldahl Dan Lowry

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

Penentuan Kadar Protein metode Kjeldahl

dan Lowry
A. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan kadar nitrogen dengan metoda
Kjeldahl dan metode Lowry.
2. Mampu menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metoda Kjeldahl dan metode
Lowry .

B. Dasar Teori

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah senyawa
organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer
asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam
fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi
sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi
hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi
organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).

Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan
polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan
salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns
Jakob Berzelius pada tahun 1838.

Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA
ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan
ribosom. Sampai tahap ini, protein masih “mentah”, hanya tersusun dari asam amino
proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi
penuh secara biologi.

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi
sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adalah
polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi
dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan
karbohidrat. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak.

Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya protein menunjang
keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang dewasa harus sedikitnya
mengonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya. Kebutuhan akan protein bertambah pada
perempuan yang mengandung dan atlet-atlet.

Kekurangan Protein bisa berakibat fatal:

 ·Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein -Keratin)


 ·Yang paling buruk ada yang disebut dengan Kwasiorkor, penyakit kekurangan protein.
Biasanya pada anak-anak kecil yang menderitanya, dapat dilihat dari yang namanya
busung lapar, yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga
menimbulkan odem.Simptom yang lain dapat dikenali adalah:
o hipotonus
o gangguan pertumbuhan
o hati lemak
o ·Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berkibat kematian.

Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar
(crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein, misalnya urea, asam nukleat,
ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin.

Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris yaitu pH dimana
protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein berubah wujud
menjadi padatan dan kehilangan daya kelarutannya.

Metode Kjeldahl

Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut
sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein.

Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel
didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan
menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat.
Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat
dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke
dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami
modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah
sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara
tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam
bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai
berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang
biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-
mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau
butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl
pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro
Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang
semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan
yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk
ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara
analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan
kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini
masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan
makanan.

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses
destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi
unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan
nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering
ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan
tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi
karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi
tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.

2. Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan
NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating
ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan
logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau
asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia
lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi
dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat
perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila
menggunakan indikator PP.

%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi
dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan
indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi
merah muda.

%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun
protein dalam suatu bahan.

Metode Lowry

Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu
metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya. Masing-masing metode mempunyai kekurangan dan
kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada
beberapa faktor seperti misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang
tersedia untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV).

Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah digunakan dalam
penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian dikenal dengan metode Lowry.
Dalam bentuk yang paling sederhana reagen folin ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam
protein) karena kandungan fenolik dalam residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan
fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama reagen folin ciocalteu, menjadi tungsten dan
molibdenum yang berwarna biru. Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi yang lebar
pada daerah merah. Sensitifitas dari metode folin ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup
signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu.

Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad
(1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan
Na-K-tartat 2%. Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry
B, digojong dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan
dibiarkan 20 menit. Selanjutnya diamati OD-nya.

Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk
sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion
Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat
phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan
warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.

Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-


Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini
menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas
yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk
menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang
dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.

Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah penyerapan zat
suatu senyawa. Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut, dalam spektrofotometri dapat
digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara
kuantitatif. Dalam pratikum ini penggunaan KMnO4 bertujuan untuk memudahkan dalam
pengenalan dan latihan awal spektrofotometri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada
kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif
(100 kali) daripada metode Biuret

Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini,
diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris,
senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium,
dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens
tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.
Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan
penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein.

C. Alat dan Bahan

Alat jumlah Bahan


Spektrofotometer Visible 1 unit Lar. H2SO4 pekat
(Labo)
Tabung reaksi 8 buah Garam Kjeldahl
Tabung Kjeldahl 4 buah Lar. Asam Borat
Pemanas Kjeldahl 1 unit Dedak (pakan ternak)
Alat distilasi 1 unit Bakso
Buret 50 ml 1 buah Lar. Protein standar
Erlenmeyer 250 ml 5 buah Aquades
Spatula 2 buah Lar.HCl 0,02 N
Kertas timbang
Batu didih 15 buah
Gelas ukur 25 ml 1 buah
Pipet tetes 2 buah
Corong gelas 1 buah
D. Langkah Kerja

Metode Kjehdahl
Metode Lowry

Pembuatan larutan standar protein


Pelarutan sampel
Pengukuran larutan standar protein dan sampel
E. Pengolahan Data

Metode Kjeldahl

Kadar Air Sampel Bakso

Berat Cawan Konstan = 33,1540 gram

Berat Cawan + Sampel = 38,1597 gram

Berat Sampel (w1) = 38,1597 – 33,1540 = 5,0057 gram

Setelah cawan di oven pada suhu 110oC selama 90 menit

Penimbangan 1 : 34,6795 gram

Penimbangan 2 : 34,4198 gram

Penimbangan 3 : 34,3935 gram


Berat sampel setelah dikeringkan (w2): 34,3935 – 33,1540 = 1,2395 g

Kehilangan berat (w3) : 5,0057 – 1,2395 = 3,7662 g

Persen kadar air (wet basis): = 75,24 %

Pembakuan HCl

Berat Boraks = 1,9037 gram

Mr Boraks = 381,37 gram/mol

BE Boraks = 381,37/2 = 190,685

Volume larutan = 50 ml

Volume analit = 10 ml

Volume titran = 21,8 ml


Kadar Protein Bakso 1 (1,0776 g bakso)
Metode Lowry
Penentuan absorbansi larutan standar

Konsentrasi larutan = 20 ppm

Volume larutan = 10 mL

Larutan standar merupakan 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mL larutan 20ppm protein yang diencerkan
dengan air, NaCO3, CuSO4, dan pereaksi fenol sampai volume 10mL

Pengukuran Absorbansi larutan standar pada panjang gelombang 670nm


Standar
V (mL) A
No
1 0,00 0,000
2 0,10 0,013
3 0,20 0,031
4 0,40 0,073
5 0,60 0,120
6 0,80 0,162
7 1,00 0,190

Perhitungan ppm protein dalam larutan standar

1. a. Blanko : 0 ppm 1. b. 0,10 ml lar. Standar protein 20


ppm

V1.C1 = V2.C2

0,10 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 0,20 ppm
1. c. 0,20 ml lar. Standar protein 20 1. d. 0,40 ml lar. Standar protein 20
ppm ppm

V1.C1 = V2.C2 V1.C1 = V2.C2

0,20 mL x 20 ppm = 10 mL x C2 0,40 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 0,4 ppm C2 = 0,8 ppm


1. e. 0,60 ml lar. Standar protein 20 1. f. 0,80 ml lar. Standar protein 20
ppm ppm

V1.C1 = V2.C2 V1.C1 = V2.C2

0,60 mL x 20 ppm = 10 mL x C2 0,80 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 1,2 ppm C2 = 1,6 ppm


1. g. 1,00 ml lar. Standar protein 20
ppm

V1.C1 = V2.C2
1,00 mL x 20 ppm = 10 mL x C2

C2 = 2 ppm

Dengan perhitungan, diperoleh data seperti pada tabel dibawah

Kons. protein (ppm) A


0,0 0,000
0,2 0,013
0,4 0,031
0,8 0,073
1,2 0,120
1,6 0,162
2,0 0,190

Dari data larutan standar tersebut dibuat grafik linear seperti berikut
Perhitungan Konsentrasi Analit/sampel
F. Pembahasan

Pada praktikum penentuan kadar protein dan senyawa bernitrogen dari suatu bahan pangan
dilakukan dengan dua metode yaitu metode Kjeldahl dan Lowry. Sampel yang digunakan pada
praktikum ini adalah sampel bakso.

Metode Kjeldahl
Metode kjeldahl merupakan metode yang sering digunakan untuk menentukan kadar nitrogen
total, tidak hanya bahan pangan namun bahan non pangan pun dapat menggunakan metode ini.
Prinsip dari penentuan kadar protein dengan metode kjedahl adalah penentuan jumlah Nitrogen
(N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan
menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian
menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar
protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. Analisa protein dengan metode
kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi,
dan tahap titrasi.
Pada percobaan ini, akan dianalisis kadar protein pada bakso. Sampel terlebih dahulu di tumbuk
atau di gerus untuk memperluas permukaan sehingga reaksi destruksi dapat berjalan maksimal.

– Destruksi

Sampel di destruksi dengan memanaskan sampel dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N
dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. Hasil
destruksi adalah ion NH4+ yang menunjukkan keberadaan protein. Ion ammonium bereaksi
dengan ion sufat dari asam sulfat membentuk ammonium sulfat. Reaksi di katalisis dengan
adanya garam kjeldahl.

Garam kjeldahl berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih
asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat, serta mempercepat kenaikan suhu asam
sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat dan lebih sempurna. Garam kjeldahl tersebut
terdiri dari campuran Na2SO4 anhidrad dan CuSO4. Ion logam Cu akan menaikkan titik didih
H2SO4 sedangkan Na2SO4 anhidrad akan menarik air yang terdapat pada sampel. Karena titik
didih menjadi lebih tinggi, maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk
menguap. Karena hal ini, kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses
destruksi akan berjalan lebih efektif. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi
sampel menjadi unsur-unsurnya.

Selama proses destruksi, terjadi reaksi berikut:

Cu2SO4 + 2H2SO4 à 2CuSO4 + 2 H2O + SO2


protein / (CHON) + On + H2SO4 à CO2 + H2O + (NH4)2SO4

Proses destruksi di tandai dengan perubahan warna larutan menjadi warna biru dan bening.
Setelah itu larutan di dalam labu kjeldahl didinginkan terlebih dahulu dan kemudian diencerkan
dengan penambahan 100 ml aquades.

– Destilasi

Pada dasarnya tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah
amonium sulfat menjadi amonia (NH3) dengan menambah beberapa mL NaOH hingga tepat
basa, kemudian larutan sampel ini dipanaskan. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau
larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan
suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan
NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat destilasi melalui steam. Selain itu
sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak
terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat destilasi, ikut memberikan masukan energi
pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan alat destilasi juga berasal dari reaksi antara
NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya
sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar.
Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat..

Erlenmeyer yang berisi 100 ml asam borat 2 % + BCG-MR (campuran brom cresol green dan
methyl red) ditempatkan di bagian kanan bawah alat destilasi. Erlenmeyer ini digunakan untuk
menangkap amoniak hasil reaksi NaOH dengan (NH4)2SO4. BCG-MR merupakan indikator
yang bersifat amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun basa. Indikator ini digunakan
untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah
karena memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana asam dan basa / dapat bekerja pada suasana
asam dan basa), yang berarti memiliki rentang trayek kerjanya yang luas (meliputi asam-netral-
basa). Pada suasana asam, indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana basa akan
berwarna hijau-biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena
berada dalam kondisi asam.

Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat
basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini
tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah protein sesuai
dengan kadar protein bahan.

Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah warna menjadi hijau
kebiruan, hal ini karena larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa
sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.
Reaksi yang terjadi :

(NH4)2SO4 + NaOH à Na2SO4 + 2 NH4OH


2NH4OH à 2NH3 + 2H2O
4NH3 + 2H3BO3 à 2(NH4)2BO3 +H2

Reaksi destilasi akan berakhir bila terjadi perubahan warna larutan dalam erlenmeyer menjadi
hijau muda akibat reaksi indicator pada suasana basa akibat menangkap ammonia. Ini
menunjukkan larutan telah bersifat basa dan distilasi dihentikan. Selain perubahan visual yang
terlihat, seharusnya dilakukan pengujian keberadaan ammonia di ujung pipa aliran distilat.
Pengujian dilakukan dengan menempelkan lakmus merah ke ujung pipa, bila lakmus merah tidak
berubah menjadi biru menunjukkan tidak ada lagi amoniak yang dihasilkan dari destilasi, dengan
demikian, destilasi dihentikan.

Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan larutan asam dalam erlenmeyer
berwarna hijau kebiruan karena dalam suasana basa akibat menangkap ammonia. Ammonia yang
terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh
pendingin balik di bagian belakang alat destilasi dan dialirkan ke dalam erlenmeyer.

– Titrasi

Langkah terakhir dalam proses analisis protein adalah titrasi. Titrasi asam-basa digunakan untuk
menentukan kadar protein dalam sampel. Karena NH3 yang terbentuk adalah asam lemah,
digunakan HCl baku 0,1N untuk menitrasi asam borat yang sudah menangkap ammonia hasil
destilasi, titik akhir di tandai dengan perubahan warna menjadi merah muda karena adanya
indicator Phenolptalein pada kondisi sedikit basa (mendekati netral).

Reaksi yang terjadi

4NH3 + 2H3BO3 à 2(NH4)2BO3 +H2 ……………………….(1)

(NH4)2BO3 + 2 HCl à 2 NH4Cl + H2BO3 ……..…………………(2)

Reaksi 1 adalah reaksi penangkapan ammonia distilat oleh asam borat, dan reaksi (2) adalah
reaksi penetralan pada titrasi asam-basa. Dari reaksi di (2) diatas, bahwa 1 mol HCl akan
bereaksi dengan 1 mol ammonia (dalam bentuk NH4Cl). Sehingga banyaknya protein dalam
sampel dapat dihitung dari konversi HCl yang digunakan dikali dengan factor konversi nitrogen
protein.

Dari metoda yang dilakukan untuk menentukan kadar protein dari suatu bahan pangan yaitu
bakso, maka didapatkan kadar protein bakso sebesar 2,66% pada keadaan bakso kering (bebas
air).

Metode Lowry

Selain metode Kjeldahl, protein dalam bahan pangan dapat ditentukan kadarnya dengan
menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Protein merupakan kumpulan dari beberapa asam
amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida antara satu asam amino dengan asam amino
lainnya. Adanya ikatan peptida ini akan menyebabkan sampel yang mengandung protein akan
berwarna biru bila ditambahkan Cu2+ kedalamnya. Warna biru juga dihasilkan akibat terjadinya
redukti asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan yang merupakan
residu protein. Asam fosfotungstat, fospomolibdat dan Cu2+ terdapat pada reagen folin-ciocalteu
yang ditambahkan pada sejumlah tertentu sampel.

Pada metode lowry ini, Cu2+ pada suasana basa akan tereduksi menjadi Cu+. Cu+ kemudian akan
mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat – phosphotungstat, menghasilkan
heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino)
terkatalis Cu, yang menghasilkan warna biru.

Warna biru yang di hasilkan bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya.
Sehingga pengukuran kadar sampel dapat dilakukan dengan pengukuran absorbansi sampel pada
panjang gelombang maksimal pada panjang gelombang 670nm. Metode ini sangat sensitif pada
kadar protein yang kecil, limit deteksinya kurang lebih 2 ppm.

Sampel bakso dilarutkan dalam sejumlah tertentu aquades, dan disaring. Filtratnya merupakan
larutan yang mengandung protein. Sampel ini diperlakukan sama dengan sampel dan dilakukan
pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang 670nm menggunakan spektrofotometer
visible.

Dari pengukuran deret standar protein yang diperoleh dari standar albumin terhadap 7 standar
yang dibuat, didapat kurva kalibrasi dengan persamaan y = 0,1x – 0,0044. Sedangkan serapan
sampel bakso pada panjang gelombang 670nm sebesar 0,058. Sehingga didapatkan kadar protein
sampel sebesar 1248 ppm. Kadar tersebut dikalikan dengan pengenceran (2000x) sehingga
diperoleh kadar protein sampel bakso mengunakan metode lowry pada kadar kering bakso
sebesar 0,51%.

Jika dibandingkan dengan metode Kjeldahl, kadar protein yang diukur melalui dua metode
tersebut memberikan hasil yang berbeda. Metode lowry memberikan hasil 5 kali lebih kecil
dibandingkan metode kjeldahl. Ini disebabkan karena kelarutan bakso yang sangat kecil dalam
air. Seharusnya bakso dilarutkan terlebih dahulu sampai benar benar larut dalam air kemudian di
reaksikan dengan metode lowry.

1. G. Kesimpulan
2. Kadar protein bakso kering yang diperoleh dengan pengukuran kadar protein
menggunakan metode kjeldahl sebesar 2,66 %
3. Kadar protein bakso kering yang diperoleh dengan pengukuran kadar protein
menggunakan metode Lowry sebesar 0,51%

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Isi Kandungan Gizi Bakso-Komposisi Bahan Makanan.


http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-
makanan.html (online). Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013

Kurniawan, Gigih. 2013. Protein Analysis Kjeldahl Metodh.


http://chemistryinorganic.blogspot.com/2013/03/Protein-Kjeldahl.html (online). Diakses pada
tanggal 31 Oktober 2013

Wahyudi, Imam. 2013. Laporan Praktikum Analisa Kadar Protein.


http://wahyudi93.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-analisa-kadar-protein.html (online).
Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013

Anonym. 2013. Protein. http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (diunduh pada tanggal 2 November


2013 pkl 08.28 WIB)
Sari, Indah. 2013. Penentuan Kadar Protein secara Lowry.
http://indhpsari.blogspot.com/2013/06/penentuan-kadar-protein-secara-lowry.html (diunduh
pada tanggal 2 November 2013 pkl 09.07 WIB)

Riani. 2013. Penentuan Kadar Protein dengan Metode


Kjeldahl. http://rianitusaya.blogspot.com/2012/10/protein-metode-kjeldahl.html (diunduh pada
tanggal 2 November pkl 09.33 WIB)
STRUKTUR PROTEIN
Diposting oleh Dauz biotekhno di 05.21 Senin, 18 Juni 2012

STRUKTUR PROTEIN

A. PROTEIN

Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah
senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer
asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang sulfur serta fosfor. Protein merupakan salah satu bio-
makromolekul yang penting perananya dalam makhluk hidup. Setiap sel dalam tubuh kita mengandung
protein, termasuk kulit, tulang, otot, kuku, rambut, air liur, darah, hormon, dan enzim.

Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar kedua setelah
air. Diperkirakan 50% berat kering sel dalam jaringan hati dan daging terdiri dari protein. Sedangkan
dalam tenunan daging segar sekitar 20%. Protein ditemukan dalam berbagai jenis bahan makanan,
mulai dari kacang-kacangan, biji-bijian, daging unggas, seafood, daging ternak, sampai produk susu.
Buah dan sayuran memberikan sedikit protein. Pemilihan sumber protein ini harus bijaksana, karena
banyak makanan yang tinggi protein juga tinggi lemak dan kolesterol. Fungsi dari protein itu sendiri
secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan
sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular.

Beberapa protein struktural, fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh a
dan b-keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein struktural lain ada juga
yang berfungsi sebagai perekat, seperti kolagen. Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan
struktural karena seperti halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat
mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan sebagai biokatalis untuk
reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup. Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu
metabolisme yang kompleks untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisma.
B. STRUKTUR PROTEIN

Suatu asam amino-α terdiri atas:

1. Atom C α. Disebut α karena bersebelahan dengan gugus karboksil (asam).

2. Atom H yang terikat pada atom C α.

3. Gugus karboksil yang terikat pada atom C α.

4. Gugus amino yang terikat pada atom C α.

5. Gugus R yang juga terikat pada atom C α.

Ada 4 tingkat struktur protein yaitu struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier dan
struktur kuartener.

1. Struktur primer

Struktur primer adalah urutan asam-asam amino yang membentuk rantai polipeptida. Struktur
primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan asam kuat
(misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen amino acid
analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari
digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan
spektrometri massa.

2. Struktur sekunder

Struktur sekunder protein bersifat reguler, pola lipatan berulang dari rangka protein. Pada
struktur sekunder, protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam amino.
Analisa defraksi sinar-X merupakan cara yang baik untuk mempelajari struktur sekunder protein serabut.

3. Struktur tersier

Struktur tersier terbentuk karena terjadinya perlipatan (folding) rantai α-helix, konformasi β,
maupun gulungan rambang suatu polipeptida, membentuk globular, yang struktur tiga dimensiny lebih
rumit daripada protein tersebut. Interaksi intra molekuler seperti ikatan hidrogen, ikatan ion, van der
Waals, hidropobik turut menentukan orientasi struktur 3 dimensi dari protein. Beberapa protein telah
dapat ditentukan struktur tersiernya, misalnya hemoglobin, mioglobin, lisozim, ribonulease dan kimo
tripsinogen. Sebagai contoh, struktur tersier enzim sering padat, berbentuk globuler.

4. Struktur kuartener

Beberapa protein tersusun atas lebih dari satu rantai polipeptida. Struktur kuartener
menggambarkan subunit-subunit yang berbeda dipak bersama-sama membentuk struktur protein.
Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer
yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.

Kemantapan struktur kuartener suatu protein oligomer disebabkan oleh interaksi dan ikatan
non-kovalen yang lemah antara masing-masing sub bagiannya. Kemampuan untuk berhimpun diri
daripada beberapa sub bagian ini merupakan ciri struktur kuartener suatu protein oligomer. Sebagian
besar protein oligomer mengalami disidiasi pada pH tinggi atau rendah, juga bila ditempatkan dalam
larutan urea atau garam berkonsentrasi tinggi.

Struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin. Sebagai contoh adalah
molekul hemoglobin manusia yang tersusun atas 4 subunit, yang akan berdisosiasi pada proses
pengenceran. Masing-masing sub bagian terdiri atas dua rantai polipeptida, α dan β.

Struktur protein dapat diketahui dengan kristalografi sinar-X atau pun spektroskopi NMR.
Namun, kedua metode tersebut sangat memakan waktu dan relatif mahal. Sementara itu, metode
sekuensing protein relatif lebih mudah mengungkapkan sekuens asam amino protein. Prediksi struktur
protein berusaha meramalkan struktur tiga dimensi protein berdasarkan atas sekuens asam aminonya.
Dengan perkataan lain, prediksi tersebut meramalkan struktur sekunder dan struktur tersier
berdasarkan atas struktur primer protein.

Metode prediksi struktur protein yang ada saat ini dapat dikategorikan ke dalam dua
kelompok, yaitu metode pemodelan protein komparatif dan metode pemodelan de novo. Pemodelan
protein komparatif (comparative protein modelling) meramalkan struktur suatu protein berdasarkan
atas struktur protein lain yang telah diketahui. Salah satu penerapan metode ini adalah homology
modelling, yaitu prediksi struktur tersier protein berdasarkan atas kesamaan struktur primer protein.
Pemodelan homologi didasarkan atas teori bahwa dua protein yang homolog memiliki struktur yang
sangat mirip satu sama lain.
Pada metode ini, struktur suatu protein yang disebut dengan protein target, ditentukan
berdasarkan atas struktur protein lain atau protein templet, yang telah diketahui dan memiliki
kemiripan sekuens dengan protein target tersebut. Selain itu, penerapan lain pemodelan komparatif
ialah protein threading yang didasarkan atas kemiripan struktur tanpa kemiripan sekuens primer. Latar
belakang protein threading ialah bahwa struktur protein lebih dikonservasi daripada sekuens protein
selama evolusi; daerah-daerah yang penting bagi fungsi protein dipertahankan strukturnya. Pada
pendekatan ini, struktur yang paling kompatibel untuk suatu sekuens asam amino dipilih dari semua
jenis struktur tiga dimensi protein yang ada. Metode-metode yang tergolong dalam protein threading
berusaha menentukan tingkat kompatibilitas tersebut.

Struktur protein dapat ditentukan dari sekuens primernya tanpa membandingkan dengan
struktur protein lain berdasarkan pendekatan de novo atau ab initio. Terdapat banyak kemungkinan
dalam pendekatan ini, misalnya dengan menirukan proses pelipatan (folding) protein dari sekuens
primernya menjadi struktur tersiernya (misalnya dengan simulasi dinamika molekular), atau dengan
optimisasi global fungsi energi protein. Prosedur-prosedur ini cenderung membutuhkan proses
komputasi yang intens sehingga saat ini hanya digunakan dalam menentukan struktur protein-protein
kecil.

Anda mungkin juga menyukai