Analisis Mineral
Analisis Mineral
Analisis Mineral
MINERAL
Oleh
Kelompok 7 :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan
Rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ Analisis Zat Gizi
Makanan ( Mineral ) dengan baik dan lancar. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas
mata kuliah Analisis Zat Gizi Makanan yang diampu oleh Ibu
Tak lupa penyusun sampaikan Terimakasih dan mohon maaf yang sebesar besarnya
bila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dijelaskan diatas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut,
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan mineral ?
1.2.2 Bagaimana struktur kimia mineral ?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan metode kadar abu ?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS)
1.2.5 Apa yang dimaksud dengan metode volumetri?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan dapat memahami mineral, kegunaan, kebutuhan tubuh,
struktur kimia,metode kadar abu, metode Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS),dan metode volumetri
1.4 Manfaat
Sebagai tambahan informasi bagi para pembaca dalam materi mineral.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Mineral kemungkinan esensial termasuk dalam kelompok ini adalah arsen,
barium, kadmium, dan strontium.
3. Mineral non esensial termasuk dalam kelompok ini adalah alumunium,
antimon, bismut, boron, germanium,aurum, timah hitam, air raksa, rubidium,,
perak, dan titanium.
4. Mineral yang berpotensitoksik tembaga, molibdenum, selenium, arsen,
cadmium, timah hitam, dan air raksa (Hg).
Mineral disebut esensial, yaitu apabila : Defesiensi dari mineral tersebut
mengakibatkan ketidak normalan fungsi fisiologis, Mineral terdapat dalam jaringan
yang sehat pada mahkluk hidup, Kadar mineral relatif constant.Kekurangan mineral
tersebut mengakibatkan gangguan fisiologis maupun ketidak normalan struktur.
4
Kenampakan adanya perubahan mineral dari olivine melalui bidang pecahannya
dengan bentuk yang tidak beraturan.
5. Struktur subofitik
Mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga
menunjukkan tekstur poikilitik
6. Halo’s Structure
7. Sieve Structure
8. Embayment Structure.
Struktur pada kuarsa dimana terjadi oksisdasi bagian tepi seperti teluk.
2.3.2 Peralatan
No Nama Alat Gambar
1. Cawan pengabuan
terbuat dari platina,
nikel, atau silika,
lengkap dengan
tutupnya
5
2. Tanur pengabuan
3. Penjepit cawan.
4. Desikator
6
2.3.4 Perhitungan
𝑊2 – 𝑊0
Kadar abu ( % ) = × 100
𝑊1 – 𝑊0
Keterangan :
W0 : berat cawan kosong
W1 : berat cawan + sampel sebelum pengabuan
W2 : berat cawan + sampel setelah pengabuan
7
Persiapan sampel untuk penetapan mineral dengan pengabuan kering (dry ash)
1) Timbang dengan tepat sampel sebanyak yang dikehendaki di dalam
cawan silika yang telah diketahui beratnya.
2) Panaskan sampel di atas Hot plate atau pembakar Burner dengan api
sedang untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada
(sampai sampel tidak berasap lagi)
3) Pindahkan cawan ke dalam tanur dan panaskan pada suhu 300○C
sampai semua karbon berwarna keabuan, kemudian naikan suhu
sampai 420○C. Pada umumnya pengabuan dilakukan pada 450○C,
waktu yang dibutuhkan tergantung pada sifat bahan, biasanya 5–7 jam
(apabila dikehendaki penggunaan suhu rendah misalnya 420○C dengan
waktu semalam).
4) Jika diperkirakan belum semua karbon teroksidasi ambil cawan dari
dalam tanur dan dinginkan. Tambahkan 1 – 2 ml HNO3 pekat, uapkan
sampai kering dan masukkan lagi ke dalam tanur sampai pengabuan
dianggap selesai.
5) Ambil cawan dari tanur, dinginkan, catat berat abu yang dihasilkan.
6) Tutup cawan dengan gelas arloji , perlahan-lahan tambahkan 40 – 50
ml HCl encer (1+1) dengan menggunakan pipet. Gelas arloji berfungsi
untuk mencegah muncratnya campuran.
7) Panaskan cawan diatas waterbath selama 30 menit, angkat tutupnya
dan bilas. Lanjutkan pemanasan selama 30 menit untuk mendehidrasi
silica.
8) Tambahkan 10 ml HCl (1 + 1) dan air untuk melarutkan garam-garam.
9) Saring menggunakan kertas saring Whatman No. 44, masukan filtrat
ke dalam labu takar 100 ml.
10) Bilas residu yang tertinggal dalam cawan 1 s.d 2 kali menggunakan
HCl (1+1) , kemudian cuci residu yang tertinggal dalam kertas saring
menggunakan HCl (1+1) juga.
11) Encerkan sampai tanda tera dengan menggunakan aquades.
12) Kembalikan kertas saring ke dalam cawan , baker dan abukan dalam
tanur pada suhu 450○C selama 1 jam, kemudian dinginkan dan
8
timbang. Perlakuan ini memberi perkiraan kandungan silika di dalam
sampel.
b. Pereaksi
1) HNO3 pekat
2) H2SO4 pekat
3) Asam perklorat
4) Hidrogen peroksida
c. Prosedur kerja
Ada tiga macam cara pengabuan basah yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4
2) Pengabuan basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan HClO4
3) Pengabuan basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan H2O2
Banyaknya sampel yang digunakan tergantung pada beberapa
faktor. Apabila dikehendaki analisa satu macam mineral saja
dianjurkan untuk menggunakan sample lebih sedikit dibandingkan
dengan analisa lebih dari satu macam mineral. Kandungan mineral
dalam bahan serta sensitivitas prosedur yang akan digunakan juga
harus dipertimbangkan.
9
d. Pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4
1) Timbang sejumlah sampel yang mengandung 5 - 10 gram padatan
dan masukkan ke dalam labu kjedhal.
2) Tambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3 dan beberapa buah
batu didih
3) Panaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, hindari
pembentukan buih yang berlebihan.
4) Tambahkan 1 – 2 ml HNO3 dan lanjutkan pemanasan sampai
larutan lebih gelap lagi.
5) Lanjutkan penambahan HNO3 dan pemanasan selama 5 – 10 menit
sampai larutan tidak gelap lagi (semua zat organik telah
teroksidasi), kemudian dinginkan.
6) Tambahkan 10 ml aquades (larutan akan menjadi tidak berwarna
atau menadi kuning muda jika mengandung Fe) dan panaskan
sampai berasap.
7) Dinginkan dan encerkan sampai volume tertentu.
Catatan :
1) Hindari pemanasan yang berlebihan yang mengakibatkan
kegosongan untuk mencegah penguapan arsenat yang mungkin
terdapat pada sampel
2) Jika menggunakan sampel basah (banyak mengandung air),
panaskan lebih dulu dengan HNO3 sebelum ditambah H2SO4,
perlakuan selanjutnya sama dengan jika menggunakan sampel
padat.
10
4) Pindahkan/matikan pemanas/pembakar gas, dinginkan larutan
5) Panaskan lagi dengan panas rendah selama 5 – 10 menit sampai
timbul asap H2SO4 putih tebal.
6) Besarkan panas/api dan lanjutkan pemanasan selama 1 – 2 menit.
Larutan pada tahap ini tidak berwarna atau kuning muda jika
mengandung Fe.
7) Jika diperkirakan masih ada karbonnya, tambah 1 – 2 ml HNO3
dan panaskan
8) Dinginkan dan encerkan sampai volume tertentu dengan
menggunakan aquades.
Catatan :
1) Pengabuan asam perklorat pada proses “digestion” dapat
menyebabkan ledakan dan apabila digunakan dan apabila
digunakan bersama-sama asam nitrat dan asam sulfat dapat
menyebabkan ledakan yang lebih besar lagi, oleh karena itu cara
ini sangat berbahaya dan harus dilakukan sangat hati-hati.
2) Kerjakan di dalam ruang asap yang terisolasi dengan baik
3) Gunakan masker pada waktu melakukan “digestion” di kamar asap.
4) Jangan naikan suhu pemanasan sampai oksidasi zat organik oleh
HNO3 dan H2SO4 selesai. Naikkan suhu pemanasan hanya untuk
memberi kesempatan agar asam perklorat bereaksi.
5) Pada waktu pemanasan , jangan sampai kering, paling tidak 2–3 ml
H2SO4 selalu terdapat dalam labu (untuk menghindari kekurangan
asam dan titik didih yang tinggi setelah HNO3 habis). Jika tidak
ada H2SO4, pemanasan dapat menyebabkan terurainya Amonium
perklorat yang disertai dengan ledakan.
11
4) Dinginkan dan encerkan dengan 10 ml aquades, kemudian uapkan
sampai berasap.
5) Encerkan lagi dengan 5 ml aquades dan uapkan lagi sampai
berasap.
6) Encerkan dengan aquades sampai volume tertentu.
12
2.4.1 Prinsip
Metode spektrofotometer serapan atom (AAS) berprinsip pada absorpsi
cahaya oleh atom-atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Bila cahaya
monokromatik maupun campuran jatuh atau masuk pada suatu medium yang
homogen, sebagian dari sinar akan dipantulkan, sebagian diserap dalam
medium itu dan sisanya akan diteruskan.
1. Alat
2. Neraca Analitik
3. Hot Plate
4. Pipet Skala 10 ml
13
6. Gelas Beaker/Gelas
Kimia 100 ml
7. Corong Kaca
8. Blub
9. Pipet Tetes 3 ml
11. Spatula
14
2. Bahan
1) Aquades (H2O)
2) Aqubides (H2O)
3) Aluminium foil
4) Asam nitrat (HNO3) 65%
5) Asam perklorat (HClO4) pekat
6) Kertas saring whatman no 42
7) Larutan induk Fe 1000 ppm
8) Sampel sayur bayam Waterone (H2O)
15
4. Pengujian kadar besi (Fe) dengan AAS
1) Menyalakan rangkaian sektrofotometer serapan atom. Mengeset hollow
cathode lamp
2) Memastikan alat sektrofotometer serapan atom telah tersambung dengan
komputer
3) Menghubungkan alat sektrofotometer serapan atom dengan larutan standar
dan sampel
4) Melakukan analisis larutan standar dan sampel Mencatat nilai absorbansi
dari masing-masing larutan
5) Membuat kurva absorbansi besi (Fe)
6) Mencatat konsentrasi besi (Fe) dalam sampel dengan menggunakan
ekstraporasi.
16
larutan. Konsentrasi larutan analit kemudian ditentukan secara kuantitatif. Proses
diatas dikenal dengan proses titrasi. Oleh karena itu, analisa volumetri disebut juga
analisa titrimetri.
Secara umum, reaksi dasar antara komponen analit dengan titran dinyatakan
melalui persamaan :
aA + tT → Produk
‘a’ merupakan jumlah mol analit (A) yang bereaksi secara stoikiometri
dengan ‘t’ mol titran (T). Keadaan dimana volume titran yang ditambahkan tepat
sama dengan volume yang diperlukan oleh analit untuk bereaksi sempurna disebut
sebagai titik ekivalen. Pencapaian titik ekivalen umumnya ditandai oleh perubahan
warna zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam larutan analit, yang dikenal
sebagai indikator. Perubahan warna indikator terjadi bila telah tercapai titik akhir
titrasi, yaitu keadaan dimana semua analit telah bereaksi dengan titran. Secara
sederhana, konsep analisa titrimetri didefenisikan sebagai suatu teknik analisa
kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia.
17
Erlenmeyer
Erlenmeyer dipakai
untuk meletakkan analit.
Biasa yang dipergunakan
untuk titrasi adalah
ukuran 250 mL agar
mudah dipegang dang
lebih mudah melihat
analit.
Pipet Ukur
Labu Ukur
18
Pipet Tetes
Gelas Arloji
Karet Penghisap
19
Apabila salah satu larutan berwarna, titik ekivalen dapat diamati. Misalnya:
titrasi asam oksalat yang tidak berwarna dengan larutan KMnO4(ungu), akan
didapatkan perubahan laurtan dari tidak berwarna menjadi ungu muda.
Jika kedua larutan tidak berwarna, maka titik ekivalen tidak dapat teramati.
Sehingga perlu penambahan indikator sebagai zat pembantu dalam pengamatan titik
ekivalen. Titik ekivalen (TE) tidak dapat diamati dengan mata secara langsung, akan
tetapi yang bisa diamati hanya perubahan warna dimana titrasi harus dihentikan.
Tepat saat titik akhir titrasi (TAT). Pada umumnya, titik akhir titrasi terjadi sesudah
titik ekivalen.
Misalnya, Titrasi CH3COOH dengan larutan NaOH menggunakan indikator
fenolftalein (pp). Larutan ini kemudian dititrasi dengan NaOH sampai titik ekivalen
(belum ada perubahan warna). Ketika ada kelebihan 1 tetes larutan NaOH, dengan
adanya pp, akan membentuk larutan berwarna merah muda (TAT).Perbedaaan antara
titik akhir titrasi dan titik ekivalen tidak boleh terlalu besar karena dapat
menyebabkan kesalahan titrasi. Semakin besar perbedaan antara TA dan TE, maka
semakin besar pula kesalahan titrasinya. Usahakan agar TA jatuh sedekat mungkin
dengan TE. Oleh karena itu, sangat penting memilih indikator yang tepat untuk
memperkecil kesalahan titrasi.
20
3. Kesalahan dalam penerapan metode analisis
4. Kesalahan dalam pengerjaan.
Hal penting yang perlu ditekankan untuk mengurangi kesalahan yang mungkin
terjadi adalah:
1. Cara-cara pengambilan contoh dan persiapan sampel yang benar
2. Ketepatan analisis
3. Pemilihan metode yang tepat.
Untuk itu perlu pengetahuan dari buku buku lainnya, latihan dan pengalaman
dalam menganalisis, perbandingan beberapa metode analisis untuk menentukan
metode analisis yang akurat, sederhana dan dapat disesuaikan dengan kondisi
laboratorium yang tersedia.
21
BAB III
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Mineral mempunyai mempunyai peranan yang sangat penting bagi tubuh manusia
yakni memelihara fungsi tubuh secara keseluruhan, baik sel, jaringan, maupun organ.
Keseimbangan mineral dalam tubuh diperlukan untuk mengatur kerja enszim,
pemelihara keseimbangan asam basa, pemelihara kepekaan otot dan syaraf terhadap
rangsangan.
Pengabuan adalah proses pembakaran bahan organik untuk menghasilkan zat
abu. Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan
suatu bahan yang dihasilkan.
5.2 SARAN
Saran yang bisa penulis berikan antara lain bahwa
praktikum ini adalah sebaiknya dalam melaksanakan praktikum praktikan mengikuti
prosedur secara teliti supaya hasil diperoleh tidak jauh berbeda dari literatur yang
didapatkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (2008). “Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan
metode analisisnya”. Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 99-105.
Sudarmadji. 2003. ”Analisis Bahan Makanan dan Pertanian”. Yogyakarta (ID): Liberti.
Yenrina, Rina. 2015. “Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif.” Padang:
Andalas University Press.
23