TPP 1
TPP 1
TPP 1
Nim :186100100111011
Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk
mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat,
lemak, protein, vitamin dan mineral menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan
dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, untuk mempertahankan hidup, tumbuh dan
berkembang serta mencapai prestasi kerja (Yayuk, 2004). Semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi makanan, semakin banyak intervensi manusia dalam pembentukan atau pengolahan
bahan makanan. Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang menarik,
rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di
antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pengembangan teknologi dan inovasi baru dalam bidang pengolahan pangan terus
dilakukan dan telah berhasil mengembangkan beberapa teknologi maju dalam bidang sterilisasi
dan pasteurisasi bahan pangan yang meliputi teknologi thermal dan non-thermal. Teknologi
thermal meliputi teknologi asepktik, teknologi ohmic, teknologi microwave, teknologi radiasi
dengan sinar inframerah, dan teknologi pasteurisasi dengan gelombang radio.Teknologi
nontermal meliputi teknologi Pulsed electric field (PEF), teknologi high pressure processing
(HPP), pulsed light (PL), teknologi ozone, teknologi irradiasi (gamma radiation), dan teknologi
pasteurisasi dengan sinar X dan electron beam.
Teknologi Termal
Teknologi Ohmic
Ohmic diperoleh dari hukum Ohm, yang dikenal sebagai hubungan antara
arus,tegangan, dan tahanan. Tahanan dari bahan makanan untuk melewatkan arus listrik
menyebabkan panas yang dihasilkan dalam makanan. Dengan kata lain,energi listrik
dikonversi menjadi energi panas (Sastry, 1992).
1
Aplikasi pada bahan pangan untuk bahan pangan solid contohnya sayuran yang
dipanaskan, konduktivitas listrik tergantung pada suhu dan voltage. Jika jaringan sayuran
dikenakan pemanasan konvensional, konduktivitas listrik meningkat tajam pada suhu
600C,yang akan mengakibatkan akibat pecahnya dinding sel (Muhtadi dan
Ayustaningwarno, 2010). Karena konduktivitas listrik dipengaruhi oleh kandungan ion,
menyesuaikan konduktivitas listrik produk (kedua fase) dengan tingkat ion (untuk
mencapai efektivitas pemanasan ohmik (Ruan et al., 2001). Selain itu pemanas ohmic
dapat digunakan juga untuk memanaskan makanan cair yang mengandung partikulat
besar, seperti sup dan makanan rebus dan irisan buah-buahan pada sirup, saus, dan cairan
sensitif panas. Aplikasi lain potensi ohmik pemanasan termasuk blanching,
pencairan,gelatinisasi, fermentasi, pengeringan dan ekstraksi (Ramaswamy, 2003)
Berdasarkan penelitian yang berjudul pengaruh pemanasan ohmic terhadap viskositas dan
kekuatan gel rumput laut diperoleh hasil sebagai berikut, Laju pemanasan ohmik
dipengaruhi oleh konsentrasi larutan dan kuat medan listrik yang digunakan. Semakin
tinggi konsentrasi larutan, maka semakin cepat laju pemanasan.. konsentrasi alkali, lama
dan suhu pemanasan memberi pengaruh nyata terhadap viskositas dan sedangkan
konsentrasi alkali dan lama pemanasan memberi pengaruh nyata terhadap kekuatan gel
yang dihasilkan.
Teknologi Microwave
2
diradiasikan ke arah suatu material, maka material tersebut akan menyerap energi dan
mengkonversinya menjadi panas. Mikrowave menyebabkan polarisasi ion dan rotasi
molekul dipole yang akan menimbulkan gesekan antar molekul sehingga menimbulkan
panas dalam waktu yang sangat cepat (Rosenberg dan Bogl,1987). Akibatnya, panas
dibangkitkan dari dalam material itu sendiri. Kenaikan temperatur 1000C dapat dicapai
dalam hitungan detik yang kecepatannya tergantung pada daya yang diberikan.
Radiasi infra red banyak digunakan untuk pengeringan karena dapat memberikan
panas yang efesien, sedangkan pengertiannya sendiri adalah bentuk penyerapan radiasi
elektromagnetik yang menyebabkan getaran panas dalam bahan makanan dan hasil
pertanian. Kentungan metode ini dibandingkan dengan pengeringan konvensional dengan
udara panas diantaranya menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, konsumsi energi
yang rendah, efesiensi energi yang tinggi, kecepatan transfer panas yang tinggi, dan
mengurangi waktu pengeringan (krisnamukti, dkk., 2008.,Ponkham,2012). Meskipun
demikian pengeringan infrared memiliki pengeringan yaitu biaya operasi yang tinggi dan
pengeringan bahan dngan ketebalan yang tipis (Motaveli, dkk., 2014).
3
Penelitian tentang kinerja pengerng infra red dilakukan oleh beberapa peneliti.
Nowak dan levicki (2004) melaporkan bahwa pengeringan infra red pada irisan apel
merupakan metode yang lebih efektif dan cepat dalam pengurangan air dibandingkan
dengan pengeringan konvensional dibawah parameter yang sama.
Gelombang radio,
Aplikasi gelombang radio pada bahan pangan apabila bahan pangan yang terpapar
oleh gelombang radio maka akan menimbulkan eksitasi, ionisasi dan perubahan
komponen yang ada pada bahan pangan tersebut. Apabila perubahan terjadi pada sel
hidup, maka akan menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses terganggu dan
terjadi efek biologis. Efek inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan (Maha, 1981).
Teknologi pulsed electric field merupakan salah satu metode nontermal dalam
proses pengolahan makanan, yang mana membantu dalam pengawetan makanan dan
dapat menghentikan metabolisme pada sel tumbuhan dengan waktu perlakuan singkat
dan hanya sedikit menimbulkan panas (Barbosa et al. 1999). Prinsip kerjanya adalah arus
listrik yang dihasilkan power supply dialirkan melewati charging resistor dan selanjutnya
disimpan di capacitor bank. Ketika switch terhubung maka arus listrik tegangan tinggi
(10-80 kV/cm) akan melewati bahan pangan yang ditempatkan antara dua buah elektroda
(Barbosa et al. 1999). Selama proses perlakuan PEF, bahan pangan diletakkan diantara
dua elektroda dalam sebuah wadah dan dikenai pulsa (pulse) listrik bertegangan tinggi
bertujuan untuk merusak membran sel.
4
.De Vito (2006) menjelaskan, jika sel biologis (tanaman, hewan dan mikroorganisme)
dikenai medan listrik tegangan tinggi (kV/cm) dalam bentuk pulsa pendek (µs/ms) akan
menginduksi pembentukan pori – pori pada membrane sel yang mana dapat bersifat
sementara atau permanen. Fenomena tersebut dinamakan elektroporasi, yang mana
terjadi peningkatan permeabilitas dari membran sel. Jika semakin tinggi tegangan listrik
yang dikenai, maka akan terjadi sel lisis karena rusaknya membran sel. PEF sebagai
pengolahan pangan ada dua kategori. Penggunaan PEF pada tegangan tinggi (10 – 40
kV/cm) dengan energi spesifik > 40 kJ/kg, dimana mekanisme elektroprasi pada
membran sel mikroba dapat membunuh bakteri Eschericia coli atau Listeria innocua
sehingga dapat menurunkan aktivitas mikroorganisme. Karena tidak menimbulkan panas
pada bahan pangan, maka tidak mempengaruhi kualitas dari bahan pangan.
5
suhu pengolahan termal. Dengan demikian, vitamin, nutrisi penting, dan rasa diharapkan
tidak mengalami perubahan.
Aplikasi electron beam pada bahan pangan adalah menyinari bahan pangan yang
dilewatkan melalui electron yang dihasilkan oleh mesin pemercepat electron. Electron
yang dihasilkan tersebut meningkatkan kecepatan energy pada gelombang mikro
mendekati kecepatan cahaya (18.000 mil/detik). Electron yang dipercepat tersebut
kemudian melepaskan energinya dan merusak mikroba perusak pada bahan pangan.
6
Proses tersebut berlangsung sangat cepat sehingga tidak menimbulkan panas dan esidu
pada bahan pangan (Baysal, 2001)
Teknologi Ozone
Ozon merupakan zat pengoksidasi kuat yang terdiri dari molekul oksigen.Ozon
dapat digunakan pada pengolahan air limbah, penghilangan bau, disinfektan, polusi
udara, pemrosesan makanan, sterilisasi alat kedokteran dll (Teke, 2014).Ozon sebagai
oksidan kuat dengan potensial kimia 2,07 eV sangat berpotensi sebagai bahan disinfektan
yang mampu membunuh mikroorganisme patogen. Sifat ozon setelah bereaksi dengan zat
lain tidak meninggalkan residu kimia yang berbahaya tetapi malah menghasilkan
oksigen, sehingga teknologi ozon sangat ramah lingkungan (Petel, 2001)
Dalam aplikasinya, ozon merupakan zat aktif yang jika bereaksi dapat membunuh
bakteri. Teknologi ozon yang dikembangkan menggunakan metode pengolahan sterilisasi
dengan menggunakan air berozon. Teknologi ozon mulai dikembangkan pada 2005 dan
telah diujicobakan untuk mengawetkan tomat. Teknologi ini dapat menggantikan
pemakaian formalin yang membahayakan kesehatan namun sampai sekarang masih
banyak dipakai masyarakat untuk mengawetkan makanan (Sugiharto dan Anto, 2007).
Gelombang ultrasonic
7
mati. Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran
sitoplasma tidak akan berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat dan
proses kehidupan sel akan terhenti (Clark, 2009). Mekanisme kerusakan sel terlebih
dahulu mengalami proses nekrosis diawali dengan kerusakan membran yakni proses
pelepuhan membransel. Sedangkan proses apoptosis adalah kebalikannya, kerusakan
justru berawal dari satuan terkecilnya yaitu kerusakan DNA dan larutnya inti sel.
Selanjutnya sel tersebut terpecah menjadi pigmen-pigmen kecil dan mengalami
fagositosis(Clark, 2009).
8
tujuan menghambat pertunasan dan pematangan serta membasmi serangga, dosis sedang
(1 –10 kGy) sudah dapat digunakan untuk membunuh bakteri patogen, dan dosis tinggi
(30 –50 kGy) digunakan untuk membunuh seluruh jenis bakteri yang ada. Dari ketentuan
tersebut maka dengan menggunakan pembatas dosis radiasi dan batas maksimum energi
dari sumber radiasi, bahan pangan yang diawetkan dengan irradiasi tidak menjadi
radioaktif (ICGFI, 1999).
Daftar pustaka
Baysal, T., F. Icier, S. Ersus, and H. Yildiz. 2003. Effects of microwave and infrared drying on the quality of carrot
and garlic. Eur Food Res Technol 218:68-73.
Barbosa Canovas GV, Nieto MG, Pothakamury UR, Swanson BG. 1999.Preservation of Foods with Pulsed Electric
Fields. New York (US):Academic Press.
Campana, L.E., M.E. Sempe and R.R. Filgueira 1986. Effect of microwave energy on drying wheat. Cereal Chem
63(3):271 - 273.
Cullen, P.J., B.K. Tiwari, and V.P. Valdramidis. 2012. Status and trends of novel thermal and
non-thermal technologies for fluid foods. In: P.J.C.K.T.P. Valdramidis (Ed.). Novel
Thermal and Non-thermal Technologies for Fluid Foods. Academic Press, San Diego,
pp. 1–6.
Codex Alimentarius Commission. 2003. Codex General Standard For Irradiated Foods, CODEX STAN, 106-1983,
Rev. 1, Cited: 7 March 2008. Available from: www.codexalimentarius.net/download/standards/16/CXS_106e.pdf
Datta, A.K. and R.C. Anantheswaran. 2001. Hand book of microwave technology for food applications. Marcel
Dekker Inc., New York
De Vito F. 2006. Aplication of Pulsed Electric Field (PEF) Thecniques in Food
Processing [thesis]. Fisciano (ITA): Universitas Salerno.
Fellow, P. 1990. Food Processing Technology. Ellis Horwood Ltd., West Sussex.
Giancioli, Douglas C., 2001, Fisika Edisi Kelima,Erlangga, Jakarta.
Guderjan M, Toepfl S, Angersbach A, Knorr D. 2005. Impact of pulsed electric field treatment on the recovery and
quality of plant oil. Journal of Food Engineering. 67:281-287.
Gould, G.W (ed.). 1995. Nes Method of Food Preservation. Springer Science
Business Media Dordrecht, New York.
IFT (Institute of Food Technology). 1989. Microwave food processing. Ascientific status summary by the IFT
expert panel on food safety and nutrition. Food Technol 43(1):117-126
Irawati, Z. 2006. Aplikasi Mesin Berkas Elektron Pada Industri Pangan. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah
Teknologi Akselerator dan Aplikasinya: BATAN.
9
International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI). 1999. Facts about food irradiation, International
Energy Agency (IAEA), Vienna. Available from : www.iaea.org/nafa/d5/public/foodirradiation.pdf
MacArthur, L.A. and B.L. D'appolonia. 1981. Effects of microwave radiation and storage on hard red spring wheat
flour. Cereal Chem 58(1): 53-56.
Majetich, G. dan R. Hicks. 1995. The use of microwave heating to promote organic reactions. J Microwave Power
& Electromagn. Energy 30 (1): 27 - 45.
Muchtadi, R., T. Ayustaningwarno, F., 2010.Teknologi Proses Pengolahan Pangan.Penerbit Alfabeta. Bandung
Patel, K., 2001, What is Ozone ?, Ozonetek Limited, 30 Landons Road,Madras 600010, India.
Rulis, M., S. Kuehnert, M. Leiker and H. Rohm.2005. Influence of energy input and initial moisture on physical
properties of microwave- vacuum dried strawberries. Eur Food ResTechnol 221:803-808.
Ramaswamy, Raghupathy., Balasubramaniam, V.M(Bala)., Sastry, S.K., 2003, Ohmik Haeting of Foods Fact Sheet
for Food Processors, Ohio State University, Columbus.
Rosenberg, U. dan W. Bogl. 1987. Microwave thawing, drying and baking in the food industry. Food Technol.: 85-
91.
Schubert, H., M. Gruneberg dan E. Walz. Erwaermung von Lebenstmittlen durch Mikrowellen: Grundlagen,
Messtechnik, Besondereheiten. ZFL 42 (4):14 – 21
Sugiharto, Tri Anto, 2007, Teknologi OzonAlternatif Pengawetan Makanan yang Aman,
http://lipi.go.id/berita/single/teknologi-ozonalternatif-pengawetan-makanan-yangaman/1857,diakses tanggal 1
Sseptember 2018 pukul 19.06.
sastry, S.K., 1992, Ohmic Heating dalam Food Engineering Vol. III. Ohio State University.USA
Takehisa, M. 1990. Process And Product Control of Electron Beam (EB) Processing, Presented at IAEA/FAO
Regional (RCA) Workshop on Electron Beam Processing For Food Irradiation, Japan.
Teke, Sosiawati, Nur, M. dan Tri A. Winarni, 2014, Produksi Ozon dalam Reaktor Dielektrik Barrier Discharge
Plasma (DBDP) Terkait Panjang Reaktor dan Laju Alir Udara Serta Pemanfaatannya untuk Menjaga Kualitas
Asam Amino Ikan, Berkala Fisika No.1 Vol. 17 hal : 25-32, ISSN : 1410-9662.
Toepfl S, Siemer C, Heinz V. 2014. Effect of high-intensity electric field pulses on solid food. Di dalam: Sun, DW.,
editor. Emerging Technologies for Food Processing 2nd Edition [Internet]; London (UK): Jamestown Road. hlm
147 – 154; [diunduh 2016 Februari 20]. Tersedia pada: http://libgen.io/ge t/9046
33FA7D0E775707416F09E958BF81/%28Food%20science%20and%20technology%29%20DaWen%20SunEmergi
ng%20technologies%20for%20fod%20processingAcademic%20Press%2C%20%2C%20Elsevier%20Ltd%2
0%282015%29.pdf.
yoshida, H. dan S. Takagi. 1997. Microwave roasting and positional distribution of fatty acids of phospholipids in
soybean (Glycine max L) at different moisture contents. JAOCS 2: 117-124. BIOD
10