TPP 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Nama : Silvy Novita Antrisna Putri Tugas: TPP 1

Nim :186100100111011

Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk
mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat,
lemak, protein, vitamin dan mineral menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan
dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, untuk mempertahankan hidup, tumbuh dan
berkembang serta mencapai prestasi kerja (Yayuk, 2004). Semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi makanan, semakin banyak intervensi manusia dalam pembentukan atau pengolahan
bahan makanan. Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang menarik,
rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di
antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Pengembangan teknologi dan inovasi baru dalam bidang pengolahan pangan terus
dilakukan dan telah berhasil mengembangkan beberapa teknologi maju dalam bidang sterilisasi
dan pasteurisasi bahan pangan yang meliputi teknologi thermal dan non-thermal. Teknologi
thermal meliputi teknologi asepktik, teknologi ohmic, teknologi microwave, teknologi radiasi
dengan sinar inframerah, dan teknologi pasteurisasi dengan gelombang radio.Teknologi
nontermal meliputi teknologi Pulsed electric field (PEF), teknologi high pressure processing
(HPP), pulsed light (PL), teknologi ozone, teknologi irradiasi (gamma radiation), dan teknologi
pasteurisasi dengan sinar X dan electron beam.

Teknologi Termal

 Teknologi Ohmic

Ohmic diperoleh dari hukum Ohm, yang dikenal sebagai hubungan antara
arus,tegangan, dan tahanan. Tahanan dari bahan makanan untuk melewatkan arus listrik
menyebabkan panas yang dihasilkan dalam makanan. Dengan kata lain,energi listrik
dikonversi menjadi energi panas (Sastry, 1992).

1
Aplikasi pada bahan pangan untuk bahan pangan solid contohnya sayuran yang
dipanaskan, konduktivitas listrik tergantung pada suhu dan voltage. Jika jaringan sayuran
dikenakan pemanasan konvensional, konduktivitas listrik meningkat tajam pada suhu
600C,yang akan mengakibatkan akibat pecahnya dinding sel (Muhtadi dan
Ayustaningwarno, 2010). Karena konduktivitas listrik dipengaruhi oleh kandungan ion,
menyesuaikan konduktivitas listrik produk (kedua fase) dengan tingkat ion (untuk
mencapai efektivitas pemanasan ohmik (Ruan et al., 2001). Selain itu pemanas ohmic
dapat digunakan juga untuk memanaskan makanan cair yang mengandung partikulat
besar, seperti sup dan makanan rebus dan irisan buah-buahan pada sirup, saus, dan cairan
sensitif panas. Aplikasi lain potensi ohmik pemanasan termasuk blanching,
pencairan,gelatinisasi, fermentasi, pengeringan dan ekstraksi (Ramaswamy, 2003)
Berdasarkan penelitian yang berjudul pengaruh pemanasan ohmic terhadap viskositas dan
kekuatan gel rumput laut diperoleh hasil sebagai berikut, Laju pemanasan ohmik
dipengaruhi oleh konsentrasi larutan dan kuat medan listrik yang digunakan. Semakin
tinggi konsentrasi larutan, maka semakin cepat laju pemanasan.. konsentrasi alkali, lama
dan suhu pemanasan memberi pengaruh nyata terhadap viskositas dan sedangkan
konsentrasi alkali dan lama pemanasan memberi pengaruh nyata terhadap kekuatan gel
yang dihasilkan.

 Teknologi Microwave

Mikrowave adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi antara 300 MHz


hingga 300 GHz dan panjang gelombang antara 1 mm hingga 1 m (Datta dan
Anantheswaran, 2001). Frekuensi dan panjang gelombang yang digunakan mikrowave
sama dengan yang digunakan oleh gelombang radio pada umumnya. Untuk mencegah
interferensi dengan radio dan televisi maka mikrowave untuk tujuan pengolahan atau
pemanasan menggunakan frekuensi 915 atau 2450 MHz (IFT, 1989). Radiasi mikrowave
sering juga disebut sebagai radiasi non-ionik untuk mem- bedakannya dengan radiasi
seperti sinar X atau sinar gamma yang merupakan radiasi ionik. Radiasi ionik
menyebabkan pemisahan atom atau molekul dengan muatan listriknya. Sementara,
radiasi mikrowave hanya menyebabkan getaran dan gesekan antar ion atau molekul yang
menyebabkan timbulnya panas. Gelombang elektromagnetik jika ditembakkan atau

2
diradiasikan ke arah suatu material, maka material tersebut akan menyerap energi dan
mengkonversinya menjadi panas. Mikrowave menyebabkan polarisasi ion dan rotasi
molekul dipole yang akan menimbulkan gesekan antar molekul sehingga menimbulkan
panas dalam waktu yang sangat cepat (Rosenberg dan Bogl,1987). Akibatnya, panas
dibangkitkan dari dalam material itu sendiri. Kenaikan temperatur 1000C dapat dicapai
dalam hitungan detik yang kecepatannya tergantung pada daya yang diberikan.

Apliksai microwave pada bidang pangan adalah kemampuan untuk menghasilkan


panas yang sangat cepat berpotensi untuk menghemat energi, karena panas yang
dihasilkan langsung dari dalam bahan tanpa perlu pemanasan lingkungan di luar
material.Fenomena ini dianggap sebagai keuntungan dari penggunaan teknologi
microwave dan telah dilaporkan oleh banyak peneliti (Yoshidadan Takagi, 1997;
Majetich dan Hicks, 1995; Schubert et al., 1991). Pada pengolahan pangan atau hasil
pertanian, kemampuan untuk membangkitkan panas dalam waktu singkat adalah sangat
penting karena dapat menekan kerusakan pada permukaan bahan, inaktivasi enzim dan
meminimalisasi kerusakan kandungan gizi (Fellow, 1990). Kemampuan ini menyebabkan
mikrowave mulai dilirik untuk berbagai proses pengolahan bahan pangan dan pertanian.
pengeringan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada warna, tekstur, flavour
dan kualitas nutrisi bahan pangan.

 Radiasi infra red

Radiasi infra red banyak digunakan untuk pengeringan karena dapat memberikan
panas yang efesien, sedangkan pengertiannya sendiri adalah bentuk penyerapan radiasi
elektromagnetik yang menyebabkan getaran panas dalam bahan makanan dan hasil
pertanian. Kentungan metode ini dibandingkan dengan pengeringan konvensional dengan
udara panas diantaranya menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, konsumsi energi
yang rendah, efesiensi energi yang tinggi, kecepatan transfer panas yang tinggi, dan
mengurangi waktu pengeringan (krisnamukti, dkk., 2008.,Ponkham,2012). Meskipun
demikian pengeringan infrared memiliki pengeringan yaitu biaya operasi yang tinggi dan
pengeringan bahan dngan ketebalan yang tipis (Motaveli, dkk., 2014).

3
Penelitian tentang kinerja pengerng infra red dilakukan oleh beberapa peneliti.
Nowak dan levicki (2004) melaporkan bahwa pengeringan infra red pada irisan apel
merupakan metode yang lebih efektif dan cepat dalam pengurangan air dibandingkan
dengan pengeringan konvensional dibawah parameter yang sama.

 Gelombang radio,

Gelombang radio memiliki frekuensi paling tinggi (superhigh frequency = SHF:),


yaitu diatas 3 GHz (3 x 109 Hz). Jika gelombang radio diserap oleh sebuah benda, maka
akan muncul efek pemanasan pada benda itu. Jika makanan menyerap radiasi gelombang
mikro, maka makanan menjadi panas dalam selang waktu yang sangat singkat.

Aplikasi gelombang radio pada bahan pangan apabila bahan pangan yang terpapar
oleh gelombang radio maka akan menimbulkan eksitasi, ionisasi dan perubahan
komponen yang ada pada bahan pangan tersebut. Apabila perubahan terjadi pada sel
hidup, maka akan menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses terganggu dan
terjadi efek biologis. Efek inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan (Maha, 1981).

Teknologi Non Termal

 Pulsed Electric Field (PEF)

Teknologi pulsed electric field merupakan salah satu metode nontermal dalam
proses pengolahan makanan, yang mana membantu dalam pengawetan makanan dan
dapat menghentikan metabolisme pada sel tumbuhan dengan waktu perlakuan singkat
dan hanya sedikit menimbulkan panas (Barbosa et al. 1999). Prinsip kerjanya adalah arus
listrik yang dihasilkan power supply dialirkan melewati charging resistor dan selanjutnya
disimpan di capacitor bank. Ketika switch terhubung maka arus listrik tegangan tinggi
(10-80 kV/cm) akan melewati bahan pangan yang ditempatkan antara dua buah elektroda
(Barbosa et al. 1999). Selama proses perlakuan PEF, bahan pangan diletakkan diantara
dua elektroda dalam sebuah wadah dan dikenai pulsa (pulse) listrik bertegangan tinggi
bertujuan untuk merusak membran sel.

4
.De Vito (2006) menjelaskan, jika sel biologis (tanaman, hewan dan mikroorganisme)
dikenai medan listrik tegangan tinggi (kV/cm) dalam bentuk pulsa pendek (µs/ms) akan
menginduksi pembentukan pori – pori pada membrane sel yang mana dapat bersifat
sementara atau permanen. Fenomena tersebut dinamakan elektroporasi, yang mana
terjadi peningkatan permeabilitas dari membran sel. Jika semakin tinggi tegangan listrik
yang dikenai, maka akan terjadi sel lisis karena rusaknya membran sel. PEF sebagai
pengolahan pangan ada dua kategori. Penggunaan PEF pada tegangan tinggi (10 – 40
kV/cm) dengan energi spesifik > 40 kJ/kg, dimana mekanisme elektroprasi pada
membran sel mikroba dapat membunuh bakteri Eschericia coli atau Listeria innocua
sehingga dapat menurunkan aktivitas mikroorganisme. Karena tidak menimbulkan panas
pada bahan pangan, maka tidak mempengaruhi kualitas dari bahan pangan.

 Teknologi High Pressure Processing (HPP)

High pressure processing (HPP) adalah teknologi pengolahan pangan non-


thermal yang dapat mempertahankan kesegaran, kualitas, serta nutrisi dari bahan pangan
(Cullen dkk., 2012). HPP menggunakan tekanan tinggi (400–600 MPa) untuk memproses
makanan cair dan padat selama 5 sampai 10, dengan cara menginaktivasi
mikroorganisme penyebab kerusakan/penyakit, sehingga akhirnya dapat memperpanjang
masa simpan makanan. Pada suatu percobaan aplikasi High pressure processing (HPP)
untuk inaktifasi spora bakteri C. perfringens dan psikrotrofik B. cereus, dan fungi B.
nivea dan N. fischeri pada jus buah dan diperoleh hasil sebagai berikut dalam jus apel.
HPP–600 MPa mampu mereduksi jumlah spora dalam bahan pangan. Reduksi spora =2,7
log selama 30 menit pada 75 atau 70°C.

 Pulsed Light (PL)

Secara tradisional, pengolahan makanan yang paling sering digunakan adalah


dengan panas guna menghambat mikroorganisme pada suhu 60°C selama beberapa menit
dan 100°C selama beberapa detik. Selama periode ini, sejumlah besar energi yang
ditransfer ke makanan, yang dapat memicu reaksi yang mengarah ke perubahan yang
tidak diinginkan. Selama pemrosesan nontermal, suhu makanan yang dicapai dibawah

5
suhu pengolahan termal. Dengan demikian, vitamin, nutrisi penting, dan rasa diharapkan
tidak mengalami perubahan.

Aplikasi Pulsed pada bidang pangan digunakan untuk inaktifasi cepat


mikroorganisme pada permukaan makanan, peralatan, dan makanan dalam kemasan.
Istilah yang sering digunakan yaitu high intensity broad spectrum pulsed light (Roberts
and Hope, 2003) and pulsed, white light (Marquenie et al. 2003a,b), are synonymous with
PL (Rowan et al., 1999).Penggunaan lampu flash inert-gas menghasilkan intens dan pulsa
pendek dari ultraviolet (UV) light mikroba inaktivasi dimulai pada akhir 1970-an di
Jepang. Dalam 1988 eksperimentasi, ekstensif dilakukan oleh Pure Pulse Technologies
Inc memberikan proses yang disebut Pulsed Light PureBright untuk mensterilkan obat-
obatan, peralatan medis, kemasan, dan air. PL melibatkan penggunaan pulsa intens durasi
pendek dan spektrum yang luas untuk menjamin inaktivasi mikroba pada Makanan
Bioproses Technol (2010).

 Electro beam (Sinar berkas electron)

Sinar berkas electron adalah arus electron berenergi, dimana electron


mendapatkan energy kinetic melalui medan elektrik. Hal tersebut sama halnya dengan
fenomena batu yang dijayuhkan kebawah dari ketinggian tertentu akibat gravitasi bumi.
Berkas electron dihambat oleh electron diluar inti akibat muatan negative akan
memberikan sebagian energinya kepada atom dan selanjutnya memberikan pancaran
electron sekunder sebagai hasil dari suatu reaksi. Electron tersebut akan berinteraksi
dengan atom lain, menghasilkan semburan electron yang lebih banyak dan energinya
akan diserap oleh bahan diiradiasi. Energy yang diserap akan menghasilkan radikal
bebas, sehingga dapat menimbulkan reaksi kimia pada bahan yang dilaluinya.

Aplikasi electron beam pada bahan pangan adalah menyinari bahan pangan yang
dilewatkan melalui electron yang dihasilkan oleh mesin pemercepat electron. Electron
yang dihasilkan tersebut meningkatkan kecepatan energy pada gelombang mikro
mendekati kecepatan cahaya (18.000 mil/detik). Electron yang dipercepat tersebut
kemudian melepaskan energinya dan merusak mikroba perusak pada bahan pangan.

6
Proses tersebut berlangsung sangat cepat sehingga tidak menimbulkan panas dan esidu
pada bahan pangan (Baysal, 2001)

 Teknologi Ozone

Ozon merupakan zat pengoksidasi kuat yang terdiri dari molekul oksigen.Ozon
dapat digunakan pada pengolahan air limbah, penghilangan bau, disinfektan, polusi
udara, pemrosesan makanan, sterilisasi alat kedokteran dll (Teke, 2014).Ozon sebagai
oksidan kuat dengan potensial kimia 2,07 eV sangat berpotensi sebagai bahan disinfektan
yang mampu membunuh mikroorganisme patogen. Sifat ozon setelah bereaksi dengan zat
lain tidak meninggalkan residu kimia yang berbahaya tetapi malah menghasilkan
oksigen, sehingga teknologi ozon sangat ramah lingkungan (Petel, 2001)
Dalam aplikasinya, ozon merupakan zat aktif yang jika bereaksi dapat membunuh
bakteri. Teknologi ozon yang dikembangkan menggunakan metode pengolahan sterilisasi
dengan menggunakan air berozon. Teknologi ozon mulai dikembangkan pada 2005 dan
telah diujicobakan untuk mengawetkan tomat. Teknologi ini dapat menggantikan
pemakaian formalin yang membahayakan kesehatan namun sampai sekarang masih
banyak dipakai masyarakat untuk mengawetkan makanan (Sugiharto dan Anto, 2007).

 Gelombang ultrasonic

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik dengan frekuensi di atas


20 kHz. Gelombang ini dapat merambat dalam medium padat,cair dan gas. Hal ini
disebabkan karena gelombang ultrasonik merupakan rambatan energi sebagai interaksi
dengan medium yang dilaluinya (Bueche,1989). Gelombang ultrasonik ini sering
dipergunakan untuk pemeriksaan kualitas produksi di dalam industri.
Aplikasi Gelombang Ultrasonik pada bidang pangan adalah pengaruh gelombang
ultrasonik dan suhu terhadap bakteri adalah kerusakan sel. Kerusakan sel ini akan
berpengaruh terhadap aktivitas di dalam sel, seperti aktivitas metabolisme di dalam sel.
Membran sel akan mengalami kerusakan jika diberikan perlakuan suhu yang ekstrim,
suhu lingkungan yang berada lebih tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan
menyebabkan denaturasi protein dan komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan

7
mati. Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran
sitoplasma tidak akan berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat dan
proses kehidupan sel akan terhenti (Clark, 2009). Mekanisme kerusakan sel terlebih
dahulu mengalami proses nekrosis diawali dengan kerusakan membran yakni proses
pelepuhan membransel. Sedangkan proses apoptosis adalah kebalikannya, kerusakan
justru berawal dari satuan terkecilnya yaitu kerusakan DNA dan larutnya inti sel.
Selanjutnya sel tersebut terpecah menjadi pigmen-pigmen kecil dan mengalami
fagositosis(Clark, 2009).

 Teknologi radiasi pangion

Radiasi pengion yang direkomendasikan oleh Codex General Standard digunakan


untuk irradiasi makanan (Food Irradiation) adalah (1) sinar gamma yang dihasilkan dari
radioisotop Co-60 dan Cs-137 dengan masing-masing energi sebesar 1,33 MeV dan 0,66
MeV; (2) sinar-X yang dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan pada tingkat
energi atau dibawah 5 MeV; dan (3) elektron yang dihasilkan dari mesin sumber yang
dioperasikan pada tingkat energi atau di bawah 10 MeV (Codex Alimentariu
Commission, 2003). Batasan ini ditetapkan berdasarkan pembentukan imbas radioaktif.
Radioaktivitas imbas baru akan timbul pada atom-atom bahan yang diirradiasi bila
energi yang digunakan di atas 5 MeV untuk radiasi gamma. Batas energi untuk sumber
elektron lebih tinggi karena radioaktivitas imbas yang timbul pada energi kurang dari 16
MeV sangat sedikit jumlahnya dan relatif berumur pendek (Takehisa, 1990; Machi,
2003). Codex Alimentarius Commission FAO/WHO merekomendasikan dosis irradiasi
yang boleh digunakan pada irradiasi pangan tidak melebihi 10 kGy (Gould, 1995).
Jumlah energi ini sebenarnya sangat kecil, setara dengan jumlah panas yang diperlukan
untuk meningkatkan suhu air 2,4 C. Oleh karena itu pangan yang diirradiasi dengan dosis
dibawah 10 kGy hanya mengalami perubahan yang sangat kecil serta aman dikonsumsi
oleh manusia (Irawati, 2007). Dosis radiasi yang diberikan dapat berpengaruh pada hasil
pasca panen, yaitu kerugian penyimpanan berkurang, umur simpan semakin panjang dan
juga keamanan bahan pangan dari bakteri patogen serta parasit yang menyebabkan
penyakit meningkat (Farkas, 2006). Dosis rendah (0,4 – 2,5 kGy) digunakan untuk

8
tujuan menghambat pertunasan dan pematangan serta membasmi serangga, dosis sedang
(1 –10 kGy) sudah dapat digunakan untuk membunuh bakteri patogen, dan dosis tinggi
(30 –50 kGy) digunakan untuk membunuh seluruh jenis bakteri yang ada. Dari ketentuan
tersebut maka dengan menggunakan pembatas dosis radiasi dan batas maksimum energi
dari sumber radiasi, bahan pangan yang diawetkan dengan irradiasi tidak menjadi
radioaktif (ICGFI, 1999).

Daftar pustaka

Baysal, T., F. Icier, S. Ersus, and H. Yildiz. 2003. Effects of microwave and infrared drying on the quality of carrot
and garlic. Eur Food Res Technol 218:68-73.
Barbosa Canovas GV, Nieto MG, Pothakamury UR, Swanson BG. 1999.Preservation of Foods with Pulsed Electric
Fields. New York (US):Academic Press.
Campana, L.E., M.E. Sempe and R.R. Filgueira 1986. Effect of microwave energy on drying wheat. Cereal Chem
63(3):271 - 273.
Cullen, P.J., B.K. Tiwari, and V.P. Valdramidis. 2012. Status and trends of novel thermal and
non-thermal technologies for fluid foods. In: P.J.C.K.T.P. Valdramidis (Ed.). Novel
Thermal and Non-thermal Technologies for Fluid Foods. Academic Press, San Diego,
pp. 1–6.
Codex Alimentarius Commission. 2003. Codex General Standard For Irradiated Foods, CODEX STAN, 106-1983,
Rev. 1, Cited: 7 March 2008. Available from: www.codexalimentarius.net/download/standards/16/CXS_106e.pdf
Datta, A.K. and R.C. Anantheswaran. 2001. Hand book of microwave technology for food applications. Marcel
Dekker Inc., New York
De Vito F. 2006. Aplication of Pulsed Electric Field (PEF) Thecniques in Food
Processing [thesis]. Fisciano (ITA): Universitas Salerno.
Fellow, P. 1990. Food Processing Technology. Ellis Horwood Ltd., West Sussex.
Giancioli, Douglas C., 2001, Fisika Edisi Kelima,Erlangga, Jakarta.
Guderjan M, Toepfl S, Angersbach A, Knorr D. 2005. Impact of pulsed electric field treatment on the recovery and
quality of plant oil. Journal of Food Engineering. 67:281-287.
Gould, G.W (ed.). 1995. Nes Method of Food Preservation. Springer Science
Business Media Dordrecht, New York.
IFT (Institute of Food Technology). 1989. Microwave food processing. Ascientific status summary by the IFT
expert panel on food safety and nutrition. Food Technol 43(1):117-126
Irawati, Z. 2006. Aplikasi Mesin Berkas Elektron Pada Industri Pangan. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah
Teknologi Akselerator dan Aplikasinya: BATAN.

9
International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI). 1999. Facts about food irradiation, International
Energy Agency (IAEA), Vienna. Available from : www.iaea.org/nafa/d5/public/foodirradiation.pdf
MacArthur, L.A. and B.L. D'appolonia. 1981. Effects of microwave radiation and storage on hard red spring wheat
flour. Cereal Chem 58(1): 53-56.
Majetich, G. dan R. Hicks. 1995. The use of microwave heating to promote organic reactions. J Microwave Power
& Electromagn. Energy 30 (1): 27 - 45.
Muchtadi, R., T. Ayustaningwarno, F., 2010.Teknologi Proses Pengolahan Pangan.Penerbit Alfabeta. Bandung
Patel, K., 2001, What is Ozone ?, Ozonetek Limited, 30 Landons Road,Madras 600010, India.
Rulis, M., S. Kuehnert, M. Leiker and H. Rohm.2005. Influence of energy input and initial moisture on physical
properties of microwave- vacuum dried strawberries. Eur Food ResTechnol 221:803-808.
Ramaswamy, Raghupathy., Balasubramaniam, V.M(Bala)., Sastry, S.K., 2003, Ohmik Haeting of Foods Fact Sheet
for Food Processors, Ohio State University, Columbus.
Rosenberg, U. dan W. Bogl. 1987. Microwave thawing, drying and baking in the food industry. Food Technol.: 85-
91.
Schubert, H., M. Gruneberg dan E. Walz. Erwaermung von Lebenstmittlen durch Mikrowellen: Grundlagen,
Messtechnik, Besondereheiten. ZFL 42 (4):14 – 21
Sugiharto, Tri Anto, 2007, Teknologi OzonAlternatif Pengawetan Makanan yang Aman,
http://lipi.go.id/berita/single/teknologi-ozonalternatif-pengawetan-makanan-yangaman/1857,diakses tanggal 1
Sseptember 2018 pukul 19.06.
sastry, S.K., 1992, Ohmic Heating dalam Food Engineering Vol. III. Ohio State University.USA
Takehisa, M. 1990. Process And Product Control of Electron Beam (EB) Processing, Presented at IAEA/FAO
Regional (RCA) Workshop on Electron Beam Processing For Food Irradiation, Japan.
Teke, Sosiawati, Nur, M. dan Tri A. Winarni, 2014, Produksi Ozon dalam Reaktor Dielektrik Barrier Discharge
Plasma (DBDP) Terkait Panjang Reaktor dan Laju Alir Udara Serta Pemanfaatannya untuk Menjaga Kualitas
Asam Amino Ikan, Berkala Fisika No.1 Vol. 17 hal : 25-32, ISSN : 1410-9662.
Toepfl S, Siemer C, Heinz V. 2014. Effect of high-intensity electric field pulses on solid food. Di dalam: Sun, DW.,
editor. Emerging Technologies for Food Processing 2nd Edition [Internet]; London (UK): Jamestown Road. hlm
147 – 154; [diunduh 2016 Februari 20]. Tersedia pada: http://libgen.io/ge t/9046
33FA7D0E775707416F09E958BF81/%28Food%20science%20and%20technology%29%20DaWen%20SunEmergi
ng%20technologies%20for%20fod%20processingAcademic%20Press%2C%20%2C%20Elsevier%20Ltd%2
0%282015%29.pdf.
yoshida, H. dan S. Takagi. 1997. Microwave roasting and positional distribution of fatty acids of phospholipids in
soybean (Glycine max L) at different moisture contents. JAOCS 2: 117-124. BIOD

10

Anda mungkin juga menyukai