BST Asbo
BST Asbo
BST Asbo
Disusun oleh :
Valdis Suryan 130100254
Rafiqa Aulia 130100214
Meta Winna 130100307
Hareesarvini 130100451
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Anatomi
Usus halus ( Intestinum Tenue) dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan
ileum. Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm. Duodenum merupakan bagian pertama intestinum tenue,
Duodenum sebagian besar terletak dalam pada dinding posterior abdomen.
Duodenum terletak pada regio epigastrica dan umbilicalis. Duodenum berbentuk
huruf C yang terbentang dari gaster di sekitar caput pancreas sampai jejunum.7,8
5
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. Usus besar dibagi
menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga
inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati,
kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura
hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra
(fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid
mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon
descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum
menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon
sigmoid danberjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan
menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan
perineum
7
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan member ikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumnlah enzimdalam getah usus (sukus enterikus). Banyak
di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-
zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri
atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem
saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus,dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 l/hari. Gerakan ret rograd dari kolon memper lambat transit
materi dar i kolon kanan,meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan
pola yang paling umum, mengisolasisegmen pendek dari kolon, kontraksi ini
menurun oleh anti kolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan
massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan
9
2.3. Epidemiologi
Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik
sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi
(63%).
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai
oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Sekitar
44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang
mengalami strangulasi.
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan
jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya.
Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra
abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi
usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju,
adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus.
Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41%
disebabkanobstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini
meningkat hingga 65-75%.
10
Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usu tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
2.5. Etiologi
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh :
a. Adhesi (perlekatan usus halus), ileus karena adhesi umumnya tidak
disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum
akibat peritonitis setempat atau umum, atau pascaoperasi. adhesi dapat
berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multipel,
mungkin setempat maupun luas. Sering juga ditemukan bentuk pita. Pada
operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih
kembali. adhesi yang kambuh ungkin akan menjadi masalah besar. Setelah
berulang tiga kali, risiko kambuh menjadi 50%. Adhesi merupakan
penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus.
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi
abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak. Pada kasus seperti
ini, diadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan
memberikan perbaikan pasase, kemungkinan besar obstruksi akan kambuh
lagi dalam waktu singkat.1
b. Hernia inkarserata. Obstruksi akibat hernia inkaserata pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakan herniotomi segera. Hernia inkaserata eksternal (inguinal,
femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak
kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen.1
12
yang betina antara 25-35 cm. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit.1
2.6. Patofisiologi
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus yang
nantiya menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akibatnya tersumbat, akan terjadi
pengumpulan isi lumen usus berupa gas dan cairan, khususnya di daerah
proximal. hal itu akan menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan, yang membuat cairan dan gas tersebut akan meningkat dan
menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).5
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
14
makin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat
sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat
(hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-
muntah.5
Gejala utama dari illeus obstruksi ialah mual muntah, umumnya pada
obstruksi letak tinggi. obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri
perut sekitar umbilikus / bagian epigastrium. Sedangkan Obstruksi pada kolon
biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada
usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan
distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada tahap awal, tanda vital normal.
Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi. Pada
tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang.
Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intusepsi.5
Gejala Klinis
Subyektif
Pasien datang dengan keluhan perut kembung, muntah, tidak bisa flatus
dan buang air besar. Adanya riwayat laparotomi sebelumnya dapat
menjadi penyebab sumbatan karena adhesi pasca laparotomi. Riwayat
15
gangguan pola defekasi, buang air besar darah/lendir, berat badan yang
menurun atau anemia dipikirkan kemungkinan sumbatan oleh neoplasma.
Riwayat pemakaian obat-obatan atau penyakit ginjal kronis.2
Obyektif
Abdomen membuncit, adanya gambaran usus atau gerakan peristaltik pada
dinding usus. Bising usus yang meninggi sampai metalic sound atau bising
usus yang negatif. Pada pemeriksaan rektal/colok dubur dijumpai ampula
rekti kolaps pada obstruksi rendah atau ampula rekti yang kembung karena
paralisis. Pada wanita tua jangan lupa untuk memeriksa daerah inguinal
karena sering obstruksi usus akibat hernia femoralis inkarserata.2
2.8. Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang
berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut
dengan akibat peritonitis umum.
2.9. Pemeriksaan
2.9.1. Pemeriksaan fisik
Pada ileus obstruksi, pemeriksaan abdomen sangat memegang peranan.
Pada inspeksi dapat terlihat kontur usus/darm contour dan gerakan usus
yang terlihat dari luar/darm steifung.
16
Pada auskultasi bising usus akan meningkat dan biasanya akan terdengar
suara tinggi (metallic sound) dan menyerupai suara tetes air yang jatuh ke
dalam penampungan yang besar.
Pada palpasi dapat dijumpai tanda-tanda rangsang peritoneal seperti nyeri
lepas dan defans muskuler.
Pemeriksaan colok dubur juga harus dilakukan untuk menilai total atau
tidaknya suatu obstruksi dengan menilai kollaps tidaknya ampulla rekti.
Bila pasien telah mengalami peritonitis maka akan ditemukan nyeri tekan
pada pemeriksaan ini.4
17
Ekpertise :
Pre peritonial fat line jelas
Distribusi udara usus tidak merata
Tampak pelebaran usus dengan hearing bone appearance
Tampak air fluid level bertingkat(step leader)
Tidak tampak gambaran udara bebas di intra peritoneal
2.10. Penatalaksanaan2,3
Dekompresi usus yang mengalami obstruksi, pasang selang nasogastrik
(NGT). Pemasangan pipa lambung sangat membantu mengurangi tekanan
intra-abdominal yang menekan diafragma, sehingga menggangu
pernapasan. Pipa lambung juga mencegah muntah sehingga tidak terjadi
aspirasi.2,3
Ganti kehilangan cairan dan elektrolit, berikan ringer laktat atau NaCl
dengan suplemen K+. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi
elektrolit/asam-basa segera dilakukan.
Pantau pasien, diagram keseimbangan cairan, kateter urin atau tekanan
vena sentral (CVP), diagram suhu, nadi, dan napas regular, pemeriksaan
darah.
Minta pemeriksaan penunjang sesuai dengan penyebab yang penting.
Hilangkan obstruksi dengan pembedahan jika:
20
2.11. Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempatdan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang
dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.
23
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PENYAKIT:
Keluhan utama : Tidak bisa BAB
Telaah : Hal ini sudah dialami pasien sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya pasien merasakan nyeri di sekitar luka bekas operasi, kemudian
lama kelamaan perut terasa kembung dan sulit BAB. Pasien juga mengeluhkan
riwayat mual dan muntah bewarna kuning dengan frekuensi 7x/ hari. Riwayat
operasi dijumpai ± 4 tahun yang lalu di RS Mitra Medika dengan diagnosa
appendisitis perforasi. Demam tidak dijumpai. BAK dalam batas normal.
RPT : Appendisitis perforasi
RPO :-
R.Operasi : 4 tahun yang lalu
ANAMNESA FAMILI :
Tidak ditemukan riwayat yang sama pada keluarga.
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS
Keadaan Umum
24
Sensorium : CM
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/i
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36,8 °C
VAS :4
Anemia (-/-), Ikterus (-), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik
PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil: isokor,
ukuran: 3 mm/ 3 mm, refleks cahaya direk (+/+) indirek (+/+),
kesan normal
Telinga : dalam batas normal
Hidung : deviasi septum (-), penafasan cuping hidung (-)
Mulut : Lidah : atrofi papil lidah (-), oral ulcer (-), ikterik (-)
LEHER
Struma : tidak membesar
Pembesaran kelenjar limfa : tidak dijumpai
Posisi trakea : medial, TVJ : R+2 cm H2O.
THORAX
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : SF kanan = SF kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara Tambahan : (-)
25
Jantung
M1 > M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), tingkat (-),
Desah diastolis (-), lain-lain (-).
HR: 90 x/menit, regular, intensitas: cukup
ABDOMEN
Inspeksi : Distensi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik meningkat
28/09/18
Hb/Ht/Leu/Plt : 14.1/41/11.350/95.000
PT/aPTT/TT/INR : 35,6/30,6/13,6/2,58
Albumin : 3,2 g/dl
KGDs: 122 mg/dl
BUN/Ur/Cr : 9/19/0,79
Na/K/Cl : 127/4,3/94
02/10/18
26
03/10/18
Hb/Ht/Leu/Plt : 13.1 /39/28.700/204.000
Albumin : 1,8 g/dl
KGDs: 111 mg/dl
BUN/Ur/Cr : 19/41/0,61
Na/K/Cl : 137/4,3/103
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
(27/09) Foto polos abdomen:
Ileus obstruktif
DIAGNOSIS SEMENTARA
Adhesive Small Bowel Obstruction
27
FOLLOW UP
27/09/2018
S : Perut membesar
O : Sens : CM
HR : 84 x/I
RR : 20 x/i
Abdomen : membesar, distensi (+) dan terdapat luka paramedian kanan
A : Adhesive Small Bowel Obstruction
P : - IVFD Aminofluid 1 fl/24 jam
- IVFD Asering 1 fl/8 jam
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Barium follow through
30/09/2018
S:-
O : Sens : CM, HD stabil
A : Adhesive Small Bowel Obstruction
P:- IVFD Aminofluid 1 fl/24 jam
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Barium follow through
02/10/2018
S : Nyeri perut
O : Sens : CM, HD stabil
28
03/10/2018
S : Nyeri (-)
O : Sens : CM, HD stabil
Abdomen : soepel (+), timpani (+), peristaltic (+)
A : Post Eksplorasi Laprotomi a/i Adhesive Small Bowel Obstruction
P : - Cek DL, Na, K, Cl, Albumin
- IVFD aminofluid 1 fl/24j
- IVFD asering 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12j
- Inj. Metronidazol 500 mg/8j
- Inj. Parasetamol 1000 mg/8j
- Diet M1 bila peristaltik +
04/10/2018
S : Nyeri (-)
O : Sens : CM, HD stabil
Abdomen : soepel (+), timpani (+), peristaltic (+)
A : Post Eksplorasi Laprotomi a/i Adhesive Small Bowel Obstruction
P : - Lanjut Vit K sampai 3 hari post op
- Clinimix 1 fl/hr
- GV
- Cek lab post op
- IVFD Aminofluid 1 fl/hr
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Ceftriaxone 1 gr/12j
- Metronidazole 500 mg/8j
- Parasetamol 500 mg/8j
29
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong Wim, R. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Usus
halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Hambatan Pasase Usus. Jakarta.
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal. 623-629.
2. Kartono. D, Reksopradjo. Kumpulan kuliah Ilmu Bedah. Digestiv.
Gangguan Pasase Usus. Jakarta. Penerbit: Staf Pengajar Ilmu Bedah
FKUI. Hal.70-71.
3. Borley. R Neil, Grace A. Pierce. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Obstruksi Usus. Jakarta. Penerbit : Erlangga. IKAPI. 2007. Hal. 116-117.
4. Halim Susana F. Tingkat Keberhasilan Terapi Non Operatif pada Ileus
Obstruksi karena Adhesi Pascaoperasi di Sub-bagian Bedah Digestif
RSHS Bandung Tahun 2003-2008. RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung.
PPDS UNPAD.Tesis.2008.
30