PPI 7.4 EP 1 Pengelolaan-Limbah

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

KEPUTUSAN DIREKTUR RS AKA MEDIKA SRIBHAWONO

NOMOR : 052/SK/DIR/PEL/RS AKA/I/2017


TENTANG
PENGELOLAAN LIMBAH RS AKA MEDIKA SRIBHAWONO

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup dan upaya
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono, maka
diperlukan penyelenggaraan Pengolahan Limbah yang dapat menjamin mutu
lingkungan rumah sakit;

b. bahwa agar Pengolahan Limbah Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Kebijakan Direktur Rumah Sakit Aka
Medika Sribhawono sebagai landasan bagi penyelenggaraan Pengolahan Limbah
di Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b, perlu


ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009. Tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan


dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 18 Tahun 1999 tentang


Pengelolaan Limbah B3;

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 82 Tahun 2001 tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204 Tahun 2004


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2007 tentang
Standar Profesi Sanitarian;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852 Tahun 2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Berbasis Masyarakat;

9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1995


tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit;

10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 875 Tahun 2001

11. tentang penyusunan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan


lingkungan;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876 Tahun 2001
tentang pedoman teknis analisis dampak kesehatan lingkungan;

13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1087 Tahun 2010.
Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

14. Surat Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Nomor. B-


6251/Dep.IV/LH/PDAL/05/2013, tanggal 30 Mei 2013, Tentang Klasifikasi Terkait
Limbah Botol Infus bekas;

15. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 12 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Pembentukan Organisasi Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono;

16. Keputusan Bupati Cirebon Nomor : 445/Kep.25-keu/2010 tentang Rumah Sakit


Aka Medika Sribhawono sebagai Satuan Kerja yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) Penuh;

17. Keputusan Bupati Cirebon Nomor. 821.22/Kpts.309/BKPPD/2012 Tentang


Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono.
Memperhatikan : 1. Peraturan Direktur Tentang Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Di Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono;
2. Peraturan Direktur Tentang Kewaspadaan Isolasi Di Rumah Sakit Aka Medika
Sribhawono.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AKA MEDIKA SRIBHAWONO TENTANG
KEBIJAKAN PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT.
KEDUA : Kebijakan Pengolahan Limbah Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Aka Medika Sribhawono dilaksanakan oleh Wakil Direktur Umum dan Keuangan,

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
Komite dan Tim PPI, Komite dan Tim K3, Komite Mutu, Bidang Perawatan, Bidang
Perencanaan, Bagian Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit/IPSRS dan Unit Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono.
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Sribhawono, 10 Januari 2017


Durektur Utama

drg. Wahyu Prabowo

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AKA
MEDIKA SRIBHAWONO
NOMOR : 052/SK/DIR/PEL/RS AKA/I/2017
TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RS AKA
MEDIKA SRIBHAWONO

A. PENDAHULUAN
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah-pindah dari orang yang
satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun perantara).
Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan
dapat berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman.
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan
sakit (Potter dan Perry, 2005). Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan
berbagai macam penyakit diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai
yang terberat, dengan begitu hal ini dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu
pasien ke pasien lainnya, begitupun dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan
agen infeksi. Penularan infeksi dapat melalui beberapa cara diantaranya melalui darah dan
cairan tubuh seperti penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis B.
Tenaga medis yang bekerja difasilitas kesehatan sangat beresiko terpapar infeksi yang secara
potensial membahayakan jiwanya, karena Tenaga Medis dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien dapat kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah pasien dan
dapat menjadi tempat dimana agen infeksius dapat hidup dan berkembang biak yang
kemudian menularkan infeksi dari pasien satu ke pasien yang lainnya. Menurut penelitian
apabila tenaga medis terkena infeksi akibat kecelakaan maka resikonya 1% mengidap hepatitis
fulminan, 4% hepatitis kronis (aktif), 5% menjadi pembawa virus (Syamsuhidajat & Wim de
Jong, 1997).
Pada Tahun 1997 CDC (Center For Desease Control) melaporkan ada 52 kasus petugas
kesehatan terinfeksi HIV akibat kecelakaan ditempat kerja, sedangkan 114 orang petugas
kesehatan lain diduga terinfeksi ditempat kerja. ICN (2005) melaporkan bahwa estimasi sekitar
19-35% semua kematian pegawai kesehatan pemerintah di Afrika disebabkan oleh HIV/AIDS.
Sedangkan di Indonesia data ini belum terlaporkan. Namun dari kejadian tersebut, resiko
perawat mempunyai andil yang paling besar untuk tertular akibat terpapar cairan dan tertusuk
jarum, sehingga berkembang upaya untuk mencegah terinfeksi dari paparan HIV (Nurmartono,
2006).
Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang rentan terhadap
penularan penyakit. Hal ini karena daya tahan tubuh pasien yang relative menurun. Penularan
penyakit terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit disebut infeksi nasokomial. Infeksi
nasokomial dapat disebabkan oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain.
Pasien yang dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama dirawat di
rumah sakit. Pemularan dapat melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.
Meningkatnya angka kejadian infeksi di rumah sakit, baik terhadap petugas kesehatan atau
pasien yang dirawat di rumah sakit, mengharuskan diwujudkannya suatu langkah pencegahan
sehingga angka infeksi di rumah sakit dapat menurun. Salah satu upaya adalah dengan
menyediakan fasilitas ruang isolasi yang bertujuan untuk merawat pasien dengan penyakit
infeksi yang dianggap berbahaya disuatu ruangan tersendiri, terpisah dari pasien lain, dan
memiliki aturan khusus dalam prosedur pelayanannya.

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
B. DEFINISI
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam
bentuk padat, cair dan gas.
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai
akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah padat medis dan non medis.
Limbah padat medis adalah limbah padat yang terdiri dari : limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif,
limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologinya.
Limbah cair adalah semua buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di
rumah sakit seperti insenerotor, dapur, perlengkapan generator, anestesi dan pembuatan obat
citotoksik.
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien, organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi
atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian
obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel hidup.
Minimisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse)
dan daur ulang limbah (recycle).

C. TUJUAN
Untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya HAIs pada pasien, petugas dan pengunjung
di rumah sakit dengan cara :
1. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak resiko terhadap :
a. Paparan kuman pathogen melalui petugas, pasien dan pengunjung.
b. Penularan melalui tindakan/prosedur invasif yang dilakukan baik melalui peralatan,
tehnik pemasangan ataupun perawatan terhadap resiko infeksi (HAIs).
2. Meningkatkan kepatuhan dari semua pegawai dalam menjaga kebersihan lingkungan
rumah sakit.

D. RUANG LINGKUP
1. Limbah Padat Medis.
a. Minimalisasi Limbah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.
2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang
berbahaya dan beracun.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.
4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari
pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak
yang berwenang.

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
b. Pemilihan, pewadahan, Pemanfaatan Kembali (Daur Ulang)
1) Pemilihan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah.
2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak
dimanfaatkan kembali.
3) Pewadahan limbah padat medis ditampung dalam kantong plastik berwarna
kuning.
4) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor, anti tusuk
dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak
dapat membukanya.
5) Limbah padat medis yang akan dimanfaatkan kembali (Reuse) harus melalui proses
strerilisasi atau desinfeksi sesuai Tabel 1, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas
atau desinfeksi harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus. Untuk sterilisasi
kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.

Tabel 1. Metode Sterilisasi atau Desinfeksi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali
Metode Sterilisasi Suhu Waktu Kontak
1. Sterilisasi dengan panas.
a. Sterilisasi kering dalam oven “Poupinel” 160°C 120 Menit
b. Sterilisasi basah dalam otoklaf
170°C 60 Menit
2. Sterilisasi dengan bahan kimia.
a. Ethylene oxide (gas)
b. Glutaraldehyde (cair) 50°C 3-8 Jam
60°C 30 Menit
3. Desinfeksi
Perendaman dengan Cholrin Cair 2-5 %
15-30 Menit

6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila


rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum
hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode
sterilisasi pada Tabel 1.
7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan
wadah dan label seperti Tabel 2.
8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang
dihasilkan dari proses film sinar X.
9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi label
bertuliskan “Limbah Sitotoksis”

Tabel 2. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Katagorinya
Warna
No Katagori Keterangan
Kantong
1 Radioaktif Merah Kantong books
Timbal dengan simbol radioaktif
2 Sangat Infeksius Kuning Kantong plastik kuat, anti bocor, atau
kontainer yang dapat disterilisasi
dengan otoklaf
3 Limbah Infeksius, Patologi Kuning Plastik kuat dan anti bocor atau

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
dan Anatomi kontainer
4 Sitotoksis Ungu Kontainer plastik kuat dan anti bocor
5 Limbah Kimia dan Farmasi Coklat Kantong plastik atau kontainer
6 Limah Umum Hitam Kantong Plastik ayau kontainer

c. Pengumpulan, Pengangkutan dan Penyimpanan Limbah Padat Medis di Lingkungan


Rumah Sakit.
1) Pengumpulan limbah padat medis dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup.
2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan
paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
d. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit.
1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaran khusus.
e. Pengelolaan dan Pemusnahan.
1) Limbah padat medis tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah padat medis disesuaikan
dengan kemampuaan rumah sakit dan jenis limbah padat medis yang ada, dengan
pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan
incenerator.

2. Limbah Padat Non Medis


a. Pemilihan dan Pewadahan.
1) Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari limbah padat medis dan
ditampung dalam kantong plastik warna hitam.
2) Tempat Pewadahan.
a) Setiap tempat pewadahan limbah padat Non medis harus dilapisi kantong
plastik berwarna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang
“domestik” (non infeksius).
b) Bila kepadatan lalat di sekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua) ekor per
block grill, perlu dilakukan pengendalian lalat.
b. Pengumpulan, Penyimpanan dan Pengangkutan
1) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor
per block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian.
2) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang
pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.
c. Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan Pemusnahan limbah padat non medis harus dilakukan sesuai
persyaratan kesehatan.

3. Limbah Cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke dalam air atau lingkungan harus
memenuhi persyaratan baku mutu limbah (efluen) sesuai Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair di Rumah Sakit atau
Peraturan Daerah Setempat.

4. Limbah Gas
Standar Limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnahan limbah padat medis dengan
incenerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995
Tentang Baku mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
E. TATA LAKSANA
LIMBAH PADAT MEDIS
1. Minimalisasi a. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah
Limbah sebelum membelinya.
b. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
c. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik dari pada secara
kimiawi.
d. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam
kegiatan perawatan dan kebersihan.
e. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai
menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
f. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
g. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
h. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
i. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh
distributor.
2. Pemilahan, a. Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber
Pewadahan, yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda
Pemanfaatan tajam, limbah farmasi, limbah sototoksis, limbah kimiawi, limbah
Kembali dan radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan
Daur Ulang kandungan logam berat yang tinggi.
b. Tempat pewadahan limbah padat medis padat :
 Terbuat dari bahan yang kuat, ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
 Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat
pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non medis.
 Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila
2/3 bagian telah terisi limbah.
 Untuk benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safety box) seperti botol atau karton yang aman.
 Tempat pewadahan limbah padat medis infeksius dan sitotoksik
yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera
dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang
telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak
boleh digunakan lagi.
 Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik,
syringes, botol gelas, dan kontainer.
c. Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk
radioterapi seperti puns, needles, atau seeds.
d. Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene
oxide, maka tangki reactor harus dikeringkan sebelum dilakukan
injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya,
maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang terlatih.
Sedangkan sterilisasi dengan glutaraldehyde lebih aman dalam

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi.
e. Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus
pencemaran spongiform encephalopathies.
3. Tempat a. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya
Penampungan harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
Sementara b. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah
medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan
rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk
dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila di
simpan pada suhu ruang.
4. Transportasi a. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan
tertutup.
b. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia
maupun binatang.
c. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat
pelindung diri yang terdiri :
 Topi/helm;
 Masker;
 Pelindung mata
 Pakaian panjang (coverall)
 Apron untuk industry
 Pelindung kaki/sepatu boot
 Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves)
5. Pengolahan, a. Limbah Infeksius dan Benda Tajam
Pemusnahan  Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
dan infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
Pembuangan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk
Akhir Limbah limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
Padat  Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila
memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah
infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.
 Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke
tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya
sudah aman.

b. Limbah Farmasi
 Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan
insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur
secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau
inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas
pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam
drum logam, dan inersisasi.
 Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan
kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak
memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui
insinerator pada suhu diatas 1.000° C.

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
c. Limbah Sitotoksis
 Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang
dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.
 Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke
perusahaan penghasil atau distribusinya, insinerasi pada suhu
tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan
kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke
distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan
bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
 Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200° C dibutuhkan untuk
menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu
rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke
udara.
 Insinerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1.200°
C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000° C
dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk
bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu.
 Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih
gas. Insinerasi juga memungkinkan dengan rotary kiln yang
didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang
beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850° C.
 Insinerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran terbuka
tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis.
 Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik
menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya
untuk residu obat tapi juga pencucian tempat urin, tumpahan
dan pakaian pelindung.
 Cara kimia relatif mudah dan aman meiputi oksidasi oleh Kalium
permanganat (KMnO4), penghilangan nitrogen dengan asam
bromida, atau reduksi dengan nikel dan aluminium atau asam
sulfat (H4S)
 Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang
sempurna untuk pengolahan limbah. Tumpahan atau cairan
biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena
itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat
sitotoksik.
 Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia,
kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara
yang dapat dipilih.
d. Limbah Bahan Kimiawi
 Pembuangan Limbah Kimia Biasa Limbah kimia biasa yang tidak
bisa didaur seperti gula, asam amino, dan garam tertentu dapat
dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan
tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan
pencemar yang ada seperti bahan melayang, sushu, dan pH.
 Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang
terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi
pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun (landfill).

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
 Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar.
 Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah
untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan
kepada sifat bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut.
Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti banyak bahan pelarut
dapat diinsinerasi. Namun, bahan pelarut dalam jumlah besar
seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin
tidak boleh diinsinerasi kecuali insineratornya dilengkapi dengan
alat pembersih gas.
 Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya
tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan
aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan
yang cocok untuk megolahnya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah


kimia berbahaya :
 Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan
untuk menghindari rekasi kimia yang tidak diinginkan.
 Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh
ditimbun karena dapat mencemari air tanah. Limbah kimia
disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh dikapsulisasi karena
sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.
 Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang.

Limbah dengan kandungan logam berat tinggi


 Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh
dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari udara
dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena
dapat mencemari air tanah.
 Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai
fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi.
Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat
penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk
limbah yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah
dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila
hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.

Kontainer bertekanan :
 Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan
adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila
masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor
untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair
dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah
bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya.
 Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran
atau insinerasi karena dapat meledak.
 Kontainer yang masih utuh.

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
Kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya adalah :
 Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan anestesi.
 Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya disatukan dengan
peralatan sterilisasi.
 Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen,
karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas
elpiji, dan asetilin.

Kontainer yang sudah rusak :


 Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus dihancurkan
setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill.
 Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang bersama
dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk
dibakar atau diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke
dalam kantong kuning karena akan dikirim ke insinerator. Kaleng
aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke
penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada.

e. Limbah Radioaktif
 Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam
kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan,
infrastruktur, organisasi pelaksana, dan tenaga yang terlatih.
 Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif yang
terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus
menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
 Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan
radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
 Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring
dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan
menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman
maupun pembuangannya dan selalu diperbarui datanya setiap
waktu.
 Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan
ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian,
penyimpanan, dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan
adalah : - Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-
lived), (misalnya umur paruh < 100 hari), cocok untuk
penyimpanan pelapukan, Aktifitas dan kandungan radionuklida,
Bentuk fisika dan kimia, Cair : berair dan organik, Tidak homogen
(seperti mengandung lumpur atau padatan yang melayang),
Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila ada) dan
dapat dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada) - Sumber
tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup yang dihabiskan,
Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan
berbahaya (patogen, infeksius, beracun).

Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam


kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :
 Secara jelas diidentifikasi

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
 Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan
 Sesuai dengan kandungan limbah
 Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman.
 Kuat dan saniter.

Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah :


 Nomor identifikasi
 Radionuklida,
 Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal pengukuran,
 Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain),
 Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran.
 Orang yang bertanggung jawab.

Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan kantong


plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastic.

Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis


dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 27
Tahun 2002) dan kemudian diserahkab kepada BATAN untuk
penanganan lebih lanjut atau dikembalikan kepada negara
distributor. Semua jenis limbah medi termasuk limbah radioaktif
tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik
(landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih ahulu sampai
memenuhi persyaratan.

LIMBAH PADAT NON MEDIS


1. Pemilahan a. Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah yang
dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan
kembali
b. Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbahbasah
dan limbah kering.
2. Tempat a. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air
Pewadahan dan mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian
dalamnya, misalnya fiberglass.
b. Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori
tangan.
c. Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai
dengan kebutuhan.
d. Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam
atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka
harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit
atau binatang pengganggu.

3. Pengangkutan Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke tempat


penampungan sementara menggunakan troli tertutup.
4. Tempat a. Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis sementara
penampungan dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
sementara yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak
merupakan sumber bau, dan lalat bagi lingkungan sekitarnya
dilengkapi saluran untuk cairan lindi.
b. Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air,
bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak diisi
serta mudah dibersihkan.
c. Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan pengangkut
limbah padat.
d. Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
5. Pengelolaan Upaya untuk mengurangi volume, mengubah bentuk atau
Limbah memusnahkan limbah apdat dilakukan pada sumbernya. Limbah yang
masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali untuk
limbah padat organik dapat diolah menajdi pupuk.
6. Lokasi Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan akhir
pembuangan yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda) atau badan lain sesuai
Akhir dengan peraturan perundangan yang berlaku.

LIMBAH PADAT CAIR


Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan karakteristik bahan
kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpananya.
a. Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air,
dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan.
b. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-
sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis,
apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
c. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian limbah
yang dihasilkan.
d. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air limbah harus
dilengkapi/ditutup dengan gril.
e. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku
melalui kerjasam dengan pihak lain atau pihak yang berwenang.
f. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap bulan
sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
g. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat
radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai ketentuan BATAN.
h. Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan radioaktif
yang dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan.

LIMBAH PADAT GAS


a. Monitoring limbah gas berupa NO2, S02, logam berat, dan dioksin dilakukan minimal 1
(satu) kali setahun.

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
b. Suhu pembakaran minimum 1.000° C untuk pemusnahan bakteri patogen, virus,
dioksin, dan mengurangi jelaga.
c. Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu.
d. Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang memproduksi gas oksigen dan
dapat menyerap debu.

Pengelolaan limbah medis rumah sakit secara rinci mengacu pada pedoman pengelolaan
limbah medis sarana pelayanan kesehatan.

F. DOKUMENTASI
1. Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh Tim PPI Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono.
(Form Monitoring PPI Limbah Terlampir).
2. Pencatatan limbah padat infeksius yang akan dibakar dilakukan oleh petugas sanitasi.
3. Hasil monitoring limbah dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit.

Formulir Monitoring Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Limbah RS

MONITORING INFECTION CONTROL


LIMBAH RUMAH SAKIT

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
Tanggal MONITORING : ……………………......... UNIT : ....................................

No INDIKATOR YA TIDAK

1 Ada tempat sampah injak infeksius


2 Ada tempat sampah injak non infeksius
3 Ada tempat sampah untuk limbah B3
4 Ada Kontainer untuk transport pembuangan sampah
5 Ada Tempat untuk membuang sampah benda tajam (safe Box)
6 Tersedianya plastik sesuai jenis sampah
7 Membuang limbah padat infeksius ke Kantong Kuning
8 Membuang limbah padat non infeksius ke Kantong Hitam
Membuang limbah cair infeksius ke saluran infeksius
9
(spolhook/septictank)
Membuang limbah cair non infeksius ke saluran non infeksius (rumah
10
RT)
Membuang limbah benda tajam ke kontainer tahan air dan tahan
11
tusuk
12 Tempat sampah dalam kondisi bersih
JUMLAH

TGL AUDIT BERIKUTNYA

REKOMENDASI

≤ 50 % Kurang IPCN Kepala Unit

51-75 % Sedang

76-85 % Baik

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14
86-100 % Sangat Baik (..............................................) (..............................................)

Sribhawono, 10 Januari 2017


Durektur Utama

drg. Wahyu Prabowo

Panduan PPI Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, Komite PPI RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon.
14

Anda mungkin juga menyukai