Bab 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Endapan laterit merupakan produk residual pelapukan kimia pada batuan

ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan

ultramafik tersingkap di permukaan bumi. Pelapukan pada peridotit menyebabkan

unsur-unsur dengan mobilitas rendah sampai immobile seperti Ni, Fe, dan Co

mengalami pengayaan secara residual dan sekunder (Burger, 1996).

Laterit memiliki tiga jenis lapisan yaitu limonit, saprolit, dan bedrock atau

batuan dasar. Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dan dapat mengalami

kenaikan menjadi 1% sebagai konsentrasi sisa (residual concentration) pada zona

limonit (Ahmad, 2006).

Nikel terbentuk dari batuan yang berkomposisi kimia basa atau dikenal juga

sebagai batuan peridotit. Berdasarkan teori tektonik lempeng, daerah yang banyak

batuan periodit terutama di zona tumbukan lempeng benua dan samudera. Melalui

proses pelapukan, batuan ultrabasa mengurai dalam bentuk mineral yang terlarut

(koloid) seperti (magnesium, besi, nikel, kobalt, silikatdan magnesium oksida) dan

tidak terlarut (residu) seperti (besi, aluminium, mangan, sebagian nikel, sebagian

kobalt, berbagai oksida dan senyawa nikel-kobalt). Sudrajat A. (1999).

1
Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi

yang ada yang seyogyanya dimanfaatkan sebagai dasar dari pembangunan yang

berkelanjutan. Salah satu potensi tersebut adalah sumber daya logam. Sebagai negara

yang sedang membangun di segala bidang, tentu saja potensi sumber daya mineral

logam sangat dibutuhkan agar pembangunan dapat berjalan dengan sempurna. Salah

satu jenis logam yang mempunyai banyak kegunaan dan mempunyai potensi besar

untuk dikembangkan adalah logam Nikel (Ni). Nikel terutama digunakan untuk

industri logam dasar, industri otomotif, pesawat terbang, alat-alat berat, listrik, dan

industri lainnya yang mendukung perekonomian negara. Nikel mempunyai potensi

sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia karena terdapat di beberapa lokasi

dalam jumlah sumberdaya yang cukup besar untuk mensuplai kebutuhan nikel dalam

negeri maupun untuk diekspor ke luar negeri.

Daerah Bahodopi dan sekitarnya pada umumnya disusun oleh batuan

ultrabasa, yang kemudian mengalami proses obduksi sehingga tersingkap di

permukaan. Batuan ultrabasa yang terbentuk kemudian mengalami proses pelapukan

kimia dan mekanis menyebabkan terbentuknya endapan laterit. Pelapukan pada

batuan peridotit menyebabkan unsur-unsur yang mobile larut dan terendapkan pada

zona bagian bawah laterit, sedangkan unsur-unsur dengan mobilitas rendah sampai

immobile seperti Ni, Fe, Co, Cr, Mn, Al mengalami pengkayaan secara residual dan

sekunder ( Waheed, 2002 ).

2
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada kegiatan peenelitian adalah

1. Menganalisa sebaran laterit terhadap kandungan unsur Ni dan Fe pada

endapan laterit.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dapat dicapai pada penelitian ini adalah

 Untuk mengetahui defenisi laterit

 Untuk mengetahui ciri-ciri warna laterit

 Untuk mengetahui kandungan unsur yang terdapat pada endapan laterit

1.4 Manfaat Penelitian

 Menambah wawasan dan pengalaman khususnya mengetahui endapan

3
laterit.

 mengetahui ciri-ciri dan proses terbentuknya endapan laterit

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

2.1.2 Tinjauan Tektonik Regional Pulau Sulawesi

Pulau Sulawesi terletak pada zona konvergen antara tiga lempeng lithosfer,

yaitu lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang

bergerak ke barat, dan lempeng Eurasia di sebelah utara Pulau Sulawesi yang

bergerak kea rah selatan ( Herman dan Hasan Saidi, 2000).

Menurut Hamilton (1979), berdasarkan asosiasi lithologi dan perkembangan

tektonik, Pulau Sulawesi dan sekitarnya dibagi dalam 5 provinsi tektonik, yaitu : (1)

Busur volkanik Tersier Sulawesi bagian barat, (2) Busur volkanik Minahasa Sangihe,

(3) Sabuk Metamorfik Cretaceous-Paleogene yang berasosiasi dengan lapisan

4
sedimen pelagic pada bagian tengah Pulau Sulawesi, (4) Sabuk Ofiolit Kapur

Sulawesi bagian Timur dan (5) Fragmen benua mikro Paleozoic Banggai-Sula yang

berasal dari benua Australia.

Daerah pelitian termasuk dalam sabuk ofiolit Kapur Sulawesi bagian timur.

Menurut Hamilton (1979), batuan dan struktur dari bagian timur dan tenggara

Sulawesi terdiri dari busur asimetrik dari ofiolit, melange, sedimen imbrikasi, dan

batuan metamorf hasil dari subduksi. Golightly (1979) dalam Suratman (2000),

menjelaskan bahwa geologi Sulawesi bagian timur tersusun oleh dua zona melange,

yang terangkat sebelum dan sesudah Miosen. Melange yang terangkat sebelum

Miosen terletak pada bagian selatan dan barat tersusun dari batuan sekis yang

berorentasi ke arah tenggara dengan disertai beberapa batuan ultramafik relatif kecil

yang penyebarannya terbatas. Melange yang terangkat sesudah berumur Miosen

menutupi bagian tengah dan timur laut Sulawesi. Proses pengangkatan secara intensif

terjadi di sini. Diperkirakan bahwa pengangkatan ini disebabkan oleh sesar turun dari

kerak lautan sekitar kepulauan Banggai. Di bagian selatan zona melange ini terdapat

kompleks batuan ultrabasa Sorowako-Bahodopi yang pengangkatannya relatif tidak

terlalu intensif dengan luas sekitar 11.000 km, diselingi oleh blok-blok sesar dari

batugamping laut dalam yang berumur Kapur dan diselingi rijang. Di kompleks

batuan ultramafik ini, terutama di daerah sekitar danau ( Matano, Towuti, Mahalona )

terbentuk endapan residu nikel laterit yang penyebarannya cukup luas.

5
2.1.3. Morfologi Regional Mandala Sulawesi Bagian Timur

Tinjauan mengenai morfologi yang meliputi daerah pelitian dan sekitarnya

didasari pada laporan hasil pemetaan geologi lembar Malili Sulawesi yang disusun

oleh Simandjuntak, (1991). Morfologi daerah ini terbagi atas daerah pegunungan,

daerah perbukitan, daerah karst, dan daerah datan rendah.

Daerah pegunungan menempati bagian Barat dan Tenggara. Di bagian barat

terdapat dua rangkaian pegunungan yakni Pegunungan Tineba dan Pegunungan

Koroue ( 700 - 3.016 m ) yang memanjang dari baratlaut-tenggara dibentuk oleh

batuan granit dan malihan. Sedang bagian tenggara ditempati Pegunungan Verbeck

dengan ketinggian 800 - 1.346 meter di atas permukaan laut yang tersusun oleh

batuan basa, ultrabasa dan batugamping.

6
Gambar 2.1. Peta Geologi Regional Sulawesi (Hamilton 1979, dalam Suratman 2000 )

Daerah perbukitan menempati bagian tenggara dan timurlaut dengan

ketinggian 200 - 700 meter dan merupakan perbukitan agak landai yang terletak

di antara daerah pegunungan dan daerah pedataran. Perbukitan ini dibentuk oleh

batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir. Dengan puncak tertinggi adalah Bukit

Bukila (645m). Daerah karst menempati bagian timurlaut dengan ketinggian 800–

1700 m dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh adanya dolina dan

sungai bawah permukaan. Puncak tertinggi adalah Bukit Wasupute ( 1.768 m ).

7
Daerah dataran menempati daerah selatan dan dibentuk oleh endapan aluvial

seperti Pantai Utara Palopo dan Pantai Malili sebelah timur. Pola aliran sungai

sebagian besar berupa pola rektangular dan pola dendritik. Sungai - sungai besar yang

mengalir di daerah ini antara lain Sungai Larona dan Sungai Malili yang mengalir

dari timur ke barat serta Sungai Kalaena yang mengalir dari utara ke selatan. Secara

umum sungai-sungai yang mengalir di daerah ini bermuara ke Teluk Bone.

2.1.4 Stratigrafi Mandala Sulawesi Bagian Timur

Menurut Simanjuntak, (1991), berdasarkan himpunan batuan, struktur dan

biostratigrafi, secara regional Lembar Malili termasuk Mandala Geologi Sulawesi

Timur dan Mandala Geologi Sulawesi Barat dengan batas Sesar Palu-Koro yang

membujur hampir utara - selatan. Mandala Geologi Sulawesi Timur dapat dibagi ke

dalam lajur batuan malihan dan lajur ofiolit Sulawesi Timur yang terdiri dari batuan

ultramafik dan batuan sedimen pelagis Mesozoikum.

Mandala geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh lajur gunungapi Paleogen dan

Neogen, intrusi neogen dan sedimen Mezosoikum yang diendapkan di pinggiran

benua (Paparan Sunda).

Di Mandala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan ofiolit yang

terdiri dari ultramafik termasuk dunit, harzburgit, lherzolit, piroksenit websterit,

wehrlit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basal.

8
Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi dapat diperkirakan sama dengan ofiolit

di Lengan Timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal.

Pada Mandala ini dijumpai kompleks batuan bancuh (Melange Wasuponda)

terdiri atas bongkahan asing batuan mafik, serpentinit, pikrit, rijang,

batugamping terdaunkan, sekis, ampibolit yang tertanam dalam massa dasar

lempung merah bersisik. Batuan tektonika ini tersingkap baik di daerah

Wasuponda serta di daerah Ensa, Koro Mueli, dan Patumbea, diduga terbentuk

sebelum Tersier (Simandjuntak, 1991 ). Daerah Sorowako dan sekitarnya merupakan

bagian Mandala Sulawesi Timur yang tersusun oleh kompleks ofiolit, batuan

metamorf, kompleks mélange, dan batuan sedimen pelagis.

Kompleks ofiolit tersebut memanjang dari utara Pegunungan Balantak ke arah

tenggara Pegunungan Verbeek, tersusun oleh dunit, harzburgit, lehrzolit, serpentinit,

wehrlit, gabro dan diabas, basal, dan diorit ( Simandjuntak, 1991). Sekuen ini

tersingkap dengan baik di bagian utara , sedangkan di bagian tengah dan selatan,

komplek ofiolit ini umumnya tidak lengkap lagi dan telah terombakkan atau

terdeformasi.

Batuan yang merupakan Anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan

ultrabasa yang terdapat di sekitar danau Matano terdiri dari dunit, harzburgit,

lherzolit, wehrlit, websterit, dan serpentinit.

9
Di atas ofiolit diendapkan tidak selaras Formasi Matano yang terbagi bagian

atas berupa batugamping kalsilutit, rijang, dan batulempung napalan, sedangkan

bagian bawah dicirikan oleh rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit yang semakin

banyak ke bagian atas. Diperkirakan satuan ini berumur Kapur Akhir. Endapan

termuda di daerah Lengan Timur Sulawesi adalah endapan danau yang terdiri atas

lempung, pasir, kerikil, dan sebagian berupa konglomerat yang terdapat di daerah

sekitar Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. Sedang endapan-

endapan aluvial dapat ditemui di sekitar daerah aliran sungai ( Simandjuntak,1991 ).

Gambar 2.2 Stratigrafi Mandala Geologi Regional Timur

2.1.5 Endapan Laterit

Endapan laterit adalah produk residual pelapuka kimia pada batuan

ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan

ultramafik tersingkap di permukaan bumi (Syafrizal dkk,2011).

Logam nikel banyak dimanfaatkan untuk pembuatan baja tahan karat

10
(stainless steel). Nikel merupakan logam berwarna kelabu perak yang memiliki sifat

fisik antara lain :

 Kekuatan dan kekerasan nikel menyerupai kekuatan dan kekerasan besi.

 Mempunyai sifat daya tahan terhadap karat dan korosi

 Pada udara terbuka memiliki sifatyang lebih stabil daripada besi.

Istilah Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata

(membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah

bata). istilah Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya

bata(membentuk bongkah-bongkah yangtersusun seperti bata yang berwarna merah

bata). (Guilbert, 1986).

2.1.5 Profil Endapan LateritProfil endapan nikel lyaitu lapisan tanah


penutup atau tGambar.2.1.3 Profil Laterit

Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan

ultrabasa secara umum terdiri dari empat lapisan, yaitu:

 Lapisan tanah penutup (Iron Capping)

Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit.

Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik

lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar

nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan

lapisan tanah penutup rata-rata 0.3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan

11
kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang

tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,

chromiferous.

 Limonite Layer

Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya

meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-

rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam

persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa

pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di

batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari

pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya

besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang

terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di

dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc,

tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.

 Saprolite

Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida

besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih

terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat

12
sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras

dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2

dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan,

butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous

quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu

zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang

mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di

lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang

nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.

 Bedrock

bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar

dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak

mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan

batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya

merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya

telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas

batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini

terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika.

Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high

grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

13
2.1.6 Genesa Endapan Laterit

Proses pelapukan dimulai pada batuan peridotit. Batuan ini banyak

Mengandung olivine, magnesium silikat, dan besi silikat yang pada umumnya

mengandung 0.30% nikel. Air tanah yang kaya akan CO2, berasal dari udara luar dan

tumbuhan, akan menghancurkan olivine. Penguraian olivine, magnesium silika dan

besi silika ke dalam larutan cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari

partikel-partikel silika. Di dalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan

mengendap sebagai ferrihidroksida. Endapan ferrihidroksida ini akan menjadi reaktif

terhadap air, sehingga kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah

ferrihidroksida menjadi mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematit (Fe)

dan cobalt. Mineral-mineral tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”. Endapan ini

akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan

silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang

masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses

pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri merupakan unsur tambahan di dalam

batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan berlangsung, unsur Ni berada dalam

ikatan serpentine group. Rumus kimia dari kelompok serpentin adalah XSi 2O5(OH),

dengan X tersebut tergantikan unsur-unsur seperti Cr, Mg,Fe, Ni, Al, Zn atau Mn atau

dapat juga merupakan kombinasinya. (Sundari, 2012).

14
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, berupa kekar, maka Niyang

terbawa oleh air turun ke bawah, dan akan terkumpul di zona air sudah ntidak dapat

turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock (Harzburgit). Ikatan dari Ni yang

berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan rumus

kimia (Ni,Mg) Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka

yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen (supergen enrichment).

Zona pengkayaann ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu penampang

vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal

tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah ubah, terutama dari

perubahan musim. Dibawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi

primer yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering

disebut sebagai zona Hipogen, terdapat sebagai batuan induk yaitu batuan

Harzburgit.

2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Pembentuk Endapan laterit

 Batuan asal.

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan

nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada

batuan ultra basa tersebut: – terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan

lainnya – mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil,

15
seperti olivin dan piroksin – mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan

memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

 Iklim.

Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi

kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya

proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup

besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-

rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada

batuan.

 Reagen-reagen kimia dan vegetasi.

Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan

senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang

mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia.

Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan.

Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi

akan mengakibatkan:

 penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar

pohon-pohonan.

 akumulasi air hujan akan lebih banyak

16
 humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana

hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang

lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi

untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

 Struktur.

Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah

struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui,

batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga

penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih

memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

 Topografi.

Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta

reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan

sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam

melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya

terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini

menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah

yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada

air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.

17
 Waktu.

Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif

karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

Faktor-faktor ini sangat terkait satu sama lain. Saat batuan terekspose ke

permukaan, maka batuan secara gradual akan mengalami dekomposisi. Proses kimia

dan mekanik yang disebabkan oleh udara, air, panas akan menghancurkan batuan

tersebut menjadi soil dan clay. endapan nikel residual terbentuk karena tingginya

intensitas pelapukan kimia batuan yang mengandung Ni di daerah tropis. Batuan

tersebut adalah peridotit, serpentinit, dan batuan lainnya. Mineral utamanya olivine,

serpentin, dan piroksin dengan Ni sebagai unsure aksesoris. Serpentinisasi peridotit

merubah olivine menjadi serpentin, membentuk mineral pembawa Ni berupa

garnierite. Selanjutnya serpentin bereaksi dengan unsure Ni membentuk mineral

gentit. Deposit nikel laterit; berasal dari batuan beku yang kaya olivine, ygdisbt

peridotit. Nikel terbentuk oleh proses leaching dari olivine atau serpentin. Peridotit

yang banyak mengandung olivine, magnesium silikat dan besi silikat (umumnya

mengandung 0,3% Ni), mengalami proses pelapukan secara kimiawi dan dipengaruhi

oleh air tanah yang kaya akan CO2 dari udara luar mengubah olivine, menyebabkan

menurunnya kadar Al dan Ca yang terlarut oleh air hujan. Pelarutan ini menyebabkan

kadar Fe, Ni, Cr, Co semakin tinggi (terjadi pengayaan). Evans (1993).

18
2.1.8 Mineral Asosiasi Endapan Laterit

 Olivin

Mineral-mineral olivin yang berasosiasi dengan batuan ultramafik yaitu

Forsterite (Mg2SiO4) dan Fayalite (Fe2SiO4). Anggota kelompok olivin adalah

mineral penting pembentuk batuan beku basa dan ultrabasa. Batuan basa dan

ultrabasa umumnya mengandung mineral olivin kaya magnesian. Mineral olivin yang

kaya besi hanya ditemukan di beberapa batuan alkali dan sedimen kaya zat besi yang

telah bermetamorfosis. Olivin adalah mineral mafik pertama yang mengkristal dari

magma dasar. Olivin group terdiri dari mineral Forsterite (Mg2SiO4) dan Fayalite

(Fe2SiO4.

Mineral dari kelompok olivin sangat rentan terhadap perubahan oleh cairan

hidrotermal dan proses pelapukan. Reaksi Perubahan meliputi hidrasi, silisifikasi,

oksidasi dan karbonasi. Produk perubahan umumnya adalah serpentine, klorit,

amphibole, karbonat, oksida besi, dan talc. Kandungan nikel pada olivin bisa

mencapai 0,41% NiO (rata-rata 0,322% Ni). Sebagian nikel yang terkandung sebagai

pengganti atom magnesium dengan atom nikel yang dengan ukuran yang sama.

Umumnya, rasio Ni:Mg dalam olivin adalah sama seperti dalam magma dasar.

19
 Piroxine

Pyroxenes yang paling umum terdapat di lingkungan yang berhubungan

dengan laterit (batuan ultramafik) adalah varietas orto dan clino. Enstatite/Bronzite

adalah mineral orto-pyroxenes yang paling umum terdapat di batuan ultramafik

Sulawesi. Mereka dapat dengan mudah dikenali oleh refleksi bersinar dan belahan

yang kuat dan berwarna perunggu (bronze).

Orthopyroxene (enstatite) dapat berubah menjadi serpentine dan menampilkan

kilap metalloidal perunggu seperti pada belahan utama. Enstatite yang berubah

dengan komposisi serpentin disebut bastite. Analisis beberapa mineral pyroxenes

bahwa kandungan nikel rata-rata di pyroxenes jauh lebih sedikit daripada di olivin.

Kadar NiO pada orthopyroxenes yaitu 0,04-0,15% NiO (rata-rata 0,07%) dan 0,034-

0,045% NiO (rata-rata 0,04%) pada clinopyroxenes.

20
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

Teknik observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati

langsung dilapangan. Proses ini berlangsung dengan pengamatan yang meliputi

pengamatan, pengambilan data sampel, pengambilan gamabar sampel dan mencatat

hasil. Observasi bisa dikatakan merupakan kegiatan yang meliputi pencatatan secara

sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal hal lain

diperlukan dalam mendukung penelitin yang sedang dilakukan. Pada tahap awal

observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi

sebannyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang

terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga

peneliti dapat mendefenisikan endapan laterit, ciri-ciri laterit dan mengidentifikas

usur-unsur yang terus menerus terjadi perubahan. Jika hal itu sudah diketemukan,

maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti.

21
Derah penelitian sebaran endapan laterit di dominasi oleh batuan ultrabasa

sehingga proses terbentuknya endpan laterit dapat terbentuk karna adanya struktur, di

daerah penelitian ini adanya kompleks ultrabasa dapat dilihat pada ( peta 3.1).

Gamabar.3.1 Peta Geologi Daerah penelitin Endapan Laterit

22
3.2 Waktu, Tempat Penelitian dan Kesampaian Daerah

Penelitian kerja praktek dilaksanakan selama satu (1) bulan, di mulai pada

tanggal 1 Mei 2018 sampai dengan tanggal 14 Juni 2018. Lokasi penelitian secara

administrative terletak di daerah desa fatufia , Kecamatan Bahodopi, Kabupaten

Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan daerah Blok X, daerah

eksplorasi PT. Bintang Delapan Mineral. Kesamapain ditempat penelitian atau tempat

pengambilan data, di tempuh dengan jarak waktu 2-3 jam, dengan menggunakan

mobil.

Gambar. 3.2 Peta Lokasi Penelitian

23
3.3. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam kegiatan penelitian endapan

nikel laterit adalah sebagai berikut :

Gambar. 3.1. Tabel Alat Dan Bahan

No. Alat dan bahan Kegunannya

1. Peta geologi Sebagai peta dasar atau peta penelitian

2. Palu Geologi Sebagai alat untuk menyampling sampel

3. GPS Sebagai alat untuk menentukan titik kordinat

4. Kompas Sebagai alat untuk menentukan arah utara dan selatan

5. Magnetik pen Sebgai alat untuk tes kemagnetan pada sampel nikel laterit

6. Lup Sebagai alat untuk indetifikasi sampel secara megaskopis

7. Kamera Sebagai alat untuk memotret gamabar sampel

8. Spidol Sebgai alat tulis keterangan pada kantong sampel

9. Pensil Sebagai alat tulis data dilapangan

10. Buku lapangan Sebagai tempat catatan hasil data di lapangan

11. Laktop Untuk menulis data lapangan dan laporan lapangan.

24
3.4. Tahapan Pengambilan Data di Lapangan

 Adapun tahapan yang di gunakan dalam pengambilan data di lapangan

sebagai berikut :

 Tahap persiapan

Terdiri dari tahap mempersiapakan alat dan bahan yang akan digunakan di

lapangan. Alat dan bahan yang di ngunakan yaitu buku lapangan,GPS, Palu

geologi, magnetic pen, kaca pembesar, kamera, pensil, dan spidol.

 Tahap pengumpulan data

Berupa menentukan dan memplot titik kordint menggunakan GPS,

kemudian melakukan tahapan menyampling yaitu tahapan mengambil sampel

di lapangan dengan menggunakan palu Geologi, selanjutnya melakukan

pengambilan gambar sampel dengan menggunakan kamera kemudian

melakukan identifikasi sampel secara megaskopis menggunakan kaca

pembesar dan magnetic pen untuk mengetahui koposisi mineral yang ada pada

sampel endapan laterit. Dari data sampel yang di ambil pada sekitaran titk bor

dengan spasi 50 meter pada setiap titik pengeboran.

25
 Penyusunan laporan dan persentasi

Tahap ini merupakan rangkaian tahap terakhir dari seluruh rangkaian

pengambilan data di lapangan selanjutnya menyusunnya menjadi sebuah

laporan dan persentasi laporan.

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dilokasi/diarea blok KBMC sebanyak 24 titik


lokasi pengamatan. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan warna laterit yang
ditemukan terdiri dari laterit merah dan laterit coklat.

Gambar. 4.1 Peta Lintasan Pengamatan

Dari 24 titik pengamatan tersebut didapatkan 14 titik/lokasi yang laterit


permukaannya berwarna merah (Tabel 1). Adapun ciri-ciri dari laterit merah tersebut
adalah berwarna merah, memiliki unsur mineral hematit ( warna merah ) dan mangan,
tekstur tanah yang halus serta memiliki unsur magnetik atau high magnetic.
Topografinya termasuk kedalam daerah/wilayah yang landai dan proses inflitrasinya

27
(masuknya air kedalam tanah) mempermudah pelapukan secara kimiawi untuk
terbentuknya endapan laterit

Gambar. 4.2 Endapan Laterit Merah

Tabel 1. Data Endapan Laterit Merah daerah penelitian

No Hole X Y warna
1. KBMC_25005 392109 9683922 merah
2. KBMC_25007 392109 9683722 merah
3. KBMC_23441 392209 9683972 merah
4. KBMC_23437 392459 9683972 merah
5. KBMC_23435 392559 9683972 merah
6. KBMC_23025 392509 9683822 merah
7. KBMC_23027 392209 9683872 merah
8. KBMC_23029 392109 9683872 merah
9. KBMC_23031 392259 9683922 merah
10. KBMC_23033 392409 9683922 merah
11. KBMC_23827 392409 9683972 merah
12. KBMC_23829 392459 9683922 merah
13. KBMC_24225 392059 9683972 merah
14. KBMC_23039 925099 9683922 merah

28
Adapun sisa dari 24 titik tersebut didapatkan endapan laterit coklat sebanyak

10 titik pengamatan. Adapun ciri dari endapan laterit coklat memiliki butiran halus,

dan komposisi magnetic (Low magnetic) dapat dilihat pada gambar foto berikut :

Gambar 4.3 Endapan laterit coklat


Dari hasil pengamatan dilapangan didapatkan kondisi laterit merah terdiri dari
10 titik lokasi pengamatan (Tabel 2).

No Hole X Y warna
1. KBMC_23043 392109 9683972 coklat
2. KBMC_23045 392159 9683972 coklat
3. KBMC_23439 392259 9683972 coklat
4. KBMC_23433 392309 9683922 coklat
5. KBMC_23431 392359 9683922 coklat
6. KBMC_23429 392159 9683872 coklat
7. KBMC_23427 392309 9683822 coklat
8. KBMC_23425 392359 9683822 coklat
9. KBMC_23423 392459 983822 coklat
10. KBMC_24231 392159 9683922 coklat

29
Dari hasil penelitian keterdapatan endapan laterit pada daerah penelitian ini,
terdapat dua (2) jenis laterit yaitu laterit merah dan laterit coklat, dari dua ciri laterit
tersebut yang medominasi adalah warna merah, seperti pada peta berikut:

Gambar. 4.2 Peta sebaran laterit

30
4.2. Pembahasan Analisisis Pengamatan

Dari hasil pengamatan endapan laterit di lapangan, terdapat beberapa ciri

warna yakni warna merah dan warna coklat serta memiliki kandungan unsur Ni dan

Fe yang berkualitas, warna merah kaya akan unsur Ni dan Fe yang sangat tinggi

(High Quality), dan warna coklat memiliki kadar unsur Ni dan Fe yang rendah di

banding dengan laterit merah.

Pada daerah keterdapatan endapan laterit tersebut, daerah yang memiliki

vegetasi yang lebat serta daerah yang landai dan kondisi iklimnya sangat baik untuk

proses terbentuknya endapan laterit.

 Endapan Laterit merah

Dari hasil penelitian pada lokasi KBMC secara spesifik endapan laterit merah

terbentuk karena proses pelapukan batuan ultrabasa yang mengandung zat besi yang

dan ditandai dengan merahnya warna tanah dan banyak mengalami pencucian oleh air

hujan dan mengalami perubahan warna sehingga warnanya kemerah-merahan serta

kondisinya sangat tidak subur.

Adapun ciri dari endapan laterit merah ini memiliki unsur mineral hematit dan

mangan dan tekstur yang halus dan memiliki unsur magnetik atau high magnetic,

kadar unsur Ni dan Fe pada daerah penelitian endapan laterit yang memiliki unsur Ni

yang sangat rendah atau Low Quality terdapat KBMC- 25005 (0,848125), dan unsur

Ni medium quality terdapat pada KBMC-25005 (1.1156), dan kualitas Ni yang High

31
quality yaitu pada KBMC_23441 dan unsur Ni Low pada KBMC 25005.Sedangkan

kandungan unsur Fe semuanya Medium. Dari setiap titik pengambilan sampel endpan

laterit berjarak 50 meter dari setiap pengabilan sampelnya. Dan berdasarkan peta

sebaran laterit daerah penelitian keterdapatan (Ni) pada lapisan limonit dan saprolit,

penyebaran kadar nikel (Ni) dipengaruhi oleh bentuk topografi dan kemiringan

lereng. Semakin besar kemiringan lereng maka ketebalan endapan Ni yang terbentuk

akan semakin tipis. Sebaliknya, bila kemiringan lereng sedang sampai landai maka

endapan yang terbentuk akan lebih tebal. (Ni) pada lapisan limonit dan penyebaran

kadar nikel (Ni) dipengaruhi oleh bentuk topografi dan kemiringan lereng. Semakin

besar kemiringan lereng maka ketebalan endapan Ni yang terbentuk akan semakin

tipis. Sebaliknya, bila kemiringan lerengm sedang sampai landai maka endapan

terbentuk akan lebih tebal, karena sebaran endapan laterit kadar Ni di pengaruhi oleh

bentuk topografi dan kemiringan lereng.

32
Tabel 4. Hubungan antara Laterit Merah dengan Nilai Unsur Ni & Fe

No Hole X Y Warna Ni_av Kategori (Ni) Fe_av Kategori (Fe)


1 KBMC_25005 392109 9683922 merah 0.848125 Low Ni 19.52995 Medium Fe
2 KBMC_25007 392109 9683722 merah 0.975251 Low Ni 10.0865 Medium Fe
3 KBMC_23025 392509 9683822 merah 0.729791 Low Ni 20.6839 Medium Fe
4 KBMC_23033 392409 9683922 merah 0.751818 Low Ni 27.11455 Medium Fe
5 KBMC_23435 392559 9683972 merah 1.311818 Medium Ni 14.94618 Medium Fe
6 KBMC_23027 392209 9683872 merah 1.14977 Medium Ni 18.77694 Medium Fe
7 KBMC_23029 392109 9683872 merah 1.303711 Medium Ni 17.64915 Medium Fe
8 KBMC_23031 392259 9683922 merah 1.1156 Medium Ni 21.79427 Medium Fe
9 KBMC_23827 392409 9683972 merah 1.426761 Medium Ni 18.02541 Medium Fe
10 KBMC_24225 392059 9683972 merah 1.3772 Medium Ni 15.91793 Medium Fe
11 KBMC_23441 392209 9683972 merah 1.721667 High Ni 24.17 Medium Fe
12 KBMC_23437 392459 9683972 merah 1.676538 High Ni 13.18123 Medium Fe
13 KBMC_23829 392459 9683922 merah 1.762411 High Ni 16.88197 Medium Fe
14 KBMC_23039 392509 9683922 merah 1.75383 High Ni 15.5213 Medium Fe

 Endapan Laterit Coklat

Tanah ini merupakan tanah mineral yang kaya akan sekuioksida dan

telah menglami pelapukan, endapan laterit coklat mudah lapuk, dan

menyimpan unsur hara yang sangat rendah. Wrana coklat pada setiap titik

pengambilan sampel di tempat penelitin memiliki unsur Ni dan Fe yang

kurang berkualitas, apabila unsur Ni rendah maka unsur Fe akan lebih tinggi

akan kulitasnya.

Adapun hasil dari penelitian di lapangan warna coklat unsur Ni yang memiliki

unsur High pada KBMC-24231 dan yang memilki unsur Ni Low terdapat pada

KBMC-23249, dan yang dominan unsur Ni Medium serta unsur Fe yang High pada

KBMC-23043. Dari pengambilan sampel warna coklat trdiri dari 10 titik dan yang

33
dominan adalah wrana merah dan karakteristik endapan laterit coklat yaitu butiran

halus.

Tabel 4. Hubungan antara Laterit Merah dengan Nilai Unsur Ni & Fe

No Hole X Y Warna Ni_av Kategori (Ni) Fe_av Kategori (Fe)


1 KBMC_23429 392159 9683872 coklat 0.65375 Low Ni 18.16063 Medium fe
2 KBMC_23043 392109 9683972 coklat 1.195882 Medium Ni 32.51253 high Fe
3 KBMC_23045 392159 9683972 coklat 1.080219 Medium Ni 18.37669 Medium fe
4 KBMC_23439 392259 9683972 coklat 1.484017 Medium Ni 23.49737 Medium fe
5 KBMC_23433 392309 9683922 coklat 1.416905 Medium Ni 15.04192 Medium fe
6 KBMC_23431 392359 9683922 coklat 1.265736 Medium Ni 15.61768 Medium fe
7 KBMC_23427 392309 9683822 coklat 1.108624 Medium Ni 14.10455 Medium fe
8 KBMC_23425 392359 9683822 coklat 1.084515 Medium Ni 17.75148 Medium fe
9 KBMC_23423 392459 9683822 coklat 1.002954 Medium Ni 25.41392 Medium fe
10 KBMC_24231 392159 9683922 coklat 1.646734 High Ni 18.24193 Medium fe

34
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan kegiatan pengambilan data langsung di lapangan

dapat di simpulkan sebagai berikut :

 Endapan laterit di daerah penelitian, merupakn endapan laterit yang memiliki

beberapa ciri warna yaitu warna merah dan coklat.

 Eendpan laterit ysng memiliki kandungan kadar Ni dan Fe yang sangat tinggi

(High Quality) serta memiliki perubahan kadar di setiap titik kordinat yang di

peroleh pada tempat lokasi penelitian yang dominan adalah endapan laterit

merah. kadar Ni dan Fe yang sangat tinggi sangat dan factor keterdapatan

pada daerah lanadai dan berklim tropis, dan vegetasinya sangat tinggi dan

proses infiltrasi sangat baik sehingga dapat memepermudah lancarnya

pelapukan kimiawi.

 Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian sebaran laterit kadar (Ni)

dipengaruhi oleh bentuk topografi dan kemiringan lereng. Semakin besar

kemiringan lereng maka ketebalan endapan Ni yang terbentuk akan semakin

tipis. Sebaliknya, bila kemiringan lereng sedang sampai landai maka endapan

yang terbentuk akan lebih tebal. Berdasarkan peta distribusi nikel (Ni) pada

lapisan limonit dan penyebaran kadar nikel (Ni) dipengaruhi oleh bentuk

topografi dan kemiringan lereng. Semakin besar kemiringan lereng maka

35
ketebalan unsur Ni yang terbentuk akan semakin tipis. Sebaliknya, bila

kemiringan lereng sedang sampai landai maka endapan yang terbentuk akan

lebih tebal.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya ajukan adalah alat yanga di gunakan di

lapanagn yaitu GPS dan kompas, masih kurang olehnya itu bisa di adakan lebih dari

satu, agar mempermudah dan mempercepat proses kegiatan penelitian dalam

pengambilan data dilapangan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, 2006, Nickel Laterites: Fundamental of Chemistry, Mineralogy,


Weathering Processes, and Laterite Formation, PT. BINTANGDEAPAN
MINERAL,(tidak diterbitkan).

Burger, 1996). Nickel: Definition, Mineralogy, and Deposits.


Natural Environment Research Council.

Evans, A.M.,(1993). Ore Geology and Industrial Minerals: An Introduction, USA:


Blackwell Publishing.

Guilbert,( 1986), Loss of Trace Elements From Serpentinites


During Fluid-Assisted Transformation of Chrysotile to Antigorite-An
Example From Guatemala, Chemical Geology 284 (2011) 351-362,
Elsevier.

Herman dan Hasan Saidi, (2000), Nikel Komoditas Logam Strategis,


http://geomagz.geologi.esdm.go.id/nikel-komoditas-logam-strategis/
(diakses pada Maret 2017)

Sudrajat A., (1999), Geologi, Petrografi, dan Geokimia Batuan Mafik dan
Intermediet Daerah Kalang Batang, Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan
Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Sundari, (2012), Nickel Laterite Deposits-Geological Overview, Resources


andExploration, Australia: CSA Australia Pty Ltd.

37

Anda mungkin juga menyukai