Laporan Suseptibilitas Nensi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian metode magnetik suseptibilitas ini yaitu sebagai
berikut :

1. Untuk mengetahui nilai-nilai suseptibilitas magnetik akibat polusi atau


aktivitas manusia di luar kampus Universitas Halu Oleo
2. Untuk mengetahui nilai-nilai suseptibilitas magnetik daerah perkebunan jati
yang berada dalam area kampus Universitas Halu Oleo
3. Untuk mengetahui perbandingan nilai suseptibilitas akibat polusi atau aktivitas
manusia di Jalan raya luar kampus Universitas Halu Oleo dan daerah
perkebunan jati yang berada di dalam area kampus Universitas Halu Oleo
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Daerah Penelitian

Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau besar yang ada di kawasan
Perairan Indonesia. Kajian geologi telah banyak dilakukan dan telah dilakukan
sejak Tahun 1969/1970 (Sukamto dan Ratman, 2013) dalam Surono dkk, 2013.
Surono (2010) dengan mengacu dari beberapa literature membagi Pulau Sulawesi
ke dalam beberapa mandala diantaranya: Lajur Vulkanik Sulawesi Barat, Lajur
malihan Sulawesi Tengah, Lajur Ofiolit Sulawesi Timur, dan Kepingan Benua.
Berdasarkan peta Geologi Lembar Lasusua (Rusmana, dkk 1987) dan Peta
Geologi Lembar Kolaka (Simandjuntak, dkk 1987) menunjukkan bahwa kondisi
Geologi Regional daerah penelitian terdiri dari dua jenis batuanya itu batuan
sedimen dan Batuan Metamorf. Formasi Meluhu merupakan batuan tertua
Berumur Trias hingga Jura, sedangkan Formasi lainnya seperti Formasi Alangga,
Formasi Langkowala dan Formasi Buara merupakan Formasi yang lebih muda
dan terbentuk di zaman Plistosen hingga Holosen. Kelompok batuan sedimen
sangat mendominasi kawasan daerah penelitian. Sementara berdasarkan Peta
Geologi Lembar Lasusua, Jenis sedimen klastik sangat melimpah di daerah
penelitian, dan ditemukan pada beberapa Formasi. Kelompok jenis batuan
Karbonat Klastik juga terdapat di beberapa titik pada lokasi penelitian.

II.1.2 Morfologi

Menurut Rusmana, dkk.,1993 secara regional daerah penelitian termasuk


dalam lembar peta Lasusua-Kendari yang terletak pada lengan tenggara Pulau
Sulawesi. Morfologi lembar Lasusua-Kendari dapat dibedakan menjadi empat
satuan morfologi, yaitu:
1. Morfologi pegunungan; pegunungan menempati bagian tengah dan barat.
2. Morfologi perbukitan; perbukitan terdapat pada bagian barat dan timur.
Satuan perbukitan umumnya tersusun oleh batuan sedimen dengan ketinggian

2
3

berkisar 75 sampai 750 meter diatas permukaan laut puncak yang terdapat
pada satuan perbukitan adalah Gunung Meluhu (517 meter).
3. Morfologi karst; morfologi karst terdapat di Pegunungan Matarombeo dan
dibagian hulu Sungai Waimenda serta Pulau Labengke.
4. Morfologi dataran rendah; dataran rendah meliputi daerah-daerah sekitar
Teluk Kendari.

II.1.3 Stratigrafi

Berdasarkan peta geologi lembar kolaka dan lembar lasusua, secara


regional Kota Kendari terdiri dari beberapa formasi batuan. Kelompok batuan ini
yang sebelumnya di masukkan ke dalam mandala Sulawesi Timur dan anjungan
Tukang Besi-Buton. Mendala Geologi Sulawesi Timur yang dicirikan oleh batuan
ultramafic mafik dan malih (Surono, 2010),. Sementara untuk daerah penelitian
banyak didominasi oleh kelompok batuan malihan dan batuan sedimen kelompok
Formasi Meluhu (TRJt), Formasi Alangga (QPa) dan endapan Aluvium (Qp)
serta setempat batugamping Quarter (Formasi Buara) (Simandjuntak, dkk 1987).
Adapun gambaran mengenai stratigrafi regional daerah penelitian sebagaimana
tertuang pada gambar 2.1.

 Qa Aluvium : Lumpur, Lempung, Pasir, Kerikil dan Kerakal


Endapan ini terdapat di beberapa titik di sekitar Kota Kendari, Utamanya di
sekitar DAS sungai Kendari (sungai Wanggu) yang bermuara di Teluk
Kendari. Lumpur yang berwarna kelabu tua hingga coklat kemerahan.
Sementara lempung berwarna kecoklatan hingga coklat kemerahan atau
kelabu muda, berlapis berselingan dengan batupasir tidak kompak kerikil, dan
kerakal.
 Formasi Alangga (Qpa) : Batupasir dan konglomerat.
Anggota formasi ini menurut surono (2010) menerangkan bahwa kelompok
batuan ini merupakan kelompok molasa Sulawesi yang terendapkan pada
massa akhir tumbukan. Akibatnya berbagai fragmen pada formasi ini
4

ditemukan mulai dari silika, lempung, batupasir, hingga keterdapatan oksida


besi. Keberadaan oksida besi menjadi salah satu penciri dari formasi ini, selain
itu, kelompok fragmen silica seringkali dijumpai pada formasi ini. Penyebaran
formasi ini, terletak di sekitar morfologi peradataran miring bergelombang.
 Formasi Buara (Ql): Terumbu koral kuarter
Kelompok formasi ini merupakan jenis endapan batuan karbonat. Dalam peta
geologi lembar Lasusua dan lembar Kolaka, terdapat beberapa tempat yang
menjadi lokasi formasi ini, diantaranya sekitar kecamatan mandonga dan
kecamatan abeli.
 Formasi Meluhu (TRjt) : Batupasir, Serpih, sekis, kuarsit dan lempung.
Kelompok formasi ini merupakan batuan tertua yang ada disekitar lokasi
penelitian. Berumur trias hingga jura (surono, 2010) menjadikan batuan ini
hanya tersingkap di beberapa tempat dan dari Peta Geologi Lembar Kolaka
dan Lembar Lasusua, hanya terdapat di sekitar perbukitan Nipa-nipa dan
perbukitan Abeli.

Gambar 2.1. Korelasi Satuan Peta Geologi Regional Lembar Lasusua-Kendari,


Sulawesi. (Sumber: Simandjuntak, 1993)
5

Secara geologi, persebaran dan jenis batuan yang terdapat di Kota


Kendari dapat dilihat pada Gambar 2.2 adalah sebagai berikut (Endharto dan
Surono, 2013):
1. Batupasir, kuarsit, serpih hitam batu sabak, batugamping dan batulanau
tersebar di Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga sebelah Utara
sampai perbatasan dengan Kecamatan Soropia, tepatnya di kawasan Hutan
Raya Murhum.
2. Endapan alluvium pasir, lempung dan lumpur tersebar dipesisir pantai Teluk
Kendari dan disekitar sungai-sungai yang mengalir di Kota Kendari.
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.
Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu
silika tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das. Braja M, 1988). Das Braja
M (1988) menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari
partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas
bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung
sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang.
Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikel-
pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat
yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi
atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau
terpecah-pecah.
Menurut Das Braja (1988), satuan struktur dasar dari mineral lempung
terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar
tersebut bersatu membentuk struktur lembaran. Jenis-jenis mineral lempung
tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan
lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.Pasir
merupakan material sedimen lepas yang mempunyai permukaan yang kasar
dan mempunyai ukuran butir berada pada kisaran 0.06–2 mm sifat tidak
6

saling mengikat (tidak kohesif). Butiran pasir biasanya terdiri atas mineral
tunggal, biasanya kwarsa. Permasalahan yang sering terjadi pada tanah pasir
adalah penurunan pada fondasi, sehingga jika didirikan suatu bangunan
diatasnya dapat menyebabkan kerusakan pada kontruksi bangunan.
3. Batugamping, koral dan batupasir yang tersebar di Pulau Bungkutoko,
pesisir pantai Kelurahan Purirano dan Kelurahan Mata, serta Kecamatan
Mandonga kearah Barat-Laut yang dibatasi Jalan R. Soeprapto, Jalan Imam
Bonjol dan batas antara Kota Kendari dengan Kecamatan Sampara.
4. Konglomerat dan batupasir tersebar disepanjang kiri kanan jalan poros antara
Kota Lama dengan Tugu Simpang Tiga Mandonga, bagian tengah
Kecamatan Mandonga dan bagian Barat Kecamatan Baruga serta bagian
Tengah Kecamatan Poasia sampai kearah Selatan, yaitu kawasan rencana
kompleks perkantoran 1.000 Ha kearah pegunungan Nanga-Nanga.
5. Filit, batu sabak, batupasir, malik, kuarsa kalsiulit, napal, batu lumpur dan
kalkarenit lempung tersebar di arah Tenggara Kecamatan Poasia tepatnya di
Kelurahan Talia, Kelurahan Abeli, Kelurahan Anggalomelai, Kelurahan
Tobimeita, Kelurahan Benuanirae dan Kelurahan Anggoeya.
6. Konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung tersebar di Kecamatan
Poasia bagian Timur yaitu di Kelurahan Petoaha, Kelurahan Sambuli dan
Kelurahan Nambo serta sebagian Kelurahan Tondonggeu.
7. Batugamping, batupasir dan batulempung tersebar dibagian Barat
Kecamatan Mandonga sampai dengan batas Kota Kendari dengan
Kecamatan Sampara dan Kecamatan Ranometo.
7

Gambar 2.2. Peta Geologi Kota Kendari Sulawesi Tenggara (Simandjuntak,


dkk., 1993)

II.1.4 Struktur geologi

Kondisi struktur geologi daerah penelitian tidak lepas dari aktivitas


tektonik sesar-sesar yang ada di sekitar daerah penelitian. Menurut Surono (2013)
sesar-sesar yang masih mengindikasikan adanya aktivitas tektonik hingga
sekarang diantaranya yaitu, Sesar kolaka, Sesar lawanopo, dan sesar kolono.
Beberapa sesar tersebut mengarah tenggara-barat laut dengan jenis sesar adalah
sesar geser (slip fault). Adapun peta sesar sekitar pulau Sulawesi dapat dilihat
pada Gambar 2.3.
8

Daerah Kota Kendari

Gambar 2.3. Peta Struktur Regional Lengan Tenggara (Surono, 2012)


Keberadaan Lempeng Eurasia yang cenderung diam, lempeng pasifik yang
bergerak kearah barat dan lempeng Australia yang bergerak kearah utara.
Sehingga kondisi struktur geologi daerah ini sangatlah kompleks. (Surono, 2013).
Hasil aktivitas ketiga lempeng tersebut, menjadikan Lengan Tenggara mengalami
pensesaran sebagaimana terlihat pada gambar 2.3.

II.2 Geofisika Daerah Penelitian

A. Teori Medan Magnet

1. Medan Magnet

Charles Augustin de Coulomb pada tahun 1785 menyatakan bahwa gaya


magnet berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara dua muatan magnetik,
yang persamaannya mirip hukum gaya gravitasi Newton. Dengan demikian,
9

apabila dua buah kutub P1 dan P2 dari monopole magnet yang berlainan terpisah
pada jarak r, maka persamaan gaya magnet dinyatakan sebagai:
1 𝑃1 𝑃2
𝑮𝒎 = 𝒓 (1)
𝜇 𝑟2

dengan Gm adalah gaya magnet monopole pada P1 dan P2, r adalah vektor satuan
berarah dari P1 ke P2, P1 dan P2 adalah muatan kutub 1 dan 2 monopole, µ
adalah permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa µ = 1)
Gaya magnet Gm per satuan muatan P1 didefinisikan sebagai kuat medan
magnet terukur (H). Dengan demikian dihasilkan kuat medan magnet pada muatan
P1 yang dapat dinyatakan sebagai
𝐅 1 𝑝1
𝐇= = 𝒓 (2)
𝑃1 𝜇 𝑟2

dengan H adalah kuat medan magnet terukur. Jika suatu benda terinduksi oleh
medan magnet H, maka besar intensitas magnet yang dialami oleh benda tersebut
adalah (Reynold, 1995),
M=kH (3)
dengan M adalah intensitas magnetisasi dan k adalah suseptibilitas magnetik.

2. Suseptibilitas Magnet
Suseptibilitas magnet adalah kemampuan suatu material termagnetisasi
yang ditentukan oleh nilai suseptibilitas kemagnetan pada Persamaan 3. Faktor
yang mempengaruhi nilai suseptibilitas magnet suatu material adalah litologi
batuan dan kandungan mineral batuan. Tabel 1 menunjukkan nilai suseptibilitas
magnet beragam batuan.
Tabel 1. Nilai Suseptibilitas Batuan (Telford, dkk, 2004)
Jenis Kisaran (× 10−3 ) Rata-Rata (× 10−3 )
Sedimentary
Dolomite 0 – 0,9 0,1
Limestone 0-3 0,3
Sandstone 0-20 0,4
Shale 0,01-15 0,6
Av. 48 sedimentary 0-18 0,9
Metamorphic
Amphibolite 0,7
10

Schist 0,3-3 1,4


Phyllite 1,5
Gneiss 0,1-25
Quarzite 4
Serpentine 3-17
Slate 0-35 6
Av. 61 metamorphic 0-70 4,2
Igneous
Granite 0-50 2,5
Rhyolite 0,2-35
Dolorite 1-35 17
Augite-syenite 30-40
Olivine-diabase 25
Diabase 1-160 55
porphyry 0,3-200 60
Gabbro 1-90 70
Basalts 0,2-175 70
Diorite 0,6-120 85
Pyroxenite 125
Peridotite 90-200 150
Andesite 160
Av. Acidic igneous 0-80 8
Av. Basic igneous 0,5-97 25

Adanya medan magnet yang berasal dari bumi dapat mengakibatkan


terjadinya induksi magnet pada batuan yang memiliki suseptibilitas. Induksi
magnet F dalam suatu material dipengaruhi medan eksternal 𝐅O dan magnetisasi
material tersebut. Secara umum, persamaannya dapat dituliskan sebagai (Serway
& Jeweet, 2004):
𝐅 = 𝐅𝐎 + 𝐅M (4)
dengan 𝐅𝑚 adalah medan yang dihasilkan oleh material magnet dan dapat
didefinisikan sebagai,
𝐅𝑚 = 𝜇𝑜 𝐌 (5)
dengan M adalah momen magnet per unit volum dan 𝜇𝑂 adalah permeabilitas
ruang hampa dengan nilai 4𝜋 × 10−7 Wb/Am. Sedangkan medan eksternal 𝐅𝑂
11

dapat didefinisikan sebagai,


𝐅0 = 𝜇0 𝐇 (6)
dimana H adalah kuat medan magnet dalam A/m sehingga persamaan 5 dan 6
disubstitusikan ke dalam persamaan 4 dapat dituliskan:
𝐅 = 𝜇0 (𝐇 + 𝐌) (7)
Subtitusi persamaan 3 ke persamaan 7, didapatkan persamaan induksi magnet F
(Telford, dkk, 2004):
𝐅 = 𝜇0 (1 + 𝑘) 𝐇 = 𝜇0 𝜇𝑟 𝐇 = 𝜇𝐇 (8)
dengan 𝜇𝑟 = (1 + 𝑘) adalah permeabilitas relatif, 𝑘 adalah suseptibilitas magnet,
dan 𝜇 = 𝜇0 𝑢𝑟 adalah permeabilitas bahan. Di udara nilai dari 𝜇0 ≈ 1 sehingga
persamaan 8 menjadi:
𝐅 = 𝜇𝑟 𝐇 (9)

B. Kemagnetan Material Bumi

Setiap jenis material mempunyai sifat dan karakteristik tertentu dalam


medan magnet. Hinze, dkk (2012) mengklasifikasikan material menjadi empat
jenis berdasarkan nilai suseptibilitas magnet, yaitu diamagnet, paramagnet,
ferromagnet, dan ferrimagnet.
1. Diamagnet
Diamagnet adalah bahan yang kulit elektronnya lengkap dan terisi oleh
elektron yang berpasangan. Jika dipengaruhi oleh medan magnet luar, spin
elektron akan menghasilkan arah momen magnet yang berlawanan dengan arah
medan magnet luar sehingga akan menghasilkan resultan yang berarah negatif.
Diamagnet memiliki nilai suseptibilitas k< 0 dalam satuan cgs. Contohnya adalah
bismuth, gypsum, marmer, kuarsa, garam, seng dan emas (Siswoyo, dkk, 2010).
2. Paramagnet
Paramagnet adalah bahan yang jumlah elektron pada kulit atomnya tidak
lengkap (sebagian ada elektron yang tidak berpasangan). Tanpa pengaruh kuat
medan magnet luar, momen magnet memiliki arah orientasi yang acak. Jika ada
pengaruh dari medan luar, maka momen magnet akan sejajar dengan medan
12

tersebut. Paramagnet memiliki nilai suseptibilitas 0 <k< 10−6 dalam satuan cgs.
Contohnya adalah pyrite, zincblende, dan hematite (Siswoyo, dkk, 2010).
3. Ferromagnet
Ferromagnet adalah bahan yang sifat kemagnetannya dipengaruhi oleh
temperatur, yaitu pada temperatur di atas temperatur Curie akan kehilangan sifat
kemagnetannya. Jika dimasukkan ke dalam medan magnet luar, magnetisasi
bahan ini akan meningkat tajam. Ferromagnet memiliki nilai suseptibilitas
1<k<106 dalam satuan cgs. Contohnya adalah besi, nikel, kobalt, dan baja
(Siswoyo, dkk, 2010).
13

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini berada di Jln. Prof. Dr. Rauf Tarimana, Kelurahan
Kambu Kecamatan Kambu, dan di Sekitar Fakultas Pertanian Kampus Hijau
Bumi Tridarma Hijau Bumi Tridharma Universitas Halu Oleo, Kelurahan
Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pengambilan data dilakukan pada Minggu 23 Desember 2018, pukul 08:30 –
15:00 WITA. Pengolahan data dilakukan di Laboraorium Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

13
14

III.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
Tabel 3.1. Alat dan Bahan Penelitian
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1 set alat
untuk menghitung nilai suseptibilitas
1 magnetik
bahan
suseptibilitas
2 Roll Meter untuk membentang lintasan
untuk menentukan titik koordinat
3 GPS
lokasi pengukuran
4 Payung untuk melindungi alat
Laptop (RAM
5. 2,00 G,64-bit Untuk mengolah data
operating system)
Menghitung nilai rata suseptibilitas
6. Microsoft Excel magnetik dan membuat plot nilai
susueptibilitas
Membuat peta sebaran nilai suseptibilitas
7. Surfer 15
magnetik bahan
Kamera sebagai dokumentasi kegiatan akuisisi
8.
handphone data
15

III.3 Prosedur Penelitian

Mulai

Study Literatur

Penyiapan Alat

Pengambilan Data

Nilai Suseptibilitas (k)

Jarak/ Suseptibilitas

Grafik Jarak Vs Suseptibilitas

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian


16

III.4 Akuisisi Data

Akuisisi data merupakan tahapan pengambilan data (bahan penelitian) di


lapangan. Pengambilan data dilakukan melalui survei magnetik suseptibilitas.
Pengambilan data di lakukan pada 3 Stasiun dengan 4 bentang lintasan
pengukuran dengan panjang bentangan 100 meter.
Data yang diperoleh dari setiap pengukuran pada lintasan adalah nilai
suseptibilitas (SI) bumi yang terukur oleh Susceptibilitymeter. Pengambilan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan susceptibilitymeter dan
sensor MS2D. Pengukuran suseptibilitas di lapangan meliputi 350 titik yang
tersebar pada 3 stasiun 4 lintasan, Stasiun 1 terdiri dari 2 lintasan atau line
sedangkan stasiun 2 dan 3 terdiri dari 1 lintasan atau line pengkuran. Adapun
langkah - langkah pengambilan data di lapangan adalah :
1. Menentukan lokasi pengukuran serta memplot koordinat pengukuran untuk
lintasan vertikal maupun lintasan horizontal
2. Membentangkan rol meter untuk mengetahui panjang lintasan
3. Mengukur dan mencatat nilai suseptibiltas yang terbaca oleh alat, baik sensor
MS2K maupun sensor MS2D.

III.5 Prosesing Data


Prosesing data pengukuran metode magnetic suseptibilitas adalah sebagai

berikut :

1. Membuka Microsoft Excel pada laptop


2. Menginput Memasukan data lapangan nilai suseptibilitas line 1, line, 2,
line 3, line 4 dalam worksheet Microsoft Excel
3. Menghitung nilai rata – rata Suseptibilitas magnetik
4. Membuat grafik berbandingan jarak vs Nilai suseptibilias pada line 1, line
2, dan line 3 & line 4.
17

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini berupa Grafik perbandingan jarak titik pengkuran dan
nilai suseptibilitas yang diperoleh dari pengolahan data menggunakan Microsoft
Excel yang memperlihatkan sebaran nilai suseptibilitas magnetik permukaan dari
lintasan pengukuran.

Grafik Nilai Suseptibilitas Stasiun 1 - Line 1 VS


250
Line 2

200

150
ĸ(10-5SI)

100 Line 1
Line 2
50

0
0 20 40 60 80 100 120
-50
Jarak (m)
Gambar 4.1. Grafik Nilai Suseptibilitas Stasiun 1 - Line 1 VS Line 2

Grafik Nilai Suseptibilitas Stasiun 2


90
80
70
ĸ(10-5SI)

60
50
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak (m)

Gambar 4.2. Grafik Nilai Suseptibilitas Stasiun 2


18

Grafik Nilai Suseptibilitas Stasiun 3


80
70
60
ĸ(10-5SI)

50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60
Jarak (m)

Gambar 4.3. Grafik Nilai Suseptibilitas Stasiun 3


19

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian metode magnetik suseptibilitas ini yaitu


sebagai berikut :

1. Sifat kemagnetan ini cenderung dipengaruhi oleh keadaan suhu,


dimana semakin besar suhu, maka nilai suseptibilitasnya pun akan
semakin berkurang atau semakin lemah.
2. Nilai magnetik suseptibilitas akan tinggi apabila apabila lokasi
penggukuran dekat tumpukan sampah,adanya logam,ramai akan
kendaraan bermotor.
3. Adanya perbedaan nilai suseptibilitas dimana akan lebih rendah apabila
jauh dari aktivitas kendaraan bermotor sedangkan akan lebih tinggi apabila
penggukurannya dekat atau ramai akan kendaraan bermotor.

V.2 Saran

Saran yang dapat kami sampaikan adalah kami selaku pratikan yang
mengikuti pratikum berharap agar pada pratikum berikutnya ingin agar di
tempatkan pada suasana yang jauh dari aktivitas kendaraan bermotor agar tidak
menghambat pada saat melakukan proses pengukuran dilapangan.

Anda mungkin juga menyukai