Kekuasaan Kongsi Dagang VOC
Kekuasaan Kongsi Dagang VOC
Kekuasaan Kongsi Dagang VOC
Gedung yang sekarang terletak di Jalan Taman Fatahilah mulai dibangun tahun 1620 atas
perintah Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (J. P. Coen). Gedung ini kemudian dikenal
sebagai Stadhuis atau Balai Kota, merupakan salah satu bangunan Belanda di Batavia yang
digunakan sebagai kantor Gubernur Jenderal VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
Gedung itulah yang dijadikan sentral untuk membangun kemaharajaan VOC, tempat awal
membangun keabsolutan dan kesewenang-wenangan bertindak kejam serta melakukan
monopoli perdagangan serta intervensi politik VOC di Nusantara. Hal ini dilanjutkan pada masa
pemerintahan Hindia Belanda setelah VOC dibubarkan.
Lahirnya VOC
Seperti telah dijelaskan di muka bahwa tujuan kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur
antara lain untuk mendapatkan keuntungan dan kekayaan. Tujuan ini dapat dicapai setelah
mereka menemukan rempahrempah di Kepulauan Nusantara. Berita tentang keuntungan yang
melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu menyebar luas. Dengan demikian, semakin
banyak orang-orang Eropa yang tertarik pergi ke Nusantara. Mereka saling berinteraksi dan
bersaing meraup keuntungan dalam berdagang. Para pedagang atau perusahaan dagang
Portugis bersaing dengan para pedagang Belanda, bersaing dengan para pedagang Spanyol,
bersaing dengan para pedagang Inggris, dan seterusnya. Bahkan tidak hanya antarbangsa,
antarkelompok atau kongsi dagang, dalam satu bangsapun mereka saling bersaing. Oleh karena
itu, untuk memperkuat posisinya di dunia timur masingmasing kongsi dagang dari suatu negara
membentuk persekutuan dagang bersama. Sebagai contoh seperti pada tahun 1600 Inggris
membentuk sebuah kongsi dagang yang diberi nama East India Company (EIC). Kongsi dagang
EIC ini kantor pusatnya berkedudukan di Kalkuta, India. Dari Kalkuta ini kekuatan dan setiap
kebijakan Inggris di dunia timur, dikendalikan. Pada tahun 1811, kedudukan Inggris begitu kuat
dan meluas bahkan pernah berhasil menempatkan kekuasaannya di Nusantara. Persaingan
yang cukup keras juga terjadi antarperusahaan dagang orangorang Belanda. Masing-masing
ingin memenangkan kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan
ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan
antarkongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait dengan itu, maka
pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598 mengusulkan agar antarkongsi
dagang Belanda bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan
ini baru terealisasi empat tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi dibentuklah
persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang telah ada.
Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat
disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”.
VOC secara resmi didirikan di Amsterdam. Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk:
(1) menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang Belanda
yang telah ada, (2) memperkuat kedudukan para pedagang Belanda dalam menghadapi
persaingan dengan para pedagang negara lain, (3) sebagai kekuatan revolusi (dalam perang 80
tahun), sehingga VOC memiliki tentara.VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan
17 orang direktur, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” yang juga disebut dengan Heeren
XVII. Heeren XVII ini maksudnya para tuan, misalnya Lord, Duke, Count, dari 17 provinsi yang
ada di Belanda sebagai pemilik saham VOC. Mereka terdiri atas delapan perwakilan kota
pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam. Dalam
menjalankan tugas, VOC ini memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak antara lain: 1)
melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat
Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara; 2) membentuk angkatan perang sendiri;
3) melakukan peperangan; 4) mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat; 5) mencetak
dan mengeluarkan mata uang sendiri; 6) mengangkat pegawai sendiri; dan 7) memerintah di
negeri jajahan; Kewenangan di atas sering disebut dengan hak oktroi. Sebagai sebuah kongsi
dagang, dengan kewenangan dan hak-hak di atas, menunjukkan bahwa VOC memiliki hak-hak
istimewa dan kewenangan yang sangat luas. VOC sebagai kongsi dagang bagaikan negara
dalam negara. Dengan memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan boleh
melakukan peperangan, maka VOC cenderung ekspansif. VOC terus berusaha memperluas
daerahdaerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya. VOC juga
memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya. Mengawali ekspansinya tahun
1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Benteng pertahanan Portugis di Ambon
dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu kemudian oleh VOC diberi nama Benteng Nieuw
Victoria.
Pada awal pertumbuhannya sampai tahun 1610, “Dewan Tujuh Belas” secara langsung harus
menjalankan tugas-tugas dan menyelesaikan berbagai urusan VOC, termasuk urusan ekspansi
untuk perluasan wilayah monopoli. Dapat kamu bayangkan “Dewan Tujuh Belas” yang
berkedudukan di Amsterdam di Negeri Belanda harus mengurus wilayah yang ada di Kepulauan
Nusantara. Sudah barang tentu “Dewan Tujuh Belas” tidak dapat menjalankan tugas sehari-hari
secara cepat dan efektif. Sementara itu, persaingan dan permusuhan dengan bangsa-bangsa
lain juga semakin keras. Berangkat dari permasalahan ini maka pada 1610 secara kelembagaan
diciptakan jabatan baru dalam organisasi VOC, yakni jabatan gubernur jenderal. Gubernur
jenderal merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan
VOC. Di samping itu juga dibentuk “Dewan Hindia” (Raad van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini
adalah memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan gubernur jenderal. Gubernur jenderal
VOC yang pertama adalah Pieter Both (1602-1614). Sebagai gubernur jenderal yang pertama,
Pieter Both sudah tentu harus mulai menata organisasi kongsi dagang ini sebaik-baiknya agar
harapan mendapatkan monopoli perdagangan di Hindia Timur dapat diwujudkan. Pieter Both
pertama kali mendirikan pos perdagangan di Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga Pieter
Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa Jayakarta waktu itu,
Pangeran Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan. Pedagang dari mana saja bebas
berdagang, di samping dari Nusantara juga dari luar seperti dari Portugis, Inggris, Gujarat/India,
Persia, Arab, termasuk juga Belanda. Dengan demikian, Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda
Kelapa menjadi kota dagang yang sangat ramai. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil
mengadakan perjanjian dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas
50x50 vadem (satu vadem sama dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah timur Muara Ciliwung.
bakal hunian dan daerah kekuasaan VOC di tanah Jawa dan menjadi cikal bakal Kota Batavia.
Di lokasi ini kemudian didirikan bangunan batu berlantai dua sebagai tempat tinggal, kantor dan
sekaligus gudang. Pieter Both juga berhasil mengadakan perjanjian dan menanamkan
pengaruhnya di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon.
Posisi jabatan dan berbagai simbol kehormatan tersebut tidaklah lengkap tanpa hadiah dan upeti.
Sistem upeti ini ternyata juga terjadi di kalangan para pejabat, dari pejabat di bawahnya kepada
pejabat yang lebih tinggi. Hal ini semua terkait dengan mekanisme pergantian jabatan di tubuh
organisasi VOC. Semua bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk
harta sampai 10 juta gulden ketika kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji resminya
hanya sekitar 700 gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil mengumpulkan kekayaan 20-30
ribu gulden dalam waktu 4-5 tahun, dengan gaji sebesar 150 gulden per bulan. Untuk menjadi
karyawan VOC juga harus “menyogok”. Pengurus VOC di Belanda memasang tarif sebesar f
3.500,- bagi yang ingin menjadi pegawai onderkoopman (pada hal gaji resmi per bulan sebagai
onderkoopman hanya f.40,- perbulan), untuk menjadi kapitein harus menyogok f.2000,- dan untuk
menjadi kopral harus membayar 120 gulden begitu seterusnya yang semua telah merugikan
uang lembaga (baca Parakitri Simbolon, 2007) . Demikianlah para pejabat VOC terjangkit
penyakit korupsi karena ingin kehormatan dan kemewahan sesaat. Beban utang VOC menjadi
semakin berat, sehingga akhirnya VOC sendiri bangkrut dan gulung tikar. Bahkan ada sebuah
ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan Onder Corruptie (tenggelam karena korupsi). Dalam
kondisi bangkrut VOC tidak dapat berbuat banyak. Menurut penilaian pemerintah keberadaan
VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan tidak dapat
dilanjutkan lagi. VOC telah bangkrut. Oleh karena itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC
dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah
Belanda. Pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal VOC yang terakhir Van Overstraten masih
harus bertanggung jawab tentang keadaan di Hindia Belanda. Ia bertugas mempertahankan
Jawa dari serangan Inggris.