Analisa Biaya Tenaga Kerja Pada Perkebunan
Analisa Biaya Tenaga Kerja Pada Perkebunan
Analisa Biaya Tenaga Kerja Pada Perkebunan
SKRIPSI
SKRIPSI
ii
iii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 27 Juni 2012
iv
Puji syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi
Biaya Tenaga Kerja pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi pada PT X)”.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Ilmu Administrasi Jurusan Administrasi Fiskal pada
Fakultas Ilmu Sosial dan lmu Politik Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik;
(2) Drs. Asrori, M.A., FLMI, selaku Ketua Program Ilmu Administrasi;
(3) Dr. Ning Rahayu, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Fiskal Sarjana Ekstensi Departemen Ilmu Administrasi;
(4) Prof. Dr. Gunadi, M.Sc., Ak., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan ilmu untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini;
(5) Dr. Haula Rosdiana, M.Si., yang telah bersedia menjadi penguji dalam
sidang skripsi;
(6) Erwin Harinurdin, S.Sos., MS.Ak., yang telah bersedia menjadi sekretaris
sidang skripsi;
(7) Murwendah, S.IA., yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini;
(8) Pihak PT X yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data
dan informasi (Bapak Markian Gunawan, Bapak Budi, Ibu Ida Manggarita,
Ibu Ida Sumintar, Bapak Iksan, Mba Diana);
(9) Para informan yang telah bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh penulis untuk melengkapi data dalam penyelesaian penulisan skripsi
ini;
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi semua pihak.
vi
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 27 Juni 2012
Yang menyatakan
vii
Skripsi ini membahas perbedaan perlakuan atas biaya tenaga kerja di perkebunan
kelapa sawit antara pajak (Kebijakan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 249/PMK.03/2008) dengan akuntasi (Standar Akuntansi Keuangan Nomor
16), dampak implementasi dan solusi alternatif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa berdasarkan konsep aset yang dibangun sendiri, biaya dan
penghasilan, implementasi biaya tenaga kerja berdasarkan Kebijakan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 249/PMK.03/2008 tidak sesuai diterapkan
di industri perkebunan kelapa sawit.
Kata Kunci:
Biaya Tenaga Kerja, Perkebunan Kelapa Sawit, Dampak Implementasi Kebijakan,
Akuntasi.
viii
The focus in this research is about the difference treatment of labor cost in palm
plantations between tax regulation ( Republic of Indonesia finance ministerial
policy number 249/PMK.03/2008) and accounting ( Financial Accounting
Standart number 16), implementation impact and alternative solution in PT X.
This research using explanative research for qualitative approach. This research
result conclude by the concept of asset self-construction, cost and income, labor
cost implementation base on Republic of Indonesia Finance Ministerial Policy
number 249/PMK.03/2008 is not appropriate on palm plantations industry
implementation.
Keyword:
Labor cost, Palm Plantations , Policy Implementation Impact, Accounting.
ix
1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Pokok Permasalahan ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
1.4 Signifikansi Penelitian .................................................................................... 6
1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 7
xi
xii
xiii
xiv
Tabel 1.1 Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia ............................... 1
Tabel 1.2 Luas Areal Pengusahaan dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit
Seluruh Indonesia .................................................................................. 2
Tabel 1.3 Biaya Umum dan Biaya Tenaga Kerja untuk Lahan Kelapa Sawit
Seluas 1 ha .............................................................................................. 3
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................... 9
Tabel 5.1 Rincian Biaya Tenaga Kerja PT X ......................................................... 56
Tabel 5.2 Laporan Perkembangan Tanaman Kelapa Sawit PT X .......................... 57
Tabel 5.3 Posisi Keuangan PT X ............................................................................ 58
xv
PENDAHULUAN
Berdasarkan data Tabel 1.2 dapat diketahui luas pengembangan areal berbanding
lurus dengan peningkatan jumlah produksi.
Kelapa sawit merupakan salah satu usaha perkebunan yang banyak diminati
investor (Hartanto, 2011, hal. 29). Salah satu faktor pendorong investasi adalah dengan
adanya permintaan sawit dunia yang meningkat seiring dengan laju pertumbuhan
penduduk dunia, permintaan akan sawit terus meningkat seiring dengan banyaknya
negara maju yang beralih dari penggunaan lemak-trans ke alternatif yang lebih sehat yaitu
minyak sawit. Dikemukakan bahwa sekitar 80% produksi minyak sawit dunia digunakan
untuk makanan (World Growth. Palm Oil Green Development Campaign Februari. 2011).
Selain itu, minyak sawit digunakan sebagai bahan dalam produk nonmakanan, termasuk
produksi bahan bakar hayati, sabun, detergen dan surfaktan, komestik, obat-obatan, serta
beraneka ragam produk rumah tangga dan industri lainnya. Berinvestasi di bidang ini
tidaklah sedikit dan tidak langsung dapat dinikmati. Produksi sawit dimulai pada tahun ke
4 dan terus berproduksi sampai pohon sawit berusia 25 tahun. Di samping itu, perkebunan
kelapa sawit cukup banyak menggunakan tenaga kerja yang memiliki peranan yang
sangat penting sebagai pelaku (aktor) dalam mencapai tujuan (Ketenagakerjaan, 2012).
Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidaklah sedikit dan berbeda
tiap tahunnya. Gambaran mengenai biaya umum dan biaya untuk tenaga kerja dari tahun
ke-1 sampai dengan tahun ke-4 untuk lahan kelapa sawit seluas 1 hektare (ha) disajikan
pada Tabel 1.3.
Sumber: Hartanto, Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit, 2011, hal. 32-39.
Biaya umum yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk bibit, pupuk, alat, dan
perlengkapan, sedangkan yang dimaksud biaya tenaga kerja adalah biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan tanaman sawit. Dari
Tabel 1.3 biaya umum dan biaya tenaga kerja untuk lahan kelapa sawit seluas 1 ha setiap
tahun berbeda. Pada tahun ke-1 biaya umum lebih tinggi daripada tahun setelahnya sebab
pada tahun ke-1 perusahaan membeli bibit. Tahun ke-4 biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja lebih besar daripada tahun sebelumnya sebab pada tahun ke-4 perusahaan
membutuhkan banyak tenaga kerja untuk persiapan panen.
Pada tahun ke-1 sampai dengan ke-3 merupakan masa pengembangan. Berdasarkan
PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) Nomor 6 reformat 2007 paragraf 5
prinsip akuntansi yang berlaku umum bagi setiap perusahaan dalam tahap pengembangan,
baik dalam pengakuan pendapatan maupun dalam menentukan apakah biaya dibukukan
sebagai beban pada periode berjalan, atau ditangguhkan pembebanannya (dikapitalisasi)
untuk disusutkan/diamortisasi selama beberapa periode sesuai dengan pemulihan
manfaatnya di masa depan. Penangguhan pembebanan tersebut hanya terbatas pada
biaya-biaya yang memiliki manfaat di masa depan yang antara lain meliputi beban
pendirian perusahaan. Selanjutnya dalam PSAK Nomor 16 revisi 2007 tentang Aset
Tetap paragraf 15 suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset
pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Dalam paragraf 16 huruf (b) biaya
perolehan aset tetap meliputi biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk
Setelah terbitnya PMK 249, atas biaya tenaga kerja yang dikeluarkan selama TBM
tidak dapat dikapitalisasi dalam nilai TM. Jumlah biaya tenaga kerja yang tidak dapat
dikapitalisasi oleh PT X pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing 18, 14 miliar rupiah
dan 17,51 miliar rupiah. Selama masa TBM posisi keuangan perusahaan dalam keadaan
rugi. Dengan dibebankan sekaligus atas biaya gaji tersebut akan mengakibatkan rugi
perusahaan bertambah besar.
KERANGKA PEMIKIRAN
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Keterangan Deden Riyadi, tahun 2010 Subagyo, tahun 2002
Judul Karya Analisis Nilai Wajar Implikasi Perubahan
Ilmiah Tanaman Kelapa Sawit Ketentuan Perpajakan tentang
Berdasarkan International Harta Berwujud dan
Accounting Standard 41 Penyusutan Perpajakan harta
Agriculture Dibandingkan Berwujud dan Penyusutan
dengan Berdasarkan Terhadap Laporan Keuangan
Penyataan Standar Akuntansi Komersial dan Laporan
Keuangan 16 Aset Tetap Keuangan Fiskal (Suatu Studi
Studi pada PT Agro Perbandingan antara
Indonesia Ketentuan Perpajakan dengan
Standar Akuntan Keuangan)
9 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Menurut Gunadi (2005, hal. 156), untuk dapat dikurangi dari penghasilan
kena pajak, biaya harus dapat memenuhi beberapa kualifikasi, yaitu:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa, hal ini disebut accretion theory of
income. Jadi apa yang dipakai untuk konsumsi ataukah disimpan untuk konsumsi
dikemudian hari tidak penting, yang penting adalah bahwa penerimaan atau
perolehan tersebut merupakan tambahan kemampuan ekonomis. Haig dalam
Mansury (1996, hal.62) memiliki definisi yang mirip dengan Schanz. Haig
merumuskan penghasilan itu sebagai the increase or accreation in one’s power to
satisfy his wants in a given period in so far as that power consists of (a) money
itself, or, (b) anything susciptible of valuation in terms of money”. Selanjutnya
Haig menekankan bahwa hakekat penghasilan itu adalah kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan, jadi bukan kepuasan itu
sendiri. Oleh karena itu penghasilan itu didapat pada saat tambahan kemampuan
itu didapat dan bukan pada saat kemampuan dipakai guna menguasai barang dan
jasa pemuas kebutuhan dan bukan juga pada saat barang dan jasa tersebut dipakai
untuk memuaskan kebutuhan. Simons (Mansury, 1996, hal. 63) juga
mengembangkan definisi penghasilan untuk keperluan perpajakan sebagaimana
telah diuraikan oleh Haig. Simons mengemukakan bahwa penghasilan sebagai
Objek Pajak haruslah bisa dikwantifikasikan, jadi harus bisa diukur dan
mengandung konsep perolehan (acquisitive concept). Acquisitive concept
mengandung makna, bahwa menyangkut perolehan kemampuan untuk menguasai
barang dan jasa yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan. Simons
pada dasarnya mengajukan ide tentang keadilan pengenaan pajak yang didasarkan
atas hal-hal yang dapat diukur secara obyektif dan bukan atas dasar perasaan yang
subyektif. Dengan demikian tema pokok dari Schanz, Haig dan Simons tersebut
adalah the accretion theory itu adalah satu-satunya teori yang menelorkan konsep
penghasilan yang memungkinkan untuk menerapkan the ability-to-pay approach.
Universitas Indonesia
Mansury (1992, hal.37) juga berpendapat mengenai prinsip pajak ini the
ability to pay principle would distribute tax burdens according to the taxpayer’s
ability to contribute to the financing of government. The yardstick to measure
one’s ability to pay might be net income, property or wealth, expenditures, or
some combination of two or all three of these indexes. Hal yang sama juga
dikatakan oleh Maslove (2000, hal. 80), income, expenditure and wealth, an
increase in any of these suggests an increase in ability to pay, bahwa kemampuan
seseorang atau badan dalam membayar pajak dapat dilihat dari peningkatan
beberapa hal seperti: pendapatan, pengeluaran, dan kekayaan. Maslove juga
menegaskan sama seperti yang dikatakan oleh Goode in practice, the net income
concept has remained the prime basis for taxation based on ability to pay.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Proses persemaian, proses ini merupakan investasi. Biaya untuk proses ini
terdiri dari upah buruh, clon, alat-alat pelindung dan supervisi. Biaya
langsung disini adalah upah karyawan penggarap tanah, penabur,
pembibit.
Universitas Indonesia
Aset tetap misalnya tanah, bangunan, mesin dan peralatan harus memenuhi
kriteria untuk dapat disebut aset tetap, yaitu: digunakan untuk operasi dan tidak
dijual, digunakan dalam jangka panjang dan disusutkan, dan memiliki substansi
fisik. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh Kieso, Weygandt, dan Warfield
(2008, hal.472) the major characteristics of property, plant, and equipment are as
follows: they are acquired for use in operations and not for sale, they are long-
term in nature and usually depreciated, they possess physical substance. Godfrey
et al. (2010, hal.228) assets defined in relation to three essential characteritics:
future economic benefits, control by an entity, and past events.
Universitas Indonesia
2.2.7 Penyusutan
Universitas Indonesia
Gambar 2.1
Alur Pemikiran Penelitian
Sumber: Diolah Peneliti
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Universitas Indonesia
Dari sisi manfaat, penelitian ini adalah penelitian murni. Menurut Neuman
(2006, hal. 24), definisi dari penelitian ini adalah “Basic research advances
fundamental knowledge about the social world. It focuses on refuting or
supporting theories that explain how the social world operates, what make things
happen, why social relation are a certain way, and why society changes.”
Penelitian murni merupakan dasar dari kemajuan pengetahuan tentang dunia
sosial. Penelitian murni berfokus pada menyangkal atau mendukung teori-teori
yang menjelaskan bagaimana sesuatu hal terjadi, sehingga penelitian ini
bermaksud untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang menjadi fokus pada
Universitas Indonesia
Melalui penelitian case study ini, peneliti akan mencari tahu bagaimana
pengimplementasian Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
249/PMK.03/2008 pada perusahaan. Di samping itu juga peneliti dapat
menganalisis dampak dari diimplementasikan peraturan tersebut.
1. Studi Literatur
Studi literatur yang dilakukan dalam mengumpulkan data penelitian ini
adalah mempelajari beberapa literatur-literatur seperti buku, skripsi atau
tesis terdahulu, majalah, artikel, serta dokumen lain yang mendukung.
Universitas Indonesia
2. Field Research
Informasi dan data penelitian dapat diperoleh melalui penelitian lapangan
(field research). Seperti dikatakan oleh Neuman, field research adalah
“qualitative research in which the researcher directly observes and records
notes on people in natural setting for an extended period of time” (Neuman,
2006, hal. 46). Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
studi lapangan dengan melakukan wawancara mendalam (in dept interview)
dengan beberapa informan yang kompeten di bidang perpajakan dan
akuntansi.
3.5 Informan
Pemberi informasi dalam penelitian ini disebut sebagai informan. Peneliti
harus menentukan siapa yang akan dijadikan informan. Neuman berpendapat
informan yang baik harus memenuhi 4 karakteristik (2006, hal.411), antara lain:
“1. The informant who is totally familiar with the culture
Universitas Indonesia
2. PT X
Wawancara dilakukan dengan Markian Gunawan, Direktur PT X dan Iksan,
Manajer Budgeting untuk PT X.
3. Kantor Konsultan Pajak
Wawancara dilakukan dengan Sonny Triharsono, SH., MSc. Partner FA.
Jaja Zakaria, Sonny Triharsono, Budiharto & Rekan.
4. Kantor Akuntan Publik
Wawancara dilakukan dengan Andy Santoso., Manajer Kantor Akuntan
Publik Tanudiredja, Wibisana & Rekan (Price Water Coopers).
5. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
Wawancara dilakukan dengan Dr. Sylvia Veronica Nalurita Purnama
Siregar S.E., Ak. Salah satu anggota DSAK.
6. Akademisi
Wawancara dilakukan kepada pihak akademisi selaku pihak independen
yang menguasai konsep pajak dan akuntansi. Peneliti melakukan wawancara
dengan Dr. Tafsir Nurchamid Ak., M.Si dan Christine S.E., Ak., M.Int.Tax.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 4
4.1 Profil PT X
Seperti yang terdapat dalam Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal Nomor SE-02/PM/2002 Tanggal 27 Desember 2002 Lampiran 13 tentang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Membuka kebun kelapa sawit, hal-hal yang perlu dilakukan, seperti: survei
(pendahuluan dan kelayakan); perizinan usaha perkebunan kelapa sawit;
kemitraan dalam pembangunan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
2. Tanaman Baru (untuk selanjutnya disebut TB), hasil kegiatan mulai dari
pengadaan dan pengembangan benih sampai bibit ditanam di lapangan
sebagai tanaman budidaya. Kegiatan dari TB, seperti: survei dan
blocking area; pembukaan lahan; pengawetan tanah; memancang;
penataan afdeling dan blok; penanaman tanaman penutup tanah;
membuang lubang tanam dan penanaman; parit dan drainase; jaringan
jalan.
Universitas Indonesia
5. Panen, suatu areal tanaman sudah dapat disebut sebagai TM dan dapat
dipanen apabila 60% atau lebih buahnya telah matang; tanaman telah
berumur ± 31 bulan; berat janjangan (tandan) telah mencapai 3 kg atau
lebih; atau penyebaran panen telah mencapai 1:5, yaitu setiap 5 pohon
terdapat 1 tandan buah yang matang panen. Kebun yang memenuhi
persyaratan tersebut dapat mulai dipanen dan disebut dengan kebun
TM. Pekerjaan panen adalah memotong, mengumpulkan, dan
mengangkut tandan matang ke pabrik. Kegiatan panen juga termasuk
memelihara kondisi tanaman agar tetap baik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hasil yang dipanen terjual, selama periode pertumbuhan ternak dan tanaman,
semua biaya yang terjadi diakumulasikan sebagai work in progress, dan
persediaan hasil panen yang dicatat sesuai biayanya dikurangi dengan penurunan
nilai aset.
Universitas Indonesia
Bibit kelapa sawit yang merupakan cikal bakal tanaman kelapa sawit
dicatat sebagai bibitan ketika proses pembibitan dimulai. Proses pembibitan yang
dilakukan oleh PT X menggunakan tahapan pekerjaan, yaitu pembibitan awal (pre
nursery) dan pembibitan utama (main nursery). Pembibitan awal dilakukan
selama 3 bulan, dimana bibit ditempatkan di dalam polybag berukuran kecil dan
selanjutnya dipindahkan ke pembibitan utama dengan polybag berukuran besar
selama 9 bulan.
Universitas Indonesia
sistem melihat kode tersebut, maka akan otomatis mengkapitalisasi biaya tersebut
ke akun bibitan.
Nursery xxx
Biaya xxx
TBM xxx
Nursery xxx
(jurnal ini akan mengurangi nilai bibitan dan menambah nilai TBM
dengan jumlah yang sama)
Secara keseluruhan, berikut adalah pergerakan yang terjadi pada akun bibitan
PT X selama tahun 20xx akibat adanya kapitalisasi biaya terkait dan reklasifikasi
ke TBM:
Penambahan:
Pengurangan:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
TBM xxx
Biaya xxx
TBM xxx
Universitas Indonesia
TM xxx
TBM xxx
Secara keseluruhan, berikut adalah pergerakan yang terjadi pada akun TBM PT X
selama 20xx akibat adanya kapitalisasi biaya, reklasifikasi dari bibitan, dan
reklasifikasi ke TBM:
Penambahan:
Pengurangan:
Reklasifikasi ke TM (xxx)
Jurnal penyesuaian
Universitas Indonesia
CIP-infrastruktur xxx
TBM xxx
(jurnal ini akan mengurangi nilai TBM dan menambah nilai CIP-
infrastruktur sebesar biaya pembukaan lahan yang salah pencatatannya).
TM xxx
TBM xxx
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Akumulasi penyusutan
Hasil panen kelapa sawit berupa TBS kemudian langsung diolah menjadi
CPO dan PK. Oleh karena itu, TBS setelah dipanen tidak diklasifikasikan sebagai
persediaan, tetapi TBS langsung diproses di pabrik dan dianggap sebagai bahan
baku dimana langsung dimasukkan ke dalam perhitungan HPP bagi minyak
Universitas Indonesia
kelapa sawit maupun inti sawit. Hasil olahan inilah yang nanti akan dijual dan
menjadi sumber pendapatan bagi perusahaan.
1. Biaya pembelian TBS, biaya ini merupakan biaya yang timbul dari
transaksi pembelian TBS dari perusahaan lain. Jadi, selain menggunakan
TBS yang dihasilkan sendiri, perusahaan juga membeli TBS dari
perusahaan lain.
2. Biaya pabrikasi, meliputi biaya overhead atas proses produksi CPO dan
PK.
3. Biaya panen dan pengumpulan, yaitu biaya yang timbul selama
mengumpulkan hasil panen tanaman kelapa sawit. Biaya tersebut antara
lain biaya terkait peralatan panen, biaya gaji permanen, biaya transportasi
dari tempat panen ke pabrik kelapa sawit, dan biaya bongkar muat TBS di
pabrik kelapa sawit.
4. Biaya pemupukan dan pemeliharaan, yaitu biaya pemupukan dan
pemeliharaan yang terjadi setelah aset tanaman diklasifikasikan sebagai
tanaman menghasilkan. Biaya tersebut meliputi biaya pemeliharaan
infrastruktur seperti jalan dan jembatan, biaya pemberantasan hama, biaya
pemupukan, biaya sanitasi kelapa sawit, biaya transportasi terkait kegiatan
pemeliharaan tanaman, dan biaya pengawasan terkait pemeliharaan dan
Universitas Indonesia
pemupukan. Biaya ini juga mencakup biaya gaji pekerja terkait kegiatan
pemupukan dan pemeliharaan tanaman.
5. Biaya tidak langsung, terdiri dari biaya penyusutan aset tetap, biaya
penyusutan TM, dan biaya amortisasi hak guna usaha (HGU) atau hak
guna bangunan (HGB). Biaya penyusutan aset tetap terkait kegiatan
perkebunan dialokasikan berdasarkan luas area tanam. Biaya tersebut
dialokasikan ke HPP berdasarkan luas area tanam TM, sedangkan yang
dialokasikan ke biaya administrasi umum berdasarkan luas area tanam
TBM. Biaya administrasi umum itu kemudian akan dikapitalisasi ke dalam
nilai TBM. Jadi, ketika perusahaan belum memiliki TM, semua biaya
penyusutan aset tetap terkait kegiatan perkebunan akan dicatat sebagai
bagian dari nilai TBM. Secara keseluruhan berikut komponen-komponen
yang masuk ke dalam perhitungan HPP PT X:
Biaya pembelian TBS xxx
PSAK 16
Penyajian akun tanaman pada laporan posisi keuangan terletak pada aset
tidak lancar. Klasifikasi akun tanaman tidak dijelaskan secara khusus dalam
Universitas Indonesia
IAS 41
Penyajian akun tanaman pada laporan posisi keuangan diletakkan pada aset
tidak lancar. Sedangkan klasifikasi akun tanaman dibagi menjadi 2 yaitu
immature dan mature.
PSAK 16
Pengakuan awal aset tetap sebesar biaya perolehan pada saat pengakuan
awal yaitu kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain
yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi
atau, jika diterapkan, jumlah yang diatribusikan ke aset pada saat pertama kali
diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain. Setelah pengakuan
awal, perusahaan dapat memilih metode biaya atau model revaluasi. Model biaya
yaitu pencatatan aset tetap sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Sedangkan model revaluasi
yaitu metode pencatatan aset tetap menggunakan nilai wajar pada tanggal
revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai
yang terjadi setelah tanggal revaluasi.
IAS 41
Universitas Indonesia
tidak ada pasar yang aktif untuk aset biolojik atau produk agrikultur, nilai wajar
dapat ditentukan dari harga transaksi pasar yang terakhir dari suatu aset biolojik,
harga pasar untuk aset yang sejenisnya dengan penyesuaian untuk merefleksikan
perbedaan, atau menggunakan perbandingan sektor. Dalam beberapa kasus, nilai
wajar aset biolojik dapat dihitung dengan mendiskontokan nilai sekarang dari arus
kas bersih yang diharapkan dari suatu aset pada tarif pasar saat ini sebelum pajak
apabila harga yang ditentukan oleh pasar tidak tersedia pada kondisinya saat ini.
Jika nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal, aset biolojik dapat diukur
berdasarkan biayanya dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian
atas penurunan nilai.
PSAK 16
Penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan
maksud manajemen. Aset tetap disusutkan sebesar jumlah tercatatnya dikurangi
nilai residu selama masa manfaat aset tersebut. Penyusutan dapat menggunakan
metode garis lurus, saldo menurun , dan metode jumlah unit.
IAS 41
Universitas Indonesia
PSAK 16
IAS 41
Universitas Indonesia
BAB 5
5.1 Analisis Biaya Tenaga Kerja dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
249/PMK.03/2008 yang Tidak Diperbolehkan Dikapitalisasi pada Perkebunan
Kelapa Sawit seperti yang Dilakukan oleh PSAK Nomor 16
Universitas Indonesia
tahun terjadinya. Contoh biaya yang berhubungan langsung dengan tanaman yang
dikapitalisasi ke dalam nilai tanaman, seperti: bibit, pupuk, sewa alat berat, upah tenaga
kerja, biaya pembukaan lahan, dan lain sebagainya. Kapitalisasi biaya-biaya tersebut
berhenti setelah tanaman mulai menghasilkan.
Dasar pertimbangan terbitnya PMK 249 ialah ketentuan Pasal 11 ayat (7) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (untuk selanjutnya
disebut UU PPh), hal ini terdapat dalam konsideran PMK 249 bagian menimbang. Seperti
dikatakan oleh Arief Santoso:
Seperti yang dikatakan oleh Indrati (2007, hal. 55) peraturan pelaksanaan
(verordung) merupakan peraturan-peraturan yang terletak di bawah undang-
undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-
undang peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi. Dengan
Universitas Indonesia
demikian, PMK 249 terbit bukan dilatarbelakangi oleh UU PPh tetapi atas
delegasi dari UU PPh.
Maksud dari pernyataan Arief Santoso adalah biaya tenaga kerja dikeluarkan
dalam komponen nilai aset berdasarkan ketentuan perpajakan mengacu kepada
penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU PPh beban-beban yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang
mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya
pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin
pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau
melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian
karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto. Selanjutnya diperjelas dalam huruf a ayat tersebut
biaya-biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh
dibebankan pada tahun pengeluaran.
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
Universitas Indonesia
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
objek pajak. Jadi biaya tenaga kerja merupakan biaya yang mempunyai masa manfaat
tidak lebih dari satu tahun maka harus dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya.
Di samping itu juga diatur dalam penjelasan pasal 11A ayat (6) UU PPh dalam
pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial, adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya biaya studi kelayakan dan biaya
produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin,
seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk
pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan
sekaligus pada tahun pengeluaran.
Universitas Indonesia
Selain karena ketentuan umum dasar terbitnya PMK 249 adalah untuk
kepraktisan pihak DJP dalam pemeriksaan di industri perkebunan kelapa sawit.
Sesuai dengan tujuan utama dari sistem pajak dan lembaga pelaksanaanya adalah
untuk menghimpun sejumlah penerimaan yang cukup untuk membiayai komitmen
pemerintah (Rosdiana dan Irianto, 2012, hal. 46), hal ini dimaksudkan agar tidak
hilangnya potensi penerimaan negara. Dengan dibebankan sekaligus atas biaya
tenaga kerja, maka dapat diketahui dengan jelas berapa PPh Pasal 21 yang harus
disetorkan kepada kas negara.
Universitas Indonesia
(untuk selanjutnya disebut PSAK 16) karena adanya beberapa kesamaan sifat
antara aset biolojik dengan aset tetap.
Tanaman kelapa sawit bagi industri perkebunan kelapa sawit merupakan
aset tetap, sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Nomor 16 Revisi 2007
(untuk selanjutnya disebut PSAK 16) definisi aset tetap adalah aset berwujud
yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,
untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu tahun. Senada dengan Godfrey
et al. (2009, hal.228) assets defined in relation to three essential characteritics:
future economic benefits, control by an entity, and past events. Tanaman kelapa
sawit memiliki manfaat di masa mendatang selama 20-25 tahun, tidak untuk dijual
melainkan diusahakan untuk dapat berproduksi diolah menjadi sesuatu sesuai
dengan kemauan manajemen. Hasil olahan utama dari tanaman kelapa sawit
adalah Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK).
Nilai perolehan suatu aset tetap tergantung dari biaya perolehan (cost).
Menurut PSAK 16 adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat
perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan
ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam
PSAK lain. Komponen biaya perolehan aset tetap meliputi:
1. harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidka
boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-
potongan lain;
3. estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut
diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode
tertentu untuk tujuan selain menghasilkan persediaan.
Universitas Indonesia
a. Biaya input adalah harga perolehan bibit dan biaya lainnya yang
dikeluarkan entitas sampai dengan bibit siap tanam.
Biaya tenaga kerja dikatakan oleh Usry dan Matz (1984, hal. 382)
merupakan sumbangan tenaga manusia pada perusahaan. Biaya tenaga kerja pada
perkebunan kelapa sawit yang dimasukkan ke dalam komponen harga perolehan
tanaman aset karena merupakan biaya yang diatribusikan secara langsung.
Reksohadiprodjo (1982, hal.21) menyebutkan biaya upah karyawan penggarap
tanah, penabur, pembibit, pemelihara merupakan biaya langsung dan masuk
kedalam komponen nilai Tanaman Belum Menghasilkan (untuk selanjutnya
disebut TBM). Biaya tenaga kerja yang dikapitalisasi oleh perusahaan merupakan
biaya tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan tanaman, bukan
merupakan biaya administrasi atau biaya rutin seperti yang dimaksud dalam
ketentuan perundang-undangan perpajakan. Seperti dikatakan Andy Santoso:
Mulyadi (1978, hal. 7) menerangkan bahwa biaya administrasi dan umum adalah
biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan yang tidak dapat
diidentifikasikan dengan aktivitas produksi, contoh dari biaya administrasi dan
umum adalah gaji direksi, gaji eksekutif, biaya rapat pemegang saham,
sumbangan, dan lain-lain. Dalam PSAK 16 disebutkan pula contoh biaya-biaya
yang bukan merupakan biaya perolehan aset tetap adalah: (a) biaya pembukaan
fasilitas baru; (b) biaya pengenalan produk baru (termasuk biaya iklan dan
aktivitas promosi); (c) biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau kelompok
Universitas Indonesia
pelanggan baru (termasuk biaya pelatihan staf); dan (d) administrasi dan biaya
overhead umum lainnya. Atas biaya tenaga kerja yang merupakan biaya
administrasi tidak masukan ke dalam nilai aset tetap.
Perlakuan aset tetap secara umum diatur dalam PSAK 16, demikian pula
untuk industri kelapa sawit dapat mengacu pada aturan ini. Aset tetap pada
perkebunan kelapa sawit dapat dianalogikan seperti suatu aset yang dibangun
sendiri (self-construction). Manajemen perlu menanam tanaman tersebut sampai
dengan mulai menghasilkan dan merawat sampai masa manfaat habis. Merujuk
pada Harahap dalam buku Akuntansi Aktiva Tetap (2002, hal.30) semua biaya
langsung yang digunakan untuk membangun suatu aktiva harus dikapitalisasi.
Harahap juga mengatakan salah satu alasan mengapa perusahaan membangun
sendiri aktiva yang dibutuhkan karena keinginan untuk mendapatkan mutu yang
lebih baik. PT X dalam penanaman tanaman dilakukan oleh karyawan sendiri,
Universitas Indonesia
kecuali untuk pembuatan parit, pembuatan jalan, dan lain-lain yang memerlukan
alat berat PT X menggunakan kontraktor lokal. Dengan demikian, biaya tenaga
kerja yang langsung berhubungan dengan tanaman dapat dikapitalisasi ke dalam
nilai aset. Dikatakan oleh Sylvia Veronika:
Universitas Indonesia
Dengan demikian, atas biaya tenaga kerja yang dikeluarkan selama TBM oleh PT
X dikapitalisasi dalam nilai aset, yaitu tanaman kelapa sawit sampai dengan
menjadi TM. Biaya tenaga kerja yang masuk ke dalam nilai aset akan dibebankan
melalui penyusutan selama masa manfaat, sebab biaya tenaga kerja tersebut
merupakan capitalized cost. Horngren, Foster, dan Datar (1994, hal.41)
mengemukakan capitalized cost adalah biaya yang mula-mula dicatat sebagai
aktiva dan selanjutnya menjadi beban.
Universitas Indonesia
Tabel 5.1
Rincian Biaya Tenaga Kerja
PT X
Biaya Tenaga Kerja (miliaran rupiah)
Tahun
Kapitalisasi Administratif HPP Total
Universitas Indonesia
Sesuai data yang terdapat dalam Tabel 5.1, diketahui bahwa PT X dalam
melakukan kapitalisasi biaya tenaga kerja tidak atas semua biaya tenaga kerja,
tetapi dipisahkan sesuai dengan pos-pos terkait. Biaya tenaga kerja dialokasikan
ke 3 pos. Pos 1 merupakan pos biaya yang dikapitalisasi, biaya-biaya yang
terdapat dalam pos ini merupakan biaya-biaya yang berhubungan langsung
dengan tanaman yang belum menghasilkan (nursery dan TBM). Pos 2 biaya
administratif, atas biaya ini pembebanannya langsung karena ini merupakan biaya
yang tidak berhubungan langsung dengan tanaman yang belum menghasilkan.
Terakhir di pos 3, ini merupakan biaya yang berhubungan langsung dengan
tanaman yang sudah menghasilkan. Dengan menerapkan PMK 249 di tahun 2010
oleh PT X maka total biaya tenaga kerja yang tidak dapat dikapitalisasi sebesar
35,92 miliar rupiah.
Telah dijelaskan di atas bahwa biaya tenaga kerja yang masuk ke dalam
pos HPP dikarenakan adanya tanaman yang sudah menghasilkan. Pada tahun
2007 – 2009 tanaman kelapa sawit yang dimiliki oleh PT X belum menghasilkan.
Laporan perkembangan tanaman kelapa sawit PT X disajikan dalam Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Laporan Perkembangan
Tanaman Kelapa Sawit PT X
Universitas Indonesia
Tahun
Uraian Satuan
2007 2008 2009 2010 2011
Nursery Ha - 214 119 95 75
TBM Ha 738 3.890 7.771 6.388 6.410
TM Ha - - - 2.720 3.639
Jumlah Orang 423 482 1.532 1.818 2.475
Karyawan
Sumber: Diolah Peneliti
Laporan ini menyajikan seberapa luas lahan nursery (pembibitan), TBM, dan TM.
Selain itu, jumlah tenaga kerja yang langsung menangani hal-hal tersebut. Dari
Tabel 5.2 dapat diketahui jumlah tenaga kerja setiap tahunnya meningkat sesuai
dengan perkembangan dari tanaman kelapa sawit. TM dimulai pada tahun tanam
ke 3, yaitu tahun 2010, maka atas biaya tenaga kerja yang berhubungan langsung
dengan TM secara komersial dibebankan sekaligus sejumlah nilai yang masuk ke
dalam pos HPP.
Universitas Indonesia
Tabel 5.3
Posisi Keuangan PT X
Dari Tabel 5.3 dapat diketahui posisi keuangan PT X sebelum pajak dalam
keadaan rugi, meskipun pada tahun 2009 posisi keuangan PT X mengalami laba.
Laba tersebut diakibatkan adanya keuntungan selisih kurs sebesar 40, 057 miliar
rupiah bukan berasal dari kegiatan pokok perusahaan. Di tahun 2010 dan 2011
posisi keuangan kembali dalam keadaan rugi dikarenakan penjualan di tahun
tersebut belum signifikan, meskipun tahun 2010 dan 2011 tanaman sudah
menghasilkan namun buah dari tanaman tersebut belum dapat diolah. Seperti yang
dikemukakan oleh Pardamean buah yang pertama keluar masih dinyatakan
sebagai buah pasir, artinya buah tersebut belum dapat diolah di pabrik kelapa
sawit (PKS) karena kandungan minyaknya masih rendah (Pardamean, 2011, hal.
90). Selain itu, biaya-biaya atas tanaman yang sudah menghasilkan dibebankan
sekaligus masuk ke dalam pos HPP dan tidak dikapitalisasi.
Universitas Indonesia
Tahun 2010
Koreksi fiskal:
Tahun 2011
Koreksi fiskal:
Universitas Indonesia
akan datang tidak cocok dengan biaya pada tahun terjadinya penghasilan. Biaya
harus dibebankan sesuai dengan pengakuan dan periode penghasilan (Riahi dan
Belakoui, 2011, hal 244).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Andy Santoso pun berpendapat sama dengan Markian Gunawan, bahwa kerugian
dari perusahaan yang memiliki tax loss besar kemungkinan tidak dapat
menggunakan atau memanfaatkan kompensasi rugi fiskal.
Universitas Indonesia
Merujuk pada Goode dalam Holmes cara terbaik dalam pengenaan pajak
adalah dengan melihat kemampuan membayar seseorang atau badan, dari laba
bersih yang merupakan indikator yang baik dalam penentuan pengenaan pajak.
Asumsi rugi fiskal tahun ke-1sampai dengan tahun ke-6 masing-masing 1.000
Tahun tanam ke 7
Komersial
Pendapatan 10.000
HPP (2.500)
Depresiasi TM (2.500)
Laba bersih 0
Laba bersih menunjukkan kondisi break even point (untuk selanjutnya disebut
BEP). Alim (2011, hal.28) mengatakan bahwa kondisi BEP terjadi jika total
revenue sama dengan total cost, dalam terminologi ekonomi hal ini disebut laba
normal.
Pajak
Pendapatan 10.000
HPP (2.500)
Universitas Indonesia
Depresiasi TM 0
Kompensasi kerugian:
Tahun tanam ke 8
Komersial
Pendapatan 20.000
HPP ( 5.000)
Depresiasi TM ( 5.000)
Pajak
Pendapatan 20.000
HPP (5.000)
Laba kotor 15.000
Biaya Administrasi (5.000)
Depresiasi TM 0
Laba bersih 10.000
Universitas Indonesia
Kompensasi kerugian:
Dari ilustrasi di ambil tahun tanam ke 7, karena posisi keuangan tahun berjalan
tersebut adalah impas atau BEP, seperti yang dikatakan oleh Markian Gunawan di
atas. Iksan menambahkan:
Secara fiskal tahun tanam 7 perusahaan tidak membayar pajak karena laba
bersihnya sudah dipakai untuk kompensasi kerugian selama tahun awal. Lewis
(1984, hal.110) mengatakana the basic principle in the carry over of losses from
one taxable period to another is that the tax accounting period is, to some extent,
arbitrary, and some from of averaging is necessary if income is to be defined in a
consistent way among individuals and firms over a period longer than one tax
accounting period. Loss carry over to other tax periods is allowed to avoid
discriminating againts risk-taking on the part of firms; This is particulary
important to new ventures and to new industries: risks of losses in early years are
higher in new ventures than in expanding operations of established enterprises.
Kerugian fiskal diperbolehkan untuk menjadi pengurang penghasilan neto fiskal.
Seperti dikatakan Lewis di atas, kerugian fiskal dapat dibawa sampai dengan batas
tertentu, kerugian pada tahun tanam pertama tidak dapat dikompensasikan karena
sudah melewati batas kompensasi rugi yaitu 5 tahun, hal inilah yang merupakan
perubahan dari timing difference menjadi permanent difference atau terjadi
missed match.
Universitas Indonesia
5.2.2.3 Lain-lain
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kerja seorang pekerja. Pengendalian biaya buruh diawali dengan suatu skedul
perencanaan bekerja, yaitu dimana lahan yang akan ditanami, berapa luas lahan,
berapa tenaga kerja yang diperlukan. Jadi dengan menyusun skedul, diharapkan
hal-hal yang berhubungan dengan proses tanam menjadi lebih terarah dan tidak
terganggu karena kelebihan atau kekurangan sesuatu hal.
Perhitungan dan pembuatan daftar upah serta distribusi beban upah. Daftar
upah disusun berdasarkan kartu hadir. Perhitungan upah yang telah selesai dapat
dicatat pada suatu buku harian pembayaran upah. Catatan tersebut harus
menunjukkan penghasilan total, potongan upah dan upah bersih. Diperlukan pula
diselenggarakan catatan mengenai penghasilan dan potongan upah masing-masing
karyawan. Selain itu dalam catatan harus bisa menunjukkan pekerjaan dan jenis
upah buruh langsung dan tidak langsung agar bisa dapat didistribusikan dengan
jelas. Di PT X sendiri dilakukan melalui sistem Lintramax, jadi dapat dengan
mudah diketahui penyebaran biaya tersebut. Namun, tetap catatan tersebut
diperlukan sebagai alat cross check dengan sistem.
Universitas Indonesia
BAB 6
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka simpulan yang diperoleh peneliti antara lain:
1. Biaya tenaga kerja baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung
dengan tanaman tidak diperbolehkan dikapitalisasi atau dibebankan
sekaligus di perkebunan kelapa sawit dikarenakan secara pajak dianggap
sebagai biaya yang bersifat rutin sesuai dengan ketentuan umum dan untuk
kepraktisan dalam pemeriksaan pajak. Berbeda dengan akuntansi pengakuan
biaya tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan tanaman yang belum
menghasilkan dikapitalisasi ke dalam nilai tanaman sampai dengan tanaman
menghasilkan dan dibebankan melalui penyusutan, sesuai dengan konsep
self construction, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset
tetap sehingga dapat dipergunakan dikapitalisasi.
2. Dampak dari implementasi PMK 249 bagi PT X adalah menyebabkan
kerugian fiskal yang semakin besar, hal ini menyebabkan tidak adanya
kecocokan antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang
diperoleh, atau dengan kata lain tidak sesuai dengan konsep matching cost
againts revenue. Selain itu juga, terjadi perubahan perbedaan pengakuan
rugi fiskal dari timing difference ke permanent difference yaitu atas rugi
fiskal di tahun awal tidak dapat di carry forward sebab melebihi batas
waktu 5 tahun, dengan demikian ability to pay PT X tidak sesuai dengan
keadaan sebenarnya.
3. Cara efektif yang dapat dilakukan oleh PT X untuk mengantisipasi dampak
dari implementasi PMK 249, melakukan antisipasi dengan cara
pengendalian tenaga kerja .
Universitas Indonesia
6.2 Saran
Melalui penelitian ini, saran yang dapat penulis berikan, antara lain:
1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak selaku pembuat kebijakan, agar dalam
membuat suatu kebijakan dilakukan survei pada bidang yang akan
ditetapkan kebijakan, bahkan perlu untuk mengundang pihak yang ahli
dalam kebijakan tersebut, sehingga kebijakan yang diputuskan dapat tepat
sasaran. Selain itu, untuk tingkatan implementasi sangat diperlukan
peningkatan komunikasi secara langsung oleh pihak yang ahli, agar tepat
pada sasaran.
2. Bagi PT X, harus diperhatikan secara mendalam mengenai alokasi
pembebanan biaya tenaga kerja. Serta, segala pencatatan didasarkan pada
aturan yang berlaku serta dokumentasi dilakukan secara lengkap dan jelas.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Alim, Moch. Rum. Dasar-Dasar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Ind Hill Co. 2011.
Bustami, Bastian dan Nurlela. Akuntansi Biaya: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2006.
Godfrey et.al. Accounting Theory 7th Edition. Australia: John Wiley & Sons, Ltd.
2010.
Hartanto, Heri. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta: Citra Media
Publishing. 2011.
Herist, Keith N., Brent L. Rollins and Matthew Perri. Financial Analysis in
Pharmacy Practice. Pharmaceutical Press. 2011.
Horngren, Charles T., George Foster dan Srikant M. Datar. Akuntansi Biaya
dengan Penekanan Manajerial Edisi Kedelapan Edisi Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat. 1994.
Maslove, Allan M. The Economic and Social Environment for Tax Reform.
England: Pearson Education Limited. 2000.
Pahan, Iyung. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Depok: Penebar Swadaya. 2008.
Pardamean, Maruli. Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Depok:
Penebar Swadaya. 2011.
Riahi, Ahmad dan Belkaoui. Teori Akuntansi Edisi 5 Buku 1. Jakarta: Salemba
Empat. 2011.
Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. Pengantar Ilmu Pajak Kebijakan dan
Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2012.
Universitas Indonesia
Usry, Milton F., Adolph Matz. Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian
Jilid 1 Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga. 1986.
Weygandt, Jerry J., Donald E. Kieso and Paul D. Kimmel. Accounting Principles
5th Edition. Canada: John Wiley & Sons Inc. 1998.
Karya Ilmiah:
Riyadi, Deden. 2010. Analisis Nilai Wajar Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan
International Accounting Standard 41 Agriculture Dibandingkan dengan
Berdasarkan Penyataan Standar Akuntansi Keuangan 16 Aset Tetap Studi
pada PT Agro Indonesia. Fakultas Ekonomi (tidak diterbitkan).
Peraturan:
Universitas Indonesia
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009. Jakarta:
Salemba 4.
Sumber lainnya:
Universitas Indonesia
LAMPIRAN 1
TENTANG
Universitas Indonesia
TENTANG
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (7) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Penyusutan atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Berwujud yang
Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu.
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
(1) Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan
atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama
besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
Universitas Indonesia
(2) Bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil
hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan
setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
b. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang
tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah
ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
c. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat
berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun.
(3) Harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa aktiva tetap yang
dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha
tertentu, yaitu :
(5) Bulan produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah bulan dimana
penjualan mulai dilakukan.
Pasal 2
(1) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
termasuk biaya pembelian bibit, biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit.
(2) tidak termasuk sebagai pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya
yang berhubungan dengan tenaga kerja.
Pasal 3
Dalam hal harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dijual, maka harga jual
merupakan penghasilan dan nilai sisa buku merupakan kerugian.
Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
Universitas Indonesia
Lampiran 3
HASIL WAWANCARA
Hasil Wawancara :
Pertanyaan (P) : Apa dasar pertimbangan diterbitkannya PMK Nomor
249/PMK.03/2008 ?
Jawaban (J) : Dalam UU PPh Pasal 11 ayat (7) dinyatakan bahwa atas
penyusutan harta berwujud yang dimiliki atau digunakan dalam bidang usaha
tertentu diatur dalam peraturan menteri keuangan, jadi ini memang mengatur
penyusutan usaha di bidang tertentu. Bisa dilihat di bagian konsideran
menimbang. Jadi, PMK 249 diterbitkan untuk melaksanakan Pasal 11 ayat (7) UU
PPh.
P: Dalam peraturan tersebut dikhususkan hanya untuk bidang usaha kehutanan,
perkebunan tanaman keras, dan peternakan. Mengapa demikian?
J: Karena memang sifatnya khusus. Perkebunan kelapa sawit ngga bisa disamakan
dengan aktiva tetap. Tapi perlu ada penyusutan maka perlu diatur khusus. Dalam
penjelasan Pasal 11 ayat (7) disebut usaha tertentu itu misalnya perkebunan
tanaman keras, kehutanan, dan peternakan. Jadi PMK 249 dibuat sesuai dengan
itu. Namun demikian, jika nanti ada bidang usaha tertentu lainnya yang perlu
diatur khusus sesuai dengan karakteristik usaha dimaksud, tentunya PMK 249
bisa diubah.
P: Mengapa atas biaya gaji terkait dengan bidang usaha kehutanan, perkebunan
tanaman keras, dan peternakan tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan
sekaligus berdasarkan pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 249/PMK.03/2008?
Universitas Indonesia
J: Terkait dengan biaya tenaga kerjanya, sulit dipisahkan antara mana yang benar-
benar khusus untuk petani yang mengurusi tanaman sawit dengan pekerjaan lain.
Maka dibuat mudah dengan dibebankan sekaligus. Selain itu juga, kan harus
diperhatikan juga ketentuan umumnya. Dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) sudah
dijelaskan bahwa pembebanan biaya dibagi 2 yaitu mempunyai masa manfaat
tidak lebih dari 1 tahun dan lebih dari 1 tahun (melalui penyusutan atau
amortisasi). Untuk biaya gaji termasuk dalam biaya yang mempunyai masa
manfaat tidak lebih dari 1 tahun, sehingga harus dibebankan di tahun pengeluaran.
Untuk tambahan bisa juga dilihat di penjelasan Pasal 11A ayat (6). Kapitalisasi
biaya tidak diperkenankan untuk biaya operasional yang bersifat rutin seperti gaji.
P: Potensi apa yang dilihat oleh pemerintah dari tidak diperkenankannya
pengkapitalisasian biaya tenaga kerja ?
J: Sebenarnya tidak melihat keuntungan atau kerugiannya, tapi lebih dari sifat
biaya tersebut. Tapi kalau mau dicari-cari ya bisa dari masalah kompensasi
kerugian yang hanya 5 tahun.
P: Bagaimana perlakuan perbedaan pembebanan biaya gaji antara perpajakan
dengan Standar Akuntansi Keuangan (PSAKNo. 16) ?
J: Yang jelas, perpajakan melihat biaya gaji tetap diperkenankan untuk
dibebankan (3M), yang mengatur pembebanannya tidak bisa dikapitalisasi.Kalau
SAK mengatur lain, itu masalah beda waktu saja.
P: Apakah ada pihak lain yang terlibat dalam perumusan PMK Nomor
249/PMK.03/2008 ? Sejauh mana pihak lain tersebut terlibat?
J: Untuk penyusunan peraturan apalagi yang menyangkut instansi lain tentu
melibatkan instansi terkait. Kalau tidak salah, untuk tanaman keras --> Ditjen
Perkebunan, kehutanan --> Kementerian Kehutanan, peternakan --> Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
P: Bagaimana proses komunikasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Fiskus
dalam penyosialisasian PMK Nomor 249/PMK.03/2008?
J: Sosialisasi peraturan baru pasti dilakukan oleh DJP melaui Kantor Pusat,
Kanwil, atau KPP/KP2KP. Seingatku sudah beberapa kali sosialisasi, bisa
ditanyakan langsung di Kantor Pusat.
Digambarkan:
Direktorat P2 KANWIL
KPP
Universitas Indonesia
AR
Proses sosialisasi peraturan secara langsung tidak diikuti oleh semua AR (karena
jika semua ikut sosialisasi maka kantor dalam keadaan kosong, dan itu tidak
diperbolehkan), diharapkan kepada AR yang mengikuti sosialisasi dapat
memberitahukan kepada AR lainnya yang tidak mengikuti sosialisasi. Namun,
setiap AR pasti diberitahukan mengenai setiap peraturan-peraturan baru melalui
media digital. (Sharing seperti reminder dalam e-mail).
Universitas Indonesia
Hasil Wawancara :
P: Bagaimana mekanisme pembebanan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk
memperoleh harta berwujud berupa tanaman sawit?
J: Untuk kebun yang menghasilkan seluruhnya dibiayakan, untuk yang belum
menghasilkan dikapitalisasi ke aktiva tanaman yang berhubungan. Kalo ada
sebagian yang belum dan sudah diproporsi. Perlakuan ini sama dengan yang
diakui Standar Akuntansi Indonesia, dalam hal pembebanan biaya yang
berhubungan dengan aktiva yang dibangun PSAK 16.
P: Seberapa besar biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memperoleh harta
berwujud berupa tanaman sawit?
J: Besar lumayan. Ini industri yang padat karya.
P:Apakah besarnya biaya yang dikeluarkan tersebut sebanding dengan
penghasilan yang diterima / diperoleh?
J: Ini menarik, konsep. Dalam hal kesesuaian antara pendapatan dan biaya.
Dengan standar akuntansi yang berlaku umum dan yang sangat berhubungan
adalah PSAK 16, maka sebenarnya WP itu melakukan konsistensi antara
pendapatan yang dihasilkan dengan bebannya. Kalo untuk biaya yang
berhubungan dengan tenaga kerja, biaya gaji yang berhubungan dengan aktiva
untuk tanaman yang belum menghasilkan itu konsisten harus dikapitalisasi karena
juga belum ada penghasilannya. Dan ketika aktiva tanaman itu mulai
menghasilkan maka, biaya tenaga kerja itu dibiayakan ditambah biaya depresiasi
yang tadi dikapitalisasi sebelumnya, justru kalo engga dikapitalisasi atau
dibiayakan langsung tidak ada kesesuaian antara pendapatan dengan biaya gitu.
P: Setelah diterbitkannya PMK Nomor 249/PMK.03/2008, bagaimana mekanisme
pembebanan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memperoleh harta
berwujud berupa tanaman sawit?
J: Mekanisme setelah terbit PMK 249, secara akuntansi dikapitalisasi itu
konsisten. Sebetulnya pajak seharusnya ikut akuntansi ketika tidak ada pengaturan
yang jelas. Nah, entah kenapa saya tidak melihat ada dasar yang kuat dari PMK
249 untuk mengharuskan dibebankan. Di industri perkebunan itu bergejolak.
PMK 249 ditengarai oleh banyak pihak suatu peraturan yang tidak konsisten dan
juga tidak mendorong investor luar untuk menanamkan investasinya di Indonesia.
Karena seperti yang kita ketahui, pajak itu punya tujuan untuk banyak hal, salah
satunya untuk menarik investasi. Bukan artinya merugikan negara
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pajak ngga langsung membebankan sebagai biaya? Nah saya melihat itu tidak ada
konsistensinya di pajak sendiri.
P: Kebijakan yang seperti apa yang seharusnya diambil oleh pemerintah untuk
memajukan industri khusunya kelapa sawit?
J: Menurut hemat saya bicara yang lebih luas pemerintah harusnya bukan saja
kelapa sawit, pemerintah harus mendorong riil sector yang akan membawa
manfaat GDP yang pada akhirnya akan membawa manfaat tingkat kemakmuran
rakyat itu secara berimbang. Saya setuju jika pemerintah harus mengeluarkan
aturan-aturan yang memperoleh manfaat untuk banyak stakeholder banyak pihak
bukan sebaliknya dalam hal ini, PMK 249 tidak sejalan tidak sesuai usaha
pemerintah untuk meningkatkan GDP.
Hasil Wawancara :
P: Bagaimana perlakuan pembebanan biaya tenaga kerja di PT X?
P: Iya Pak
J: Kalo yang ngurusin tanaman masuk nilai tanaman sampai TM, itu kan investasi.
Kalo udah TM dibebanin langsung.
J: Secara accounting dan budgeting itu tidak mungkin, kalo pajak saya ngga
ngerti. Tapi seharusnya ngga gitu karena kan itu sama aja kita bangun aset sendiri,
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset itu sampai bisa
dimanfaatkan harus dikapitalisasi. Bayangin aja untuk biaya tenaga kerja sendiri
yang di kebun itu bisa 50% sendiri, belum lagi PT X mau buka lahan lagi tambah
gede itu.
P: Itu untuk biaya tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan tanaman ya
Pak?
J: Iya, lagian juga praktik dimana-mana yang perkebunan begitu, coba aja kamu
bandingin sama kehutanan, itu lebih gede lagi biayanya.
Universitas Indonesia
J: Seperti tadi saya bilang, kalo biaya tenaga kerja yang berhubungan langsung
dengan tanaman itu dikapitalisasi ke dalam nilai aset, jadi dia masuk investasi
jatuhnya, bukan beban. Jadi seharusnya ga ada rugi, kan investasi. Kalo pun rugi
itu karena operasional aja. Perusahaan mulai mencapai posisi Break Even Point
itu pas tahun tanam ke 7 secara komersial ya, artinya pada tahun tanam ke 7 total
pendapatan = total beban.
J: Ya, lebih dikontrol, ngawasin lagi sistem penggajiannya supaya emang bisa pas
tidak kurang dan tidak lebih dan tentunya sesuai budget.
Universitas Indonesia
Hasil Wawancara :
P: Bagaimana pendapat Bapak mengenai pembebanan biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan untuk memperoleh harta berwujud berupa tanaman sawit berdasarkan
Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor 249/PMK.03/2008?
J: Di industri perkebunan biaya itu pasti ada, tidak mungkin tidak ada. Jika tidak
ada bagaimana tanaman bisa tumbuh? Tanaman sawit itu tidak mungkin bisa
tumbuh tanpa ada campur tangan manusia. Secara akuntansi atau komersial biaya
itu dikapitalisasi, namun secara peraturan tersebut tidak boleh. Secara personality,
saya tidak setuju, sebab secara komersial tidak mungkin tidak ada biaya itu. Pajak
terlalu kaku, seolah-olah peraturan itu dibuat tidak melihat prinsip cost matching
againts revenue.
P: Saya baca PSAK 16 ya pak , biaya tenaga kerja merupakan biaya rutin dan
biaya rutin merupakan biaya adm, biaya adm tidak bisa dimasukkan ke dalam
komponen harga perolehan seharusnya biaya tenaga kerja ngga boleh
dikapitalisasi dong ya?
J: Tidak seperti itu. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan selama tanaman belum
menghasilkan itu akan dikumulatifkan terus, sampai dengan tanaman itu
menghasilkan, jadi kita melihatnya sebagai bagian dari harga perolehan aset.
Sebenarnya di Indonesia belum memiliki aturan tersendiri untuk mengatur
perkebunan. Secara internasional sebenarnya sudah ada yaitu IAS 41. Nah, disitu
ada historical cost. Nilai aset itu dicatat sebagai nilai tanaman. Sampai dengan
saat ini di Indonesia khusus untuk perkebunan atas nilai tanaman yang merupakan
aset, melihat ke aturan yang diatur dalam PSAK 16. Jika dianalogikan, mungkin
aset sebelum dipakai dilakukan instalasi, nah biaya instalasi itu merupakan bagian
Universitas Indonesia
dari harga perolehan dari aset itu. Biaya tenaga kerja di perkebunan sawit bukan
merupakan biaya rutin sampai dengan tanaman menghasilkan.
J: Belum sesuai dengan prinsip akuntansi. Akan timbul perbedaan antara pajak
dengan akuntansi.
pajak tangguhan.
Universitas Indonesia
Hasil Wawancara :
P: Bagaimana pendapat Bapak dengan terbitnya PMK Nomor 249/PMK.03/2008?
J: Wajar jika biaya tersebut dikeluarkan dalam nilai tanaman, sebab saat
pemeriksaan nantu sulit dibuktikan untuk PPh Pasal 21-nya. Saya telah pelajari,
memang sulit untuk melacak berapa biaya yang dibebankan termasuk tenaga kerja
itu. Namun, memang agak susah bagi manajemen menerima hal ini, sebab
manajemen berpendapat biaya tenaga kerja harus dikapitalisasi sebab untuk
membangun aset sampai dengan menghasilkan. Ya, inilah adanya kontroversi.
P: Sebenarnya apa yang ingin ditegaskan dalam PMK Nomor 249/PMK.03/2008?
Apa alasannya?
J: Sebenarnya ini merupakan kepentingan praktisasi DJP saja. Kebanyakan
masalah yang dihadapi selalu ditanyakan berapa jumlah biaya tenaga kerja dan
berapa PPh Pasal 21-nya. Jika dikapitalisasi otomatis biaya tersebut tidak
matching antara SPT Tahunan Badan dengan SPT PPh Pasal 21, dan atas
selisihnya sulit dilacak. Dalam praktik susah untuk mem membedakan mana yang
merupakan benar-benar tenaga kerja yang melekat dengan tanaman itu.
Kemungkinan ada tujuan lain dari terbitnya PMK 249 tersebut, karena saya
melihat mengapa tenaga kerja yang dipisahkan mengapa tidak yang lain.
P: Apakah setelah diterbitkannya PMK Nomor 249/PMK.03/2008, Bapak setuju
dengan mekanisme pembebanan demikian? Apa alasannya?
J: Saya setuju, sebab dalam praktik saat proses di pengadilan selalu ditanyakan
berapa yang dibiayakan untuk tenaga kerja selalu begitu. Saya setuju dipisahin,
karena lebih mudah menghitungnya, dan bisa melacak. Maksudnya dipisahin itu
dibebankan sekaligus.
Universitas Indonesia
Hasil Wawancara :
P: Peraturan untuk industri perkebunan kelapa sawit mengenai pencatatan
tanaman mengacu kemana Bu?
J: PSAK 16
P: Apakah atas biaya tenaga kerja yang berhubungan dengan tanaman
dikapitalisasi?
J: Sebenarnya, kita belum mengadopsi IAS 41. Sepengetahuan saya, industri
membuat pedoman sendiri sesuai dengan insdutrinya, seperti kehutanan. Saya
terus terang belum melihat pedoman akuntansi kehutanan, bagaiman mereka
memperlakukan untuk berbagai transaksi yang ada didalamnya.
PSAK 16 jika dikaitkan dengan self constructed asset (aset yang dibangun
sendiri) semua biaya yang terkait masuk. Misalkan kita bangun gedung, biaya
tenaga kerja, material, biaya bunga untuk bayar pinjaman, semua masuk ke dalam
total cost. Jika disamakan dengan self constructed asset ya biaya tenaga kerja
masuk ke dalam harga perolehannya. Tenaga kerja langsung boleh masuk
kedalam harga perolehan, namun tenaga kerja yang duduk di kantoran tidak
boleh. Namun, secara definisi tidak menutup kemungkinan adanya pelanggaran-
pelanggaran.
Universitas Indonesia
Hasil Wawancara :
P: Bagaimana pendapat Ibu mengenai pembebanan biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan untuk memperoleh harta berwujud berupa tanaman sawit dalam usaha
bidang perkebunan tanaman keras berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor
249/PMK.03/2008?
J: Pendapat saya mungkin itu make sense ya kenapa tidak boleh dicapitalize
karena itu pengeluaran yang sifatnya rutin. Secara pajak konsep pengeluaran tidak
rutin termasuk ke dalam harga perolehan. Peraturan pajak ini dengan peraturan
accounting sejalan. Aset karena memberikan future economic benefit di masa
mendatang makanya disini kayak perolehan bibit karena akan memberikan future
economic benefit di masa mendatang makanya boleh dicapitalize.
P: Apa dampak yang terjadi akibat pelaksanaan peraturan tersebut?
J: Dampaknya jika memang belum menghasilkan, expense pasti akan tambah
besar dibandingkan dengan revenue, berarti posisinya pasti loss. Jika loss secara
pajak muncul tax loss, dan itu bisa di carry forward sampai dengan 5 tahun ke
depan. Muncul deffered tax asset tax loss. Jika tidak bisa dibawa lagi ke tahun
depan, risikonya tidak bisa offset biaya dengan pendapatan. Terjadi timing missed
match antara expense sama revenuenya. Itu risiko sisi negatif bagi perusahaan.
Beban sudah diakui terlebih dahulu dan tidak bisa dibawa ke depan, sementara
revenue diakui.
Universitas Indonesia
Hasil Wawancara :
P: Bagaimana pendapat Bapak mengenai pembebanan biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan untuk memperoleh harta berwujud berupa tanaman sawit dalam usaha
bidang perkebunan tanaman keras berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PMK Nomor
249/PMK.03/2008?
J: Jadi saya berpendapat bahwa penetapan SK Menteri Keuangan yang mengatur
itu dibebankan sebagai biaya itu khusus untuk industri-industri yang sifatnya
adalah normal accounting/operating cycle lebih dari satu tahun. Suatu kegiatan
dari sejak dia menanam di industri perkebunan sampai dipetik hasilnya itu biasa
lebih dari satu tahun. Perlakuan demikian dari segi akuntansi sebagai alat untuk
mengambil keputusan akan menjadi bias tidak tepat, kenapa? Akuntansi itu untuk
menyelamatkan perusahaan jangan sampai dengan sistem akuntansi
perhitungannya perusahaan jadi hancur. Nah ini bisa demikian kenapa beban
kepegawaian dibebankan sebagai unsur biaya yang harus dikapitalisir, secara
accounting sendiri tidak tepat kalo tidak dikapitalisir. Secara pajak tidak tepat.
Pengenaan pajak itu harus obyeknya ada, tapi pertemuan biaya dan pendapatan itu
dipotong-potong demikian mengakibatkan yang obyeknya belum tentu ada
dikenakan pajak. Harus matching cost againts revenue adalah yang pas. Biaya
yang harus dikapitalisir sampai dengan menghasilkan, mau rugi atau laba itu
urusan lain. Secara hukum tidak salah, biaya boleh dibebankan asal immaterial,
yang paling tepat adalah dikapitalisir sampai dengan menghasilkan.Tidak boleh
biaya berjalan pendapatan belum masuk. Mempertemukan pendapatan dan biaya
dalam accounting dikenal dengan konsep matching cost itu harus jalan. Tidak
boleh biaya dicatat tapi pendapat belum ada. Jadi dari pajak pun ngga tepat itu
bisa mematikan, malah obyek pajak yang bisa jangka panjang menjadi lebih
pendek.
Universitas Indonesia
Dikapitalisir menambah dari nilai tanaman dan nanti munculnya diamortisasi atau
didepresiasi sebagai expenses. Pengertian daripada produksi semua cost itu harus
dikapitalisir sampai produk itu bisa dijual. Jadi, yang dilakukan oleh menteri
keuangan hanya mementingkan budgetair saja pokoknya saya bisa mungut pajak
tapi melanggar asas matching cost.
Universitas Indonesia
Pendidikan formal
SD Negeri Benda, Cicurug – Sukabumi
SMP Budi Mulia Bogor
SMA PL Van Lith Muntilan
D3 Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia
Sarjana Ekstensi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia
Universitas Indonesia