Sirosis Hepatis
Sirosis Hepatis
Sirosis Hepatis
Disusun Oleh :
Annisa Nur Oktavia
Hilda Rosalinda
Indah Permata Sari
Shella Gustania N
Winda Prawita
Tingkat II B Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta I
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sirosis
Hepatis”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Mutarobin S.Kep.Ners, M.Kep, Sp.
KMB selaku koordinator mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I dan Ibu Uun Nurulhuda,
S.Kep., Ners, M.Kep, Sp. KMB selaku pembimbing yang sudah membimbing kami dalam
penyusunan makalah
Kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang
keperawatan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu selama
proses penyusunan makalah ini.
Harapan kelompok semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kelompok, kelompok yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kelompok sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
3
4.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................................... 58
4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................................. 59
4.3 Intervensi Keperawatan ................................................................................................. 59
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 61
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 61
5.2 Saran .................................................................................................................................. 61
4
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tubuh manusia, hati merupakan salah satu organ yang berperan dalam
mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar dengan berat antara
1,2-1,8kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian
besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks. Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar
ketiga pada penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Di seluruh dunia sirosis hati lebih banyak laki-laki, jika dibandingkan dengan
wanita rasionya sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak golongan umur
30-59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun (Setiati, 2014). Berdasarkan
dari data organisasi kesehatan dunia atau World HealthOrganization (WHO) 2010,
penyakit sirosis hepatis menempati urutan kelima tertinggi penyakit kronis yang ada
di dunia. Lebih dari 600.000 ribu kasus baru didiagnosis secara global setiap tahun.
5
1.2Tujuan Penulisan
Tujuan umum pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk menerapkan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sirosis Hepatis sesuai dengan
konsep dan teori yang didapatkan selama proses pendidikan.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan
fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian
besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-
sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut
yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan
fungsinya dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan menyebabkan sirkulasi
intrahepatik tersumbat (obstruktsi intrahepatik).
a. Sirosis Laennec : sirosis ini disebabkan oleh alkoholnisme dan malnutrisi. Pada
tahap awal sirosis ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir,
hepar mengecil dan nodular.
b. Sirosis Pascanekrotik : terjadi nekrosis yang berat pada sinosis ini karena
hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak
nodul dan jaringan fibrosa.
c. Sirosis bilier : penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus
koledukus komunis (duktus sistikus). Dimana pembentukan jaringan parut terjadi
dalam hati di sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi
bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
7
Bagian hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal dan
periportal tempat kanalikulus hilaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk
membentuk saluran empedu dalam hati. Daerah ini menjadi tempat inflamasi dan
saluran empedu akan tersumbat oleh empedu serta pus yang mengental. Hati akan
berupaya untuk membentuk saluran empedu yang baru, dengan demikian akan terjadi
pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru
dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
A. Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan
oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. Lobus
kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama
yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh
kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungks peritorium pada
sebagian besar keseluruhan permukaannya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena Porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica,
cabang dari arteri kliaka yang kaya akan oksigen. Hati, saluran empedu, dan
pankreas, semuanya berkembang sebagai cabang dari usus depan fetus pada daerah
yang dikemudian hari menjadi duodenum; semuanya berhubungan erat dengan
8
fisiologi pencernaan. Karena letak anatomi yang berdekatan, fungsi yang berkaitan,
dan kesamaan dari kompleks gejala yang ditimbulkan oleh gangguan pada ketiga
struktur ini, maka cukup beralasan bila ketiga struktur ini dibicarakan secara
bersamaan. (Wilson & Lester, 1995).
B. Fisiologi Hati
Menurut Corwin (2001), Hati memberi suplai darah dari 2 sumber yang
berbeda. Sebagian besar aliran darah hati, sekitar 1000 ml per menit, adalah vena
yang berasal dari lambung, usus halus, dan usus besar, pankreas, limfa. Darah ini
mengalir ke hati melalui vena porta. Darah ini juga mungkin mengandung toksin atau
bakteri. Sumber lain perdarahan hati adalah arteri hepatica yang mengalirkan darah
500 ml per menit. Darah arteri ini memiliki saturasi oksigen yang tinggi. Kedua
sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid. Dari
sinusoid darah mengalir ke vena sentrlis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke
vena hepatica. Vena hepatica mengosongkan isinya ke dalam vena cava inferior.
Secara hematologis, hati berfungsi membentuk beberapa faktor pembekuan termasuk
faktor I (fibrinogen), II (protrombin), VII (prokonvertin). Tanpa produksi zat-zat ini
yang adekuat, pembekuan darah akan terganggu dan dapat terjadi pendarahan hebat.
Selain itu, vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak yang dibutuhkan untuk
membentuk faktor-faktor ini dan yang lainnya. Karena garam-garam empedu di
perlukan untuk menyerap semua vitamin larut lemak dan usus, maka disfungsi hati
yang menyebabkan penurunan pembekuan atau suplai empedu ke usus juga dapat
menimbulkan masalah pendarahan.
9
Hati mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di
suatu tempat di dalam tubuh, guna di buat sesuai untuk pemakaiannya dalam
jaringan.
2. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dibuat mudah untuk eksresi
kedalam empedu dan urine.
3. Fungsi glikogenik
Hati menghasilkan glikogen dari konsentrasi glukosa yang di ambil dari
makanan hidrat karbon. Zat ini di simpan sementara oleh hati dan kembali
diubah menjadi glukosa. Maka hati berfungsi membantu supaya kadar gula
dalam darah tetap normal. Hati juga dapat mengubah asam amino menjadi
glukosa.
4. Pembentukan ureum.
5. Hati menerima asam amino yang di absorbsi oleh darah, kemudian terjadi
deaminasi oleh sel, artinya nitrogen di pisahkan dari bagian asam amino,
amonia diubah menjadi ureum.
6. Kerja atas lemak
Hati menyiapkan lemak untuk pemecahannya terakhir menjadi hasil asam
karbonat dan air.
7. Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak,
vitamin (vitamin Adan D), dan besi.
8. Pertahanan suhu tubuh
Hati membantu mempertahankan suhu tubuh.
9. Membuat sebagian besar dari protein plasma
10. Berkenan dengan penghasilan protombin dan fibrinogen yang perlu untuk
penggumpalan darah.
10
c. Virus hepatitis
d. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
e. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
f. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
g. Zat toksik
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati menurut Nurarif (2016):
a. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
b. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Sirosis biliaris, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
2.1.4 Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada
sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang
utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun
demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan
minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan
konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2004).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan
meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat
memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang
menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada
wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2004).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular.
11
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi
utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik,
dan sirosis alkoholik (Wibisono, 2014).
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi
alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek
toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan
menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan terbentuknya
jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis pascanekrotik
disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada
sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang
dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris
disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan
obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut
mengakibatkan distorsi struktur sel hati dan kegagalan fungsi hati (corwin, 2009).
Distorsi struktur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran
darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan
menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal
(esofagus, lambung, rektum, umbilikus)(corwin, 2009).
Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang
akan mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum
(asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan
ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalam serum yang akan
meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema (corwin, 2009).
Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin
(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi
metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah
(hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi energi
tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin menurunkan
tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma protein
terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan
konversi ammonia sehingga ureum dalam darah menigkat yang akan
mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang
12
akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi
empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus
yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin menurunkan sintesis vitamin
A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah merah (corwin,
2009).
13
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring
telangiektasis, atau dilatasiarteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru
kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan
distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan
yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur
dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur
varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi
untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena
hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat
14
dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
3) Bilirubin meningkat
15
hemostatik pada pasien sirosis hepatis penting, dalam menilai
kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus, gusi , maupun
epistaksis (mimisan).
8) BUN meningkat
Mengetahui fungsi metabolisme protein yang diproduksi oleh hati
b. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Radiologi : dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi
portal.
2) Esofagoskopi : dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG abdomen : homogenitas adanya massa dapat melihat asites,
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrinning
adanya karsinoma hati.
4) Angiografi : untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ biopsi hati : mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi transhepatik perkutaneus : memperlihatkan sirkulasi sistem vena
portal.
16
b. Vitamin dan suplemen: untuk meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel
hati yang rusak dan memperbaiki status gizi klien.
c. Diuretik yang mempertahankan kalium (Spironolakton): untuk mengurangi
asites jika gejala ini terdapat dan meminimalkan perubahan cairan serta
elektrolit.
d. Asupan protein dan kalori yang adekuat: bila tidak ada koma hepatik diberikan
diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000
kkal/hari.
e. Makanan yang diberikan berbentuk jus buah manis dan glukosa IV: tindakan
biasanya berhasil dilakukan bila diberikan pada awal perjalanan prakoma dan
bila kerusakan hati tidak begitu berlanjut.
2.1.8 Komplikasi
a. Hipertensi Portal
Hipertensi portal (HP) adalah peningkatan Hepatic Venous Pressure Gradient
(HVPG) lebih dari 5 mmHg. HP merupakan suatu sindroma klinis yang sering
terjadi. Bila gradien tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena porta dan vena
cava inferior) diatas 10-12 mmHg, komplikasi HP dapat terjadi. Hipertensi porta
terjadi akibat adanya:
1) Peningkatan resistensi intra hepatik terhadap aliran darah porta akibat
adanya nodul degeneratif.
2) Peningkatan aliran darah splanchnic sekunder akibat vasodilitasi pada
splanchnic vascularbed.
b. Asites
Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites
merupakan manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati.
Beberapa faktor patogenesis asites pada sirosis:
1) Hipertensi porta
2) Hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati)
3) Meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati
4) Retensi natrium
5) Gangguan eksresi air
17
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan
yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena diafragma
meningkat. Penanganan asites yaitu tirah baring, diit rendah garam (konsumsi
garam 5,2 gram / 90 mmol/hari). Bila tidak berhasil dapat dikombinasikan dengan
spironolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan adanya
penurunan BB 0,5 kg/hari tanpa edema dan 1 kg/hari bila ada edema. Bila
pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemid 20-
40 mg/hari, dengan dosis maksimal 160 mg/hari.
c. Varises Gastroesofagus
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistermik yang paling
penting. Pecahnya varises esofagus (VE) mengakibatkan perdarahan varises yang
berakibat fatal. Varises ini terdapat sekitar 50% penderita sirosis hati dan
berhubungan dengan derajat keparahan sirosis hati. Diagnosis VE ditegakkan
dengan esogfagusgastroduodenoskopi, sehingga perlu dilakukan skrining untuk
mengetahui adanya VE pada semua penderita sirosis hati yang didiagnosis
pertama kali.
Pencegahan terjadinya perdarahan VE adalah dengan pemberian obat
golongan ß blocker (propranolol) maupun ligasi varises. Bila sudah terjadi
perdarahan dalam keadaan akut, bisa dilakukan resusitasi dengan cairan
kristalod/koloid/penggantian produk darah. Untuk menghentikan perdarahan
digunakan preparat vasokonstriktorsplanchnic, somatostatin atau octreotid 50-100
µg/hari dengan infus kontinyu. Setelah itu dilakukan skleroterapi atau ligasi
varises. Tindakan endoskopi terapeutik ini juga dilakukan untuk menghentikan
perdarahan berulang. Transjugular intrahepatic portosistemic (TIPS) dan
18
pembedahan shunt bisa dilakukan namun sebagai efek samping dapat terjadi
ensefalopati hepatik.
e. Ensefalopatik Hepatikum
Ensefalopati hepatik (EH) atau koma hepatikum merupakan sindrom
neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Beberapa faktor merupakan
presipitasi timbulnya EH diantaranya infeksi, perdarahan, ketidakseimbangan
elektrolit, pemberian obat-obatan sedatif dan protein porsi tinggi. Dengan
mencegah ataupun menangani faktor-faktor presipitasi EH dapat diturunkan
risikonya. Pemberian laktulose, neomisin (antibiotika yang tidak diabsorbsi
mukosa usus) cukup efektif mencegah terjadinya EH.
Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor
yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental diawali dengan perubahan
kepribadian, hilang ingatan dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian
akibat koma dalam.
f. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal (SHR) merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa
kelainan organik ginjal, yang ditemukan pada sirosis hati tahap lanjut. Sindroma
19
ini sering dijumpai pada penderita sirosis hati dengan asites refakter. SHR tipe 1
ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin
secara bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi
glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik
prognosisnya daripada tipe 1.
Penanganan SHR terbaik adalah dengan transplantasi hati. Belum banyak
penelitian yang menguji efektifitas pemberian preparat somatostatin, terlipressi.
Untuk prevensi terjadinya SHR perlu dicegah terjadinya hipovolemia pada
penderita sirosis hati, dengan menghentikan pemberian diuretik, rehidrasi dan
infus albumin.
2.1.8 Klasifikasi
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim
2. Sirosis hati dekompensata ( Active sirosis hati), stadium ini biasanya gejala-
gejalanya sudah jelas, misalnya: ascites, edema, dan icterus.
(Sherlock, 1997)
20
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2002) sebagai berikut:
a. Pola Fungsional
1) Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati),
disritmia, bunyi jantung ekstra (S3,S4), DJV; vena abdomen distensi.
3) Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine
gelap, pekat.
4) Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna,
mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor
buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan
gusi.
5) Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak
jelas.
6) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
7) Pernapasan
Gejala : Dispnea.
21
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi
paru terbatas (asites), hipoksia.
8) Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis,
petekie, angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9) Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis)
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia bisa
akibat
2) Kenaikan kadan enzim transaminase/SGOT.
3) Albumin.
22
Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan
sel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan
kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam
menghadapi stress seperti tindakan operasi
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE
akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai
normal. Nilai CHE yang bertahan di bawah nilai normal
mempunyai prognosis yang jelek.
5) Pemerikasaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic
dan pembatasan garam dan diet. Dalam hal enselopati, kadar Na
kurang dari 4meq/l menunjukkan kemungkinan telah terjadi
sindrom hepatorenal
6) Pemanjangan masa protombin merupakan petunjuk adanya
penurunan fungsi hati. Pemberian vit K parenteral dapat
memperbaiki masa protombin. Pemeriksaan hemostatik pada
pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan
baik dari varises esophagus, gusi maupun epitaksis.
7) Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut
disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen.
Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukkan prognosis
kurang baik.
8) Pemerikasaan marker serologi petanda virus seperti
HBsAg/HBsAb, HBeAg/HBeAb, HBV DNA, HCV RNA, adalah
penting dalam mentukan etiologi sirosis hati.
9) Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan
apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan. Nilai AFP
yang terus menaik ,mempumyai nilai diagnostic untuk suatu
hepatoma/kanker hari primer. Nilai AFP >500-1000 mempunyai
nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
23
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
24
Kemungkinan dibuktikan oleh : adanya tanda dan gejala yang
mendukung diagnosa.
Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi pasien akan :
1) Mempertahankan integritas kulit
2) Mengidentifikasi faktor resiko
25
1) Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien
2) Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang
cukup
3) Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya
kekuatan
4) Bertambah berat tanpa peningkatan edema atau pembentukan acites
5) Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan
alkohol dari diet.
26
Dapat berhubungkan dengan: hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses defoksifikasi obat.Hasil yang
diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan :
1) Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktur
gastrointestinal
2) Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada
epigastrium dan indikator lain yang menunjukan hemoragik serta
syok
3) Memperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan
tersembunyi gastrointestinal
4) Bebas dari daerah daerah yang mengalami ekimosis atau
pembentukan hematom
5) Memperlihatkan tanda tanda vital yang normal
6) Mempertahankan istirahat dalam keadaan tenang ketika terjadi
perdarahan aktiv
7) Mengenali rasional untuk melakukan transfusi darah dan tindakan
guna mengatasi perdarahan.
8) Melakukan tindakan untuk mencegah trauma
9) Tidak mengalami efeksamping pemberian obat
10) Menggunakan semua obat seperti yang diresepkan
11) Mengenali rasional untuk melakukan tindakan penjagaan dengan
menggunakan semua obat
27
5) Mengurangi asupan natrium dan cairan sesuai kebutuhan sehingga
tinggat yang diinstruksikan untuk mengatasi asites
6) Merasakan pengurangan rasa nyeri
7) Memperlihatkan pengurangan lingkare perut dan perubahan berat
badan yang sesuai
2.2.4 Intervensi
28
6. Pasang ice collar untuk mengatasi Dapat mengurasi frekuensi mual
mual
Intervensi Rasional
1. Ukur masukan dan haluaran, catat Menunjukkan status volume sirkulasi,
keseimbangan positif (pemasukan terjadinya/perbaikan perpindahan cairan,
melebihi pengeluaran). Timbang dan respons terhadap terapi. Catatan:
berat badan tiap hari, dan catat penurunan volume sirkulasi (perpindahan
peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari. cairan) dapat mempengaruhi secara
langsung fungsi/haluan urine,
mengakibatkan sindrom hepatorenal.
29
6. Ukur lingkar abdomen. Menunjukkan akumulasi cairan (asites)
diakibatkan oleh kehilangan protein
plasma/cairan kedalam area peritoneal.
Catatan: akumulasi kelebihan cairan dapat
menurunkan volume sirkulasi
menyebabkan deficit (tanda dehidrasi).
7. Dorong untuk tirah baring bila ada Dapat meningkatkan posisi rekumben
asites. untuk dieresis.
Intervensi Rasional
1. Lihat permukaan kulit/titik tekanan Edema jaringan lebih cendrung untuk
secara rutin.Pijat penonjolan tulang mengelami kerusakan dan terbentuk
atau area yang tertekan yang terus- dekubitus. Asitas dapat meregangkan
menerus.Gunakan lotion minyak ; kulit sampai pada titik robkan pada sirosis
batasi pengguaan sabun untuk berat.
mandi.
5. Gunting kuku jari hingga pendek: Mencegah pasien dari cidera tambahan
berikan sarung tangan bila pada kulit khususnya bila tidur.
diindikasikan.
30
Intervensi Rasional
1. Observasi frekuensi, kedalaman, Pernapasan dangkal cepat/dispnea
dan upaya pernapasan mungkin ada sehubungan dengan hipoksia
dan/atau akumulasi cairan dalam abdomen
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses Memberikan dasar pengetahuan pada
penyakit/prognosis dan klien yang dapat membuat pilihan
harapan yang akan datang. informasi.
31
5. Tekankan perlunya Sifat penyakit yang mempunyai potensial
mengevaluasi kesehatan dan untuk komplikasi mengancam hidup.
mentaati program teraupetik. Memberikan kesempatan untuk evaluasi
keefektifan program termasuk patensi
pirau yang digunakan.
32
Dx VI : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat
badan
Intervensi Rasional
1. Tawarkan diet TKTP (tinggi Memberikan kalori bagi tenaga dan
kalori tinggi protein ) protein bagi roses penyembuhan
Intervensi Rasional
1. Catat suhu tubuh secara teratur Memeberikan dasar untuk deteksi hati dan
evaluasi intervensi
2. Motivasi asupan cairan. Memperbaiki kehilangan cairan akibat
prespirasi serta febris dan meningkatkan
kenyamanan pasien
Intervensi Rasional
33
1. Batasi natrium seperti yang Meminimalkan pembentukan edema
diresepkan
3. Baik dan ubah posisi pasien Meminimalkan tekanan yang lama dan
dngan sering meningkatkan mobilisasi edema
Dx IX : Risiko cedera
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring Mengurangi kebuthan metabolik dan
ketika pasien megalami melindungi diri
gangguan rasa nyaman
34
2. Berikan anti spasmodik dan Mengurangi iritabilitas traktus
sedatif seperti yang diresepkan gastrointestinaldan nyeri serta gangguan
nyaman pada abdomen
Intervensi Rasional
1. Batasi protein makanan seperti Mengurangi sumber amonia ( makanan
yang diresepkan sumber protein )
5. Pelihara hiegine oral sebelum Mengurangi cita rasa yang tidak enak.
makan
2.2.5 Evaluasi
35
i. Tidak terjadi risiko cedera
j. Nyeri berkurang dan peningkatan rasa nyaman
k. Tidak terjadi perubahan proses berfikir
36
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang laki-laki 57 tahun, Bali Indonesia, petani, Bebandem Karangasem.
Pasien meiliki keluhan utama perut membesar. Pasien datang sadar dan diantar oleh
keluarga ke Rumah Sakit B pada tanggal 25 Juli 2018 mengeluh perut membesar.
Perutnya dikatakan membesar secara perlahan pada seluruh bagian perit sejak 3
bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Perutnya dirasakan semakin hari semakin
membesar dan bertamah tegang, namun keluhan perut membesar ini tidak sampai
membuat pasien sesak dan kesulitan bernapas.
Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati sejak 1 bulan namun memberat sejak
3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri ulu hati dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan
terus –menerus dirasakan oleh pasien sepanjang hari. keluhan ini dikatakan tidak
membaik ataupun memburuk dengan makanan. Keluhan nyeri juga disertai
mualyang dirasakan hilang timbul namun dirasakan sepanjang hari, dan muntah yang
biasanya terjadi setelah makan. Muntahan berisi makanan atau minuman yang
dimakan sebelumnya, dengan volume kurang lebih ½ gelas aqua, tapi tidak ada
darah. Keluhan mual dan muntah ini membuat pasien menjadi malas makan (tidak
nafsu makan).
Pasien juga mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.
Keluhan lemas dikatatakan diarasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun
pasien telah beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan
semakin memberat dari hari ke hari hingga akhirnya 6 hari sebelum masuk Rumah
Sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari- hari. Selain itu, pasien juga
mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki sejak 6 minggu sebelum masuk Rumah
Sakit yang membuat pasien suasah berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang
ataupun bertambah ketika dipakai berjalan ataupun diistirahatkan. Keluhan kaki
bengkak ini tidak disertai rasa nyeri dan kemerahan.
Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa
buang air besarnya bewarna hitam seperti aspal dengan konsistensi sedikit lunak
sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit dengan frekuensi 2kali per hari dan
volume kira-kira ½ gelas setiap buang air besar. Buang air ekcil dikatakan berwarna
seperti teh sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, dengan frekuensi 4-5 kali
37
per hari dan volumenya kurang lebih ½ gelas tiap kali buang air keil. Rasa yeri ketika
buang air kecil disangkal oleh pasien.
Paien juga mengatakan bahwa kedua matanya berwarna kuning sejak 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Warna kuning ini muncul perlahan-lahan.
Riwayat kulit tubuh pasien menguning disangkal. Selain itu, dikatakan pula bahwa
beberapa hari terakhir, pasien merasa gelisah dan susah tidur dimalam hari. Keluhan
paans badan, rambut rontok dan gusi berdarah disangkal oleh pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, berat badan 69 kg, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 92x
per menit, laju respirasi 20x per menit, suhu axilla 37°C, dan VAS : 3/10 di daerah
epigastrum. Tampak kongjungtiva anemis pada pemerksaan mata dan ginekomastia
pada pemeriksaan thoraks. Dari pemeriksaan abdomen, pada inspeksi tampak adanya
distensi, dari palpasi didapatkan hepar dan lien sulit dievaluasi dan ada nyeri tekan
pada regio abdomen epigastrum dan hipokondrium. Dar perkusi abdomen didapatkan
undulasi (+), shifting dullness (+) dan tarube space redup. Tampak edema pada kedua
ekstremitas bawah.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang diagnosis
pasien ini. Didaptkan bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, SGOT, SGPT,
BUN dan kreatinin pada pasienmeningkat, sedangkan albumin rendah. Peemriksaan
HbsAg dan anti HVC hasilnya nonreaktif. Dari pemeriksaan USG Abdomen
didapatkan kesan pengecilan hepar dengan splenomegali sesuai dengan gambaran
sirosis hepatis, acsites, dan curiga nefritis bilateral. Dari pemeriksaan
Esophagogastroduodenoscopy didapatkan varises esofagus grade I 1/3 distal, mucosa
bleeding pada gaster dengan kesimpulan GHP berat dan varises esofagus grade I.
Dari Pemeriksaan cairan ascites (Tes Rivalta) didapatkan eritrosit 2-3/lp bentuk utuh,
cell 261 (poly 30%, mono 70%) albumin 0,32, glukosa 128m, LDH 126, glukosa
liquor 50-75.
Pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis (Child Pugh C) + ensefalopati
hepatikum grade I + melena et causa gastrpati hipertensi portal berta + varises
esofagus grade I +acsites grade II. Dimana penatalaksanaan pada pasien ini adalah
masuk Rumah Sakit, diet cair (tanpa protein), rendah garam, batasi cairan (1 lt/hari),
infuse DS 10% : NS: Aminoleban= 1:1:1→20 tetes per menit, propanolol 2 x 10mg,
spironolacton 100mg (pagi), furosemide 40mg (pagi), omeperazole 2 x 40mg,
sucralfat syr 3 x CI, asam folat 2 x II, lactulosa sirup 3x CI, paramomycin 4 x 500
38
mg, lavement tiap 12 jam, transfusi albumin 20% 1 kolf/hari → s/d albumin 3 gr/dl,
dan nebul ventolin bila mengalami sesak.
39
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
40
2. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan) :
Tidak ada
b. Riwayat kecelakaan :
Tidak ada
c. Riwayat di rawat di Rumah Sakit (kapan, alasan dan berapa lama) :
Klien sebelumnya tidak pernah di rawat di RS.
d. Riwayat pemakaian obat :
Tidak ada
4. Penyakit yang pernah di derita oleh anggota keluarga yang menjadi faktor resiko
Tidak ada penyakit yang pernah diderita oleh keluarga yang menjadi faktor resiko
penyakit klien saat ini.
41
e. Mekanisme koping terhadap stress :
( -) Pemecahan Masalah ( - ) Minum obat
( -) Makan ( - ) Cari pertolongan
(√ ) Tidur ( - ) Lain-lain (Misal : marah, diam)
42
Pola Kebiasaan
POLA KEBIASAAN
HAL YANG DIKAJI
Sebelum Sakit Di Rumah Sakit
Pola Nutrisi Tidak nafsu Tidak nafsu makan
Nafsu makan : baik/tidak makan karena karena
Alasan : Keluhan mual dan Keluhan mual dan
(Mual, muntah, sariawan) muntah muntah
Pola Eliminasi
1) B.a.k : Frekuensi urin 4- Frekuensi urin 4-
Frekuensi : 5 x/ hari 5x/hari
........................x/hari
Warna urin Warna urin kuning
Warna : kuning kecoklatan (seperti
kecoklatan teh)
(seperti teh)
Volume urine Volume urine 125cc
125cc
Keluhan: Tidak ada Tidak ada
2) B.a.b :
Frekuensi : ................ x/hari 2x/hari 1x/hari
43
Warna: Hitam pekat Hitam pekat
(seperti aspal)
44
2) Minuman keras NAPZA : Ya Tidak
Ya/Tidak 2 x 1 hari
Frekuensi : …………………. 500 ml
Jumlah : ……………………. 5 tahun
Lama pemakaian ; ………….
45
k. Pemakaian kaca mata : ( √ ) Tidak (-) Ya, Jenis -
l. Pemakaian lensa kontak : Tidak ada
m. Reaksi terhadap cahaya : Baik
3. Sistem pendengaran :
a. Daun telinga : ( √ ) Normal ( - ) Tidak, kanan/kiri
b. Karakteristik serumen (warna, konsistensi, bau) :Tidak ada
c. Kondisi telinga tengah : ( √ ) Normal ( - ) Kemerahan
( - ) Bengkak ( - ) Terdapat lesi
d. Cairan di telinga : ( √ ) Tidak ( - ) Ada
e. Perasaan penuh di telinga : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
f. Tinitus : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
g. Fungsi pendengaran : ( √ ) Normal ( - ) Kurang
( - ) Tuli, kanan/kiri
h. Gangguan keseimbangan : ( √ ) Tidak (-) Ya
i. Pemakaian alat bantu : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
5. Sistem pernafasan :
a. Jalan nafas : (√ ) Bersih
( - ) Ada
b. Pernafasan : (√ ) Tidak sesak ( - ) Sesak
c. Menggunakan otot bantu nafas : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
d. Frekuensi : 20 x/menit
e. Irama : ( √ ) Teratur ( - ) Tidak teratur
f. Jenis pernafasan : Spontan
g. Kedalaman : ( √ ) Dalam ( - ) Dangkal
h. Batuk : ( √ ) Tidak ( - ) Ya
46
i. Sputum : (√ ) Tidak ( - )Ya
j. Konsistensi : ( - ) Kental ( - ) Encer
k. Terdapat darah : ( - ) Ya ( - ) Tidak
l. Palpasi dada : Tidak teraba massa
m. Perkusi dada : Suara dada resonan pada kedua lapang paru
n. Suara nafas : ( √ ) Vesikuler ( - ) Ronkhi
( - ) Wheezing ( - ) Rales
o. Nyeri saat bernafas : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
p. Penggunaan alat bantu nafas : ( √ ) Tidak ( - ) Ya
6. Sistem kardiovaskuler :
a. Sirkulasi perifer
Nadi 92 x/menit : Irama : ( √ ) Teratur ( - ) Tidak teratur
Denyut : ( - ) Lemah ( √ ) Kuat
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Distensi vena jugularis : Kanan : ( √ ) Ya ( - ) Tidak
Kiri : ( √ ) Ya ( - ) Tidak
Temperatur kulit : ( √ ) Hangat ( - ) Dingin
Warna kulit : ( √ ) Pucat ( - ) Cyanosis ( - ) Kemerahan
Pengisian kapilar : 3 detik
Edema : ( √ ) Ya, letak : ( - ) Tidak
( √ ) Tungkai atas (-) Tungkai bawah
( - ) Periorbital ( - ) Muka
( - ) Skrotalis ( - ) Anasarka
b. Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical : 70 x/menit
Irama : ( √ ) Teratur ( - ) Tidak teratur
Kelainan bunyi jantung : ( - ) Mumur ( - ) Gallop ( √ ) Tidak ada
Sakit dada : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
Timbulnya : ( - ) Saat beraktivitas (√) Tanpa aktivitas
( - ) Seperti ditusuk-tusuk
( - ) Seperti terbakar
( - ) Seperti tertimpa benda berat
47
Skala nyeri : Tidak ada
7. Sistem hematologik :
Gangguan hematologi :
Pucat : ( √ ) Tidak ( - ) Ya
Pendarahan : ( √ ) Tidak ( - ) Ya
( - ) Ptechie ( - ) Purpura ( - ) Mimisan
( - ) Perdaraah gusi ( -) Echimosis
9. Sistem pencernaan :
a. Keadaan mulut :
1) Gigi : ( - ) Caries ( √ ) Tidak
2) Penggunaan gigi palsu : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
48
3) Stomatitis : ( - ) Ya ( √ ) Tidak
4) Lidah kotor : (√ ) Ya ( - ) Tidak
5) Saliva : ( √ ) Normal ( - ) Abnormal
b. Muntah : ( - ) Tidak ( √ ) Ya
Isi : ( √ ) Makanan ( √) Cairan ( - ) Hitam
Warna: ( √ ) Sesuai warna makanan
( - ) Kehijauan
( - ) Cokelat
( - ) Kuning
( - ) Hitam
Frekuensi : 3 x/hari
Jumlah : 125 ml / 1x muntah
c. Nyeri daerah perut : ( √ ) Ya, nyeri ulu hati ( - ) Tidak
d. Skala nyeri : 3 dari 10
e. Lokasi & karakteristik nyeri : Epigastrium
( √ ) Seperti ditusuk-tusuk ( - ) Melilit-lilit ( - ) Cramp
( - ) Panas/seperti terbakar ( - ) Setempat ( - ) Menyebar
( - ) Berpindah-pindah ( - ) Kanan atas
( - ) Kanan bawah ( - ) Kiri atas ( - ) Kiri bawah
f. Bising usus : 5x/menit
g. Diare : ( √ ) Tidak ( - ) Ya,
Lamanya
Frekuensi - x/menit
h. Warna feces : ( - ) Kuning ( - ) Putih seperti air cucian beras
( - ) Cokelat ( √ ) Hitam ( - ) Dempul
i. Konsistensi feces : (√ ) Setengah padat ( - ) Cair
( - ) Berdarah ( - ) Terdapat lender
( - ) Tidak ada kelainan
j. Konstipasi : ( √ ) Tidak ( - ) Ya
Lamanya - hari
k. Hepar : ( - ) Teraba (√) Tak teraba
l. Abdomen : ( - ) Kembung ( √ ) Ascites
( √ ) Distensi
49
10. Sistem endokrin :
Perbesaran kelenjar tiroid : ( √ ) Tidak ( - ) Ya
( - ) Exoptalmus
( - ) Tremor
( - ) Diaporesis
Nafas berbau keton : ( - ) Ya (√ ) Tidak
( - ) Poliuri ( - ) Polidipsi ( - ) Poliphagi
Luka gangren : ( √ ) Tidak ( - ) Ya, Lokasi -
Kondisi luka -
50
Warna kulit : ( - ) Pucat ( - ) Sianosis ( - ) Kemerahan
Keadaan kulit : (√ ) Baik ( - ) Lesi ( - ) Ulkus
( - ) Luka, Lokasi -
( - ) Insisi operasi, Lokasi -
Kondisi -
( - ) Gatal-gatal ( - ) Memar/lebam
( - ) Kelainan pigmen
( - ) Luka bakar, Grade - Porsentase
( - ) Dekubitus , Lokasi -
Kelainan kulit : ( √ ) Tidak ( - ) Ya, Jenis -
Kondisi kulit daerah pemasangan infus : Tidak ada plebitis
Keadaan rambut : Tekstur ( √ ) Baik ( - ) Tidak ( - ) Alopesia
Kebersihan ( √ ) Ya ( - ) Tidak
3333 3333
Klien mengetahui perutnya membesar karena penyakitnya, tetapi klien belum dapat
menjelaskan dengan tepat tentang penyakitnya.
51
DATA PENUNJANG (Pemeriksaan Diagnostik yang menunjang masalah : Lab, Radiologi,
Endoskopi, dll)
52
Hematologi
Hemoglobin 10.2 gdl 11.7 – 15.5 Rendah
Hematokrit 31.49 % 32 – 47 Rendah
Eritrosit 2 - 3 juta/µL 3.8 – 5.2 Rendah
Leukosit 9.60 102 3/µL 3.60 – 11.00 Normal
Trombosit 150 ribu/µL 150 – 440 Normal
Elektrolit
Natrium (Na) 136 mmol/L 125 – 147 Normal
Kalium (K) 4.2 mmol/L 3.5 – 5.0 Normal
Klorida (Cl) 108 mmol/L 98 – 108 Normal
Kesimpulan:
53
IV. PENATALAKSAAN MEDIS
B. Cairan : Infus DS 10% 500 ml : NS 0,9%500 ml : Aminoleban 500 ml = 1:1:1 / 24
jam (1 kolf = 20 tpm / 8 jam)
C. Diet : Diit cair tanpa protein, rendah garam 2000 kkal / hari
D. Obat :
a. Propanolol 2 x 10 mg jam 08.00 dan 20.00 (PO)
Efek: untuk menurunkan tekanan darah.
b. Spironolakton 1 x 100 mg jam 08.00(PO)
Efek: untuk membuang air dari dalam tubuh melalui urin.
c. Furosemide 1 x 40 mgjam 08.00 (PO)
Efek: mengurangi cairan berlebih dalam tubuh.
d. Omeprazole 2 x 40 mg jam 08.00 dan 20.00 (PO)
Efek: untuk tukak lambung.
e. Sucralfat syr 3 x CI jam 08.00, 14.00, 22.00 (PO)
Efek: untuk mencegah perdarahan sistem pencernaan.
f. Asam folat 2 x II jam 08.00 dan 20.00 (PO)
Efek : suplemen nutrisi, terapi anemia megaloblastik.
g. Lactulosa syr 3 x CI jam 08.00, 14.00, 22.00 (PO)
Efek: laksatifdan mencegah ensefalopati hepatikum.
h. Paromomycin 4 x 500 mg jam 08.00, 14.00, 20.00, 02.00 (PO)
Efek: antibiotik dan untuk mengobati msalah liver.
i. Pemberian albumin 20 % 50cc/hr IV s/d albumin > 3 gr/dl.
j. Ventolin (inhalasi) bila sesak.
54
A. ANALISA DATA
2 DS:
- Klien mengeluh nyeri ulu hati
sejak 1 bulan, nyeri bertambah
parah sejak 3 hari yang lalu
DO :
- Hasil TTV :
TD = 110/80 mmHg
N = 92x/mnt
RR = 20x/mnt
S = 37,0 °C
- Skala nyeri : 3/10 didaerah
epigastrium
- Ada nya distensi pada abdomen
55
- Adanya nyeri tekan pada regio
epigastrium dan hipokondrium
- Dari pemeriksaan USG abdomen
didapatkan kesan pengecilan hepar
dengan splenomegali
3. DS :
Klien mengatakan :
- Mual hilang timbul sepanjang hari.
- Muntah setelah makan berisi
minuman dan makanan yang
dimakan sebelumnya dengan
volume ±1/2 gelas aqua, tidak ada
darah
- Tidak nafsu makan
- BB sebelum sakit 77 kg dan tinggi
badan 178 cm
- BAB berwarna hitam seperti aspal - Ketidakmampuan
dengan konsistensi sedikit lunak mengabsorsi nutrien Defisit nutrisi
sejak tujuh hari yang lalu, dengan - Intake nutrien yang
frekuensi 2x/hari dan volume ½ tidak adekuat
gelas
DO :
Antropometri (A)
- TB : 178 cm
- BB sebelum sakit : 77 kg
- BB setelah sakit : 69 kg
- Lingkar Lengan : 18 cm
Bioclinical (B)
- Hemoglobin : 10.2 gdl
- Hematokrit : 31.49 %
- Albumin : 0.32 g/dL
Clinical signs (C)
- Konjungtiva : Anemis
- Sklera : Ikterik
Diit (D)
Diit cair tanpa protein, rendah garam
2000 kkal / hari
4. DS :
Klien mengatakan :
- Lemas dirasakan terus menerus
tidak menghilang walaupun klien
telah beristirahat
Kondisi fisiologis Keletihan
DO : (penyakit kronis)
- Klien tidak bisa melakukan
aktivitas sehari hari
- Klien tampak lemas
- Kebutuhan istirahat klien
meningkat
56
5. DS :
Klien mengatakan :
- Tidak nafsu makan
- Perut membesar sejak 3 bulan
terakhir
- Bengkak pada kedua kaki dan sulit
berjalan sejak 6 minggu sebelum
masuk RS - Defisit nutrisi Resiko Gangguan
- Kelebihan volume Integritas Kulit
DO : cairan
- TB : 178 cm
- BB sebelum sakit : 77 kg
- BB setelah sakit : 69 kg
- Lingkar Lengan : 18 cm
- Lingkar Perut : 98 cm
- Hemoglobin : 10.2 gdl
- Hematokrit : 31.49 %
- Albumin : 0.32 g/dL
- Konjungtiva : Anemis
- Sklera : Ikterik
- Adanya distensi dan asites pada
pemeriksaan abdomen
- Tampak edema pada kedua
ekstrimitas bawah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PARAF
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TANGGAL
DAN NAMA
DX (Diisi Berdasarkan Prioritas Masalah) DITEMUKAN TERATASI
JELAS
Hipervolemi b.d Gangguan mekanisme
regulasi d.d klien mengatakan perutnya
membesar, bengkak pada kedua kaki
dan sulit berjalan. Pemeriksaan
abdomen adanya distensi pada seluruh
25 Juli 2018 KELOMPOK
1. kuadran, Perkusi abdomen undulasi +, 3
shifting dullnes +, traube space redup,
edema pada kedua ekstremitas bawah,
JVP meningkat kanan dan kiri, refleks
hepatojugular positif, lingkar perut :
98cm, balance cairan : + 1.574 ml.
Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan
mengabsorsi intake nutrien yang tidak
adekuat d.d Klien mengatakan mual 25 Juli 2018 KELOMPOK
2. 3
secara hilang timbul sepanjang hari,
muntah setelah makan, tidak nafsu
makan, BAB berwarna hitam seperti
57
aspal dengan konsistensi sedikit lunak.
Antropometri (A) TB : 178cm , BB
sebelum sakit : 77kg, BB setelah sakit :
69kg, Lingkar Lengan : 18cm,
Bioclinical (B) , Hemoglobin : 10.2 gdl,
Hematokrit : 31.49 %, Albumin : 0.32
g/dL. Clinical signs (C), Konjungtiva :
Anemis, Sklera : Ikterik, Diit (D), Diit
cair tanpa protein, rendah garam.
Nyeri akut b.d Agen pencedera
fisiologis d.d Klien mengatakan nyeri
sejak 1 bulan, nyeri bertambah parah
sejak 3 hari yang lalu. P: Nyeri akibat
penyakitnya. Q: Seperti ditusuk-tusuk,
nyeri terus-menerus, nyeri tidak
membaik ataupun memburuk dengan
makanan. R: Nyeri pada ulu hati. S:
Klien mengatakan nyeri skala 3 (nyeri 25 Juli 2018 KELOMPOK
3. 3
ringan) dari rentang 1-10. T: Nyeri terus
menerus sepanjang hari. Hasil TTV =
TD : 110/80 mmHg, N : 92x/mnt, RR :
20x/mnt, S : 37,0°C, Skala nyeri : 3/10
di daerah epigastrium, distensi pada
abdomen, nyeri tekan pada regio
epigastrium dan hipokondrium, USG
abdomenkesan pengecilan hepar dengan
splenomegali.
58
C. RENCANA (INTERVENSI) KEPERAWATAN
Meliputi Tindakan Keperawatan Independen dan Dependen
59
mg (08.00) (PO) meningkatkan
eksresi air sambil
menghemat
kalium
7. Berikan obat
sesuai indikasi : Indikasi untuk tukak
Omeprazole 2x 40 lambung
mg (08.00 dan
20.00) (PO)
60
22.00) (PO) sistem pencernaan
61
BAB IV
PEMBAHASAN
Sirosis hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar
yang mengakibatkan distrosi struktur hepar dan hilangya sebagian besar fungsi hepar.
Penyebab sirosis hepatis antara lain adalah intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis,
hepatitis virus, hepatotoksin, alkoholnisme dan malnutrisi.
Dalam kasus pada data pengkajian klien datang ke rumah sakit dengan keluhan
utama perut membesar secara perlahan pada seluruh bagian perut sejak 3 bulan yang
lalu. Keluhan ini disebabkan adanya disfungsi hati ; gangguan metabolisme protein
menyebabkan hipoalbumin ; transudasi cairan intrasel ke ekstrasel menyebabkan
asites dan edema tungkai.
Keluhan lain yaitu nyeri ulu hati yang disertai mual dan muntah dan biasanya
terjadi setelah makan disebabkan adanya hipertensi portal yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah esofagus dan lambung, terjadi varises esofagus dan
pendarahan masuk ke saluran cerna atas (lambung) dan bercampur dengan asam
lambung menyebabkan erosi hemoralgik pada lambung karena sifat korosif HCl,
menyebabkan perforasi dinding lambung yang menyebabkan nyeri ulu hati. Nyeri
dirasakan dengan skala 3 di epigastrium seperti ditusuk-tusuk dan tidak menyebar.
Selain itu, muntah klien berisi makanan dan cairan dengan warna sesuai dengan
warna makanan sekitar 125ml dan frekuensi muntah ialah 3x sehari.
Pada pemeriksaan pada mata didapatkan sklera klien mengalami ikterik karena
Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin, menimbulkan ikterus
dan jaundice, selain itu konjungtiva klien anemis.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum klien dalam sakit sedang dengan GCS 15,
kesadaran compos mentis. pada balance cairan yang didapatkan ialah +1.574 ml, nilai
normal balance cairan yaitu 200-400ml sehingga dapat dikatakan intake klien lebih
besar dibandingkan dengan output.
62
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang ditegakkan sebagai tiga prioritas utama sesuai dengan kegawatan,
yang mengancam nyawa, dan urutan kebutuhan yaitu diagnosa pertama hipervolemi
b.d gangguan mekanisme regulasi d.d klien mengatakan perutnya membesar secara
sejak 3 bulan terakhir, bengkak pada kedua kaki dan sulit berjalan. Pemeriksaan
abdomen adanya distensi pada seluruh kuadran,perkusi abdomen undulasi +, shifting
dullnes +, traube space redup,edema pada kedua ekstremitas bawah, JVP meningkat
kanan dan kiri,refleks hepatojugular positif, lingkar perut : 98 cm, balance cairan : +
1.574 ml.
Diagnosa kedua yaitu defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorsi intake
nutrien yang tidak adekuat d.d klien mengatakan mual secara hilang timbul sepanjang
hari,muntah setelah makan, tidak nafsu makan,BAB berwarna hitam seperti aspal
dengan konsistensi sedikit lunak, Antropometri (A) TB : 178cm, BB sebelum sakit :
77kg, BB setelah sakit : 69kg, Lingkar Lengan : 18cm, Bioclinical (B) Hemoglobin :
10.2 gdl, Hematokrit : 31.49 %, Albumin : 0.32 g/dL. Clinical signs (C), Konjungtiva
: Anemis, Sklera : Ikterik, Diit (D), Diit cair tanpa protein, rendah garam.
Diagnosa ketiga yang ditegakkan yaitu nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
d.d klien mengeluh nyeri sejak 1 bulan, nyeri bertambah parah sejak 3 hari yang
lalu,P: Nyeri karena penyakitnya, Q: Seperti ditusuk-tusuk, R: Nyeri tidak membaik
ataupun memburuk dengan makanan , S: Klien mengatakan nyeri skala 3 dari rentang
1-10 , T: Nyeri terus menerus sepanjang hari, TTV = TD: 110/80 mmHg, N :
92x/mnt, RR : 20x/mnt , S : 37,0°C, Skala nyeri : 3/10 didaerah
epigastrium,distensiabdomen,nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium,
USG abdomen kesan pengecilan hepar dengan splenomegali.
Intervensi yang akan dilakukan sesuai dengan referensi yang didapat dan
kesesuaian dengan kebutuhan klien. Intervensi diagnosa hipervolemi yaitu monitor
tanda - tanda vital klien untuk mengetahui keadaan umum klien, agar intake/asupan
yang akurat dan catat output pasien, kaji lokasi dan luas edema, Dorong tirah baring,
pasang urin kateter, berikan obat diuretik spironolakton 1 x 100 mg (08.00) (PO) dan
furosemide 1 x 40 mg (08.00) (PO). hasil yang ingin dicapai dalam diagnosa
hipervolemi yaitu edema berkurang, tidak ada distensi vena jugularis, balance cairan
63
dalam batas normal ±200-400 ml dan tanda – tanda vital dalam batasan normal TD :
110-120/80-90 mmHg, N : 60-100 x/menit, R : 16-20x/menit, S : 36,5 – 37,50˚C.
Intervensi diagnosa defisit nutrisi yaitu observasi fekuensi mual, durasi, tingat
keparahan, faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual, anjurkan makan
sedikit dan sering sesuai dengan diit klien, berikan makanan halus, hindari makanan
sesuai indikasi, berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, bandingkan
perubahan riwayat berat badan dan observasi lingkar perut klien dan LILA klien,
berikan obasesuai indikasi yaitu omeprazole 2x40 mg (PO) dan Asam folat 2 x II.
Hasil yang ingin dicapai yaitu Klien mengatakan mual muntahnya berkurang, nafsu
makan klien meningkat, nutrisi klien terpenuhi, konjungtiva an-anemis, sklera
anikterik, LILA dalam rentang normal (90-110%) LILA klien : 18/29,3x100%=
61,43% (Underweight), lingkar perut dalam rentang normal, BB klien ideal.
Intervensi diagnosa nyeri akut yaitu monitor tanda - tanda vital klien, observasi
nyeri secara komprehensif, ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi napas dalam, . atur
posisi klien senyaman mungkin sesuai dengan keinginan klien, kolaborasi pemberian
obat analgetik. Kriteria hasil yang ingin dicapai yaitu - klien mampu mengontrol
nyeri, klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri, klien menyatakan rasa nyeri berkurang, nyeri dengan skala 0, tanda – tanda
vital dalam batasan normal TD : 110-120/80-90 mmHg, N : 60-100 x/menit, R : 16-
20x/menit, S : 36,5 – 37,50˚C
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada
payah jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada
sindrom Felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Tjokronegoro, 2002).
5.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis
hepatis ini, hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di
lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta
pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selain itu asuhan keperawatan pada klien
dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung
dengan klien dengan sirosis hepatis.
65
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS
Berdasarkan Penerapan Diagnose Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus. Edisi
Revisi. Jilid 2. Jogjakarta: MediAction.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Setiati, dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing
Sherlock, S. (1997). Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Oxford : England Blackwell.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Sudoyo, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jilid IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 2002. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM
Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wibisono, Elita et., all. 2014. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Edisi IV. Bagian II.
Jakarta: Media Aesculapius.
66
67