Sustained Release
Sustained Release
Sustained Release
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.3. Tujuan..........................................................................................................................................1
3.1. Mekanisme Pelepasan dan Pelarutan Obat dari Sediaan Sustained release (Sustained Release
Drug Delivery System)...........................................................................................................................12
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................................19
4.1. Kesimpulan................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................20
KATA PENGANTAR
i
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya yang dilimpahkan kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah BIOFARMASI yang berjudul “Sustained Release” dengan baik dan tepat waktu.
Penulis
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama
dan memperpanjang aksi obat. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release)
dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat
segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasillkan efek terapeutik yang diinginkan
secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk
mempelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8
sampai 12 jam (Ansel dkk, 2005).
Bentuk sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak mendapatkan perhatian dalam
pengembangan sistem penghantaran obat karena dibandingkan bentuk sediaan konvensional,
bentuk lepas lambat memiliki beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat
mengurangi efek samping, mengurangi jumlah penggunaan, mengurangi fluktuasi obat dan
secara umum dapat meningkatkan kenyamanan bagi pasien (Welling, 1997).
Menurut Rao et al, (2001), tujuan utama dari sediaan lepas lambat adalah untuk
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu yang
diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang
merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis.
Penghantaran obat ke reseptor atau tempat bekerjanya obat sering terhambat dengan
adanya efek samping obat ataupun karena pelepasan obat tidak sesuai pada tempat kerjanya.
Untuk itu, obat dibuat dalam bentuk controlled release atau sediaan lepas terkendali. Sediaan
lepas terkendali ini mengatur pelepasan obat di dalam tubuh yang dimaksudkan untuk
meningkatkan efektifitas obat pada reseptornya.
Sediaan sustained release atau sediaan lepas lambat merupakan bagian dari bentuk
controlled relese. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang menyebabkan obat terlepas
ke dalam tubuh dalam waktu yang lama.
1.3. Tujuan
a. Secara teoritis, sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Biofarmasi
b. Untuk mengetahui dan memahami sistem penghantaran obat sediaan sustained release
c. Untuk mengetahui dan memahami perjalanan obat pada sediaan sustained release
1
d. Untuk mengetahui dan memahami nasib obat di dalam tubuh pada sediaan Sustained
Release
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. Definisi Sustained Release
Sustained release atau sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang
untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya
pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005).
Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu
memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan kemudian secara
konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis
yang cukup dan frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma
dapat dicapai secara cepatdan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan
konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan konvensional
peroral (Collett and Moreton, 2002).
Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan secara
cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat
aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi terapetik
secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat
menimbulkan overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik
obat. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk
mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi pemberian obat yang
lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi
(Collett and Moreton, 2002).
Tablet konvensional atau kapsul hanya memberikan kadar puncak tunggal dan sementara
(transient). Efek farmakologi kelihatan sepanjang jumlah obat dalam interval terapeutik. Masalah
muncul ketika konsentrasi puncak dibawah atau diatas interval terapeutik, khususnya untuk obat
dengan jendela terapeutik sempit. Pelepasan orde satu yang lambat yang dihasilkan oleh sediaan
lepas lambat dicapai dengan memperlambat pelepasan dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa
kasus, hal ini dapat diperoleh melalui proses pelepasan yang kontinyu (Jantzen and Robinson,
1996).
3
2.2. Anatomi Fisiologi Pencernaan
Lambung ialah salah satu dari suatu organ pencernaan makanan pada manusia.
Lambung berfungsi untuk menyimpan suatu makanan untuk sementara dan mengolah suatu
makanan tersebut agar bisa masuk ke usus kecil. Lambung mempunyai pH = 2 sehingga
bersifat sangat asam, sifat ini berfungsi agar lambung bisa menghancurkan suatu makanan
dan membunuh mikroorganisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Sebuah dinding
lambung disusun oleh 3 jenis otot, yaitu terdiri dari otot melingkar, memanjang, dan
menyilang, sehingga padaa saat otot-otot lambung ini berkontraksi akan terjadi gerakan
memutar makanan yang disebut gerakan peristaltik.
Bagian-bagian Lambung
1. Kardia
Kardia ialah suatu wilayah pertama dari sebuah lambung yang terletak
dibawah/setelah kerongkongan. karena itu, makanan akan memasuki kardia ketika
meninggalkan kerongkongan melalui sfingter esofagus bagian bawah.
2. Fundus
Fundus yaitu Dalam sebuah anatomi lambung, itu ialah bagian paling atas.
Dimana suatu gas dihasilkan Ketika pencernaan kimia terjadi di lambung,. Gas-
gas ini akan terakumulasi dalam fundus. Selain itu, fundus juga dapat menyimpan
suatu makanan yang tidak tercerna selama sekitar satu jam.
4
3. Korpus
Korpus ini ialah suatu wilayah utama lambung yang terletak di pusat organ, dan
disinilah sistem pencernaan kimia makanan terjadi.
2. Submucosa
Submucosa ialah suatu lapisan dimana suatu pembuluh darah arteri dan vena dapat
ditemukan untuk menyalurkan suatu nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus
untuk membawa suatu nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel
tersebut.
3. Muscularis
Muscularis ialah suatu lapisan otot yang membantu perut dalam sistem pencernaan
mekanis. Lapisan yang satu ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yaitu otot melingkar,
memanjang, dan menyerong.
Penyerapan zat aktif bergantung pada berbagai parameter, terutama sifat fisikokimia
molekul obat. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila sudah dibebaskan
dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan biologis (Aiache, 1993).
Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan suatu organ, obat tersebut harus
melewati berbagai membrane sel. Pada umumnya, membrane sel mempunyai struktur lipoprotein
yang bertindak sebagai membrane lipid semipermeabel. Banyak obat mengandung substituen
lipofilik dan hidrofilik. Obat–obat yang lebih larut dalam lemak lebih mudah melewati
membrane sel daripada obat yang kurang larut dalam lemak atau obat yang lebih larut dalam air.
6
gastrointestinal dengan mudah dan cenderung melepaskan bentuk sediaannya dalam
semburan dan dengan demikian diserap dengan cepat sehingga menyebabkan
peningkatan tajam konsentrasi obat darah dibandingkan dengan obat yang kurang
larut. Seringkali sulit untuk memasukkan obat yang larut dalam air dalam bentuk
sediaan dan menghambat pelepasan obat terutama bila dosisnya tinggi
d. Stabilitas obat
Obat menjalani hidrolisis asam / basa dan degradasi enzimatik bila diberikan rute
oral. Jika obat dalam kondisi padat, degradasi akan terjadi pada tingkat yang
dikurangi, untuk obat-obatan yang tidak stabil di perut sehingga memperpanjang
persalinan ke seluruh saluran pencernaan bermanfaat.Jika obat diberikan dalam
bentuk sediaan pelepasan diperpanjang yang tidak stabil di usus halus dapat
menunjukkan penurunan ketersediaan hayatiHal ini terjadi karena fakta bahwa jumlah
obat yang lebih banyak diantarkan dalam usus kecil dan mengalami penurunan lebih
besar.
2. Faktor biologis
Perilaku penyerapan obat dapat mempengaruhi kesesuaiannya sebagai produk
pelepasan yang diperluas. Tujuan perumusan produk sustained release adalah dengan
menempatkan kontrol pada sistem pengiriman. Adalah penting bahwa laju pelepasan
jauh lebih lambat daripada tingkat penyerapan. Jika kita menganggap waktu transit
bentuk sediaan di daerah serapan saluran GI sekitar 8-12 jam, waktu paruh maksimal
untuk penyerapan. Jika tidak, bentuk sediaan akan keluar dari daerah absorptif sebelum
pelepasan obat selesai. Oleh karena itu, senyawa dengan tingkat penyerapan absorpsi
rendah adalah kandidat yang buruk. Beberapa kemungkinan alasan rendahnya
penyerapan adalah kelarutan air yang buruk, koordinat partisi kecil, hidrolisis asam dan
metabolisme atau tempat penyerapannya.
Distribusi obat dalam jaringan dapat menjadi faktor penting dalam kinetika
eliminasi obat secara keseluruhan. Karena tidak hanya menurunkan konsentrasi obat yang
beredar tetapi juga dapat membatasi laju keseimbangannya dengan darah dan jaringan
vaskular ekstra, akibatnya volume distribusi yang jelas mengasumsikan nilai yang
berbeda tergantung pada waktu terapi obat.Obat dengan volume yang jelas tinggi
distribusi, yang mempengaruhi laju eliminasi obat yang kandidat miskin untuk sistem
pengiriman obat SR oral. Untuk desain produk pelepasan yang berkelanjutan, ilmuwan
formulasi harus memiliki informasi tentang disposisi obat.Obat yang dimetabolisme
secara ekstensif tidak sesuai untuk sistem pengiriman obat SR. Obat yang mampu
menginduksi metabolisme, menghambat metabolisme, dimetabolisme di tempat
penyerapan atau efek first-pass adalah kandidat yang buruk untuk pengiriman SR, karena
akan sulit mempertahankan tingkat darah konstan.
Obat yang dimetabolisme sebelum penyerapan, baik dalam lumen atau jaringan
usus, dapat menunjukkan penurunan ketersediaan hayati dari sistem pelepasan yang
berkelanjutan.Sebagian besar dinding usus jenuh dengan enzim. Karena obat dilepaskan
pada tingkat yang lambat ke daerah ini, obat yang lebih rendah tersedia dalam sistem
enzim. Oleh karena itu, sistem harus dirancang agar obat tetap berada di lingkungan itu
untuk memungkinkan konversi obat yang lebih lengkap ke metabolitnya.
a) Waktu paruh
8
Waktu paruh obat adalah indeks waktu tinggalnya di tubuh. Jika obat
tersebut memiliki umur paruh pendek (kurang dari 2 jam), dosisnya
mungkin mengandung obat dalam jumlah sangat banyak. Di sisi lain, obat
dengan masa paruh eliminasi 8 jam atau lebih cukup terkontrol dalam tubuh,
bila diberikan dalam dosis konvensional dari dan sistem pengiriman obat
Pelepasan Berkelanjutan pada umumnya tidak diperlukan dalam kasus
tersebut. Idealnya, obat tersebut harus memiliki waktu paruh 3-4
jamformulasi sistem pengiriman obat [2-5].
b) Indeks terapeutik
Obat dengan indeks terapeutik rendah tidak sesuai untuk dimasukkan ke
dalam formulasi pelepasan yang berkelanjutan. Jika sistem gagal dalam
tubuh, pembuangan dosis mungkin terjadi, yang menyebabkan toksisitas.
c) Ukuran dosis
Jika dosis obat dalam bentuk dosis konvensional tinggi, maka kadal tersebut
kurang sesuai untuk SRDDS. Hal ini karena ukuran satuan dosis Pelepasan
oral yang berkelanjutan akan menjadi terlalu besar untuk diberikan tanpa
kesulitan.
d) Jendela penyerapan
Obat-obatan tertentu bila diberikan secara oral hanya diserap dari bagian
tertentu dari saluran gastrointestinal. Bagian ini disebut sebagai 'jendela
penyerapan'. Kandidat ini juga tidak cocok untuk SRDDS.
2. Melalui Intraokular
Hughes PM dkk. menunjukkan Retinoid mempunyai sistem penghantaran obat
intraokular SR. Implan intraokular biokompatibel mencakup retinoid komponen dan
polimer biodegradable yang efektif membantu pelepasan komponen retinoid ke mata
untuk sebuah jangka waktu yang Panjang. Agen terapeutik dari implan dapat dikaitkan
dengan matriks polimer biodegradable, seperti sebuah matriks yang secara substansial
bebas dari alkohol polivinil. Implanttersebut dapat ditempatkan di mata untuk merawat
atau mengurangi Terjadinya kerusakan okular, seperti retina kerusakan, termasuk
glaukoma dan vitreoretinopati proliferative
Robinson MR et al. dihasilkan intraokular (US20100247606) SRDDS dan
metode untuk merawat kondisi mata. Biokompatibel, implan SR dan mikrosfer
bioerodible untuk penempatan intra camcorder atau anterior vitreal termasuk agen
hipertensi anti-hipertensi dan polimer biodegradable yang efektif obati kondisi hipertensi
okuler (seperti glaukoma) oleh kambuhan jumlah terapeutik dari agen anti-hipertensi
jangka waktu antara 10 hari dan 1 tahun
3. Melalui Intravena
Teknologi pengiriman obat secara intravena diinginkan untuk obat dosis tinggi
yang perlu diberikan lebih dari 8 sampai 10 jam. Teknologi pengiriman pelepasan
intravena yang berkelanjutan ini akan memungkinkan bolus obat (sekitar 40 sampai 60%)
dikirim dengan cepat pada pemberian intravena diikuti oleh dosis yang tersisa (60 sampai
40%) yang dikirim dengan cara yang hampir nol dari pemberian intravena ini melalui 8
sampai 10 jam interval. Teknologi pengiriman obat ini perlu menggunakan bahan yang
sudah dikenal sebagai aman atau dapat dengan mudah memenuhi syarat untuk pemberian
parenteral pada manusia. Teknologi pengiriman obat ini seharusnya tidak menimbulkan
10
beban bagi perawat yang mengelola obat ini di lingkungan rumah sakit. Teknologi ini
harus dapat menerima sekitar 2 gram obat dengan kelarutan berair sekitar 0,75 gram
dalam 50 mL pada 25 ° C dan kira-kira 1 gram dalam 50 mL pada suhu 37 ° C selama
interval 8 sampai 10 jam
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Mekanisme Pelepasan dan Pelarutan Obat dari Sediaan Sustained release (Sustained
Release Drug Delivery System)
1. Single unit
Menggunakan satu mekanisme dimana dalam sistem pelepasan obat dapat
dilakukan dengan cara :
a. Modifikasi kimia
Jika suatu obat dibutuhkan dalam dosis yang terus menerus, maka masalah
utama adalah kelarutan. Jika bahan obat diabsobsi secara konsisten baik
seluruhnya ataupun sebagian melalui saluran gastrointestinal, maka dengan
menurunkan kelarutan dari bahan tersebut akan memperpanjang waktu
melarut. Dengan cara ini obat akan diabsorbsi lebih lambat dengan periode
waktu yang panjang, dan efek terapeutik menjadi lebih panjang dengan
menggunakan derivat / turunan dari obat yang mempunyai daya larut lebih
rendah. Efek toksik dapat diturunkan serta memperpanjang masa kerja obat
TL = Toxic Limit
11
jumlah cukup. Sterotex (lemak nabati terhidrogenasi) dapat juga ditambahkan
sebagai basis lilin.
c. Sistem matriks
12
Gambar 3. Skema matriks dalam 2 dimensi pada satu sisi (ke kanan)
mengarah ke cairan
13
Salah satu kendala yang timbul pada bentuk sustained release adalah
waktu pengosongan lambung. Hal ini berbeda dari satu pasien ke pasien yang
lain, dari kondisi orang yang berpuasa dan tidak berpuasa, dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu maka dibuat tablet yang dapat mengapung di
dalam cairan lambung.
Sheth (1978) mendeskripsikan komposisi dari tablet mengapung 0-80%
bahan obat dan 20-75% methylcellulose, HPC, HPMC, hydroxyethylcellulose,
atau sodium carboxymethylcellulose (campuran dari bahan-bahan tersebut).
Komposisi ini akan menghasilkan produk yang akan mengapung yang
diformulasikan dengan 2 (dua) lapisan tablet dengan komposisi yang dapat
mengapung pada cairan lambung.
f. Tekanan osmotik (osmotic pump)
Prinsip tekanan osmotic dapat dilihat pada gambar 4. Inti tablet (core
tablet) yang mengandung bahan obat dan elektrolit (contoh; NaCl) dilapisi
dengan film yang dapat ditembus oleh molekul air (water permealbe) tetapi
tidak larut dalam air. Pada bagian luar tablet tersebut dibuat lubang dengan
seksama (diameter tertentu) sampai lapisan film. Pada saat kontak dengan
cairan pelarut (contoh; air), cairan pelarut akan masuk ke dalam tablet (dengan
cara difusi pada awalnya melalui lubang yang dibuat).
Elektrolit dan obat akan terlarut dan membentuk larutan jenuh dan akan
menghasilkan tekanan osmotik yang akan mendorong obat keluar melalui
lubang. Tekanan osmtoik ini dipengaruhi oleh kelarutan elektrolit, ekivalensi
ion, dan temperatur.
2. Multiple unit
14
Bentuk majemuk dari sustained dapat dilakukan dengan cara mikroenkapsulasi,
dengan mekanisme dari sistem matriks ganda, penyalutan molekul obat (film,
campuran film), sistem pompa osmotik ganda, dan tablet mikrokapsul.
2. Disolusi
Proses pelarutan sediaan sustained release berbeda dengan sediaan
konvensional, pada sediaan konvensional, obat setelah mengalami proses liberasi
akan langsung mengalami proses pelarutan. Misalnya, dari bentuk tablet dan
15
kapsul dapat langsung mengalami proses pelarutan, seiiring terjadinya proses
disintegrasi dan disagregasi.
Sedangkan pada sediaan sustained release, medium masuk ke sediaan
diikuti dengan pengembangan polimer yang digunakan dalam sediaan. Setelah itu,
zat aktif akan berdifusi ke permukaan dan dilepaskan dari sediaan. Namun, zat
aktif akan dilepaskan sedikit-sedikit, sehingga efektivitas obat akan diperpanjang.
3. Absorpsi
Tahap ini merupakan bagian dari fase biofarmasetik dan awal fase farmakokinetik
jadi tahap ini benar-benar merupakan masuknya zat aktif dalam tubuh.
Penyerapan zat aktif tergantung pada berbagai parameter terutama sifak fisiko-
kimia molekul obat. Dengan demikian proses penyerapan zat aktif terjadi apabila
sebelumnya sudah dibebaskan dari sediaan dan sudah melarut dalam cairan
biologi setempat.
3.3. Perjalanan Obat dalam Tubuh pada Sediaan Sustained Release
Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum tiba
pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi
menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fase farmakokinetik,
dan fase farmakodinamik.
Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai
tempat aksinya dalam kosentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya
kosentrasi obat tergantung dari jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan
kecepatan obat diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke
bagian lain dari badan. Berikut proses perjalanan obat dalam tubuh, meliputi :
1. Absorpsi
Setelah mengalami proses pelepasan dan pelarutan makan zat aktif akan
terabsorpsi. Zat aktif dapat terabsorpsi dilambung dan dapat juga terabsopsi di
usus. Zat aktif yang terabsorpsi di usus biasanya merupakan zat aktif yang
dapat terurai dengan cairan lambung, sehingga zat aktif tidak akan
menghasilkan efek farmakologi.
Pada obat yang diabsorpsi di lambung, jika lambung dalam keadaan
kosong maka proses absorpsi akan lebih cepat dengan cara filtrasi atau difusi
pasif. Zat aktif yang berukuran kecil akan dengan mudah masuk ke peredaran
darah. Sedangkan pada zat aktif yang memiliki derajat ionisasi yang rendah
akan memiliki bentuk tak terionisasi yang lebih larut dalam lemak sehingga
penyerapannya akan lebih besar. Jika lambung dalam keadaan penuh, zat aktif
akan berdifusi lebih lambat, karena adanya pengenceran obat dalam lambung
dan kontak dengan permukaa tempat absorpsi terbatas yang akibatnya
absorpsi ke dalam pembuluh darah lebih sedikit.
16
Pada obat yang diabsorpsi di usus terjadi di bagian pertama usus halus dan
usus bagian bawah. Bagian pertama duodenum merupakan bagian yang
memegang peranan penting dalam proses absorpsi karena adanya getah
empedu dan getah pancreas yang dapat melarukan lemak sehingga akan
mempermudah proses absorpsi. Bagian usus yang lain merupakan tempat
terjadinya absorpsi dengan difusi pasif untuk sejumlah senyawa larut lemak
atau bagian yang tidak terionkan (lipofil).
2. Distribusi
Zat aktif yang telat diabsorpsi dari saluran cerna sebelum di didisribusi ke
seluruh tubuh akan dibawa kehati terlebih dahulu dan dihati akan mengalami
metabolism. Baru setelah dimetabolisme zat aktif dan metabolitnya akan
didistribusikan ke seluruh tubuh.
3. Metabolisme dan Ekskresi
Pada proses metabolisme senyawa obat akan diubah menjadi senyawa
yang lebih polar sehingga kurang larut dalam lemak dan kebih mudah larut
dalam air yang akibatnya akan lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Pada
proses metabolism enzim yang berperan dalam proses ini yaitu enzim
mikrosom yang terdapat pada reticulum endoplama dan enzim nonmikrosom.
Pada proses ekskresi terjadi melalui ginjal, feses, paru-paru, kulit dan air
susu. Ekskresi dapat berupa obat aktif atau pun senyawa metabolitnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release bertujuan untuk
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu
yang diperpanjang.
2. Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release akan dilepaskan sedikit
demi sedikit sehingga jumlah obat yang terlarut di tempat terjadinya absorpsi juga
sedikit demi sedikit, sehingga efektivitas obat akan diperpanjang.
3. Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release memberikan konsentrasi
obat dalam plasma yang konstan (atau mendekati) selama periode waktu setelah
obat diberikan. Selama konsentrasi plasma obat dipertahankan dalam waktu yang
lama, dengan menggunakan bentuk sediaan sustained release efek samping dapat
17
diminimalkan, frekuensi pemberian obat dapat dilakukan, dan peningkatan
kebutuhan pasien dapat dicapai khususnya untuk terapi jangka panjang.
4. Mekanisme Pelepasan dan Pelarutan Obat dari Sediaan Sustained release
(Sustained Release Drug Delivery System), meliputi :
1. Single unit ( Modifikasi kimia ; tablet erosi ; sistem matriks; tablet mengapug
dan tekanan osmotic)
2. Multiple unit
3. Mukoadhesive sistem
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, 1982, Biofarmasetika, diterjemahkan oleh Widji Soeratri, Edisi II, 438-460,Airlangga
Press, Jakarta.
Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 490-492, 502-508,
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Indrawati, T., 2018, Perjalanan Obat Peroral dalam Tubuh, Penerbit Salemba Medika, Jakarta
Shargel, L., and Yu, A. B. C., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
diterjemahkan oleh Fasich, dan Siti Sjamsiah, Edisi II, 21-25, 88-99, Penerbit Universitas
Airlangga, Surabaya
18