Kelompok 5 Alat Ukur Faktor Lingkungan
Kelompok 5 Alat Ukur Faktor Lingkungan
Kelompok 5 Alat Ukur Faktor Lingkungan
Disusun Oleh:
Neni Oktavia
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdullillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberi kesempatan kami untuk menyusun makalah ini yang berjudul
“Peralatan Untuk Mengukur Faktor- Faktor Lingkungan” semoga dalam
penyusunan makalah ini bermanfaat bagi pengetahuan kita semua. Sholawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Isa Ma’rufi, S.KM., M.Kes selaku ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat (IKM) Pasca Sarjana Universitas Jember
2. Dr.Dwi Wahyuni, M.Kes. selaku pembimbing Mata Kuliah Pengendalian
Vektor Penyakit Tropis .
3. Semua dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Pasca
Sarjana Universitas Jember.
4. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberi dukungan kepada
kami baik dari segi material maupun spiritual
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4
BAB II .................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
2.1. Peralatan Untuk Mengukur Faktor- Faktor Lingkungan. .................... 6
2.2. Jenis - Jenis Alat Ukur Lingkungan ....................................................... 10
2.2.1.1 Thermometer ................................................................................... 10
2.2.1.2 Minimum- Maximum Thermometer. ............................................ 12
2.2.2. Termometer Air ................................................................................. 16
2.2.3. Sling Hygrometer (Psikrometer Putar) ........................................... 17
2.2.4. Salinity Sphectrometer ...................................................................... 18
2.1.5 p.H. Indikator. .................................................................................... 21
2.1.6. Anemometer ( alat ukur kecepatan angin )..................................... 27
2.1.7. Pengukur Curah Hujan. ................................................................... 32
2.1.8. Altimeter. ............................................................................................ 41
2.1.9. Lensatic Compas. ............................................................................... 43
2.1.10. Dipper ............................................................................................... 47
BAB III ................................................................................................................. 48
CONTOH KASUS DAN ANALISIS ................................................................. 48
3.1. CONTOH KASUS.................................................................................... 48
3.2 ANALISIS .................................................................................................. 49
BAB IV ................................................................................................................. 50
PENUTUP ............................................................................................................ 50
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 50
4.2 Saran .......................................................................................................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
tumbuhan. Udara dan tanah adalah faktor abiotik yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan organisme-organisme teresterial. Selain pengukuran pada kondisi fisika
kimia sebagai faktor lingkungan habitatnya, kehadiran tumbuhan dapat
mempengaruhi kondisi udara dan tanah. Mikroklimat merupakan kondisi udara
yang berpengaruh dan berhubungan langsung dengan tumbuhan. Walaupun hanya
dalam daerah yang sangat kecil, mikroklimat dapat menyebabkan adanya variasi
dalam tipe dan komposisi tumbuhan. Komponen mikroklimat tersebut antara lain
temperatur udara (suhu), kelembaban udara, intensitas cahaya dan kecepatan
angin. Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang
diperlukan organisme untuk hidup. Pada beberapa jenis organisme, yang ada yang
hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu. Suhu lingkungan merupakan faktor
penting dalam ekosistem karena pengaruhnya pada proses fisiologis organisme
penghuni ekosistem (Odum, 1971). Penghuni ekosistem ini termasuk didalamnya
yang diklasifikasikan pada jenis vektor.
Vektor dapat didefinisikan sebagai binatang atau hewan yang diwakili
oleh phylum Arthropoda (mayoritas diwakili oleh kelas insekta) yang menularkan
penyakit, baik virus, bakteri, maupun mikro organisme lainnnya kepada manusia
khususnya. Penyakit tular Vektor dan zoonotik merupakan penyakit menular
melalui Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, antara lain malaria, demam
berdarah, filariasis (kaki gajah), chikungunya, japanese encephalitis (radang otak),
rabies (gila anjing), leptospirosis, pes, dan schistosomiasis (demam keong).
Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi serta
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan/atau wabah serta
memberikan dampak kerugian ekonomi masyarakat.
Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik selain
dengan pengobatan terhadap penderita, juga dilakukan upaya pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit, termasuk upaya mencegah kontak secara
langsung maupun tidak langsung dengan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit,
guna mencegah penularan penyakit menular, baik yang endemis maupun penyakit
baru (emerging).
3
BAB II
PEMBAHASAN
ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah
tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur
sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur bisa tidak normal
bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor
mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si
pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang
terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur
yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.
Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak
banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang
digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi
lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau
temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur
ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu
penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah.
Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila
terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur
lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.
Telur nyamuk akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu
20-40°C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh
suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat
perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam
waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3
hari sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari
(Gandahusada, 1998).
Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin
atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara
kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer.
Suhu dapat diukur dengan menggunakan termometer yang berisi air raksa
atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang
artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to measure).
Pada awal penemuannya, alat ini terdiri dari pipa kapiler yang
menggunakan material kaca dengan kandungan Merkuri di ujung bawah.
Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat sedemikian rupa sehingga hampa
udara. Jika temperatur meningkat, Merkuri akan mengembang naik ke arah
atas pipa dan memberikan petunjuk tentang suhu di sekitar alat ukur sesuai
dengan skala yang telah ditentukan. Skala suhu yang paling banyak dipakai
di seluruh dunia adalah Skala Celcius dengan nilai 0 untuk titik beku dan
poin 100 untuk titik didih.
Termometer Merkuri pertama kali dibuat oleh Daniel G. Fahrenheit.
Peralatan sensor panas ini menggunakan bahan Merkuri dan pipa kaca
dengan skala Celsius dan Fahrenheit untuk mengukur suhu. Pada tahun 1742
Anders Celsius mempublikasikan sebuah buku berjudul “Penemuan Skala
Temperatur Celsius” yang diantara isinya menjelaskan metoda kalibrasi alat
termometer seperti dibawah ini:
Letakkan silinder termometer di air yang sedang mencair dan tandai poin
termometer disaat seluruh air tersebut berwujud cair seluruhnya. Poin ini
adalah poin titik beku air. Dengan cara yang sama, tandai poin
12
Canterbury, pada 1780 sehingga thermometer jenis ini juga dikenal sebagai
thermometer maximum minimum six bellani.
Termometer maximum minimum ini bekerja dengan adanya katup pada
leher tabung dekat bohlam. Saat suhu naik, air raksa didorong ke atas melalui
katup oleh gaya pemuaian. Saat suhu turun, air raksa tertahan pada katup dan
tidak dapat kembali ke bohlam membuat air raksa tetap didalam tabung.
Sehingga kita dapat membaca temperature maksimum selama waktu yang
telah ditentukan. Untuk mengembalikan fungsinya maka thermometer harus
diayun keras.
Temperatur Maksimum
Fungsi :
Untuk mengukur suhu maksimum yang terjadi dalam 1 hari dan diamati
setiap jam 12:00 UTC atau jam 19: 00 WIB. Hasil baca suhu maksimum
harus lebih tinggi atau serendah-rendahnya sama dengan suhu udara hasil
pembacaan dari thermometer bola kering yang tertinggi pada hari yang
bersangkutan.
Pengamatan suhu udara maksimum
a. Baca thermometer maksmum dengan cepat dan cermat sampai persepuluh
derajat terdekat
b. Setelah dibaca keluarkan thermometer dengan hati-hati
c. Pegang bagian ujjungnya dengan baik dimana bagian bolanya ada
dibawah.
d. Ayun / kibas-kibaskan thermometer tersebut berulang-ulang dengan
lengan tetap lurus sampai air raksa yang terputus tersambung kembali
dengan sempurna
e. Kembalikan thermometer maksimum tersebut ke tempatnya semula
dengan hati-hati
f. Pada saat mengembalikan, thermometer maksimum harus dipegang
dengan dua tangan sedikit miring dengan bagian bolanya lebih rendah dan
bagianitu diletakkan terlebih dahulu kemudian baru bagian ujung
tabungnya.
14
Temperatur Minimum
a. Pada pengamatan suhu minimum skala yang dibaca adalah skala yang
ditunjuk oleh ujung indeks yang terletak lebih jauh dari bola thermometer.
b. Baca thermometer minimum dengan cepat dan cermat sampai persepuluh
derajat terdekat.
c. Setelah dibaca, keluarkan thermometer dengan hati-hati.
d. Pegang thermometer dan miringkan dengan bolanya berada lebih tinggi
agar indeksnya meluncur ke bawah sampai berhenti menmpel pada
minikus (alcohol)
e. Kembalikan thermometer minimum terssebut ketempatnya semula dengan
hati-hati
f. Pada saat mengembalikan, thermometer minimum harus dipegang dengan
dua tangan sedikit miring dengan letak bolanya lebih tinggi dan bagian
ujungnya diletakkan terlebih dahulu kemudian bagian bolanya diletakkan
dengan hati-hati agar ujung indeks tetap menempel pada miniskus.
Variasi Desain
Variasi desain, beberapa model memiliki spikula unrrung dipegang
ditempat oleh pelat magnet yang terletak dibelakang kartu yang menunjukkan
skala dan cukup dekat dengan tabung berbentuk U untuk menahan spidol di
tempat kecuali jika didorong oleh ekspansi termal dari alat.Ketika kontrol
manual dioperasikan, pelat didorong menjauh dari tabung berbentuk U,
membebaskan spidol yang kemudian jatuh karena gravitasi ke permukaaan
merkuri. Desain lain memiliki U yang berorientasi horizontal dan spidol
benar- benar gratis dan tidak terlepas. Penyetelan ulang dilakukan dengan
memutar U ke vertical sehingga spidol tenggelam untuk menempel pada
merkuri, dan mengembalikannya ke horizontal.
Pemeliharaan
Kandungan garam sebenarnya pada air tawar, secara definisi, kurang dari
0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau
menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam
sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki
kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut
Mati memiliki kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di
dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda
kandungan garamnya.
Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk
Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut
Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi
dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau
dapat lebih tinggi lagi.
Pada hubungannya dengan vector, Salinity Sphectrometer Suatu alat untuk
mengukur kadar garam pada genangan- genangan air di pantai. Digunakan
pada waktu survey nyamuk pra- dewasa.
Prinsip kerja Salinity meter :
Seperti yang disebutkan penjelasan di atas, prinsip kerja salinity
meter didasarkan pada konduktivitas listrik pada air. Dalam
pengukurannya, salinity meter menggunakan sifat dari air, yaitu air sebagai
konduktor listrik yang baik. Misalnya dalam pengukuran salinitas air laut,
20
diketahui bahwa air laut berisi banyak kotoran seperti natrium klorida,
magnesium klorida, kalsium klorida dan sebagainya.
Ion-ion klor membantu dalam konduksi dan karenanya kotoran ini
meningkatkan konduktivitas air. Saalinity meter menggunakan satu set
elektroda untuk mengukur konduktivitas sinyal yang diumpankan ke meter
yang dikalibrasi untuk memberikan bacaan kepada pengguna. Ada juga
kompensasi sistem suhu yang diperlukan untuk menyesuaikan kondisi
salinity meter dengan air yang diukur. Hal ini diperlukan karena
konduktivitas air tidak hanya bervariasi dengan kotoran tetapi variasi
terhadap suhu juga.
Kenaikan terjadi sekitar 2,2% untuk setiap kenaikan derajat tunggal suhu.
Dapar dilihat juga alarm audio visual yang aktif setelah nilai preset salinitas
tercapai. Hal ini berguna dalam kasus generator air tawar di mana output
akan dialihkan untuk dialirkan jika salinitas meningkat melampaui batas
tertentu sehingga menjaga air yang tersimpan dari keadaan tidak murni.
Cara penggunaan letakkan setitik air yang akan diukur kadar garamnya
pada kaca spectrometer, kemudian diteropong ketinggian skala dari kadar
garam air tersebut dengan mengarahkan spectrometer pada cahaya/ tempat
yang terang.
Indikator Universal
kisaran
Deskripsi Warna
pH
<3 Asam kuat Merah
Oranye atau
3–6 Asam lemah
kuning
7 Netral hijau
8–11 Basis lemah Biru
> 11 Basis yang kuat Violet atau Indigo
Ini adalah dua persamaan dalam dua konsentrasi [HA] dan [A - ]. Setelah
dipecahkan, pH diperoleh sebagai
tercapai. Oleh karena itu, indikator pH yang paling cocok memiliki kisaran
pH efektif, di mana perubahan warna tampak jelas, yang meliputi pH titik
ekivalen larutan yang dititrasi.
Indikator pH yang terjadi secara alami
Gambar 6. pH Meter.
Secara umum ada dua jenis anemometer, yaitu anemometer yang mengukur
kecepatan angin (velocity anemometer) dananemometer yang mengukur
tekanan angin (anemometer tekanan). Dari kedua tipe anemometer ini
velocity anemometer lebih banyak digunakan. Salah satu jenis dari velocity
anemometer adalah thermal anemometer lebih dikenal dengan hot wire
anemometer yaitu anemometer yang mengkonversi perubahan suhu menjadi
kecepatan angin. Tetapi karena keduanya memiliki hubungan yang sama,
maka anemometer dirancang untuk memberikan informasi tentang keduanya.
Jenis-Jenis Anemometer
1. Velocity Anemometers
A. Cup Anemometers
Bentuk lain dari anemometer adalah bentuk kincir angin atau baling-
baling. Berbentuk panjang vertikal. Dalam kasus di mana arah pergerakkan
angin selalu sama, seperti dalam poros ventilasi tambang dan bangunan
misalnya, baling-baling angin, yang dikenal sebagai meter air dapat
memberikan hasil yang paling memuaskan.
C. Hot-wire Anemometers
Pada anemometer ini menggunakan sinar cahaya dari laser yang yang
terbagi menjadi dua balok, dengan satu disebarkan dari anemometer.
Partikulat yang mengalir bersama dengan molekul udara dekat tempat keluar
balok mencerminkan, atau backscatter, lampu kembali ke detektor, di mana ia
diukur relatif terhadap sinar laser asli. Ketika partikel-partikel berada dalam
gerakan yang besar, mereka menghasilkan pergeseran Doppler untuk
mengukur kecepatan angin di sinar laser, yang digunakan untuk menghitung
kecepatan partikel udara di sekitar anemometer.
E. Sonic Anemometers
30
Merupakan varian yang lebih baru dari sonic anemometer. Teknologi ini
diciptakan oleh Dr Savvas Kapartis dan dipatenkan (Acu-Res ®) oleh FT
Teknologi pada tahun 2000. Anemometers sonic konvensional bergantung
pada waktu pengukuran penerbangan, sensor resonansi akustik menggunakan
beresonansi akustik (ultrasonik).
G. Ping Pong Ball Anemometers
Dibuat berdasarkan bola ping-pong yang melekat pada string. Ketika angin
bertiup, ia menekan dan menggerakan bola, karena bola ping-pong yang
sangat ringan, dapat bergerak dengan mudah dengan angin yang kecil.
Anemometer ini banyak digunakan untuk diinstruksi pada sekolah tingkat
menengah yang sebagian besar siswa membuat dapat membuatnya sendiri.
2. Pressure Anemometers
A. Plate Anemometers
Ini adalah anemometer pertama dan hanya piring datar ditempatkan dari atas
sehingga angin melewati piring. Pada 1450, seni arsitek Italia Leon Battista
Alberti menemukan anemometer mekanis pertama, pada tahun 1664 itu
kembali ditemukan oleh Robert Hooke (sering keliru dianggap sebagai
penemu pertama anemometer). Digunakan pada tempat-tempat yang tinggi
karena berbentuk pelat yang memiliki hasil pengukuran yang baik pada
ketinggian yang lebih tinggi.
B. Tube Anemometers
Anemometer James Lind 1775 terdiri dari kaca tabung berbentuk U yang
berisi cairan manometer (pengukur tekanan), dengan salah satu ujung
31
Cara pengoperasian alat ini cukup mudah yaitu dengan menekan tombol On
kemudian angkat alat kipasnya sesuai dengan arah angin. Akan terbaca angka
pada layar lalu tekan tombol hold dan angka yang ada menunjukkan kecepatan
angin pada saat itu dalam satuan meter/ detik.
Perhitungan perkiraan kecepatan angina menurut skala Beufort
Gambar 7. Anemometer.
Alat penakar hujan manual pada dasarnya hanya berupa container atau
ember yang telah diketahui diameternya. Pengukuran hujan dengan
menggunakan alat ukur manual dilakukan dengan cara air hujan yang
tertampung dalam tempat penampungan air hujan tersebut diukur volumenya
setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan. Dengan cara
tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Alat
penakar hujan manual ada dua jenis, yaitu:
1.
ombrometer biasa
ketinggian 120-150 cm. Kemudian luas mulut penakar dihitung, volume air
hujan yang tertampung juga dihitung. Cara pengamatan:
Pengamatan dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 waktu setempat atau
pada jam-jam tertentu
Letakan gelas penakar di bawak kran dan kran dibuka agar airnya
tertampung ke dalam gelas ukur
Jika curah hujan melebihi 25mm sebelum mencapai skala 25mm kran
dapat ditutup dahulu dan dilakukan pencatatan. Lalu dilanjutkan sampai
air dalam baik habis dan dicatat
Pembacaan curah hujan pada gelas penakar dilakukan tepat pada dasar
menikusnya
Bila dasar menikus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang
terdekat dengan menikusnya. Bila dasar menikus tepat pada pertengahan
antara dua garis skala, diambil atau dibaca ke angka ganjil, misal 17,5mm
menjadi 17mm, 24,5 mm menjadi 25 mm.
2.
omb. Observatorium
Alat ukur hujan otomatis adalah alat penakar hujan yang mekanisme
pencatatan hujannya bersifat otomatis (perekam). Dengan menggunakan alat
ini dapat mengukur curah hujan tinggi maupun rendah selang periode waktu
tertentu juga dapat dicatat lamanya waktu hujan. Dengan demikian besarnya
intensitas curah hujan dapat ditentukan.
Pada dasarnya alat hujan otomatis ini sama dengan alat pengukur manual
yang terdiri dari tiga komponen yaitu corong, bejana pengumpul dan alat
ukur. Perbedaanya terletak pada komponen bejana dan alat ukurnya dibuat
secara khusus. Alat Penakar hujan otomatis diantaranya:
36
1.
Hellman
Pada umumnya penakar hujan tipe Hellman yang dipakai oelh BMKG
yaitu Rain Fues yang diimpor dari Jerman, walaupun ada penakar tipe ini
yang buatan dalam negeri.
Cara kerja penakar hujan tipe ini yaitu:
Jika hujan turun, air hujan masuk memalui corong, kemudian terkumpul
dalam tabung tempat pelampung
Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau
naik ke atas
Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu
mengikuti tangkai pelampung
Gerakan pena dicatat pada pias
Jika air di tabung hampir penuh, pena akan mencapai tempat teratas pada
pias
Setelah air mencapai lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem
siphon otomatis air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung
selang dan tabung.
Bersamaan dengan keluarnya air tangki pelampung dan pena turun dan
menggoreskan garis vertikal
Jika hujan masih turun, maka pelampung akan naik kembali
Curah hujan dihitung dengan menghitung garis-garis vertikal
37
2.
Bendix
3.
tilting siphon
Prinsip kerja alat tipe siphon ini yaitu air hujan ditampung di dalam tabung
penampung
Bila penampung penuh maka tabung menjadi miring
Siphon mulai bekerja mengeluarkan air dalam tabung ketika penampun
dalam keadaan penuh
Setiap pergerakan air dalam tabung tercatat pada pias sama seperti alat
penakar hujan otomatis lainnya
Maka dapat diketahui curah hujan yang terkumpul dari pergerakan airnya
Biasanya waktu pengukurannya dilakukan selama 24 jam dan akan di cek
setiap harinya dalam waktu yang tidak sama
4.
tipping bucket
Dari goresan pena pada skala pias dapat diketahui jumlah curah hujannya.
5.
floating bucket
6.
weighing bucket
7.
Optical
sensor lokal karena baru terekam ketika hujan mengenai sensor yang
terpasang. Cara kerja dari penakar hujan tipe optical adalah:
Penakar hujan tipe ini memiliki beberapa saluran.
Di setiap saluran terdapat diode laser dan photoresistor detector untuk
mendeteksi gambar yang terekam oleh sensor.
Saat air telah terkumpul untuk membuat single drop lalu jatuh ke batang
laser.
Sensor diatur di angle yang tepat sehingga laser bisa langsung mendeteksi
seperti lampu flash.
Flash dari photodeterctor ini bisa dibaca dan dikirim ke recorder.
2.1.8. Altimeter.
2. Alat ini sangat peka terhadap guncangan, perubahan cuaca serta perubahan
temperatur.
Gambar 9. Altimeter.
43
1. Dial, adalah permukaan Kompas dimana tertera angka derajat dan huruf
mata angin.
2. Visir, adalah lubang dengan kawat halus untuk membidik sasaran.
3. Kaca Pembesar, digunakan untuk melihat derajat Kompas.
45
Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang
pengamat. Azimuth disebut juga sudut kompas. Bila kita berjalan dari satu
titik ke titik lain dengan sudut kompas tetap (potong kompas), maka harus
diusahakan agar lintasan perjalanan berupa satu garis lurus. Untuk itu
digunakan tehnik Back Azimuth.
Prinsip Back Azimuth adalah: membuat lintasan berada pada satu garis
lurus dengan cara membidik kompas ke muka dan ke belakang jarak
tertentu.
Langkah- langkah Back Azimuth:
1. Titik awal dan titik akhir perjalanan di plotkan pada peta, kemudian
tariklah garis lurus dan hitung sudut kompas yang menjadi arah
perjalanan. Hitung juga sudut dari titik akhir ke titik awal kebalikan
arah perjalanan. Sudut kebalikan arah perjalanan ini adalah sudut Back
Azimuth.
46
2.1.10. Dipper
Dipper atau cidukan dipakai dalam kegiatan survey entomologi untuk
mengambil larva, pupa maupun telur nyamuk. Selain untuk mengambil
stadium pra- dewasa nyamuk, dipper juga dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur kepadatan larva.
Pengambilan sampel larva dilakukan dengan menggunakan cidukan
(dipper) larva standar (300 ml, diameter 13 cm) yang dilengkapi dengan
tangkai ukuran 100 cm (Gambar 10) yang memenuhi standar WHO,
dilakukan pada habitat yang mengandung air yang cukup dan memungkinkan
dilakukannya pencidukan tanpa memberi gangguan yang berarti bagi larva.
Dalam penelitian ini, pencidukan dilakukan pada kubangan, kolam lagun dan
parit.
BAB III
3.2 ANALISIS
A. Koleksi larva nyamuk dilakukan di semua genangan air yang
ditemukan disekitar rumah responden pada lokasi penelitian
sebagai TPP nyamuk menggunakan ciduk larva (dipper).
Selama proses pencidukan berlangsung disertai pula dengan
pengukuran salinitas air dengan menggunakan salinometer (Salinity
Sphectrometer ) dilakukan pengukuran langsung (suhu dan pH)
menggunakan thermometer dan pH indikator dan observasi faktor
lingkungan biotik dilakukan dengan pengamatan biota yang terdapat
disekitar, predator dan adanya hewan ternak di sekitar tempat
perkembangbiakan nyamuk vector.
B. Pengamatan tempat perkembangbiakan dilakukan untuk mengetahui
keberadaan larva Anopheles spp dan karakteristik lingkungannya.
Penangkapan larva dilakukan dengan menggunakan dipper, sedangkan
penangkapan nyamuk dilakukan dengan umpan orang di dalam dan
diluar rumah pada pukul 18.00-06.00. Penangkapan nyamuk dilakukan
sebanyak 10 kali di tiga rumah oleh enam orang kolektor.
mengigit per orang per malam (MBR) sebesar 1,98 ekor, sedangkan
rata-rata kepadatan nyamuk per jam (MHD) An. sundaicus sebesar
2,98 ekor/orang. Puncak aktivitas menggigit terjadi pada pukul 00.00-
04.00; proporsi parus mencapai 66% dengan peluang hidup harian
sebesar 0,871. Umur relatif populasi mencapai 7 hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik selain dengan
pengobatan terhadap penderita, juga dilakukan upaya pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit, termasuk upaya mencegah kontak secara
langsung maupun tidak langsung dengan Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit, guna mencegah penularan penyakit menular, baik yang endemis
maupun penyakit baru (emerging).
Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode pengendalian
vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan
kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta
dengan mempertimbangkan kesinambungannya. Dalam pengendalian vektor
Departemen Kesehatan melakukan monitoring dan evaluasi dengan
melakukan telaah laporan daerah dan melakukan peninjauan langsung sesuai
dengan kebutuhan dengan melakukan survei entomologi. Pada survei
entomologi diperlukan beberapa macam peralatan entomologi salah satunya
yaitu peralatan untuk mengukur faktor- faktor lingkungan.
51
4.2 Saran
1. Sarana dan prasarana untuk pengendalian vector harus Lebih ditingkatkan
lagi dan diperbarui lagi agar cara pengendalian vektor terpadu sesuai
dengan Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia.
2. Beberapa penelitian sebaiknya dilakukan agar menemukan cara
pengendalian vector yang lebih maximal hasilnya
3. Makalah yang kami susun masih belum sempurna, oleh sebab itu masukan
dan kritik yang membangun sangat kami perlukan untuk perbaikan
makalah kami agar lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Pandji Wibawa Dhewantara, Endang Puji Astuti dan Firda Yanuar Pradani, Studi
Bioekologi Nyamuk Anopheles Sundaicus Di Desa Sukaresik Kecamatan
Sidamulih Kabupaten Ciamis, Buletin Penelitian Kesehatan (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI), Vol. 41, No. 1, 2013: 26 - 36