ARGENTOMETRI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 42

ARGENTOMETRI

1.1 Definisi Argentometri

1.1 gambar titrasi

Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan


endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Salah satu
jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini
biasanya disebut sebagai Argentometri,yaitu titrasi penentuan analit yang
berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak
nitrat AgNO3.

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti


perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar
zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan
endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri zat pemeriksa yang telah

1
dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat
(AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga
seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam dalam larutan pemeriksa
dapat ditentukan (Day and Underwood, 1992). Salah satu cara untuk
menentukan kadar asam – basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetric
(titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam
larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis


dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi
ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990).

Titrasi argentometri adalah penetapan kadar suatu zat yang didasarkan atas
reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan perak
nitrat (AgNO3). Selain reaksi pengendapan, dasar reaksi pengendapan
argentometri disebut juga reaksi penggaraman. Garam adalah suatu senyawa
yang terdiri dari kation dan anion atau asam dengan basa.

Sedangkan pengendapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai fase


padat yang keluar dari larutan. Pada argentometri, ion perak memegang peranan
penting dalam pembentukan endapan. Cara ini dipakai untuk penetapan ion
halide, anion yang dapat membentuk endapan garam perak peka terhadap cahaya,
maka pengaruh cahaya matahari langsung atau sinar neon harus dihindari.

Titrasi argentometri juga ada cara langsung (langsung dititter dengan baku
sekunder pertama) dan tidak langsung (dititer dengan baku sekunder pertama
berlebih, kelebihan ini dititrasi baik dengan baku sekunder kedua). Cara langsung
dikemukan oleh Mohr dan Fajans, dimana mohr menggunakan indikator
K2CrO4 dan Fajans menggunakan indikator adsorbs (eosin). Cara tidak langsung
dinyatakan oleh Volhard dimana indikator yang digunakan adalah FeCl3.

Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari
garam yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam

2
yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n
anion.

AmBn → mA++ nB-

Hasil kali kelarutan = (CA+)M × (CB-)Ntitrasi argentometri adalah titrasi


dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam
perak yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium
sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan putih yang pada pengadukan
akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil .

AgNO3 + 2 KCN → K(Ag(CN)2) +KNO3

Ag+ + 2 nn- → Ag(CN)2

Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk
senyawa kompleks yang tak larut .

Ag+ (Ag(CN)2)- → Ag(Ag(CN)2)

Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent.


salah satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana
perak sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih
awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu
yang lama.

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang
dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan
arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit.
Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari
perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat

3
indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,
yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari
reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(skogg,1965)

1.2 Teori Kelarutan


Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan Kristal campuran) (Voight, 1994).

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut (Solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
pada kesetimbanagan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat
larut dalam perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah
etanol didalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa inggris lebih tepatnyadisebut
miscrible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit
terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah “ tak larut” (insoluble) sering
diterapkan pada senyawa yang sulit larut walaupun sebenarnya hanya ada sangat
sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlalut. Dalam beberapa
kondisi, titik keseimbanagan kelarutan dapat dilampui untuk menghasilkan suatu
larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang menstabil (woedepss)
(tungandi, 2009).

Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut didefinisikan sebagai jumlah


terbanyak (yang dinyatakan baik dalam gram tau dalam mol) yang akan larut
dalam kesetimbanagan volume pelarut tertentu. Meskipun pelarut-pelarut selain

4
air digunkan dalam banyak aplikasi, larutan dalam air adalaah yang paling
penting dan bagus disini. Garam menunjukkan interval kelarutan yang besar
dalam air.

Kelarutan dapat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Suatu larutan lewat
jenuh merupakaan kesetimbanagan dinamis. Kesetimbanagan itu dapat bergeser
bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah
bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik.
Akan tetapi ada zat yang bersifat eksotermik dalam melarut. Sedangkan pengaruh
tekanan udara, tekan udara diatas cairan berpengaruh kecil sekali terhadap
kelarutan zat padat dan cair dalam pelarut cair. Akan tetapi kelarutan suatu gas
bertambah dalam larutan bila tekanan parsial gas tersebut dipermukaan
bertambah besar (Syukri, 1999).

Jika suatu gaaram memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka
dikatakan garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali
larutan dari suatu garam tertentu sangat kecil, dapat dikatan bahwa garam
tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam
dapat berubah dengan perubahan temperature. Umumnya kenaikan temperature
akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali
kelarutan garam tersebut juga akan semakain besar, (Putrucci,1998)

Pada kebanyakan garam anorganik, keraluran meningkat jika suhu naik.


Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan pencucian endapan dilakukan dalam
keadaan larut panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki
kelarutan kecil cukup disaring setelah terlebih dahulu dinginkan dilemari es.
Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organic. Air memiliki moment dipole yang besar dan tertarik oleh kation dan
anion membentuk ion hidrat (Underwoord, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan (Svehla, 1985):

a. Kelarutan beratambaha dengan naiknya temperature. Kadang kala


endapan yang baik terbentuk karena larutan panas, tetapi jangan
dilakukan penyaringan terhadapa larutan panas karena pengendapan

5
dipengaruhi oleh factor temperature. Garam-garam anorganik akan
lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan didalam pelarut
organic dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan
endapan dalam air berkurang jika larutan tersebut mengandung satu
dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta
hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan,
mengurangi konstrasi ion konsentrasi pengendapan sehingga endapan
garam beratambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini akan
digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan.
b. Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila larutan terdapata
garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai
efek garam netral atau efek aktifitas. Semakin kecil koefisien
aktifitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar
ion-ion yang dihasilkan. Klearutan garam dari asam lemah
tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah di larutkan
dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies
garam menagalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.
c. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat
lain yang membentuk konpleks dengan kation garam tersebut.
Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion
pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan
ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat
adanya reaksi kompleksasi.

1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kelarutan

1. Suhu
Kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.
2. Sifat pelarut
Garam anorganik lebih larut dalam air, berkurangnya kelarutan didalam
pelarut organic dapat digunakan sebagai dasar pemisah dua zat.

6
3. Ion sejenis
Kelarutan endapan dalam air berkurang, jika larutan tersebut
mengandung satu dari ion-ion penyususn endapan.
4. Aktivasi ion
Endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-
garam yang berbeda dengan endapan.
5. pH
larutan garam dari asam lemah terganrtung pada pH larutan.
6. Hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan delam air, akan menghasilkan
perubahan (H+), kation dari spesies garam mengalami hidrolisis
sehingga menambah kelarutannya.
7. Senyawa kompleks
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat
lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.

Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik.


Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan
dalam keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas
memiliki kelarutan kecil (mis. Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah
terlebih dahulu didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut
dalam air dan tidak arut dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang
besar dan tertarik oleh kation dan anion membentuk ion hidrat. Sebagaimana ion
hidrogen yang membentuk H3O+, energi yang dibebaskan pada saat interaksi ion
dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka
padat endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut
organik, sehingga kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada
analisis kimia, perbedaan kelarutan menjadi dasar untuk pemisahan senyawa.
Contoh : campuran kering Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2 dipisahkan dalam campuran
alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2 tidak larut.
Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang mengandung
ion sejenis. Mis. pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl

7
= 1x10-10)di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1x10-5 M; jika
ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 1x10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1x10-
6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl Ke dalam endapan terjadi penambahan
garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun.

Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan :

1) menyempurnakan pengendapan

2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan

Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-
mula terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan
AgCI pada cairan supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk
menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan
pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar (Underwood,1986).

Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor,


titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga.
Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna
disebabkan adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang
terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada penukaan (Khopkar, 1990).

Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut


terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi
pengendapan, yaitu turunan krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam
basa dan indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang
reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan
kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I- dengan
ion Ag+. Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).

Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan. Indikator


ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan
warna yang disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada

8
permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar.
Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat
menggunakan indikator tersebut karena koagulasi. Koloid pelindung dapat
mengurangi masalah tersebut. Indikator-indikator tersebut bekerja pada batasan
daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan
yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990).

Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada analisis gravimetri.


Kita akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-
parameter yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor,
pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 1990).

Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang


baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap
larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-
garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut
organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam
air berkurang jika lanitan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan,
sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang
ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan
garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk mencuci
larutan selama penyaringan (Vogel, 1990).

Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat


garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam
netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion,
semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam
dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan
dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami
hidrolisis sehingga menambah kelarutannya (Vogel, 1990).

Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain
yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan
membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula

9
kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian
bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi (Vogel, 1990). Reaksi yang
menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika
reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi.
Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat
jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai
pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali
kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam
batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian juga
kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali
indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator
yang digunakan untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).

1.4 Harga hasil kelarutan (KsP)

Tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah hasilkali konsentrasi ion-ion pada
saat larutan jenuh. Dalam larutan jenuh, zat-zat padat yang sukar larut mengalami
kesetimbangan antara padatan yang tidak larut dengan ion-ion zat tersebut yang
larut.

Harga hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawa ionic yang sukar larut dapat
memberikan informasi tentang kelarutan senyawa tersebut dalam air. Semakin besar
harga Ksp suatu zat, semakin mudah larut senyawa tersebut.

Hasil kali kelarutan = (CA + )M x (CB-)N titrasi argentrometri adalah titrasi


dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak
yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida
maka mula-mula akan terbentuk endapan putoh yang pada pengaduk akan larut larut
membentuk larutan kompleks yang stabil (Harrizul, 1995)

Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent.


Salah satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana
perak sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih
awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu
yang lama (underwood, 1992).

10
1.5 Reaksi Pengendapan

Reaksi pengendapan merupakan reaksi yang salah satu produknya berbentuk


endapan. Endapan terjadi karena zat yang terjadi tidak atau sukar larut didalam air
atau pelarutnya. Tidak semua zat mengendap, sehingga reaksi pengendapan juga
dipergunakan untuk indentitas sebuah kation atau anion. Endapan adalah zat yang
memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Kelarutan (S)
didefinisikan sebagai konsentrasi molar dari laruatan-larutan jenuhnya. Kelarutan
dipengaruhi oleh suhu dan ion-ion sejenis dari larutan. Reaksi pengendapan itu
adalah reaksi yang hasil akahirnya berupa endapan yang terdapat didasar reaksi.
Contohnya

Dibawah ini disajikan beberapa reaksi pengendapan, sebagai tanda zat yang terjadi
adalah endapan perhatikan tanda (S) solid,setelah indeksdari rumus kimianya.

AgNO3 (aq) + HCl (aq) → AgCl (s) + HNO3 (aq)

Endapan yang terbentuk adalah putih dari AgCl.

Pb(CH3COO)2 (aq) + H2S → PbS (s) + 2CH3COOH (aq)

Dari reaksi ini dihasilkan endapan yang berwarna hitan dari PbS.

1.6 Titrasi Pengendapan

• Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi


oksidasi (redoks)

• Kesulitan mencari indikator yang sesuai

• Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek
kopresipitasi

Kelarutan = konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu


pelarut pada suhu tertentu.(dalam keadaan setimbang).

Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara
terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi
ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan.

11
1.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
Pengendapan adalah metode yang paling baik pada analisis gravimetri.
Namun, harus memperhatikan juga faktor yang mempengaruhi pengendapan,
antara lain :
1.7.1 Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang
disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.

1.7.1 gambar temperatur

1.7.2. Sifat alami pelarut


Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut
organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat
dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran
antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam
melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki
kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.

12
1.7.3 Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh
kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan
NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini
disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH-
sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek
ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.

1.7.4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton
dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut
dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I-
membentuk HI.

1.7.4 gambar pH

1.7.5 Pengaruh hidrolisis


Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan

13
dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan
kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan
meningkatkan kelarutan garam tersebut.

1.7.5 Gambar Hidrolisis of NaCl

1.7.6 Pengaruh ion kompleks


Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat
dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation
garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika
ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya
kompleks Ag(NH3)2Cl.

1.8 Macam-Macam Metode

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan


berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara
lain:

a. Metode Mohr

Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl,
dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning
coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper
mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan

14
standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1
N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969)

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran,


sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik
akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.

Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:

Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓

Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓

Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila
terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi
Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.

2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72-
karena reaksi

2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)

Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul


endapannya atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk
dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi
oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir
menjadi tidak tajam.

Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr


adalah Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan
sedikit alkalis, pH 6,5 –10. Oleh sebab itu jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat
akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan
akibatnya dalam larutan yang bersifat sagat asam konsentrasi ion kromat akan

15
terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini
akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10
maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini
akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat
ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersbut atau
dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan
natrium hydrogen karbonat.
Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu maka
semua titrasi dilakukan pada temperature yang sama. Pengadukan/ pengocokan
selama larutan standar ditambahkan sangat dianjurkan disebabkan hal ini dapat
mempermudah pengamatan pencapaian titik akhir titrasi dan perak kromat yang
terbentuk sebelum titik akhir titrasi dicapai dapat dipecah sehingga terlarut
kembali.
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah
dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan
yang alkalis,diasamkan dulu dengan asama setat kemudian ditambah sedikit
berlebihan CaCO3.
Titrasi langsung iodide dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan
penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi.Warna biru akan
hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perak iodide
(AgI) akan muncul. Reaksi argentometri adalah :
Ag(NO3) + K2CrO4→Ag2CrO4+ 2KNO3(coklat kemerahan)
NaCl + AgNO3→AgCl + NaNO3(endapan putih)
Baku standar pada titrasi argentometri dengan metode mohr adalah AgNO3. Baku
primernya adalah NaCl dan indikator yang digunakan adalah K2CrO4.
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan
K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana
netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak
kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk
endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :

16
Asam : 2CrO42- + 2H→ CrO72- + H2O

Basa : 2 Ag+ + 2 OH→2AgOH

Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara
titrasi dengan larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan
terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan
kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan
ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator
membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai
titrasi argentometri dengan metode Mohr.

Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan dengan


metode Volhard dan metode Fajans dimana dengan metode ini hanya dapat
dipakai untuk menentukan konsentrasi Cl-, CN-, dan Br-.

Aplikasi titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak digunakan


untuk menentukan kandungan kadar klorida dalam berbagai contoh air,
misalnya air sungai, air laut, air sumur, air hasil pengolahan industry sabun,
dan sebagainya. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan dengan kondisi larutan
berada pada pH kisaran 6,5-10 disebabkan karena ion kromat adalah basa
konjugasi dari asam kromat. Jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat akan
terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi didalam larutan
akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion kromat akan
terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal
ini akan berakibat sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Analit yang bersifat
asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran
pH tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan
menggunakan padatan natrium hidrogen karbonat (Anonim,2009).

Kelemahan metode Mohr:

Kemungkinan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator


mengendap sebelum titik equivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir
titrasi jadi tidak tajam. Sebagai solusi dilakukan pengadukan secara cepat.

17
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau
agak alkalis ditrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator Kromat.
Apabila ion Klorida atau Bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka
ion Kromat akan beraksi dengan ion Perak membentuk endapan Perak kromat
yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan setandarnya
yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:

NaCl + AgNO3 → AgCl (endapan) + NaNO3

2AgNO3 + K2CrO4 (endapan) + 2KNO3

Titik akhir Titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah
coklat (AgCrO4). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit
alkalis karena :

1. Dalam suasana asam endapan AgCrO4 akan larut karena terbentuk


perak dikromat (Ag2CrO).
2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan Ion
hidroksida membentuk endapan perak Hidroksisa.

AgNO3 + NaOH → AgOH (endapan) + NaNO3

Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabakan oleh :


1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya : F, Br,
CNS-
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag, misalnya : CN-, NH3
diatas ph 7
3. Ion yang membentuk Komplek dengan Cl-, misalnya: Hg2
4. Kation yang mengendapkan kromat misalnya: Ba2

Kerugian metode Mohr adalah:


a. Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan
mengendap.

18
b. Titik akhir kurang sensitive jika menggunakan larutan yang
encer.

c. Ion-ion yang di adsorbs dari sampel menjadi terjebak dan


mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggonjongan yang
kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebaskan
ion yang terjebak tadi.
Hal yang harus dihindari : cahaya matahari langsung atau sinar Neon
karena larutan perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

b. Metode Volhard (Penentuan Zat Warna yang Mudah Larut)

Metode Volhard pertama kali diperkelkan oleh Jacobus Volhard,ahli


kimia dari jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3
berlebih ditambahkan kedalam larutan yang mengandung ion Halogen
(misalnya Cl- ). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam ditirasi dengan standar
garam tosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+.
Sampai titik equivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk
endapan putih. Kelebihan titaran menyebabkan reaksi dengan indikator
membentuk senyawa komplek..

Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3


ditambahkan
secara berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halide (X-). Sisa
larutan yang tidak bereaksi dengan Cl- dititrasi dengan larutan standar
tiosionat (KSCN atau NH4 SCN) menggunakan indicator besi (III) (Fe3+).
Reaksinya sebagai berikut:

Ag+ (berlebih) + X- → AgX + sisa Ag+

Ag+ ( sisa ) + SCN- → AgSCN

SCN- + Fe3+ → Fe (SCN)2+

Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan

19
penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah
Fe3+dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan
titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3
dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan
adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+
membentuk warna merah darah dari FeSCN (Khopkar,1990)

Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat


ditentukan dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak
nitrat ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan kemudian
kelebihan konsentrasi Ag+ dititrasi dengan menggunakan larutan standar (SCN-
) dengan menggunakan indicator ion Fe3+. Ion besi (III) ini akan bereaksi
dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna merah.
Reaksi yang terjadi adalah :

Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)

Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (endapan putih)

Fe3+(aq) + SCN-(aq) Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)

Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan


larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi
reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.

Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)

Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion


kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)

SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena
titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara

20
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN-
sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan
X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu
dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan
Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:

Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓

Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓

SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓

Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan
juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang,


karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua
reaksi itu saling mempengaruhi.

Pada metode ini menggunakan titrasi balik karena AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan tersebut dititrasi
balik dengan besi (III) amonium sulfat sebagai indikator. Cara ini kurang akurat
karena endapan yang dihasilkan yaitu AgSCN kurang larut dibanding AgCl.

Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III)
nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indikator yang akan membentuk
warna merah dari kompleks besi (III) – tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5
– 1,5 N.
Pada metode ini, saat menentukan kadar klorida harus dalam susana asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis dan diendapkan menjadi
Fe(OH)3, sehingga titik adaan asam.

Mol analit = mol Ag+ total – mol SCN

Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah penentuan


konsentrasi ion halida. Kondisi titrasi dengan dengan metode Volhard harus
dijaga dalam kondisi asam karena jika larutan analit bersifat basa maka akan

21
terbentuk endapan Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah basa atau netral maka
sebaliknya titrasi dilakukan dengan metode Mohr atau metode Fajans
(Anonim,2009).

c. Metode Fajans

Pada titrasi Argentometri dengan metode Fajans ada dua tahap untuk
menerangkan titik akhir titrasi dengan indicator absorpsi (fluorescein). Selama
titrasi berlangsung (sebelum TE) ion halide (X-) dalam keadaan berlebih dan
diabsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan primer. Setelah titik
ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan AgNO3 yang ditambahkan
Ag+ akan berada pada permukaan primer yang bermuatan positif menggantikan
kedudukan ion halide (X-) . Bila hal ini terjadi maka ion indicator yang bermuatan
negative akan diabsorpsi oleh Ag+ (atau oleh permukaan absorpsi). Jadi, titik akhir
titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk.
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara
Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator
yang digunakan dalam cara ini adalah indikator adsorbsi seperti eosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah
AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion
dan indikator yang dipakai. Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Indikator yang sering
digunakan adalah fluorescein dan eosin.
Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain
dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen
tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka
kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+
sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Gandjar, 2007).
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorbsi
merupakan pewarna, seperti diklorofluorescein yang berada dalam keadaan
bermuatan negative dalam larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion
pada permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka
warna indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna

22
merah muda. Mekanisme teradsorbsinya indicator ini ditunjukkan oleh gambar
berikut ini:

Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan
(diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH.

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam
lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak.
Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan,
fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).

HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi
ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan
warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid.
Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan
perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).

23
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan
dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan
menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif.
Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh
butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang
kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan
lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan
X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian
menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi
positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan
berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga
terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga
menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam
perubahan diatas, yakni

(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan
menggumpal

(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih

(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.

Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa


banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka
terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.

Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan


terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1990)

Indikator absorbsi dapat digunakan untuk titrasi argentometri, titrasi


argentometri yang menggunakan indicator adsorbsi dikenal dengan sebuah titrasi

24
argentometi metode Fajans. Contohnya pada penggunaan titrasi ion klorida
dengan larutan standar Ag+. Dimana hasil reaksi dari kedua zat tersebut adalah :

Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)

Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid. Sebelum


titik ekuivalen dicapai maka endapan akan bemuatan negatif. Disebabkan
terabsorbsinya Cl- diseluruh permukaan endapan. Dan terdapat counter ion
bermuatan positif dari Ag+ yang terabsorbsi dengan gaya elektrostatis pada
endapan. Setelah titik ekuivalen dicapai makan tidak terdapat lagi ion Cl-yang
terabsorbsi pada endapan sehingga endapan sekarang bersifat netral. Kelebihan
inon Ag+ yang diberikan untuk mencapai titik akhir titrasi menyebabkan ion-ion
Ag+ ini terabsorbsi pada endapan sehingga endapan bermuatan positif dan
beberapa ion negatif terabsorbsi dengan gaya elektrostatis.

4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator,
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat
ditambahkan dengan larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi
pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil.
Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan
menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya
kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yangjelas
disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk
akhir
Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat
menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.Ketajaman
titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara
analit dan titran. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva
titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen
mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan
menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
25
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa
kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.

1.9 Indikator Argentometri


a) Cara Mohr; dilakukan dalam suasana netral, sebagai indikatornya
digunakan kalium kromat. Kalium kromat dibuat dengan melarutkan 10 gr
kalium kromat dengan aguadest secukupnya hingga 100 ml. digunakan
untuk menitrasi larutan klorida dengan larutan baku perak nitrat. Titik
akhir titrasi ditentukan dengan terbentuknya perak kromat yang bewarna
merah bata (merah intensip)
b) Cara Volhard; dilakukan dalam suasana asam dengan indikator Fe3+ dan
titik akhir titrasi dengan cara ini adalah merah yang berasal dari Fe
(SCN)2+.
c) Cara fajans; dilakukan dalam suasana sedikit asam, indikatornya adalah
indikator adsorpsi misalnya flourescen dan titik akhir titrasinya adalah
endapan merah atau rose.

1.10 Jenis Indikator

a. Indikator kalium kromat K2CrO4


Titrasi argentometri dengan menggunakan indicator ini biasa disebut
sebagai argentometri dengan metode Mohr. Ini merupakan titrasi
langsung titrant dengan menggunakan larutan standar AgNO3. Titik
akhir titrasi diamati dengan terbentuknya endapan Ag2CrO4 yang
brwarna kecoklatan.

b. Indikator Fe3+
Titrasi argentometri dengan indicator ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak
langsung dimana larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih
dan kelebihan ini dititrasi dengan larutan standart SCN-.

26
c. Indikator adsorbsi
Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi
argentometri dengan menggunakan metode Fajans. Indikator yang
dipakai adalah indicator adsorbsi Dimana indicator ini akan berubah
warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan.

Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat


dilakukan dengan menggunakan indicator yang berupa indicator electrode. Plot
antara Esel dengan jumlah titran akan dapat diperoleh kurva titrasi dengan
grafik ini maka kita nantinya dapat menentukan titik akhir titras.

1. Ikatan antara indikator dengan ion logam haruslah lebih lemah dari ikatan
antara ion logam dengan EDTA misalnya (antara ion dalam larutan titran dan
ion dalam larutan titrat).

2. Indikator harus sensitif, misalnya dengan adanya kelebihan sedikit dari ion
larutan titran maka dapat segera bereaksi.
3. Indikator harus memberikan warna spesifik yang perubahan warna
nantinya juga harus tampak tajam dan jelas, sehingga TA dapat
diamati dengan baik.
4. Reaksi substitusi juga harus berjalan dengan cepat agar TA
dapat mendekati nilai TE.

1.11 Pengaruh Ph dalam analisis argentometri

a. Dalam metode mohr


Yang diperhatikan dalam titrasi dengan metode mohr adalah titrasi
dilakukan dengan kondisi larutan berada pada Ph dengan kisaran 7-10
disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh sebab
itu jika ph dibawah 7 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam
kromat akan mendominasi didalam larutan akibat nya dalam larutan yang
bersifat sangat asam kosentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk
memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan
27
berakibat pada sulit nya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada ph diatas 10
maka endapan AgOH yang bewarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal
ini akan mengalami pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam
dapat ditambahkan kalsium karbonat agar ph nya berada kisaran pada ph
tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkkan analit dengan
menggunakan padatan natrium nitrogen karbonat. Disebabkan kelarutan
AgCL dan AgCrO4 dipengharui oleh suhu maka semua titrasi dilakukan
pada temperature yang sama.
b. Dalam metode volhard
Metode ini digunakan untuk menentukan kandungan perak dalam
suasana asam dengan larutan standar kalium atau ammonium tiosianat
berlebih. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam
besi (111) nitrat atau besi (111) ammonium sulfat sebagai indikator yang
membentuk warna merah dari komplek besi (111) tiosianat dalam asam
nitrat 0,5 -1,5 N. titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion
besi (111) akan diendapkan menjadi Fe (OH)3 jika suasananya basa,
sehingga titik akhir tidak dapat diamati.
c. Metode fajans
Indikator yang digunakan cara ini adalah indikator absorsi seperti
cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+.
Titranya adalah AgNO3 sehingga supensi violet menjadi merah. Ph
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai.

1.12 Penetapan titik akhir dalam proses pengendapan


1.12.1 pembentukan endapan berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator
untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan
untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini
terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana
digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan
dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik
akhir (TE).

28
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 –
10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi
karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen
kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :

2H+ + 2CrO4- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O

Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya


menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion
kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya
garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam
titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses
argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini
biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan
sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau
senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi
sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+

KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+

KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]

Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam


tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi
argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K
[Ag(CN)2] karena proses tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg,
cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam
kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.
(Harizul, Rivai. 1995).

1.12.2. Pembentukan Suatu Senyawaan Berwarna yang Dapat Larut


Contoh prosedur iniadalah metode volhard untuk titrasi perak
dengan adanya asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium
tiosianat standar. Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat.

29
Penambahan larutan tiosianat menghasilkan mula-mula endapan perak
klorida. Kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan
pewarnaan coklat kemerahan, disebabkan oleh terbentuknya suatu ion
kompleks.
Ag+ + SCN- → AgSCN
Fe3+ + SCN- →[FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan
iodide dalam larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih
ditambahkan dan kelebihannya dititrasi balik dengan larutan tiosianat
standar. (Bassett, 1994)
Ag+ Cl-→AgCl
Ag+ + SCN-→ AgSCN

1.11.3. Penggunaan Indikator Adsorpsi


Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada
titik ekuivalen, indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses
adsorpsi terjadi suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan
suatu zat dengan warna berbeda, maka dinamakan indikator adsorpsi.Zat-
zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret
flouresein misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam
natriumnya.
Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak
klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang
mengendap mengadsorpsi ion-ion klorida. Ion flouresein akan
membentuk suatu kompleks dari perak yang merah jambu. (Bassett,
1994)

1.13 Aplikasi argentometri dalam analisis obat dan bahan obat beserta
contoh obatnya

1. Penetapan kadar ammonium klorida (NH4CL) dengan metode


argentometri

30
Timbang seksama ± 100 mg sampel, larutkan dalam 100 ml air,
dipipet 10 ml larutkan kedalam Erlenmeyer 250 ml, ditambahkan
dengan larutan sampel dengan 0,5-1ml K2CrO4 5%, ditirasi
langsung dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga titik akhir tercapai,
dihitung kadar almonium klorida.
2. Penetapan kadar evedrin HcL metode pengendapan (argentometri).
Ditimbang 250 mg efedrin HCL, dilakukan dengan aquadest
sebanyak 250 ml, dipipet 20 ml larutan efedrin HCL, ditambahkan
3 tetes indikator H2CrO4, dititrasi dengan larutan AgNO3
sehingga terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk
endapan merah bata.
3. Penetapan papaverin HCL dengan metode argentometri
Ditimbang seksama sampel papaverinHCL yang setara dengan 100
ml AgNO3 0,1 N, larutan dengan100 ml air suling, tambahkan
indikator K2CrO4 0,005 M dan titrasi dengan AgNO3 0,1 N. titik
akhir titrasi ditambahi dengan perubahan warna dari kuning
menjadi merah coklat atau merah bata.

1.14 Contoh Perhitungan

a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)

V ̅ AgNO3 = (27,9 + 27,5 + 27,5)/3 = 27,67 ml

N AgNO3 . V ̅ AgNO3 = N NaCl . V ̅ NaCl

N AgNO3 = (N NaCl. V NaCl)/(V ̅ AgNO3 ) = (0,1. 25)/(27,67) = 0,09 N

b. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl indikator adsorbs

V ̅ AgNO3 = (26,7 + 26,3 + 26,2)/3 = 26,4 ml

N AgNO3 . V ̅ AgNO3 = N NaCl . V ̅ NaCl

N AgNO3 = (N NaCl. V NaCl)/(V ̅ AgNO3 ) = (0,1. 25)/26,4 = 0,095 N

c. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 0,1 N

31
V ̅ NH4CNS = (25,2 + 24,8+ 24,8)/3 = 24,93 ml

N NH4CNS . V ̅ NH4CNS = N NaCl . V ̅ NaCl

N NH4CNS = (N NaCl. V NaCl)/(V ̅ NH_4 CNS) = (25. 0,095)/24,93 =


0,095 N

d. Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar

V ̅ AgNO3 = (7,1+ 6,9 + 7,0)/3 = 7,0 ml

V NaCl = 10 ml

N AgNO3 = 0,095 N

Berat NaCl = NAgNO3 x Mr NaCl x 3 V ̅ AgNO3

= 0,095 . 58,5 . 7,0

=38,902mg
Kadar NaCl = (38,902 mgram)/(450 mgram) x 100% = 8,64%

e. Penentuan Bromida dengan cara volhard

N AgNO3 = 0,01N

V AgNO3 (V1) = 10 ml

N NH4CNS = 0,095 N

Berat NaCl = N AgNO3 x Mr NaCl x 3 V ̅ AgNO3

Kadar NaCl = (38,902 mgram)/(450 mgram) x 100% = 8,64%

V ̅ NH4CNS = (4,2 + 3,8 + 4,0)/3 = 4,0 ml (V2)

Banyak KBr hasil Standarisasi :

= ((V1 x N AgNO3) – (V2 x N NH4CNS)) x Mr KBr

= ((10 x 0,095) – (4 x 0,0095)) x 199

= 67,83 mgram

32
Contoh Metode Mohr
1. Akan ditentukan kemurnian (kadar) NaCl dalam garam dapur. Seberat
1,0 g sampel garam dilarutkan dalam air sampai 100,0 mL . Sebanyak
10,0 mL larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1100
N dengan cara Mohr. Untuk larutan sampel membutuhkan pentiter
9,60 mL.
sedangakan untuk blangko 0,10 mL . jika Mr. NaCl = 58,5 tentukan
kadar NaCl dalam sampel garam tersebut dalam % b/b

JAWAB
Vol. Pentiter yang diperlukan = 9,60 – 0,10 = 9,50 mL
Dari rumus di atas , maka : [Cl-] = N = 0,1056 M
Jadi kadar NaCl = [Cl-] = 0,1056 M = 0,1056 mol /L, atau dalam 100
ml sampel mengandung

NaCl = 100/1000 x 0,1056 mol = 0,01056 mol = 0,01056 x 58,5 g = 0,


62 g

= 0,62 / 1,0 x 100 % = 62 %


Volume AgNO3 = 9,2 ml

2. Tabel Data

NaCl (gr) AgNO3 Indikator Perubahan warna


(ml)
O,057 9,2 ml K2CrO4 Kuning menjadi merah
gram
0,054 10 ml
gram

Reaksi cara Mohr:

NaCl + AgNO3 → AgCl + NaNO3 (endapan putih)

2AgNO3 + K2CrO4→ Ag2CrO4 + 2 KNO3 (endapan merah)

Diketahui :
33
Massa NaCl = 57 mg

Konsentrasi NaCl = 0,0954 N

Volume AgNO3 = 9,2 ml

m grek NaCl setara dengan m grek AgNO3

Ditanya : % NaCl = .....?

Jawab :
𝑉×𝑁×𝐵𝑠𝑡×
%kadar NaCl = × 100%
𝐵𝑠 ×𝐹𝐾

9,2 𝑚𝑙 ×0,0954 𝑁 ×5,844 𝑚𝑔


= × 100%
53 𝑚𝑔 ×0,1

5,0176
= × 100%
5,7

= 92,9218 %

Diketahui :

Massa NaCl = 54 mg

Konsentrasi NaCl = 0,0954 N

Volume AgNO3 = 10 ml

Ditanya : % Kadar NaCl = ....?


Jawab :

𝑉 ×𝑁 ×𝐵𝑠𝑡
% kadar NaCl = × 100%
𝐵𝑠 ×𝐹𝑘

100𝑚𝑙×0,0954 𝑁 ×5,844𝑚𝑔
= × 100%
54 𝑚𝑔 ×0,1

5,57176
= × 100%
5,4

=103,244%

Pembahasan :

34
Pada metode argentometri cara Mohr ini sample yang
digunakan yaitu NaCL. Cara ini biasanya digunakan terutama
dalam penentuan klorida dan bromide. Digunakan 2 berat (massa)
NaCl yang berbeda yaitu 57 mg dan 54 mg. pertama-tama NaCl
ditimbang dengan neraca analitik, setelah itu dilarutkan dalam 10
ml air suling. Sampel larut dalam air suling. Setelah itu
ditambahkan 3 tetes kalium kromat (K2CrO4) sebagai indicator,
warna larutan menjadi kuning. Kemudian dititrasi dengan AgNO3
sambil dokocok/digoyang sampai tepat membentuk endapan
merah bata. Untuk NaCl 57 mg digunakan AgNO3sebanyak 10 ml
dan 9,2 ml untuk NaCl 54 mg.

Bila suatu larutan klorida dititrasi dengan larutan AgNO3 maka akan
terjadi reaksi

Ag+ + Cl– AgCl

Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator larutan


K2CrO4 yang dengan ion Ag+berlebih menghasilkanendapan
AgCl yang berwarna putih mulai berubah menjadi kemerah-
merahan. Titrasi harus dilakukan dalam suasana netral atau basa
lemah dengan pH antara 6,5 – 9, dengan begitu garam perak
kromat tidak akan terbentuk.

Dari hasil perhitungan diperoleh kadar NaCl yaitu 98,0829%.


Berdasarkan literatur, kadar tersebut tidak sesuai yaitu seharusnya
tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101,0%. Hal ini
mungkin terjadi karena NaCl yang ditimbang tidak dalam keadaan
kering. Atau kurang teliti dalam menentukan titik akhir titrasi serta
penambahan indikatornya tidak secara seksama, sehingga akan
mempengaruhi hasil titrasi.

3. Tabel data

No Berat sampel MgCl2 Volume larutan Baku AgNO3


sampel

35
I 50,3 mg 6,7 ml
II 50,9 mg 7,9 ml
Perubahan kuning Merah bata

Reaksi :

MgCl2 + K2CrO4 → MgCrO4 + 2KCl (kuning)

MgCl2 + 2AgNO3 → 2AgCl + Mg(NO3)2 (Putih kekuningan)

AgNO3 + K2CrO4 → Ag2CrO4+ 2KNO3 (Merah bata)

Perhitungan :

𝑉 ×𝑁 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎
%kadar = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

6,7 ×0,1492 ×47,605


= × 100%
50,3

47,58
= × 100%
50,3

= 94,5%

Untuk MgCl2 berat Sampel 50,9 mg


𝑉 ×𝑁 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎
%kadar = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

6,9 ×0,1492 ×47,605


= × 100%
50,9

51,13
= 50,9 100%

=101,6%

Kadar rata-rata :
K = (K1 + K2) /2

= ( 94,5 % + 101,6 % ) / 2

= ( 196,1 % ) / 2

36
= 98,05 %

Pembahasan:

Argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas


reaksi pengendapan dengan menggunakan larutan standar argentum.
Atau dapat juga diartikan sebagai cara pengendapan atau pengendapan
kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya
endapan dan zat uji dengan titran AgNO3.

Pada metode titrasi ditambahkan larutan indikator pada zat


uji.Indikator adalah suatu senyawa organik yang kompleks yang
digunakan untuk menentukan titik akhir suatu reaksi. Titik akhir titrasi
adalah suatu keadaan dimana penambahan satu tetes larutan baku
dapat menyebabkan perubahan warna pada indikator. Indikator
memiliki rentang pH tertentu dan dapat berubah warna dengan adanya
perubahan pH dari larutan uji.

Pada percobaan inin digunakan indikator K2CrO4..

Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang


termasuk dalam presipitimetri jenis argentometri. Cara pengendapan
yang digunkan dalam percobaan ini adalah cara mohr karena dipakai
dalam penentuan clorida yaitu MgCl2. Pada cara mohr nantinya akan
terlihat endapan merah bata yang larutannya dititrasi dengan larutan
baku AgNO3.

Pada percobaan argentometri ini ditimbang sampel


MgCl2sebanyak 50,3 mg dan 50,9 mg. Titrasi dilakukan secara diplo
(dua kali percobaan) agar dapat diketahui jumlah larutan baku (titran)
yang digunakan pada percobaan pertama dan kedua yang nantinya
kan dibandingkan bahwa apakah jarak (selisih) antara titrasi kedua
dan pertama lebih sedikit atau cukup besar. Sampel yang telah
ditmbang kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 10 ml lalu
ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4, alasan penggunaan indikator
ini adalah untuk mengetahui titik akhir titrasi saat dilakukannya

37
penitrasian. Kemudian sampel dititrasi menggunakan larutan baku
AgNO3 dimana, dengan ion perak yang berlebih maka akan terbentuk
endapan berwarna merah bata.

Larutan AgNO3 dan larutan MgCl2, pada awalnya masing-


masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna.Larutan
kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang
merupakan indikator pada percobaan ini.

Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan


berwarna putih yang merupakan AgCl.Ketika MgCl2 sudah habis
bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka
AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk
endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.

Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan


pengocokan harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak
teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi
sulit tercapai.

Setelah terjadi perubahan warna merah bata, maka titrasi


dihentikan, sehingga diperoleh data volume AgNO3 untuk
masing – masing percobaan adalah sebagai berikut :

1. MgCl2 dengan berat


50,3 mg Volume
AgNO3 sebanyak 6,7
ml

2. MgCl2 dengan berat


50,9 mg Volume
AgNO3 sebanyak 7,9
ml

Setelah itu dihitung kadar MgCl2 dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :

38
𝑉 ×𝑁 ×𝐵𝑠𝑡
%kadar = 𝑏𝑒𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100%

Hasil perhitungan dari kadar MgCl2 untuk setiap sampel, yaitu :


1. MgCl2 dengan berat 50,3 mg , Volume AgNO3
sebanyak 6,7 ml Kadar = 94,5 %
2. MgCl2 dengan berat 50,9 mg, Volume AgNO3
sebanyak 7,9 ml Kadar = 101,6 %
Sehingga diperoleh hasil perhitungan kadar rata-rata MgCl2
yaitu 98,05 %.
4. Data Tabel

Lab V NaCl V N Rata- Perubahan warna


u AgNO3 AgNO3 rata endapan
AgNO3 Awal akhir
1 25 ml 44,2 ml 0,1 N (44,2 + Kuning Putih pucat
44) merah
2 25 ml 44 ml 0,1 N 44,1 ml Kuning Putih putih
merah

Diketahui:
V AgNO3 = 44,1 ml
N AgNO3 = 0,1 N
V NaCl = 25 ml
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1 gr=1000 mg
Ditanya:
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)

b. Penentuan NaCl dalam garam dapur (cara Mohr)

Jawab
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)
AgNO3→Ag+ + NO3
V AgNO3 = 44,1 ml

39
N AgNO3 = 0,1 N
V NaCl = 25 ml
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1 gr = 1000 mg
𝑉1+𝑉2
V AgNO3 = 2

44,2+44 𝑚𝑙
= 2

= 44,1 ml

N NaCl × V NaCl = N AgNO3 × V AgNO3


N AgNO3 × V AgNO3
N NaCl = V NaCl

0,1 𝑁 × 44,1 𝑚𝑙
= 25 𝑚𝑙

= 0,1764 N
b. Penentuan NaCl dalam garam dapur (cara Mohr)

NaCl→ Na+ + Cl-


Penyelesaian :
𝑣 𝐴𝑔𝑁𝑂3 ×𝑁𝐴𝑔𝑁𝑂3 ×𝐵𝐸 𝑁𝑎𝐶𝑙
Kadar NaCl = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

44,1 𝑚𝑙 ×0,1 𝑁 ×58,44 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙


= × 100%
1 𝑔𝑟𝑎𝑚

1
0,044 𝐿 ×0,1 ×58,44 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
𝐸𝑘
= 1 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 25,77 %
Jadi, kadar banyaknya NaCl sebanyak 25,77%
5. Menghitung galat pada metode
mohr Diketahui :
N (Praktik) AgNO3 = 0,00739 N

N (Teori) AgNO3 = 0,01N

Ditanya : Galat …?
Penyelesaian :
𝑁 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘−𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
Galat = x 100%
𝑁 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚

40
0,00739−0,01
= × 100%
0,00739

= 35,3%
Jadi pada metode mohr ini terdapat galat sebesar 35,31%

6. Standarisasi larutan perak nitrat dengan Natrium Klorida 0,01 N Metode


Mohr
Diketahui:
N NaCl = 0,01 N
V rata-rata AgNO3 = 16,9
V NaCl =12,5
Ditanya N AgNO3 …..?
Penyelasain:
V1 x N1 = V2 x N2
12,5 x 0,01 = 16,9 x N2
N2 = 0,00739
Jadi, konsentrasi perak nitrat setelah dilakukan standarisasi adalah
0,00739 N

41
Daftar Pustaka

http://sutriaddina.wordpress.com/2013/02/16/argentometri/
http://ellavioletta.blogspot.com/2012/12/laporan-resmi-argentometri-
kimia_9550.html http://wwkhusnul.blogspot.com/2012/06/argentometri.html
http://arullatif.wordpress.com/2012/05/25/laporan-argentometri/
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga

Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press 22

Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar
I.

Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College

Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers


A. L. Underwood. 1989. Analisa Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia

42

Anda mungkin juga menyukai