ARGENTOMETRI
ARGENTOMETRI
ARGENTOMETRI
1
dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat
(AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga
seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam dalam larutan pemeriksa
dapat ditentukan (Day and Underwood, 1992). Salah satu cara untuk
menentukan kadar asam – basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetric
(titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam
larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.
Titrasi argentometri adalah penetapan kadar suatu zat yang didasarkan atas
reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan perak
nitrat (AgNO3). Selain reaksi pengendapan, dasar reaksi pengendapan
argentometri disebut juga reaksi penggaraman. Garam adalah suatu senyawa
yang terdiri dari kation dan anion atau asam dengan basa.
Titrasi argentometri juga ada cara langsung (langsung dititter dengan baku
sekunder pertama) dan tidak langsung (dititer dengan baku sekunder pertama
berlebih, kelebihan ini dititrasi baik dengan baku sekunder kedua). Cara langsung
dikemukan oleh Mohr dan Fajans, dimana mohr menggunakan indikator
K2CrO4 dan Fajans menggunakan indikator adsorbs (eosin). Cara tidak langsung
dinyatakan oleh Volhard dimana indikator yang digunakan adalah FeCl3.
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari
garam yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam
2
yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n
anion.
Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk
senyawa kompleks yang tak larut .
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang
dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan
arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit.
Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari
perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat
3
indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,
yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari
reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(skogg,1965)
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute) untuk larut dalam suatu pelarut (Solvent). Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut
pada kesetimbanagan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat
larut dalam perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah
etanol didalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa inggris lebih tepatnyadisebut
miscrible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit
terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah “ tak larut” (insoluble) sering
diterapkan pada senyawa yang sulit larut walaupun sebenarnya hanya ada sangat
sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlalut. Dalam beberapa
kondisi, titik keseimbanagan kelarutan dapat dilampui untuk menghasilkan suatu
larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang menstabil (woedepss)
(tungandi, 2009).
4
air digunkan dalam banyak aplikasi, larutan dalam air adalaah yang paling
penting dan bagus disini. Garam menunjukkan interval kelarutan yang besar
dalam air.
Kelarutan dapat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Suatu larutan lewat
jenuh merupakaan kesetimbanagan dinamis. Kesetimbanagan itu dapat bergeser
bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah
bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik.
Akan tetapi ada zat yang bersifat eksotermik dalam melarut. Sedangkan pengaruh
tekanan udara, tekan udara diatas cairan berpengaruh kecil sekali terhadap
kelarutan zat padat dan cair dalam pelarut cair. Akan tetapi kelarutan suatu gas
bertambah dalam larutan bila tekanan parsial gas tersebut dipermukaan
bertambah besar (Syukri, 1999).
Jika suatu gaaram memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka
dikatakan garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali
larutan dari suatu garam tertentu sangat kecil, dapat dikatan bahwa garam
tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam
dapat berubah dengan perubahan temperature. Umumnya kenaikan temperature
akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali
kelarutan garam tersebut juga akan semakain besar, (Putrucci,1998)
5
dipengaruhi oleh factor temperature. Garam-garam anorganik akan
lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan didalam pelarut
organic dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan
endapan dalam air berkurang jika larutan tersebut mengandung satu
dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta
hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan,
mengurangi konstrasi ion konsentrasi pengendapan sehingga endapan
garam beratambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini akan
digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan.
b. Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila larutan terdapata
garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai
efek garam netral atau efek aktifitas. Semakin kecil koefisien
aktifitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar
ion-ion yang dihasilkan. Klearutan garam dari asam lemah
tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah di larutkan
dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies
garam menagalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.
c. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat
lain yang membentuk konpleks dengan kation garam tersebut.
Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion
pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan
ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat
adanya reaksi kompleksasi.
1. Suhu
Kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.
2. Sifat pelarut
Garam anorganik lebih larut dalam air, berkurangnya kelarutan didalam
pelarut organic dapat digunakan sebagai dasar pemisah dua zat.
6
3. Ion sejenis
Kelarutan endapan dalam air berkurang, jika larutan tersebut
mengandung satu dari ion-ion penyususn endapan.
4. Aktivasi ion
Endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-
garam yang berbeda dengan endapan.
5. pH
larutan garam dari asam lemah terganrtung pada pH larutan.
6. Hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan delam air, akan menghasilkan
perubahan (H+), kation dari spesies garam mengalami hidrolisis
sehingga menambah kelarutannya.
7. Senyawa kompleks
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat
lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.
7
= 1x10-10)di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1x10-5 M; jika
ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 1x10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1x10-
6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl Ke dalam endapan terjadi penambahan
garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun.
1) menyempurnakan pengendapan
2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan
Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-
mula terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan
AgCI pada cairan supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk
menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan
pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar (Underwood,1986).
8
permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar.
Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat
menggunakan indikator tersebut karena koagulasi. Koloid pelindung dapat
mengurangi masalah tersebut. Indikator-indikator tersebut bekerja pada batasan
daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan
yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990).
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain
yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan
membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula
9
kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian
bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi (Vogel, 1990). Reaksi yang
menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika
reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi.
Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat
jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai
pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali
kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam
batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian juga
kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali
indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator
yang digunakan untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).
Tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah hasilkali konsentrasi ion-ion pada
saat larutan jenuh. Dalam larutan jenuh, zat-zat padat yang sukar larut mengalami
kesetimbangan antara padatan yang tidak larut dengan ion-ion zat tersebut yang
larut.
Harga hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawa ionic yang sukar larut dapat
memberikan informasi tentang kelarutan senyawa tersebut dalam air. Semakin besar
harga Ksp suatu zat, semakin mudah larut senyawa tersebut.
10
1.5 Reaksi Pengendapan
Dibawah ini disajikan beberapa reaksi pengendapan, sebagai tanda zat yang terjadi
adalah endapan perhatikan tanda (S) solid,setelah indeksdari rumus kimianya.
Dari reaksi ini dihasilkan endapan yang berwarna hitan dari PbS.
• Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek
kopresipitasi
Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara
terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi
ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan.
11
1.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
Pengendapan adalah metode yang paling baik pada analisis gravimetri.
Namun, harus memperhatikan juga faktor yang mempengaruhi pengendapan,
antara lain :
1.7.1 Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang
disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
12
1.7.3 Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh
kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan
NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini
disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH-
sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek
ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
1.7.4. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton
dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut
dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I-
membentuk HI.
1.7.4 gambar pH
13
dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan
kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan
meningkatkan kelarutan garam tersebut.
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl,
dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning
coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper
mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan
14
standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1
N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969)
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila
terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi
Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72-
karena reaksi
15
terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini
akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10
maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini
akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat
ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersbut atau
dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan
natrium hydrogen karbonat.
Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4 dipengaruhi oleh suhu maka
semua titrasi dilakukan pada temperature yang sama. Pengadukan/ pengocokan
selama larutan standar ditambahkan sangat dianjurkan disebabkan hal ini dapat
mempermudah pengamatan pencapaian titik akhir titrasi dan perak kromat yang
terbentuk sebelum titik akhir titrasi dicapai dapat dipecah sehingga terlarut
kembali.
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah
dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan
yang alkalis,diasamkan dulu dengan asama setat kemudian ditambah sedikit
berlebihan CaCO3.
Titrasi langsung iodide dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan
penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi.Warna biru akan
hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perak iodide
(AgI) akan muncul. Reaksi argentometri adalah :
Ag(NO3) + K2CrO4→Ag2CrO4+ 2KNO3(coklat kemerahan)
NaCl + AgNO3→AgCl + NaNO3(endapan putih)
Baku standar pada titrasi argentometri dengan metode mohr adalah AgNO3. Baku
primernya adalah NaCl dan indikator yang digunakan adalah K2CrO4.
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan
K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana
netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak
kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk
endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
16
Asam : 2CrO42- + 2H→ CrO72- + H2O
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara
titrasi dengan larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan
terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan
kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan
ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator
membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai
titrasi argentometri dengan metode Mohr.
17
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau
agak alkalis ditrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator Kromat.
Apabila ion Klorida atau Bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka
ion Kromat akan beraksi dengan ion Perak membentuk endapan Perak kromat
yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan setandarnya
yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:
Titik akhir Titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah
coklat (AgCrO4). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit
alkalis karena :
18
b. Titik akhir kurang sensitive jika menggunakan larutan yang
encer.
19
penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah
Fe3+dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan
titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3
dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan
adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+
membentuk warna merah darah dari FeSCN (Khopkar,1990)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena
titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara
20
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN-
sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan
X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu
dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan
Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan
juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Pada metode ini menggunakan titrasi balik karena AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan tersebut dititrasi
balik dengan besi (III) amonium sulfat sebagai indikator. Cara ini kurang akurat
karena endapan yang dihasilkan yaitu AgSCN kurang larut dibanding AgCl.
Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III)
nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indikator yang akan membentuk
warna merah dari kompleks besi (III) – tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5
– 1,5 N.
Pada metode ini, saat menentukan kadar klorida harus dalam susana asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis dan diendapkan menjadi
Fe(OH)3, sehingga titik adaan asam.
21
terbentuk endapan Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah basa atau netral maka
sebaliknya titrasi dilakukan dengan metode Mohr atau metode Fajans
(Anonim,2009).
c. Metode Fajans
Pada titrasi Argentometri dengan metode Fajans ada dua tahap untuk
menerangkan titik akhir titrasi dengan indicator absorpsi (fluorescein). Selama
titrasi berlangsung (sebelum TE) ion halide (X-) dalam keadaan berlebih dan
diabsorbsi pada permukaan endapan AgX sebagai permukaan primer. Setelah titik
ekivalen tercapai dan pada saat pertama ada kelebihan AgNO3 yang ditambahkan
Ag+ akan berada pada permukaan primer yang bermuatan positif menggantikan
kedudukan ion halide (X-) . Bila hal ini terjadi maka ion indicator yang bermuatan
negative akan diabsorpsi oleh Ag+ (atau oleh permukaan absorpsi). Jadi, titik akhir
titrasi tercapai bila warna merah telah terbentuk.
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara
Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator
yang digunakan dalam cara ini adalah indikator adsorbsi seperti eosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah
AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion
dan indikator yang dipakai. Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Indikator yang sering
digunakan adalah fluorescein dan eosin.
Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain
dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen
tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka
kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+
sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Gandjar, 2007).
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorbsi
merupakan pewarna, seperti diklorofluorescein yang berada dalam keadaan
bermuatan negative dalam larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion
pada permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka
warna indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna
22
merah muda. Mekanisme teradsorbsinya indicator ini ditunjukkan oleh gambar
berikut ini:
Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan
(diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam
lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak.
Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan,
fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi
ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan
warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid.
Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan
perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).
23
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan
dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan
menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif.
Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh
butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang
kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan
lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan
X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian
menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi
positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan
berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga
terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga
menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam
perubahan diatas, yakni
(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan
menggumpal
(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
24
argentometi metode Fajans. Contohnya pada penggunaan titrasi ion klorida
dengan larutan standar Ag+. Dimana hasil reaksi dari kedua zat tersebut adalah :
4. Metode Liebig
Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator,
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat
ditambahkan dengan larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi
pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil.
Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan
menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya
kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yangjelas
disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk
akhir
Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat
menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.Ketajaman
titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara
analit dan titran. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva
titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen
mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan
menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
25
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa
kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.
b. Indikator Fe3+
Titrasi argentometri dengan indicator ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak
langsung dimana larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih
dan kelebihan ini dititrasi dengan larutan standart SCN-.
26
c. Indikator adsorbsi
Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi
argentometri dengan menggunakan metode Fajans. Indikator yang
dipakai adalah indicator adsorbsi Dimana indicator ini akan berubah
warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan.
1. Ikatan antara indikator dengan ion logam haruslah lebih lemah dari ikatan
antara ion logam dengan EDTA misalnya (antara ion dalam larutan titran dan
ion dalam larutan titrat).
2. Indikator harus sensitif, misalnya dengan adanya kelebihan sedikit dari ion
larutan titran maka dapat segera bereaksi.
3. Indikator harus memberikan warna spesifik yang perubahan warna
nantinya juga harus tampak tajam dan jelas, sehingga TA dapat
diamati dengan baik.
4. Reaksi substitusi juga harus berjalan dengan cepat agar TA
dapat mendekati nilai TE.
28
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 –
10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi
karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen
kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
29
Penambahan larutan tiosianat menghasilkan mula-mula endapan perak
klorida. Kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan
pewarnaan coklat kemerahan, disebabkan oleh terbentuknya suatu ion
kompleks.
Ag+ + SCN- → AgSCN
Fe3+ + SCN- →[FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan
iodide dalam larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih
ditambahkan dan kelebihannya dititrasi balik dengan larutan tiosianat
standar. (Bassett, 1994)
Ag+ Cl-→AgCl
Ag+ + SCN-→ AgSCN
1.13 Aplikasi argentometri dalam analisis obat dan bahan obat beserta
contoh obatnya
30
Timbang seksama ± 100 mg sampel, larutkan dalam 100 ml air,
dipipet 10 ml larutkan kedalam Erlenmeyer 250 ml, ditambahkan
dengan larutan sampel dengan 0,5-1ml K2CrO4 5%, ditirasi
langsung dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga titik akhir tercapai,
dihitung kadar almonium klorida.
2. Penetapan kadar evedrin HcL metode pengendapan (argentometri).
Ditimbang 250 mg efedrin HCL, dilakukan dengan aquadest
sebanyak 250 ml, dipipet 20 ml larutan efedrin HCL, ditambahkan
3 tetes indikator H2CrO4, dititrasi dengan larutan AgNO3
sehingga terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk
endapan merah bata.
3. Penetapan papaverin HCL dengan metode argentometri
Ditimbang seksama sampel papaverinHCL yang setara dengan 100
ml AgNO3 0,1 N, larutan dengan100 ml air suling, tambahkan
indikator K2CrO4 0,005 M dan titrasi dengan AgNO3 0,1 N. titik
akhir titrasi ditambahi dengan perubahan warna dari kuning
menjadi merah coklat atau merah bata.
31
V ̅ NH4CNS = (25,2 + 24,8+ 24,8)/3 = 24,93 ml
V NaCl = 10 ml
N AgNO3 = 0,095 N
=38,902mg
Kadar NaCl = (38,902 mgram)/(450 mgram) x 100% = 8,64%
N AgNO3 = 0,01N
V AgNO3 (V1) = 10 ml
N NH4CNS = 0,095 N
= 67,83 mgram
32
Contoh Metode Mohr
1. Akan ditentukan kemurnian (kadar) NaCl dalam garam dapur. Seberat
1,0 g sampel garam dilarutkan dalam air sampai 100,0 mL . Sebanyak
10,0 mL larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1100
N dengan cara Mohr. Untuk larutan sampel membutuhkan pentiter
9,60 mL.
sedangakan untuk blangko 0,10 mL . jika Mr. NaCl = 58,5 tentukan
kadar NaCl dalam sampel garam tersebut dalam % b/b
JAWAB
Vol. Pentiter yang diperlukan = 9,60 – 0,10 = 9,50 mL
Dari rumus di atas , maka : [Cl-] = N = 0,1056 M
Jadi kadar NaCl = [Cl-] = 0,1056 M = 0,1056 mol /L, atau dalam 100
ml sampel mengandung
2. Tabel Data
Diketahui :
33
Massa NaCl = 57 mg
Jawab :
𝑉×𝑁×𝐵𝑠𝑡×
%kadar NaCl = × 100%
𝐵𝑠 ×𝐹𝐾
5,0176
= × 100%
5,7
= 92,9218 %
Diketahui :
Massa NaCl = 54 mg
Volume AgNO3 = 10 ml
𝑉 ×𝑁 ×𝐵𝑠𝑡
% kadar NaCl = × 100%
𝐵𝑠 ×𝐹𝑘
100𝑚𝑙×0,0954 𝑁 ×5,844𝑚𝑔
= × 100%
54 𝑚𝑔 ×0,1
5,57176
= × 100%
5,4
=103,244%
Pembahasan :
34
Pada metode argentometri cara Mohr ini sample yang
digunakan yaitu NaCL. Cara ini biasanya digunakan terutama
dalam penentuan klorida dan bromide. Digunakan 2 berat (massa)
NaCl yang berbeda yaitu 57 mg dan 54 mg. pertama-tama NaCl
ditimbang dengan neraca analitik, setelah itu dilarutkan dalam 10
ml air suling. Sampel larut dalam air suling. Setelah itu
ditambahkan 3 tetes kalium kromat (K2CrO4) sebagai indicator,
warna larutan menjadi kuning. Kemudian dititrasi dengan AgNO3
sambil dokocok/digoyang sampai tepat membentuk endapan
merah bata. Untuk NaCl 57 mg digunakan AgNO3sebanyak 10 ml
dan 9,2 ml untuk NaCl 54 mg.
Bila suatu larutan klorida dititrasi dengan larutan AgNO3 maka akan
terjadi reaksi
3. Tabel data
35
I 50,3 mg 6,7 ml
II 50,9 mg 7,9 ml
Perubahan kuning Merah bata
Reaksi :
Perhitungan :
𝑉 ×𝑁 ×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎
%kadar = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
47,58
= × 100%
50,3
= 94,5%
51,13
= 50,9 100%
=101,6%
Kadar rata-rata :
K = (K1 + K2) /2
= ( 94,5 % + 101,6 % ) / 2
= ( 196,1 % ) / 2
36
= 98,05 %
Pembahasan:
37
penitrasian. Kemudian sampel dititrasi menggunakan larutan baku
AgNO3 dimana, dengan ion perak yang berlebih maka akan terbentuk
endapan berwarna merah bata.
38
𝑉 ×𝑁 ×𝐵𝑠𝑡
%kadar = 𝑏𝑒𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100%
Diketahui:
V AgNO3 = 44,1 ml
N AgNO3 = 0,1 N
V NaCl = 25 ml
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1 gr=1000 mg
Ditanya:
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)
Jawab
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)
AgNO3→Ag+ + NO3
V AgNO3 = 44,1 ml
39
N AgNO3 = 0,1 N
V NaCl = 25 ml
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1 gr = 1000 mg
𝑉1+𝑉2
V AgNO3 = 2
44,2+44 𝑚𝑙
= 2
= 44,1 ml
0,1 𝑁 × 44,1 𝑚𝑙
= 25 𝑚𝑙
= 0,1764 N
b. Penentuan NaCl dalam garam dapur (cara Mohr)
1
0,044 𝐿 ×0,1 ×58,44 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
𝐸𝑘
= 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 25,77 %
Jadi, kadar banyaknya NaCl sebanyak 25,77%
5. Menghitung galat pada metode
mohr Diketahui :
N (Praktik) AgNO3 = 0,00739 N
Ditanya : Galat …?
Penyelesaian :
𝑁 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘−𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
Galat = x 100%
𝑁 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚
40
0,00739−0,01
= × 100%
0,00739
= 35,3%
Jadi pada metode mohr ini terdapat galat sebesar 35,31%
41
Daftar Pustaka
http://sutriaddina.wordpress.com/2013/02/16/argentometri/
http://ellavioletta.blogspot.com/2012/12/laporan-resmi-argentometri-
kimia_9550.html http://wwkhusnul.blogspot.com/2012/06/argentometri.html
http://arullatif.wordpress.com/2012/05/25/laporan-argentometri/
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar
I.
42