Laporan Kegiatan Upaya Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat Penyuluhan "Pentingnya Imunisasi Measles-Rubella (MR) "

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KEGIATAN

UPAYA PROMOSI KESEHATAN


DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PENYULUHAN “PENTINGNYA IMUNISASI MEASLES-RUBELLA (MR)”

OLEH:
dr. Galuh Ajeng Parandhini

PENDAMPING:
dr. Hawa Masfufah

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


PUSKESMAS BUMIAYU
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN UPAYA PROMOSI KESEHATAN (F.1)
PENYULUHAN “PENTINGNYA IMUNISASI MEASLES-RUBELLA (MR)”

Bumiayu, September 2017

Peserta Program Internship Pendamping Program Internship

dr. Galuh Ajeng Parandhini dr. Hawa Masfufah

NIP. 19840505 200904 2 006


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Permasalahan


Campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan bayi dan anak. Penyakit ini disebabkan oleh virus golongan Paramyxovirus. Pada
tahun 2013, di dunia terdapat 145.700 orang meninggal akibat campak, sedangkan sekitar 400
kematian setiap hari sebagian besar terjadi pada balita (WHO, 2015).
Menurut Kemenkes RI (2015), campak merupakan penyakit endemik di negara
berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, campak masih menempati urutan ke-5 penyakit
yang menyerang terutama pada bayi dan balita. Pada tahun 2014 di Indonesia terdapat 12.943
kasus campak. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2013 sebanyak 11. 521 kasus.
Jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus yang terjadi di 5 provinsi yaitu Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur. Incidence rate (IR) campak pada
tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000 penduduk.Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013
yang sebesar 4,64 per 100.000 penduduk. Kasus campak terbesar pada kelompok umur 5-9
tahun dan kelompok umur 1-4 tahun sebesar 30% dan 27,6%.
Rubella adalah penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak dan dewasa
muda yang rentan. Akan tetapi yang menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakatadalah efek
teratogenik apabila rubella ini menyerang pada wanita hamil pada trimester pertama. Infeksi
rubella yang terjadi sebelum konsepsi dan selama awal kehamilan dapat menyebabkan abortus,
kematian janin atau sindrom rubella kongenital (Congenital RubellaSyndrome/CRS) pada bayi
yang dilahirkan. Sebelum dilakukan imunisasi rubella, insidens CRS bervariasi antara 0,1-
0,2/1000 kelahiran hidup pada periode endemik dan antara 0,8-4/1000 kelahiran hidup selama
periode epidemi rubella. Angka kejadian CRS pada negara yang belum mengenalkan vaksin
rubella diperkirakan cukup tinggi. Pada tahun 1996 diperkirakan sekitar 22.000 anaklahir
dengan CRS di regio Afrika, sekitar 46.000 di regio Asia Tenggara dan 12.634 di regio Pasifik
Barat. Insiden CRS pada regio yang telah mengenalkan vaksin rubella selama tahun 1996-2008
telah menurun. Di Indonesia, rubella merupakah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
memerlukan upaya pencegahan efektif. Data surveilans selama lima tahun terakhir menunjukan
70% kasus rubella terjadi pada kelompok usia <15 tahun. Selain itu,berdasarkan studi tentang
estimasi beban penyakit CRS di Indonesia pada tahun 2013diperkirakan terdapat 2767 kasus
CRS, 82/100.000 terjadi pada usia ibu 15-19 tahun dan menurun menjadi 47/100.000 pada ibu
usia 40-44 tahun. Sedangkan perhitunganmodelling di Jawa Timur diperkirakan 700 bayi
dilahirkan dengan CRS setiap tahunnya. Dalam Global Vaccine Action Plan (GVAP), campak
dan rubella ditargetkan untukdapat dieliminasi di 5 regional WHO pada tahun 2020. Sejalan
dengan GVAP, The GlobalMeasles & Rubella Strategic Plan 2012-2020 memetakan strategi
yang diperlukan untukmencapai target dunia tanpa campak, rubella atau CRS. Satu diantara
lima strategi adalahmencapai dan mempertahankan tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi
denganmemberikan dua dosis vaksin yang mengandung campak dan rubella melalui
imunisasirutin dan tambahan dengan cakupan yang tinggi (>95%) dan merata.
B. Tujuan
Tujuan dari tindakan kampanye imunisasi MR adalah memperkenalkan ke warga serta
sosialisasi dampak measles dan rubella terhadap kelangsungan keturunan, serta untuk
meningkatkan cakupan imunisasi.

C. Manfaat
Diharapkan dengan adanya kampanye imunisasi MR. orang tua tidak takut memvaksin
anaknya sehingga diharapkan cakupan imunisasi MR dapat memenuhi target. Suksesnya
imunisasi MR diharapkan dapat mengurangi kejadian campak dan rubella, serta menurunkan
risiko sindrom rubella kongenital.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. UPAYA PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan adalah upaya mempengaruhi masyarakat agar menghentikan perilaku
beresiko tinggi dan menggantikannya dengan perilaku yang aman atau paling tidak beresiko
rendah. Program Promosi Kesehatan tidak di rancang ”di belakang meja”. Supaya efektif,
program harus dirancang berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari masyarakat sasaran
setempat. (Notoatmodjo, 2005).
Program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”. Maksudnya adalah (i) bersama
dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam kehidupan masyarakat
untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan inginkan, (ii) bersama dengan
masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk perilaku yang beresiko
misalnya jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di lakukan dengan aman dan nyaman
serta (iii) bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan
memantau dampaknya secara terus-menerus. (Depkes RI, 2008).

B. MEDIA PROMOSI KESEHATAN


1. Definisi Media/ Alat Peraga
Menurut Notoatmodjo (2005) Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat
diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba,
dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebar-luasan informasi.
Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dengan
photo dan sebagainya.
2. Jenis Media/ Alat Peraga
Alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar:
- Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya, baik hidup maupun mati. Termasuk dalam
macam alat peraga ini antara lain:
(i) Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dsb
(ii) Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing dalam
botol pengawet, dll
(iii) Sample yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit, dll

- Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa
digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini karena
menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu
besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti
tanah, kayu, semen, plastik dan lain-lain.
- Gambar, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan yang masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan.
- Gambar alat optik, seperti photo, slide, film, dll
C. PENYERAPAN MATERI DALAM PROMOSI KESEHATAN
Seseorang belajar melalui panca inderanya. Setiap indera ternyata berbeda pengaruhnya
terhadap hasil belajar seseorang. Oleh karena itu seseorang dapat mempelajari sesuatu dengan
baik apabila ia menggunakan lebih dari satu indera

D. METODE PENYULUHAN
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah
(Notoatmodjo, 2002):
1. Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan
secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.
2. Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik
pembicaraan diantara 5-20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang telah
ditunjuk.
3. Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota mengusulkan semua
kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-masing peserta, dan
evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan kemudian.
4. Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta tentang
sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.

5. Metode Bermain Peran


Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan
latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh
kelompok.
6. Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal
yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan
suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap
kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
7. Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang
berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
8. Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu masalah
dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.
CAMPAK DAN RUBELLA
A. EPIDEMIOLOGI
Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili atau measles, merupakan penyakit
yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus. Manusia diperkirakan satu-
satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penularan.
Pada tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan secara luas, diperkirakan lebih 20 juta orang
di dunia terkena campak dengan 2,6 juta kematian setiap tahun yang sebagian besar adalah
anak-anak di bawah usia lima tahun. Sejak tahun 2000, lebih dari satu miliar anak di negara-
negara berisiko tinggi telah divaksinasi melalui program imunisasi,sehingga pada tahun 2012
kematian akibat campak telah mengalami penurunan sebesar78% secara global.

Dari gambaran diatas menunjukkan Indonesia merupakan salah satu dari negara-
negara dengan kasus campak terbanyak di dunia.Penyebab rubella adalah togavirus jenis
rubivirus dan termasuk golongan virus RNA. Virus rubella cepat mati oleh sinar ultra violet,
bahan kimia, bahan asam dan pemanasan. Virus tersebut dapat melalui sawar plasenta
sehingga menginfeksi janin dan dapat mengakibatkan abortus atau congenital rubella
syndrome (CRS).
Penyakit rubella ditularkan melalui saluran pernapasan saat batuk atau bersin.
Virusdapat berkembang biak di nasofaring dan kelenjar getah bening regional, dan viremia
terjadi pada 4 – 7 hari setelah virus masuk tubuh. Masa penularan diperkirakan terjadi pada 7
hari sebelum hingga 7 hari setelah rash. Masa inkubasi rubella berkisar antara 14 – 21 hari.
Gejala dan tanda rubella ditandai dengan demam ringan (37,2°C) dan bercak merah/rash
makulopapuler disertai pembesaran kelenjar limfe di belakang telinga, leher belakang dan sub
occipital. Konfirmasi laboratorium dilakukan untuk diagnosis pasti rubella dengan melakukan
pemeriksaan serologis atau virologis. IgM rubella biasanya mulai muncul pada 4 hari setelah
rash dan setelah 8 minggu akan menurun dan tidak terdeteksi lagi, dan IgG mulai muncul
dalam 14-18 hari setelah infeksi dan puncaknya pada 4 minggu kemudian dan umumnya
menetap seumur hidup. Virus rubella dapat diisolasi dari sampel darah, mukosahidung, swab
tenggorok, urin atau cairan serebrospinal. Virus di faring dapat diisolasi mulai1 minggu
sebelum hingga 2 minggu setelah rash. Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala
demam ringan atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan. Sedangkan rubella
pada wanita dewasa sering menimbulkan arthritis atau arthralgia. Rubella pada wanita hamil
terutama pada kehamilan trimester 1 dapat mengakibatkan abortus atau bayi lahir dengan
CRS.
Bentuk kelainan pada CRS:

1. Kelainan jantung:
- Patent ductus arteriosus
- Defek septum atrial
- Defek septum ventrikel
- Stenosis katup pulmonal
2. Kelainan pada mata :
- Katarak kongenital
- Glaukoma kongenital
- Pigmentary Retinopati
3. Kelainan pendengaran
4. Kelainan pada sistim saraf pusat:
- Retardasi mental
- Mikrocephalia
- Meningoensefalitis
5. Kelainan lain :
- Purpura
- Splenomegali

B. GAMBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN RUBELLA SERTA CRS DI INDONESIA


Setiap tahun melalui kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspect
campak dan dari hasil konfirmasi laboratorium, 12 – 39% diantaranya adalah campak pasti (lab
confirmed) sedangkan 16 – 43% adalah rubella pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015,diperkirakan
terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella. Jumlah kasus ini diperkirakan masih
rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak
terlaporkan, terutama dari pelayanan swasta serta kelengkapan laporan Surveilans yang masih
rendah.
Gambar 3. Estimasi Kasus Campak dan rubella di Indonesia Tahun 2010 – 2015.

Pada tahun 2015-2016, 13 RS sentinel CRS melaporkan 226 kasus CRS yang terdiri dari
83 kasus pasti dan 143 kasus klinis. Dari 83 kasus pasti (lab confirmed) yang
dilaporkan, 77% menderita kelainan jantung, 67,5% menderita katarak dan dan 47 % menderita
ketulian.

C. REKOMENDASI INTRODUKSI VAKSIN RUBELLA


WHO position paper on rubella vaccines tahun 2011 merekomendasikan bahwa semua
negara yang belum mengintroduksikan vaksin rubella dan telah menggunakan 2 dosis vaksin
campak dalam program imunisasi rutin seharusnya memasukkan vaksin rubella dalam program
imunisasi rutin. Vaksin rubella tersedia dalam bentuk monovalent maupun kombinasi dengan
vaksin virus yang lain misalnya dengan campak (Measles Rubella/MR) atau dengan campak dan
parotitis (Measles Mumps Rubella/MMR). Semua vaksin rubella dapat menimbulkan
serokonversi sebesar 95% atau lebih setelah pemberian satu dosis vaksin dan efikasi vaksin
diperkirakan sekitar 90% - 100%. Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) juga telah
mengeluarkan rekomendasi pada tanggal 11 Januari 2016 untuk mengintegrasikan vaksin rubella
ke dalam program imunisasi nasional untuk menurunkan angka kejadian rubella dan CSR.

BAB III
PERSIAPAN KAMPANYE IMUNISASI MR
A. TUJUAN KAMPANYE IMUNISASI MR
1. Tujuan pelaksanaan kampanye imunisasi MR ini adalah untuk mencapai eliminasi
campak dan pengendalian rubella/CRS tahun 2020.
2. Tujuan khusus :
- Meningkatkan kekebalan masyarakat terhadap campak dan rubella secara cepat
- Memutuskan transmisi virus campak dan rubella.
- Menurunkan angka kesakitan campak dan rubella.
- Menurunkan angka kejadian CRS
B. SASARAN KEGIATAN
Sasaran pelaksanaan kegiatan kampanye imunisasi MR adalah seluruh anak usia 9 bulan
sampai dengan <15 tahun yang totalnya berjumlah sekitar 66.859.112 anak diseluruh
Indonesia. Imunisasi MR diberikan tanpa melihat status imunisasi maupun riwayat penyakit
campak dan rubella sebelumnya.
C. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN
1. Tempat Pelaksanaan
Kampanye imunisasi MR dilaksanakan di seluruh wilayah Puskesmas Bumiayu.
Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan
yaitudi sekolah-sekolah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak
(TK),SD/MI/sederajat dan SMP/MTs/sederajat, Posyandu, Polindes, Poskesdes,
Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
2. Waktu dan Periode Pelaksanaan Kampanye
Pelaksanaan kampanye imunisasi MR dibagi ke dalam 2 fase. Fase pertama dilaksanakan
pada bulan Agustus untuk anak SD-SMP, dan bulan September untuk anak PAUD dan
lainnya. Kampanye imunisasi MR dilaksanakan dalam waktu dua bulan penuh di masing-
masing daerah termasuk sweeping. Kegiatan sweeping dilakukan untuk menjangkau
sasaran yang belum diberikan imunisasi karena sakit, sedang bepergian, orang tua
sibuk,tidak mengetahui mengenai adanya kampanye imunisasi MR maupun alasan
lainnya.

3. Strategi Pelaksanaan
Target cakupan kampanye imunisasi MR adalah minimal 95%. Untuk itu
diperlukanstrategi agar berhasil mencapai target yang diharapkan.Pelaksanaan kampanye
imunisasi MR dibagi menjadi 2 tahap :
a. Tahap pertama pemberian imunisasi MR di seluruh sekolah yang terdiri dari sekolah
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, SD/MI/sederajat, SDLB
danSMP/MTs/sederajat dan SMPLB. Sebelum pelaksanaan kampanye imunisasi MR
dilaksanakan, perlu melibatkan Tim Pembina UKS (Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Kanwil Kemenag, Pemda) untuk koordinasi pelaksanaan kegiatan
imunisasi MR di sekolah.
b. Tahap kedua pemberian imunisasi untuk anak-anak di luar sekolah usia 9 bulan –
<15tahun di pos-pos pelayanan imunisasi seperti Posyandu, Polindes,
Poskesdes,Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.

BAB IV
PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI MR

Pelaksanaan atau implementasi kampanye imunisasi MR merujuk pada mekanisme kerja atau
alur pelayanan, persiapan vaksin dan logistik, peran petugas kesehatan, guru dan kader,
penyuntikan yang aman, pengelolaan limbah dan pencatatan serta pelaporan.
A. Mekanisme Kerja
Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-pos pelayanan imunisasi yang telah
ditentukanyaitu di Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah
Sakit,di sekolah-sekolah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak
(TK),SD/sederajat dan SLTP/sederajat.Berikut ini adalah contoh mekanisme kerja pelayanan
imunisasi di posyandu ataupos pelayanan imunisasi
B. Persiapan Vaksin dan Logistik
1. Distribusi Vaksin dan Logistik
Vaksin dan logistik didistribusikan secara berjenjang dari pusat ke dinas kesehatan
provinsi, dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas
kesehatan kabupaten/kota ke puskesmas kemudian ke pos-pos pelayanan imunisasi
lainnya. Tenaga kesehatan atau tim imunisasi akan menerima vaksin MR dan pelarutnya
dari puskesmas terdekat yang telah memiliki vaksin refrigerator ADS 0,5 ml,
ADS 5 ml, safety box, kapas, formulir pencatatan, anafilatik kit, penmarker, kantong
plastik untuk limbah tidak tajam dan logistik lainnya yang tidak memerlukan cold chain
dapat didistribusikan ke petugas sebelum pelaksanaan kampanye berdasarkan
mikroplanning yang telah dibuat.
Vaksin MR dan pelarut didistribusikan ke pos pelayanan pada hari yang sama dengan
pelayanan menggunakan vaksin carrier standar. Sehari sebelum pelayanan, pelarut harus
disimpan dalam lemari es pada suhu 2 sd 8 C. Pelarut juga harus dimasukan ke dalam
vaksin carrier agar memiliki suhu yang sama dengan vaksin yaitu berkisar 2 sd 8 derajat
celsius pada saat pelarutan. Petugas kesehatan atau vaksinator bertanggung jawab
membawa vaksin carrier ketempat pelayanan. Saat sesi pelayanan sudah selesai setiap
harinya, petugas bertanggung jawab mengembalikan vaksin carrier dan safety box yang
telah terisi ke puskesmas.
Selama pelaksanaan kampanye imunisasi MR, Puskesmas atau pos pelayanan
imunisasi lainnya akan menerima logistik sebagai berikut:
1. Vaksin MR dan pelarut sejumlah sasaran
2. ADS 0,5 ml dan ADS 5 ml
3. Safety Box
4. Satu set kapas
5. Formulir pencatatan dan pelaporan cakupan dan logistik
6. Formulir laporan KIPI 5 lembar
7. Formulir investigasi KIPI 1 paket
8. KIPI kit
9. Kantong limbah medis untuk vial vaksin kosong
10. Pen marker
11. Kantong atau tempat sampah untuk limbah non medis lainnya
2. Pelarutan Vaksin
Dalam melarutkan vaksin harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pelarutan vaksin hanya boleh dilakukan ketika sasaran sudah datang untuk imunisasi.
b. Pelarut harus berasal dari produsen yang sama dengan vaksin yang digunakan.
c. Pastikan vaksin dan pelarutnya belum kadaluarsa dan VVM masih dalam kondisi
A atau B.
d. Vaksin dan pelarut harus mempunyai suhu yang sama (2 sd 8 C) dan tidak
pernahbeku.
e. Melarutkan vaksin dengan dengan menggunakan ADS 5 ml. Satu ADS 5
ml digunakan untuk melarutkan satu vial vaksin. Jangan menyentuh jarum ADS
dengan jari.
f. Memastikan 5 ml cairan pelarut vaksin terhisap dalam ADS kemudian
baru melakukan pencampuran dengan vaksin kering campak.
g. Masukan pelarut secara perlahan ke dalam botol vaksin agar tidak
terjadigelembung/busa.
h. Kocok campuran vaksin dengan pelarut secara perlahan sampai tercampur rata, hal ini
untuk mencegah terjadinya abses dengin.
i. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan dalam waktu 6 jam. Oleh karen
aitu hanya boleh melarutkan satu vial vaksin dan baru boleh melarutkan vaksin lagi
bila vaksin pada vial sebelumnya sudah habis serta masih ada sasaran.
j. Catat jampelarutan vaksin pada label vaksin.
k. Memperhatikan prosedur aseptik
3. Cara Pemberian Vaksin MR
Berikan imunisasi MR untuk anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun tanpa melihat
status imunisasi dan riwayat penyakit campak atau rubella sebelumnya. Berikut adalah
langkah-langkah dalam melakukan penyuntikan vaksin MR:
a. Imunisasi dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (auto disable
syringe / ADS) 0,5 ml.
b. Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk menghindari pemakaian berulang
jarum sehingga dapat mencegah penularan penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B dan C.
c. Pengambilan vaksin yang telah dilarutkan dilakukan dengan cara memasukkan jarum
ke dalam vial vaksin dan pastikan ujung jarum selalu berada di bawah permukaan
larutan vaksin sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalam spuit.
d. Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin masuk ke dalam spuit dan keluarkan
udara yang tersisa dengan cara mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai
pada skala 0,5 cc, kemudian cabut jarum dari vial.
e. Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan dengan kapas kering sekali pakai ataukapa
s yang dibasahi dengan air matang, tunggu hingga kering. Apabila lengan anaktampak
kotor diminta untuk dibersihkan terlebih dahulu.
f. Penyuntikan dilakukan pada otot deltoid di lengan kiri atas.
g. Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan secara subkutan (sudut kemiringan
penyuntikan 45.
h. Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar, kemudian ambil kapas kering baru la
luditekan pada bekas suntikan, jika ada perdarahan kapas tetap ditekan pada lokasi
suntikan hingga darah berhenti
4. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan kampanye imunisasi MR harus akurat, lengkap dan tepatwaktu.
Pencatatan kegiatan dilakukan terpisah dari kegiatan rutin, dan dilaporkan setiap hari.
Pelaporan dilakukan berjenjang dan bertahap dari pos pelayanan hingga ke Pusat.
Pencatatan dan pelaporan pada kegiatan ini adalah hasil cakupan dihitung berdasarkan
data pusdatin maupun data pendataan sasaran, dan pemakaian logistik menggunakan
formulir.

BAB V
PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KIPI

Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi nasional termasuk vaksin MR untuk
kampanye imunisasi MR sangat aman dan efektif, namun demikian seiring dengan meningkatnya
jumlah vaksin yang diberikan, menurut Chen dkk akan muncul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI). KIPI merupakan kejadian medik yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Kejadian
ini dapat berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi kecemasan,atau hubungan
kausal yang tidak dapat ditentukan. Pada saat imunisasi massal (kampanye) di mana dilakukan
pemberian imunisasi dalam jumlah banyak pada kurun waktu tertentu, akan muncul jumlah
laporan KIPI yang meningkat. Untuk itu persiapan kegiatan yang sistematik dan terencana baik
harus dilakukan. Kejadian ikutan pasca imunisasi diklasifikasikan serius menurut Uppsala
Monitoring Centre (UMC) apabila kejadian medis akibat setiap dosis imunisasi yang
diberikan,menimbulkan kematian, kebutuhan untuk rawat inap dan gejala sisa yang menetap
serta mengancam jiwa. Klasifikasi serius KIPI tidak berhubungan dengan tingkat keparahan
(beratatau ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi.
A. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Pada Kampanye MR yang Mungkin Terjadi dan
Antisipasinya
1. Vaksin MR adalah vaksin yang sangat amat aman, namun seperti sifat setiap obat
memiliki reaksi simpang. Reaksi simpang yang mungkin terjadi adalah reaksi lokal
seperti nyeri, bengkak dan kemerahan di lokasi suntikan dan reaksi sistemik berupa
ruam atau rash, demam, dan malaise dan reaksi simpang tersebut akan sembuh dengan
sendirinya. Reaksi alergi berat seperti reaksi anafilaksis dapat terjadi pada setiap orang
terhadap setiap obat, kemungkinan tersebut dapat juga terjadi pada pemberian vaksin
MR.
2. KIPI yang terkait kesalahan prosedur dapat terjadi, untuk itu persiapan sistem
pelaksana imunisasi yang terdiri dari petugas pelaksana yang kompeten (memiliki
pengetahuan cukup, trampil dalam melaksanakan imunisasi dan memiliki sikap
profesional cukup sebagai tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap dan petunjuk
teknis yang jelas, harus disiapkan dengan maksinal. Kepada semua jajaran yang masuk
dalam sistem ini harus memahami petunjuk teknis yang diberikan.

3. KIPI terkait reaksi kecemasan mungkin terjadi. Reaksi kecemasan sering terjadi padaan
ak, dan kejadian dapat timbul karena target usia pada kampanye MR sampai dengan
usia 15 tahun. Reaksi kecemasan yang mungkin timbul adalah pingsan yang gejalanya
mirip reaksi anafilaksis, perbedaan yang harus diketahui petugas adalahtanda vital yang
normal pada pingsan akibat reaksi kecemasan terhadap tindakan imunisasi/ suntikan.
4. KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden harus diwaspadai. Untuk itu
penapisan status kesehatan anak yang akan diimunisasi harus dilakukan seoptimal
mungkin. Apabila diperlukan catat data anak yang status kesehatannya
meragukan,untuk digunakan sebagai kelengkapan data apabila kemungkinan terjadi
KIPI.
B. Mekanisme Pemantauan dan Penanggulangan KIPI
Pemantauan kasus KIPI dimulai langsung setelah imunisasi. Selanjutnya Puskesmas
menerima laporan KIPI dari masyarakat/orangtua/kader. Apabila ditemukan dugaan KIPI
serius agar segera dilaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk dilakukan
pelacakan. Hasil pelacakan dilaporkan ke Pokja/Komda PP-KIPI dilakukan analisis
kejadian,tindak lanjut kasus, seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Untuk
keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
42/Menkes/SK//2014tentang Pedoman Penyelenggaraan imunisasi.

Kejadian ikutan pasca imunisasi yang meresahkan dan menimbulkan perhatian


berlebihan masyarakat, harus segera direspons, diinvestigasi dan laporannya segera dikirim
langsung kepada Kementerian Kesehatan cq. Sub Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI
BAB VI
KEGIATAN
A. Intervensi
1. Bentuk kegiatan : Penyuluhan pentingnya Imunisasi Measles dan Rubella
2. Sasaran : Siswa SD, SMP di wilayah kerja Puskesmas Bumiayu
3. Materi:
- Pengenalan Imunisasi Campak dan Rubella
- Manfaat dilakukan Imunisasi
- Dampak yang ditimbulkan apabila tidak di imunisasi
4. Pelaksanaan
- Hari/ Tanggal : Bulan Agustus - September
- Tempat : SD, SMP di Wilayah Kerja Puskesmas Bumiayu
- Waktu : 08.00 sd selesai
-
B. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program imunisasi merupakan komponen
yang sangat penting, yang dilakukan untuk menilai apakah kegiatan yang dilakukan
dilaksanakan dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Monitoring dan
evaluasi ditujukan pada setiap tahapan kegiatan mulai dari perencanaan,pelaksanaan (termasuk
di dalamnya adalah hasil cakupan) dan dampak. Dalam kegiatan kampanye imunisasi MR,
monitoring dan evaluasi ditujukan pada pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui hasil
dibandingkan dengan target atau standar yang ditetapkan. Kegiatan monitoring dan evaluasi
dapat dilakukan saat atau setelah pelaksanaan kampanye imunisasi MR, dengan menggunakan
format RCA (RapidConvenience Assessment) atau format penilaian cepat dan format laporan
hasil. Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dapat mengidentifikasi pencapaian hasil kegiatan
seperti cakupan di masing-masing wilayah, pemakaian logistik dan masalah-masalah yang
dihadapi saat pelaksanaan, termasuk identifikasi kasus KIPI yang terjadi serta aspek-aspek
penyebabnya. Semakin cepat monitoring dan evaluasi dilakukan, maka semakin cepat tindak
lanjut perbaikan dapat dilakukan. Evaluasi dampak dilakukan dalam rangka mengetahui dampak
kegiatan kampanye terhadap penurunan kasus campak dan rubella. Evaluasi dapat dilakukan
melalui laporan mingguan surveilans (W1), laporan bulanan penyakit (LB) atau kajian kasus
KLB campak-rubella dengan konfirmasi laboratorium. Dalam melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan kampanye MR, harus memperhatikan pengelompokkan sasaran. Hal ini
perlu dilakukan mengingat rentang usia sasaran yang sangat besar yaitu usia 9 bulan sampai
dengan < 15 tahun. Oleh karena itu,formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan yaitu: 9
bulan-6 tahun (termasuk PAUDdan TK), 7-12 tahun (SD/MI/sederajat) dan 13 -<15 tahun
(SMP/MTs/sederajat). Pembagian kelompok umur ini dilakukan berdasarkan karakteristik
sasaran. Pelaksanaan RCA ditujukan pada 20 rumah yang memiliki sasaran usia 9 bulan -<15
tahun.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
a) Campak merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemui di daerah tropis
b) Dampak campak dan rubella sangat besar bila tidak dicegah. Kerugian yang ditimbulkan
sindrom rubella kongenital sangat membebani anggaran baik orang tua maupun negara.
c) Pencegahan dengan imunisasi diharapkan mampu melindungi anak Indonesia dari campak
dan rubella, serta mencegah kelahiran dengan CSR.
d) Komunikasi dan perencanaan yang baik antar tenaga kesehatan dan masyarakat turut
mensukseskan cakupan imunisasi.

2. SARAN
a) Perlu komunikasi dengan warga yang menolak imunisasi agar cakupan imunisasi mencapai
target.
b) Pengaruh tokoh agama dan tokoh adat serta para kader harus dimaksimalkan.
DAFTAR PUSTAKA

Notoadmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoadmodjo, 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Kemenkes, 2017. Petunjuk Teknis Imunisasi Campak dan Rubella. Direktorat Kementerian
Kesehatan. Indonesia.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai