TB Paru
TB Paru
TB Paru
SKRIPSI
OLEH
NUR AFIFAH LUBIS
NIM :141000150
OLEH
NUR AFIFAH LUBIS
NIM :141000150
2018“ beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan
ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
iii
iv
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
segala rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
Masyarakat.
dukungan, saran, dan kritik dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis dengan kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Sumatera Utara, sekaligus Dosen Penguji II, yang telah memberikan kritik,
6. Ir., Evi Naria, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
orang tua penulis yang memberikan ilmu bermanfaat dan wawasan serta
9. Kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Anwar Lubis dan Ibunda Hj. Evy
Lubis., Amd., Deviana Hasibuan Ssos., Nurul Azizah Lbs., Spd., Nur
Hafizhah Hanin Lubis, Nabilah Azmi Lubis , dan seluruh keluarga dan
ini.
vi
dukungan dan hal-hal bermanfaat lainnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan lancar dan kiranya Tuhan Maha Esa memberikan yang berkat terbaik bagi
kita semua. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
Penulis
vii
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...........................................i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................ii
ABSTRAK ................................................................................................................iii
ABSTRACT ...............................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ..............................................................................................v
DAFTAR ISI ............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH .................................................................................................xiii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................xiv
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.1 Pengertian Puskesmas .................................................................... 30
2.4.2 Tugas Puskesmas ............................................................................ 30
2.4.3 Fungsi dan Wewenang Puskesmas ................................................. 30
2.4.6 Upaya Kesehatan Perorangan ......................................................... 32
2.4.7 Upaya Kesehatan Masyarakat ........................................................ 32
2.4.8 Puskesmas dalam Upaya Penanggulangan TB ............................... 34
2.5 Kerangka Berpikir ................................................................................. 34
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Gambar 1.1 Perkiraan insidensi TB diseluruh dunia pada tahun 2014 .............. 2
Gambar 3.1 Analisis data menurut Miles & Huberman dalam Herdiansyah ... 38
xi
Lampiran 1. PedomanWawancara
xii
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
November 1996 dan beragama Islam dengan suku bangsa Batak Mandailing.
Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Ayahanda Anwar
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
menyerang salah satu paru yang sampai saat ini masih tinggi kasusnya di
manusia dikarenakan penyakit ini menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi
diderita oleh siapa saja, orang dewasa atau anak-anak dan dapat mengenai seluruh
organ tubuh kita, walaupun yang banyak diserang adalah organ paru (WHO,
2014).
kesehatan utama di dunia yang menyebabkan morbiditas pada jutaan orang setiap
tahunnya. Berdasarkan laporan WHO tahun 2015, pada tahun 2014 terdapat 9,6
juta kasus TB paru di dunia, 58% kasus TB berada di Asia Tenggara dan kawasan
Pasifik Barat serta 28% kasus berada Afrika. Pada tahun 2014, 1.5 juta orang di
dunia meninggal karena TB. Tuberkulosis (TB) menduduki urutan kedua setelah
semua kasus TB yang ditemukan pada tahun 2015 yang sebesar 330.729 kasus.
penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus TB
di tiga provinsi tersebut sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.
Pada Tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan semua kasus TB sebesar 85%.
Angka Kesembuhan semua kasus yang harus dicapai minimal 85% sedangkan
dianjurkan oleh WHO. Strategi ini telah terbukti cukup efektif dalam
terjamin mutunya, (3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan
bagi pasien, (4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) yang efektif, (5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang
yang dibentuk oleh pemerintah pada tanggal 24 Maret 1999, maka Pemberantasan
tidak standar), dan tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan
obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
(PMO) akan berisiko 1,83 kali untuk tidak sembuh dibandingkan dengan pasien
yang diawasi dengan baik oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Salah satu
kesembuhan TB Paru (cure rate) adalah keberadaan atau peran dari Pengawas
catatan CNR (Cross Notification Rate) kasus baru TB Paru BTA (+) di Sumatera
sebesar 50/100.000, Pakpak Bharat sebesar 67/100.000 dan Gunung Sitoli sebesar
namun hal ini mengalami kenaikan sebesar 2,58% dibandingkan tahun 2015
(89,61%). Angka succes rate pada tahun 2016 ini telah mampu melampaui target
belum mampu mencapai angka success rate 85% antara lain Medan & Padang
jumlah kasus BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2015 sebanyak 3.111
(51,63%) kasus dan tahun 2014 sebanyak 3.047 (47,72%) kasus. Angka
Lalang belum berjalan maksimal, hal ini dilihat dari kualitas petugas TB paru
masih kurang dalam upaya penemuan kasus serta pelatihan kepada pasien TB
menampung dahak yang benar sehingga terjadi kesalahan hasil diagnosa ketika
3 tahun terakhir sejak tahun 2015-2017 diketahui terjadi peningkatan pasien yang
penderita TB Paru dengan pasien yang diobati sebanyak 55 orang, pasien yang
sembuh 43 orang dan tidak ada pasien yang meninggal dan pindah, Sedangkan
pada tahun 2016 terjadi peningkatan pasien penderita TB Paru yang sangat
signifikan sebanyak 106 orang yang berarti peningkatan yang terjadi 50% dari
jumlah ditahun sebelumnya, dengan jumlah pasien yang diobati sebanyak 106
orang, pasien yang sembuh 37 orang dan 5 orang pasien yang meninggal, dan 7
orang pasien yang pindah fasilitas pelayanan kesehatan. Pada tahun 2017 terdapat
peningkatan penderita TB Paru sebanyak 4 orang dari tahun sebelumnya yaitu 110
orang, dengan jumlah pasien yang berobat sebanyak 107 orang, 82 orang pasien
yang sembuh dan tidak ada yang meninggal dunia, dan 13 orang pasien yang
menunjukkan jumlah TB Paru dari tahun 2015-2017 sebanyak 271 orang yang
(41,7%) yang dinyatakan sembuh hanya 168 penderita (62,7%) , hal ini
target yang ditetapkan yaitu sebesar 85% (Puskesmas Mandala Medan Tahun
2017).
suspek memiliki gejala batuk berdahak lebih dari 2 minggu, kemudian dilakukan
puskesmas mandala. Apabila dari ketiga hasil sputum terdapat dua BTA (+) ,
Puskesmas Mandala.
dengan baik namun hasil dari program penanggulangan TB Paru masih belum
maksimal, hal ini dilihat dari data yang telah dijelaskan bahwa terjadi peningkatan
pasien sering tidak teratur dalam mengambil obat ke Puskesmas dan kurangnya
motivasi untuk berobat, baik motivasi yang berasal dari individu itu sendiri
maupun dari luar dirinya karena penderita merasa lelah dan bosan dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebagian besar menyerang paru-paru tetapi dapat juga menyerang organ lain.
Penyakit ini bila diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan
bersin. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang
menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah),
bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain
seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang kelenjar getah bening dan lainnya meski
yang paling banyak adalah organ paru. Cara penularan adalah orang terdekat yang
dalam paru-paru serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan menjadi terinfeksi
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
1. Permulaan Sakit
pertama menyerupai ”influenzae” akan segera mereda dan keadaan akan pulih
Tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil, serangan kedua
bisa terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya. Dikatakan sebagai
multiplikasi 3 bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang
pertama sebelum orang sakit ”sembuh” kembali. Pada serangan ketiga serangan
sakit akan lebih lama dibandingkan serangan kedua. Sebaliknya masa ”tidak
sakit” menjadi lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua.
masa ”bebas influenzae” makin pendek. Salah satu keluhan pertama penderita
2. Malaise
anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, badan terasa pegal-pegal, demam
3. Batuk
paru. Selama bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit tidak
akan batuk. Batuk pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan
kemudian pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah maka
akan terjadi batuk darah ringan, sedang, atau berat tergantung dari berbagai
faktor. Satu hal yang harus diingat adalah tidak semua batuk darah dengan
disertai gambaran lesi di paru secara radiologis adalah TB paru. Batuk darah
juga terjadi pada berbagai penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya
6. Keringat Malam
7. Demam
positif.
2. Tuberkulosis Paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas. Hasil
a. Kasus baru
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
Dikatakan kasus lalai berobat bila penderita yang sudah berobat paling
singkatan dari Bacil Calmette Guerin. Vaksinasi BCG dapat mencegah terjadinya
penyakit Tuberkulosis yang berat dan dapat mencegah kematian (Aditama, 1994).
dengan kabupaten atau kota sebagai titik berat manajemen program dalam
dimulai pada tahun 2000 dengan tujuan untuk mempercepat aksi sosial dan politik
dunia bebas TBC. Visi ini akan dicapai dalam empat misi, yaitu:
1. Menjamin bahwa setiap penderita TBC mempunyai akses yang efektif terhadap
utama adalah:
1. Pada tahun 2005, setidaknya 70% yang terinfeksi TBC dapat didiagnosis
2. Beban global penyakit TBC (prevalensi dan kematian) pada tahun 2015 akan
3. TBC bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat global pada tahun 2050.
Selain itu, The Partnership juga mempunyai komitmen untuk mencapai target
Millineum Development Goals (MDGs) yang relevan untuk TBC yaitu: “to
have halted and begun to reserve the incident of TB” pada tahun 2015. Dalam
dan penggunaan peralatan yang lebih baik, dan pelaksanaan strategi baru WHO
1. Visi
2. Misi
dan berkeadilan.
3. Tujuan
4. Target
penduduk dari 297 menjadi 245. Persentase kasus baru TB Paru BTA (+) yang
ditemukan dari 73% menjadi 90% dan Persentase kasus baru TB Paru BTA (+)
pada tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari
hanya 1-2% per tahun menjadi 3-4% per tahun dan penurunan (Kemenkes RI,
2014).
maka perlu adanya kegiatan yang dapat membantu untuk mencapai tujuan dan
2. Pengobatan Tuberkulosis
dilakukan dengan menerapkan strategi DOTS mulai tahun 1995, yaitu strategi
dalam menelan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang
pengawas. Pasien juga harus menerima pengobatan (treatment) yang tertata dalam
setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan jangka pendek
(short course) standar yang telah terbukti ampus secara klinis. Akhirnya, mutlak
utama DOTS adalah penemuan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe
menular. Strategi ini mampu memutus rantai penularan TB dan diharapkan dapat
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan penyakit TB. Tujuan
putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada
dunia.
selama masa pengobatan, mencegah pasien drop out (putus berobat) serta
pencarian dan penemuan kasus baru di masyarakat. Dalam program ini terdapat
PMO yang mempunyai tugas untuk mengawasi pasien TB agar menelan obat
kepada pasien, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang
dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai
mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul,
yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akubat
komponen, yaitu:
Daya Manusia, kerja sama lintas program dan lintas sektor, dukungan dari
rasional, termasuk tersedianya OAT lini kedua dan sarana pendukung lainnya.
Diagnosis yang akurat dan tepat waktu adalah landasan utama dalam Program
Untuk mengobati pasien TB, diperlukan paduan OAT lini kedua dan lini satu
yang masih sensitif dan berkualitas dengan panduan pengobatan yang tepat.
OAT lini kedua lebih rumit dalam pengelolaannya antara lain penentuan
penyimpanan dan sebagainya. Selain itu, harga OAT lini dua jauh lebih
mahal, potensi yang dimiliki lebih rendah, efek samping lebih banyak dan
lebih berat daripada OAT lini pertama. Strategi pengobatan yang tepat adalah
prosedur tetap untuk mengawasi dan mengatasi kejadian efek samping obat.
Pengelolaan OAT lini kedua lebih rumit daripada OAT lini pertama, hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: waktu kadaluarsa yang lebih singkat,
terlibat dalam pengelolaan OAT lini kedua di setiap jenjang, dimulai dari
kepada pasien. Untuk menjamin tidak terputusnya pemberian OAT, maka stok
OAT harus tersedia dalam jumlah cukup untuk minimal 6 bulan sebelum obat
diperkirakan habis. OAT lini kedua yang digunakan harus berkualitas dan
(tergantung metode yang dipakai), masa pengobatan yang panjang dan tidak
sama lamanya, banyaknya jumlah OAT yang ditelan, efek samping yang
sistem yang dipakai untuk TB yang selama ini sudah berjalan. Perbedaannya
antara lain adalah adanya pencatatan hasil pemeriksaan biakan dan uji
laporan hasil pengobatan. Melalui sistem pencatatan dan pelaporan yang sama
maka pencatatan penderita yang diikuti secara konkrit akan dapat di evaluasi
sarana kesehatan secara bertahap hingga mencapai minimal 70% dari total
penderita TB yang ada dapat dicatat dan menyembuhkan minimal 80% dari
diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien (Kemenkes RI, 2014).
Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan
keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga
1. Kelompok khusus yang rentan terhadap atau beresiko tinggi sakit TB seperti
3. Anak di bawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB.
yang memiliki gejala utama batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
Pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu)
nilainya identik dengan pemeriksaan dahak seara kultur atau biakan. Pemeriksaan
2014:
kali dan pada saat pulang diberi sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
b. P (Pagi): Dikumpulkan di rumah pada hari kedua di pagi hari. Pada saat
Fasyankes.
pagi.
2. Pemeriksaan penunjang
dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka orang tersebut telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis.
tahap awal dan pengobatan tahap lanjutan, dimana maksud dari tahap awal dan
a. Tahap awal yaitu pengobatan yang diberikan kepada penderita setiap hari
dengan syarat penderita harus makan obat tiap hari selama 2 bulan. Pengobatan
pada tahap ini dimaksudkan untuk menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
b. Tahap lanjutan yaitu pengobatan yang diberikan setelah pengobatan tahap awal
dengan syarat penderita harus minum obat sejak bulan ketiga sampai bulan
keenam dengan cara minum obat berjarak satu hari. Pada pengobatan tahap
lanjutan ini merupakan tahap penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat dan dosis
yang digunakan untuk TB paru sebagaimana tertera dalam Tabel 2 dibawah ini.
Isoniasid ( H ) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin ( R ) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamid ( Z ) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Steptomycin ( S ) Bakterisid 15 30
(12-18) (25-35)
Etambutol ( E ) Bakteriostatik 15 15
(15-20) (12-18)
dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran
dengan cara pengawasan langsung oleh seorang PMO (Pengawas Menelan Obat)
pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
pengobatan.
3. Mengingatkan Pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
pelayanan kesehatan.
pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien
harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan (Kemenkes RI, 2014).
antara lain:
secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada
akhir pengobatan.
3. Gagal, yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan
2.3.7 Penyuluhan TB
langsung dengan menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak (leaflet, poster,
atau spanduk) dan media massa berupa (media cetak dan media elektronik).
cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih
luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TBC dari “suatu penyakit yang
2.3.8 Pelatihan
keterbatasan sumber daya manusia yang ada. Pelatihan diberikan kepada semua
tenaga yang terkait dengan program penanggulangan TBC, baik tenaga kesehatan
secara berkala dan terus-menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah
tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu (interval)
lebih lama, biasanya setiap 6 bulan - 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh
mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai dalam
2.4 Puskesmas
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat
wilayah kerjanya.
penyakit.
dan preventif.
pelayanan kesehatan.
rujukan.
1. Rawat jalan.
4. Home care.
dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan (Kemenkes RI, 2014).
upaya kesehatan perorangan di puskesmas antara lain terdiri dari dokter atau
dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, ahli teknologi laboratorium
dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber
puskesmas meliputi:
d. Pelayanan gizi.
biasanya dikelilingi oleh 5 puskesmas satelit. Fungsi puskesmas ini adalah sebagai
dimana fungsi puskesmas ini sama seperti puskesmas rujukan hanya saja
puskesmas ini tidak bekerja sama dengan puskesmas satelit. (Permenkes RI No.75
Tahun 2014).
BAB III
METODE PENELITIAN
sebagai berikut: “Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data
mendalam terhadap informan agar diketahui secara jelas dan mendalam tentang
3.2.2 Waktu Penelitian. Kegiatan penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 5
Informan dalam penelitian ini adalah orang yang diwawancarai atau yang
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
1. Kepala Puskesmas
mendalam (indepth interview) dan data dari dinas kesehatan Kota Medan, data
dari Puskesmas Mandala mengenai jumlah kasus TB Paru, dan referensi buku
dibutuhkan dalam pelaksanaan program TB paru agar dapat berjalan dengan baik,
meliputi: Tenaga Kesehatan, Dana, Sarana (alat transpotasi, OAT, pot dahak, kaca
c. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
program TB paru.
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi: Pasien TB Paru , diagnosa,
3. Kesembuhan
3.6 Triangulasi
Triangulasi sumber yang berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda
dengan teknik yang sama, yakni dengan memilih informan yang dianggap dapat
mengambil kesimpulan dari hasil wawancara. Metode dari Miles dan Huberman
analisis data dengan beberapa bagian yaitu pengumpulan data (data collection),
reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan
Gambar 3. Analisis Data Menurut Miles & Huberman dalam Herdiansyah (2012)
BAB IV
Kelurahan Kenanga Baru Kecamatan Tembung yang memiliki wilayah kerja 394
- Kelurahan Bantan
4.1.2Demografis
penduduk 74.179 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 36.928 orang
dan perempuan sebanyak 37.251 orang dan jumlah KK sebanyak 17.385 KK.
Adapun distribusi data demografi jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel 4.2
dibawah ini.
Berdasarkan tabel diatas bahwa diketahui luas wilayah kerja Puskesmas Mandala
4.1.3Tenaga Kesehatan
orang dokter umum yang selalu siap dapat memberikan pelayanan kesehatan
terdiri dari beberapa sarana kesehatan yang terlihat pada tabel 4.4 dibawah ini:
1. Puskesmas Induk 1
2. Puskesmas Pembantu 2
3. Posyandu Balita 39
4. Posyandu Lansia 7
5. Posbindu 2
Jumlah 51
Sumber: Profil Puskesmas Mandala Medan Tahun 2017
4.2Karakteristik Informan
Dari tabel diatas diketahui jumlah informan dalam penelitian ini adalah 6
orang informan, yang terdiri dari 1 informan Kepala Puskesman Mandala Medan
yang berusia 36 tahun pendidikan S1, 4 informan penderita TB Paru yang masing-
1. Tenaga Kesehatan
2014, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
dukungan tenaga kesehatan yang dimiliki baik dari segi kuantitas maupun
bahwa Puskesmas Mandala memiliki SDM yaitu tenaga kesehatan yang sesuai
paru di Puskesmas Mandala yaitu tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter
jawab yang harus dilaksanakan tenaga kesehatan yang terlibat dalam program
penanggulangan TB paru telah dilaksanakan. Akan tetapi masih ada tugas yang
sehingga penemuan kasus TB paru belum optimal. Hal ini tidak dilakukan karena
Penyuluhan hanya dilakukan terhadap suspek TB paru dan pasien TB paru namun
mengenai penyakit TB Paru dan memberikan arahan kepada pasien agar terus
berobat.
disini mengikuti pelatihan yang diberikan oleh dinas kesehatan khususnya tenaga
sikap, dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja
petugas.
untuk petugas. Kalau untuk pelatihan apalagi kalau untuk pelatihan dengan
metode DOTS kan, semua dokternya sudah dilatih dan petugas TB, dan
petugas analisnya sudah dilatih” (Informan 1)
Puskesmas Mandala telah mendapatkan pelatihan yang didapat dari Tenaga Dinas
Kesehatan Kota Medan yaitu tentang mengenai bagaimana riwayat TB, tanda-
tanda gejala TB serta pelatihan metode DOTS yang diberikan kepada dokter dan
pencatatan dan pelaporan, pelatihan dalam hal fiksasis slide, penjaringan terhadap
yang di dapat oleh petugas TB paru hanya sekali setahun saja. Kepala puskesmas
Mandala telah mendapat pelatihan dari Dinas kesehatan kota Medan. Sedangkan
telah mendapat pelatihan sebelum menjadi petugas TB Paru dan pelatihan itu
Sebagian besar tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan tenaga
dilaksanakan. Akan tetapi masih ada tugas yang belum dilaksanakan dengan
yang dilakukan hanya kepada suspek dan penderita TB paru ketika penderita TB
2. Dana
dana yang cukup akan menunjang proses pelaksanaan program agar efektif dan
efisien, sehingga suatu program akan menjadi terhambat apabila dana yang
dibutuhkan tidak tersedia. Sumber dana yang digunakan dalam kegiatan program
penanggulangan TB Paru berasal dari APBN, APBD, dana hibah dan swasta
alokasi dari pemerintah daerah dan pusat. Alokasi APBD untuk pengendalian TB
lainnya yang juga perlu didanai (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan ketentuan dari
penanggulangan TB Paru berasal dari APBN, APBD dan hibah swasta. Hasil
“Pendanaannya dari luar kakak rasaya, karna itu bekerjasama ini ada
namanya KNCV ada pelatihan, ada donatur dari luar” (Informan 2)
dana yang bersumber dari pemerintah yang berasal dari APBN, APBD dan
bekerja sama dengan KNCV. Dari hasil wawancara diketahui bahwa dana yang
Sarana dan prasarana merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan
puskesmas dalam pelaksanaan program TB Paru terdiri dari saranan dan prasarana
habis pakai dan sarana dan prasarana tidak habis pakai. Sarana dan prasarana
a. Sarana dan prasarana habis pakai : reagensia, pot dahak, kaca sediaan, oli
emersi, ether alkohol, tisu, sarung tangan, lysol, lidi, kertas saring, kertas lensa,
b. Sarana dan prasarana tidak habis pakai : mikroskop binokuler, ose, lampu
kaca.
tersebut harus ada pada setiap puskesmas dan dalam kondisi yang baik atau tidak
mengenai sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program TB Paru, hal tersebut
prasarana yang sudah baik dan akan direncanakan penambahan ruangan untuk
menggunakan sarana dan prasarana habis pakai seperti persediaan OAT (Obat
Anti Tuberkulosis), serta sarana dan prasarana tidak habis pakai seperti alat
transportasi, pot dahak, kaca sediaan, regensia dan ruang khusus TB paru.
Paru dimana sarana yang dimiliki oleh puskesmas Mandala yaitu memiliki sarana
perlengkapan yang harus digunakan dan tidak menyebarkan virus terhadap pasien
lainnya. Peralatan yang dimiliki yaitu pot penampungan dahak, kaca slide,
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses merupakan suatu kegiatan
1. Pasien
contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes
tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena. e) TB anak yang terdiagnosis
orang terdekat yang berada disekitarnya dengan cepat melalui adalah orang
yang keluar ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara ataupun bernyanyi dan
terhisap ke dalam paru-paru serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan
penyakit TB Paru penderita TB Paru hal ini terjadi karena pasien TB Paru tidak
mengetahui tentang gejala penyakit TB Paru, malu untuk berobat, dan tidak
“Kalau dari pasiennya sendiri, pasiennya itu malas berobat, dia malu”.
(Informan 1)
pernyataan informan 1 dan 2 diketahui pasien TB Paru merasa malas dan malu
untuk berobat hal ini dekarenakan pasien TB Paru kurang mengetahui tentang
penyakit kronis yang dapat menular dengan cepat. Pengetahuan tentang TB Paru
Puskesmas.
2. Diagnosa TB
diagnosis, menentukan klassifikasi penayakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat
dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menular ke orang lain. Kegiatan ini
Paru, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang
puskesmas Mandala dilakukan secara pasif yaitu dengan cara menunggu pasien
minimal 1 dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya BT A+ (Kemenkes RI,
“Pasien kan datang, ngambil nomor antrian, diperiksa dokter, baru dokter
ngirim ke poli inilah, poli paru,baru dikasi potnya sewaktu kita tampungla
dahaknya, baru itu dikasi pot bawak pulangkan, itu diantar besok
dahaknya bangun tidur, diperiksa dilaboraturium sama kak rita, kita
kasitaulah gimana batuknya gimana, nampung dahaknya gimana . kalau
positif dari dahak kita obati, kalau negatif kita rujuk dia rontgen dirumah
sakitlah, ada juga pasien yang kurang pengetahuan tidak tau cara
menampung dahak,jadi hasilpun negatif. tapi seringnya dari BTA kita
wajib periksa , kalau pasien pun datang bawa rontgen kitapun wajib
periksa BTA nya. Tapi kalau BTA nya positif langsung kita obati, tapi
kalau dari rontgen nya positif gak langsung kita obati, tetap kita periksa
dahak dulu”. (Informan 2)
“Cemana itu ya hari itu dari kakak yg dikantor lurah itu, ibu pkk, aku
ngadu kedia , setelah sakit itukan, jadi jumpa dia, ditensi dulu, baru kami
kepuskesmas itu. Sampai dipuskesmas waktu itu dicek tapi belum ,
kayaknya dulu belum TB yakan , waktu pertama masih dibilang infeksi
saluran pernafasan, ohh gini, pertama kali malam-malam ada batuk
berdarah tapi cuma itu aja, sekali ja, itula kami berobat kami ke pirngadi
check up rupanya itu belum ketauan , itu masih batu karang, baru itu kami
ke puskesmas, dicek katanya infeksi,baru disuruh minum obat, itula belum
ada informasi tentang TB itu ya gak taula yakan, habis itu entah berapa
lama baru yang parah batuk berdarah terus gak berhenti-henti, baru
setelah itu cek dahak, hasilnya 1 minggu lebihla hasilnya ya kan ,
dibuhungin positif TB. Kondisi abg kemrin drop. Habis itu berobat 6
bulan ya kan berobat makan obat rutin, setelah poitif TB gitula”.
(Informan 5)
“Yaa bagus aja, biasa aja, ya pertama datang itu apa namanya tes dahak,
setelah itu ya datang ambil obat, datang ambil obat.” (Informan 6)
dan diarahkan ke poli paru. Lalu diberikan pot untuk menampung dahak dan
diberikan lagi pot untuk dibawa pulak dan harus dikembalikan keesokan harinya
pertama datang, mereka melakukan tes dahak setelah hasil menyatakan TB Paru
diagnosanya.
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan apabila jika ketiga dahak hasilnya
pasien yang seharusnya diobati menjadi tidak diobati. Oleh karena itu perlu
Penelitian ini didukung oleh penelitian Tuharea dkk tahun 2014 bahwa
yang aktif. Hal ini berdampak pada rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai
TB Paru.
3. Pengobatan DOTS
adalah salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut
dari kuman TB. Tujuan pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan pasien dan
resisten obat. Pengobatan TB terdiri dari tahap awal dan tahap lanjutan
“OAT nya ya sama kami disimpan, OAT nya dari gudang farmasi sana
berarti dari pusat lah ya. Disini OAT selalu tersedia. Tapi kalo stock
sudah mulai habis maka kami buat permintaan dan selanjutnya kami
ambil dari orang farmasi.” (Informan 2)
persediaan obat. Jaminan tersedianya obat secara teratur menyeluruh dan tepat
berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, kesediaan OAT dan sarana dan
prasarana lain besasal dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan kesediaan OAT di
puskesmas Mandala Medan sudah cukup baik. Obat yang telah diadakan, dikirim
langsung oleh pusat sesuai dengan rencana kebutuhan puskesmas mandala, dan
OAT disimpan di instalasi gudang farmasi maupun gudang obat pusat sesuai
penyediaan obat yang baik sehingga belum pernah kehabisan stok obat untuk
puskesmas.
kepada Puskesmas Mandala Panduan OAT yang tepat dengan pemberian minimal
4 macam obat untuk mencegah resistensi dan ditelan secara teratur sampai
“Cemana ituya hari itu dari kakak yg dikantor lurah itu, ibu pkk, aku
ngadu ke dia , setelah sakit itukan, jadi jumpa dia, ditensi dulu, baru kami
ke puskesmas itu. Sampai di puskesmas waktu itu dicek tapi belum ,
kayaknya dulu belum TB yakan , waktu pertama masih dibilang infeksi
saluran pernafasan, oh gini, pertama kali malam-malam ada batuk
berdarah tapi cuma itu aja, sekali ja, itula kami berobat kami ke pirngadi
check up rupanya itu belum ketauan , itu masih batu karang, baru itu kami
ke puskesmas, dicek katanya infeksi,baru disuruh minum obat, itula belum
ada informasi tentang TB itu ya gak taula yakan, habis itu entah
berapalama baru yang parah batuk berdarah terus gak berhenti-berhenti,
baru setelah itu cek dahak, hasilnya 1 minggu lebihla hasilnya ya kan,
dibuhungin positif TB. Kondisi abang kemarin drop. Habis itu berobat 6
bulan ya ka berobat makan obat rutin, setelah positif TB gitula”.
(Informan 5)
“Gak ada, cuma ngasi obat aja. Datang ambil obat aja rutin gitu sampai
6 bulan, seteah 6 bulan yaudah gak ada dievaluasi sama mereka”.
(Informan 6)
dengan menggunakan strategi DOTS. Salah satu dari komponen DOTS adalah
Pedoman penanggulangan TB Paru tahun 2014 yaitu pada tahap awal pasien
meminum obat setiap hari selama dua bulan, setelah dua bulan pengobatan
4. PMO
seperti bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain lain.
Namun bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal
dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya
“Ya harus keluarganyalah, wajib, pokoknya yang paling dekat dengan dia
karna yang kontrol keluarganya, yang bisa melihat dia minum obat apa
tidak kan keluarganya sendiri”. (Informan 1)
“Prosedurnya itu ya kalau saya, ya yg serumah aja, ada yang bisa ya ok.
Kalau gak ada ya Kadang ya kader, tapi jarang kader, tapi jaranglah” .
(Informan 2)
“ada, mamak aku. Tapi ya diawasi diri sendiri ajalah terakhir, dari
berobat sampai minum obat 6 bulan kita sendiri aja yang mantau, mamak
ingat-ingatin gitu” (Informan 3)
“kalo untuk saran pengawasan minum obat ada, Cuma ya dari awal
sampe akhir pengobatan ya diri sendiri ajalah, gak diawasi siapa-
siapa”(Informan 5)
“Cuma ngasi obat aja. Datang ambil obat aja rutin gitu sampai 6 bulan .
seteah 6 bulan yaudah gak ada dievaluasi sama mereka” (Informan 6)
Mandala telah menunjuk PMO. Dalam penentuan PMO yang dilakukan oleh
petugas TB paru yaitu menunjuk anggota keluarga pasien yang memiliki daya
ingat yang bagus agar PMO yang bertanggungjawab terhadap pasien tidak lupa
Puskesmas Mandala PMO yang telah ditunjuk secara khusus dari pihak petugas
kesehatan seperti perawat atau dokter bagi penderita TB paru tidak berperan aktif
paru yang mengakibatkan angka penemuan kasus tidak sesuai target dan
PMO dengan persyaratan seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui oleh
pasien dan disetujui oleh tenaga kesehatan, seseorang yang tinggal dekat
penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela dan bersedia dilatih atau
yang kuat dan bermakna antara kinerja PMO dengan kesembuhan TB paru kasus
masyarakat.
akibat TB paru dan pengobatan TB paru selama 6-9 bulan secara teratur, serta
pelaksanaan program TB paru yang bekerjasama dengan lintas sektor dan lintas
keberhasilan pengobatan TB Paru, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya
“Kalau dari pasiennya sendiri, pasiennya itu malas, dia malu. Kalau untuk
petugasnya kalau dia tidak datang ngambil obat, ia harus didatangi dan
kita ada PMO , pengawas minum obat, yaitu dari kleuarganya sendiri.”
(Informan 1)
adalah pasien TB Paru itu sendiri. Lamanya waktu pengobatan TB Paru membuat
2014 pengobatan TB terdiri dari tahap awal yang diberikan selama 2 bulan dan
tahap lanjutan yang diberikan selama 4 bulan. Meskipun demikian banyak pasien
kadang pasien tidak datang ke puskesmas untuk mengambil obat ketika obatnya
menjadi hobi pasien membuat pasien tidak bisa menghentikan aktivitas merokok
ketika dalam masa perobatan. Tentu saja keadaan ini membuat penyakit TB yang
memberikan peringatan agar pasien TB Paru tidak merokok. Tetapi pasien tidak
mematuhi peringatan petugas TB Paru. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidak
diatas diketahui bahwa terjadi peningkatan angka pasien penderita TB Paru yang
datang berobat di Puskesmas Mandala setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena
pasien penderita TB Paru tidak peduli terhadap anjuran yang diberikan pihak
puskesmas. Pasien juga tidak memiliki kesadaran tentang penyakit TB Paru yang
dideritanya, dan selalu membunag dahak sembarangan, seperti yang terlihat dari
wawancara berikut.
penderita TB Paru agar rajin berobat ke puskesmas, rutin minum obat dan selalu
menutup mulut ketika batuk dan tidak boleh sembarangan membuang dahak.
Sehingga penemuan kasus penderita TB Paru juga masih rendah karena petugas
TB Paru jarang turun ke lapangan untuk mencari penderita TB Paru serta jarang
di Puskesmas Mandala juga masih kurang karena tidak adanya pengaturan dalam
TB Paru di puskesmas Mandala sebesar 42,16% dan kurang dari target nasional
masih kurang dari target nasional sebesar 85%. Dalam hal ini seluruh aspek mulai
dari ketersediaan sumber daya dan fasilitas dan proses pelaksanaan program
BAB V
5.1 Kesimpulan
telah sesuai dengan standar Kemenkes RI Tahun 2014 dan telah mendapatkan
pelatihan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan namun pelatihan
berjalan dengan maksimal karena PMO yang telah ditunjuk oleh puskesmas
tidak berperan aktif sehingga pasien TB Paru tidak teratur dalam meminum
5.2 Saran
63
ditunjuk agar PMO dapat berperan aktif dalam memantau pasien TB Paru
untuk meminum obat secara teratur dan memotivasi pasien TB Paru agar
DAFTAR PUSTAKA
Crofton, J; Norman H; dan Fred M. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi II. Jakarta:
Kedokteran Indonesia
Dinas Kesehatan Kota Medan. 2017. Profil Kesehatan Kota Medan 2016.
Medan.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumut. 2017. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2016.
Sumut.
Tuharea, Rosmila; Anneke Suparwati & Ayun Sriatmi. 2014. Analisis Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Impelementasi Penemuan Pasien TB
Paru dalam Program Penanggulangan TB di Puskesmas Kota Semarang.
Semarang; FKM Universitass Diponegoro, Jurnal Manajemen Kesehtan
Indonesia.
A. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaaan
A. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaaan
1. Apakah Bapak/Ibu selaku petugas TB di Puskesmas ada memberikan
informasi mengenai TB?
a. Kepada siapa informasi tersebut Bapak/Ibu berikan?
b. Informasi apa saja yang Bapak/Ibu berikan?
2. Siapa saja yang mendukung ataupun berkontribusi dalam penanggulangan
TB di puskesmas ini?
3. Apakah ada pelatihan mengenai pelaksanaan program penanggulangan
TB/ mengenai TB paru atau pelatihan dalam hal lain?
4. Apakah sarana dan prasarana di Puskesmas ini dalam pengendalian TB ini
sudah mencukupi dan memadai?
a. Dalam hal penentuan kasus (pot dahak, kaca sediaan atau foto
toraks) apakah sudah tersedia?
b. Dalam hal pengobatan apakah selalu ada tersedia OAT di
puskesmas?
5. Apabila ada penderita yang tidak mengambil obat pada waktunya, apa
yang Bapak/Ibu lakukan?
6. Dalam pelaksanaan program penanggulangan TB ada hambatan-
hambatannya?
A. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaaan
1. Bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan petugas puskesmas ketika
Bapak/Ibu berobat ke Puskesmas?
2. Menurut Bapak/Ibu berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mengetahui hasil pemeriksaan dahak?
3. Apakah ada ditunjuk seorang PMO yang mengawasi Bapak/Ibu dalam
meminum obat?
4. Apakah obat TB selalu tersedia di Puskesmas?
5. Apakah Bapak/Ibu mengisi kartu kontrol pengobatan pasien?
6. Apakah Bapak/Ibu ada kendala ataupun kemajuan yang drirasakan selama
menjalani pengobatan?
7. Apakah Bapak/Ibu mengetahui efek samping obat yang diminum?