Askep Stroke Kel.6

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STROKE

MAKALAH

oleh
KELOMPOK 6

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STROKE

MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal dengan


Dosen Pembimbing Ns. Muhamad Zulfatul A’la. S.Kep., M.Kep

oleh:
Joveny Meining Tyas 152310101209
Oktzalina Sonnia 152310101254
Eka Aprilia W 152310101255
Setyo Bagus H 152310101293

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “ugas
Keperawatan Medikal Analisis Kasus pada Pasien Stroke”. Karya tulis ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Jon Hafan S. M. Kep.,Sp.Kep.MB selaku dosen penanggungjawab dosen
mata kuliah keperawaan medikal.
2. Ns. Muhamad Zufatul A’la. S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing.
3. Rekan-rekan yang senantiasa memberi dukungan dan semangat
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis menerima segala bentuk kritikan dan masukkan guna
sempurnanya karya tulis ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa
bermanfaat.

Jember, 28 September 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
PRAKATA ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................... 2
1.3 Manfaat . ................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3
2.1 Review Anatomi. ................................................................... 3
2.2 Definisi ...................................................................................... 12
2.3 Epidemilogi ............................................................................ 13
2.4 Etiologi ................................................................................... 13
2.5 Klasifikasi. ............................................................................. 14
2.6 Patofisiologi. .......................................................................... 18
2.7 Manifestasi Klinis.................................................................. 19
2.8 Pemeriksaan Penunjang. ...................................................... 20
2.9 Penatalaksanaan Medis. ....................................................... 20
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE .................. 30
3.1 Pengkajian. ........................................................................... 30
3.2 Diagnosis. .............................................................................. 32
3.3 Intervensi. ............................................................................. 33
3.4 Implementasi. ....................................................................... 37
BAB 4. AASUHAN KEPERAWATAN KASUS. ................................... 40
4.1 Ilustrasi Kasus. ...................................................................... 40
4.2 Pengkajian. ............................................................................ 41
4.3 Diagnosa dan Intervensi. ...................................................... 46
iv
4.4 Implementasi. ........................................................................ 50
4.5 Evaluasi. ................................................................................. 50
BAB 5. PENUTUP. .................................................................................... 51
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 51
5.2 saran. ...................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 52

v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat
menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia .
Spesialis Saraf Rumah Sakit Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah
stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita Stroke di Indonesia
terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia dan keempat di dunia, setelah India, Cina,
dan Amerika. Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas
2013), stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen
penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. Definisi stroke menurut World Health
Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Israr, 2008).
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan
hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus
stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke. Pada suatu saat, 5,8 juta orang di
Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan
stroke mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan $
73,7 juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain itu, 11%
orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya
meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun (Medicastore, 2011).
Peningkatan kadar gula darah pada pasien stroke umum terjadi. Keadaan hiperglikemia yang
ditemukan pada hingga 2/3 penderita stroke iskemik fase akut telah dihubungkan dengan
outcome penderita yang buruk. Hiperglikemia yang terjadi bisa disebabkan karena adanya
riwayat diabetes ataupun juga karena adanya respon stres (Adams HP.et al, 2007). Definisi
hiperglikemi ialah peningkatan kadar gula darah melebihi kadar normal, namun kadar yang
dianggap hiperglikemi ditentukan oleh masing-masing peneliti. Kadar gula darah yang normal
menurut American Heart Association / American Stroke Asociation yang dianggap kadar gula
normal adalah 70-300 mg/dl, sedangkan menurut European Stroke Association kadar gula

1
normal terdapat dalam kisaran 50-180 mg/dl (Adams HP.et al, 2007). Salah satu instrumen
yang dapat digunakan untuk menilai status neurologis penderita stroke, diantaranya ialah
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). Pemeriksaan ini meliputi beberapa aspek
neurologis, yaitu : kesadaran, motorik, sensorik, dan fungsi luhur. Pemeriksaan ini dapat
memprediksi outcome pasien baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek pasien stroke
(National Institutes of Health Stroke Scale, 2010).
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran kadar gula darah > 200 mg/dl dan < 200 mg/dl dengan
derajat keparahan stroke pada penderita stroke iskemik trombotik.

Tujuan khusus
a. Untuk mengelompokkan kadar gula darah dalam kelompok > 200 mg/dl dan < 200
mg/dl.
b. Untuk mengetahui derajat keparahan stroke.
c. Untuk membandingkan tiap kelompok kadar gula darah dan derajat keparahan stroke
pada penderita stroke iskemik trombotik.

1.3 Manfaat
1) Bagi mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa untuk memahami gambaran kadar
gula darah dan derajat keparahan stroke pada penderita stroke dengan .
2) Bagi masyarakat
- Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dalam menambah wawasan
mengenai adanya pengaruh kadar gula darah terhadap derajat keparahan stroke pada penderita
stroke.
- Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dalam mengontrol kadar gula
darah agar tidak memperburuk outcome pada penderita stroke .
- Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dalam memahami faktor-faktor
risiko yang berperan dalam derajat keparahan stroke, agar dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas akibat stroke.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Review Anatomi


Pembagian sistem saraf, sistem saraf dibagi dua yakni :
1. Saraf Pusat (Central Nervous System: CNS)
Komponen: Otak dan Medulla Spinalis.
2. Saraf Tepi (Peripheral Nervous System)
Komponen:
a. Susunan saraf somatik
b. Susunan saraf otonom
1) Susunan saraf simpatis
2) Susunan saraf para simpatis

Gambar 2.1 Pembagian sistem saraf.

1. Saraf Pusat Manusia


Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada tubuh, baik
gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi penggerak sistem saraf
pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang. Otak manusia merupakan organ vital yang
3
harus dilindungi oleh tulang tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi
oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang sama-sama dilindungi oleh
suatu membran yang melindungi keduanya. Membran pelindung tersebut dinamakan
meninges. Meninges dari dalam keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu piameter, arachnoid, dan
durameter. Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang belakang dari
goncangan dan benturan. Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf pusat. Lapisan
ini banyak sekali mengandung pembuluh darah.
b. Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater dan duramater.
c. Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di antara
piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan serebrospinal. Dengan
adanya lapisan ini, otak akan lebih tahan terhadap goncangan dan benturan dengan
kranium. Kadangkala seseorang mengalami infeksi pada lapisan meninges, baik pada
cairannya ataupun lapisannya yang disebut meningitis.

Gambar 2.2 Lapisan Otak.

2. Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat total otak
dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4 kilogram dan mempunyai
sekitar 12 miliar neuron . Pengolahan informasi di otak dilakukan pada bagian-bagian khusus
sesuai dengan area penerjemahan neuron sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-
lekuk sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak
seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut
sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan girus. Otak mendapatkan
impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan
4
bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu
otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Para ahli mempercayai bahwa dalam
perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi khas.
Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam
penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam penciuman.

Gambar 2.3 Otak.

3. Otak depan
Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan hipotalamus.
a. Otak besar
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari volume seluruh bagian
otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling penting dalam penerjemahan informasi
yang Anda terima dari mata, hidung, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak
besar terdiri atas dua belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap
belahan tersebut akan mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas dua
belahan, yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan sangat
berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri, serta bekerja lebih aktif untuk
pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni atau kreativitas. Bagian otak kiri
mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja aktif pada saat Anda
berpikir logika dan penguasaan bahasa atau komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan
hemisfer otak, terdapat jembatan jaringan saraf penghubung yang disebut dengan corpus
callosum.

5
b. Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak besar. Talamus
memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua sinyal sentuhan dari tangan.
Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu
talamus menghantarkan informasi menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan
dan ditanggapi.
c. Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai macam hormon.
Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh, tekanan darah, rasa lapar, rasa haus,
dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut sebagai pusat kecanduan karena
dapat dipengaruhi oleh obatobatan yang menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin
dan kokain. Pada bagian lain hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi
sebagai jam biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus tidur
dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian yang disebut
telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon, terdapat banyak sumber
kelenjar yang menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar pituitari
(hipofisis).
Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap informasi yang
masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut.
1). Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
2). Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari penglihatan.
3). Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta berhubungan dengan
pengenalan posisi tubuh.
4). Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan perencanaan
kegiatan manusia.

6
Gambar 2.4 Pembagian fungsi pada otak besar.

4. Otak tengah
Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam sinkronisasi
pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil pada mata.
Otak tengah terletak di permukaan bawah otak besar (cerebrum). Pada otak tengah terdapat
lobus opticus yang berfungsi sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak tengah,
banyak diproduksi neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi
kerusakan pada bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat
relaksasi, bagian otak tengah banyak menghasilkan neurotransmitter dopamin.
5. Otak belakang
Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata, dan pons varoli.
Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot. Otak kecil akan
mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting
dalam menjaga keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan
dengan sistem keseimbangan lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di
telinga yang menjaga keseimbangan posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian
kanan tubuh yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh otak kecil melalui jaringan
saraf yang disebut pons varoli. Di bagian otak kecil terdapat saluran yang menghubungkan
antara otak dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan medula oblongata. Medula
oblongata berperan pula dalam mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan
penyempitan pembuluh darah, gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan

7
sumsum tulang belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai
sumsum lanjutan.
Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur sistem sirkulasi,
kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam pengaturan pernapasan.
Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia masih dapat hidup karena detak
jantung dan pernapasannya yang masih normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula
oblongata yang masih baik. Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang mengalami koma
yang berkepanjangan. Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata membentuk
unit fungsional yang disebut batang otak (brainstem).

Gambar 2.5 Cerebellum, medula oblongata dan pons varoli.

6. Medulla Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)


Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari sistem saraf
pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak kepala yang
keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum
tulang belakang memanjang dari pangkal leher, hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang
belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf
disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti
anggota gerak bawah (kaki). Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan
sistem saraf yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang atau
biasa disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara
rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai
berikut:

8
Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang terdiri dari 8 pasang dari
segmen servikal, 12 pasang dari segmen thorakal, 5 pasang dari segmen lumbalis, 5 pasang
dari segmen sacralis dan 1 pasang dari segmen koxigeus.
a. Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 8 buah dan membentuk daerah
tengkuk.
b. Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan membentuk
bagian belakang torax atau dada.
c. Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk daerah
lumbal atau pinggang.
d. Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk os
sakrum (tulang kelangkang).
e. Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 1 buah dan membentuk tulang
koksigeus (tulang tungging)

Gambar 2.6 Medula Spinalis.

7. Saraf Tepi Manusia (Perifer)


Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang
belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut saraf
sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap pasang serabut saraf
otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung, mata, telinga, dan sebagainya.
Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf
9
menuju ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara
kerjanya, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem Saraf Sadar (Somatik)
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika Anda
makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini meneruskan
impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke
semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar
dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf
spinal. Saraf-saraf spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik. Dua belas
pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut (Sloane, 2003).
Urutan
Nama Saraf Sifat Saraf Mempersarafi
Saraf
I N. Olfaktorius Sensorik Menerima dan menghantarkan
impuls pada saraf penciuman.
II N. Optikus Sensorik Transmisi impuls dari dan ke
retina mata.
III N. Okulomotorius Motorik Mensuplai otot ekstrinsik mata.
IV N. Trokhlearis Motorik Mensuplai otot ekstrinsik mata.
V N. Trigeminus Motorik dan Kulit kepala dan kelopak
sensorik
N. Oftalmikus Motorik dan Mata atas
sensorik
N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan
hidung
N. Mandibularis Sensorik Rahang bawah dan lidah.
VI N. Abdusens Motorik Mensuplai otot ekstrinsik mata
VII N. Fasialis Motorik dan Mempersarafi otot wajah,
sensorik kalenjar ludah dan lakrimal
VIII N. Vestibulokohlear Sensorik Terdostribusi di telinga dalam
dan mempersarafi pendengaran
dan keseimbangan.
IX N. Glosofaringeal Sensorik dan Memepersarafi lidah dan faring

10
motorik
X N. Vagus Sensorik dan Terditribusi paling luas,
motorik mensuplai faring, laring, organ
dalaman di rongga leher, dada
dan abdomen.
XI N. Asesorius Motorik Bergabung dan terdistribusi
dengan serabut vagus.
XII N. Hipoglosus Motorik Mensuplai otot inntrinsik dan
ekstrinsik lidah.

b. Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)


Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah kehendak
saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak
alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf otonom ternyata sedikit
banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan
berpengaruh terhadap gerak otonom seperti contoh yang telah diambil, antara lain
mempercepat denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan menghambat kerja saluran
pencernaan.Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi dua.
1) Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama untuk memacu
kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat kerja organ tubuh.
Fungsi memacu, antara lain mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata,
memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang menghambat, antara lain memperlambat kerja
alat pencernaan, menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.
2) Sistem Saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf simpatik.
Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak jantung, memperkecil
pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat pencernaan, merangsang ereksi,
dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan,
maka mengakibatkan keadaan yang normal.

11
Gambar 2.7 Parasimpatik dan simpatik.

2.2 Definisi
Stroke atau CVA adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner &Suddarth, 2002).Stroke adalah
penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya
peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya
mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan
oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak
ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).Stroke atau cedera serebrovaskuler
(CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah
kebagian otak (Smeltzer &Bare, 2002). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu
arteri serebrum, akibat emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat
perdarahan otak (Corwin, 2001).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila
gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf.

12
2.3 Epidemiologi
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya dinegara maju saja, tetapi juga
menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkahlaku dan pola
hidup masyarakat (Hartanti, 2012). Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, semakin
tua umurnya maka resiko terkena stroke pun semakin tinggi. Penelitian WHO MONICA
menunjukan bahwa insiden stroke bervariasi antara 48 sampai 240 per10000 per tahun
pada populasi usia 45 sampai 54 tahun, stroke dapat menyerang terutama pada mereka
yang mengkonsumsi makanan berlemak. Life style atau gaya hidup selalu dikaitkan dengan
berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi muda sering menerapkan
pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang
sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat (Turana, 2007).
Di Indonesia belum ada penelitian epidemiologi tentang kejadian stroke terutama
stroke berulang. Pola hidup masyarakat yang meliputi pola makan, aktifitas fisik atau olah
raga, merokok, konsumsi alkohol dan stress merupakan salah satu faktor resiko yang
diduga berperan dalam menimbulkan pemicu terjadinya stroke. Keadaan rawan stroke di
Indonesia semakin meningkat, karena dikombinasi perubahan fisik, lingkungan, kebiasaan,
gaya hidup dan jenis penyakit yang berkembang dengan tiba-tiba, menyebabkan resiko
masyarakat terkena stroke, di Indonesia secara kumulatif bisa meningkat menjadi 10
sampai 15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan di masa-masa
sebelumnya (Yayasan stroke indonesia, 2007). Prevalensi stroke di indonesia ditemukan
sebesar 8,3 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukan sekitar 72,3 % kasus stroke
dimasyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi
dijumpai di nangro aceh darussalam (16,6%) dan terendah di papua (3,8%).

2.4 Etiologi
Stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian, yaitu: (1). Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher). (2). Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah ke otak
dari bagian tubuh yang lain. (3). Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). (4).
Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan
otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau
sensasi. Faktor resiko stroke meliputi resiko yang tidak dapat diubah seperti umur,

13
suku, jenis kelamin, dan genetik. Bila faktor resiko ini ditanggulangi dengan baik, maka
kemungkinan mendapatkan stroke dikurangi atau ditangguhkan, makin banyak faktor
resiko yang dipunyai makin tinggi pula kemungkinan mendapatkan stroke sedangkan
faktor resiko yang dapat diubah merupakan faktor resiko terjadinya stroke pada seseorang
yang keberadaannya dapat dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup
merupakan tindakan atau perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah
menjadi kebiasaan. Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan
kejadian stroke berulang diantaranya hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung,
kebiasaan merokok, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol,
diit, pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan mencegah terjadinya stroke
berulang (Smeltzer & Bare, 2002).

2.5 Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan non hemragik. Stroke Non
Hemoragik adalah Stroke terjadi akibat adanya kelumpuhan fungsi bagian tubuh yang
disebabkan terganggunya sirkulasi darah ke otak. Gangguan sirkulasi darah ini disebabkan
adanya sumbatan pada pembuluh darah . Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh
darah (hemoragik stroke).Berat atau ringannya kondisi stroke tergantung pada luas daerah
otak yang mengalami gangguan aliran darah.

Stroke Hemoragik adalah Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya


darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan
14
struktur otak dan juga oleh hematom (kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh darah)
yang menyebabkan iskemia (ketidakcukupan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh) pada
jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan
herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.
Stroke Non Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan) Iskemia jaringan
otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah hipoperfusi (penurunan aliran darah)
jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik.
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat
juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi
akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran
darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung
pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah otak diantaranya
adalah tekanan darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi, obesitas, merokok, minum alkohol
berlebihan, dan gangguan irama jantung. Berikut cara menghitung cairan, penjelasan golden
period pada stroke dan ASGM :
1. Cara menghitung balance cairan, rumus Menghitung Keseimbangan Cairan
a. Intake/cairan masuk: mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan
pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, albumin, dll.
b. Output/cairan keluar: feses dan urine dalam 24 jam, jika pasien dipasang kateter maka
hitung dalam ukuran di urobag.
c. IWL (Insensible Water Loss): jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit dihitung,
yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas.
d. Rumus IWL: (Kayra, 2013)
e. IWL = (15x BB)/24 jam
f. Penghitungan balance cairan untuk dewasa, yaitu: Input cairan:
1) Air (makan+minum) = … cc
2) Cairan infus = … cc
3) Therapy injeksi = … cc
4) Air Metabolisme = … cc (Hitung AM = 5 cc/kgBB/hari)
Output cairan:

15
1) Urine = … cc
2) Feses = … cc (kondisi normal 1BAB feses = 100cc)
3) Muntah/perdarahan/cairan drainage luka/cairan NGT terbuka = … cc
4) IWL = … cc (hitung IWL = 15 cc/kgBB/hari)
2. Balance cairan = intake cairan – output cairan (Normal balance cairan ±100cc)
Hubungan penyakit stroke dengan balance cairan  stroke adalah penyakit kerusakan
pada bagian otak yang terjadi bila pembuluh darah yang membawa oksigen dan zat-zat
gizi kebagian otak yang tersumbat atau pecah. Akibatnya dapat menyebabkan berbagai
kelainan yang berhubungan dengan kemampuan makan pasien sehingga menyebabkan
penurunan gizi.

Salah satu komplikas pada pasien dengan penyakit stroke adalah Infeksi saluran kencing,
tidak dapat menahan kencing (inkontinensia urine). Apabila cairan yang masuk ke tubuh
pasien stroke tidak dikontrol maka akan menyebabkan ginjal bekerja secara berlebihan.

3. Golden Period Pada Pasien Stroke


Seseorang yang mengalami gejala stroke harus segera mendapatkan pertolongan medis.
Dalam pengobatan stroke, ada yang disebut dengan golden period, yaitu waktu dimana
jika penderita stroke segera ditangani maka kecacatan dapat lebih mungkin dihindari.
“Golden period pada serangan stroke adalah tiga hingga 4,5 jam dari terjadinya gejala
awal. Dalam kurun waktu tersebut dokter masih bisa melakukan tindakan yang agresif
untuk menghancurkan bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah otak,”

Penanganan yang bisa dilakukan terhadap pasien stroke seperti terapi trombolitik untuk
melarutkan sumbatan pada pembuluh darah otak. Untuk mencapai efek optimal dengan
risiko minimal, terapi hanya bisa dilakukan pada sumbatan yang memenuhi kriteria
tertentu dan dalam periode waktu kurang dari tiga jam.

Terapi lainnya bisa dengan neuro intervensi melalui kateterisasi guna mencegah
sumbatan pada pembuluh darah otak secara intra arterial sehingga darah dan oksigen bisa
dialirkan lagi ke sel-sel otak. Jika gejala stroke tidak segera mendapatkan penanganan,

16
maka semakin banyak jaringan otak yang akan mengalami kerusakan permanen sehingga
kecacatan yang timbul pun bisa semakin berat.

4. ASGM dan Siriraj skore


Untuk membedakan jenis atau penyebab stroke bisa menggunakan algoritma stroke
Gadjah Mada (ASGM) dan penilaian skor Siriraj. Pada ASGM hal yang dinilai adalah
penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski. Menurut ASGM, jika terdapat 2
atau 3 dari ketiga kriteria tersebut, maka dapat ditegakkan diagnosis stroke perdarahan.
Jika ditemukan 1 kriteria yaitu penurunan kesadaran atau nyeri kepala saja, maka dapat
ditegakkan diagnosis stroke perdarahan. Jika hanya didapatkan uji babinski positif atau
dari ketiga kriteria tidak ada yang terpenuhi, maka dapat ditegakkan diagnosis stroke
iskemik. Jadi pada pasien stroke jika terjadi penurunan kesadaran atau nyeri kepala, maka
dapat ditegakkan stroke perdarahan. Jika tidak didapatkan kedua gejala tesebut dan hanya
terdapat reflek babinski yang positif ataupun negatif, maka diagnosisnya adalah stroke
iskemik. Berdasarkan ASGM, maka pasien diatas dapat ditegakkan diagnosis stroke
perdarahan.

Sedangkan Siriraj stroke score dapat dihitung menggunakan rumus berikut:(2.5 x tingkat
kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0.1 x tekanan darah diastolik) - (3
x atheroma markers) – 12.
Keterangan:
Derajat kesadaran: Sadar penuh = 0, Somnolen = 1, Koma = 2
• Nyeri kepala: Tidak ada = 0, Ada = 1
• Vomitus: Tidak ada = 0, Ada = 1
• Ateroma : Tidak ada penyakit jantung, DM = 0, Ada = 1
Dengan hasil sebagai berikut:
• SS > 1 = Stroke Hemoragik
• -1 > SS > 1 = Perlu pemeriksaan penunjang (Ct- Scan)
• SS < -1 = Stroke Non Hemoragik

17
2.6 Patofisiologi/ Patologi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa
tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke bukan
merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa penyakit
diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam
darah atau dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral, aterosklerosis
dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya thrombus. Stroke
hemoragik dapat terja di di epidural, subdural dan intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002).
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong
struktur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke
ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga
jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan.
Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi
penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami
nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk
suatu rongga (Smeltzer & Bare, 2002).
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh darah
yang mengalami gangguan biasanya arteri yang berhubungan langsung dengan otak.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari.Gambaran klinis yang sering muncul
antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah
penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen menunjukan adanya darah
dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75 % akan meninggal dalam waktu 1-
30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel,
herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon atau mungkin disebabkan karena
perembesan darah ke pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di
bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis

18
yang nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja
sudah dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer & Bare, 2002).

2.7 Manifestasi Klinis


Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal,
defisit kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional

19
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler
2. CT scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
3. Lumbal pungsi
Tekanan yang menngkat dan di sertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukan
adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya di
dapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis)
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak
7. Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari masa
yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral, kalsifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid. (Batticaca, 2008)

2.9 Penatalaksanaan Medis


1. Penatalaksanaan umum
20
a. Pada fase akut
1) Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
2) Monitor peningkatan tekanan intrakranial
3) Monitor fungsi pernapasan : analisa gas darah
4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
5) Evaluasi status cairan dan elektrolit
6) Kntrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko injuri
7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan pemberian
makanan
8) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi
sensorik dan motorik, nervus kranial, dan refleks
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program management bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dengan rentang gerak sendi (ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang
c. Pembedahan
Di lakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3cm atau volume lebih dari
50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruktif akut.
d. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke : Stroke hemoragik
1) Antihipertensi : captropil, antagonis kalsium
2) Diuretik : manitol 20%, furosemide
3) Antikonvulsan : fenitolin(Tarwoto, 2007).

1. Piracetam

Fungsi Mengobati kondisi mioklonus, gejala involusi pada lansia, mengatasi

21
alkoholisme kronik dan kecanduan, serta membantu dalam memulihkan
gejala pasca trauma. Mioklonus adalah kelainan kontraksi otot yang terjadi
tanpa disadari, misalnya cegukan, tremor dan kedutan. Mioklonus bisa
disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf (misalnya epilepsi, stroke
dan tumor otak), penyakit metabolism, gagal ginjal, gagal hati, kondisi
autoimun, keracunan dan reaksi terhadap obat-obatan.
Nama Obat Piracetam
Generik
Piracetam, Antikun, Benocetam, Brenaris, Cetoros, Chepamed, Ciclobrain,
Dexpira, Encebion, Ethopil, Ethroxa, Fepiram, Gotropil, Gracetam, Ineuron,
Nama Obat Latopril, Lutrotam, Mersitropil, Neurocet, Neurotam, Neutrop, Noocephal,
Dagang
Nootropil, Notrotam, Nufacetam, Piratrof, Pratropil, Primatam, Procetam,
Resibron, Revolan, Scantropil, Sotropil, Tropilex, Zetropil
a. Dosis standar untuk anak-anak adalah antara 40-100mg per kilogram
berat badan. Dosis ini dimaksudkan untuk pengobatan gangguan
pernapasan, meskipun juga telah digunakan untuk anak-anak dengan
disleksia. Batas dosis bawah kisaran (40-50 mg / kg) paling sering

Dosis digunakan.
b. Dosis standar untuk orang dewasa adalah antara 1,200-4,800mg hari.
Dosis efektif terbesar adalah 1,600mg, dikonsumsi tiga kali sehari untuk
total dosis harian 4,800mg.
c. Dosis yang dianjurkan : 1 gram 3 x sehari, intravena.
a. Membantu dalam terapi kognitif.
b. Mengendalikan kelainan kontraksi otot yang terjadi tanpa disadari,
disebut mioklonus.
c. Penyakit serebrovaskular dan insufisiensi sirkulasi serebral.
d. Mengatasi alkoholisme kronis dan kecanduan alkohol, seperti

Indikasi predelirium, delirium, defisit intelektual akibat alkoholisme kronik, terapi


detoksifikasi.
e. Mengatasi involusi yang terkait dengan usia lanjut, seperti asthenia,
gangguan adaptasi, gangguan reaksi psikomotor, kemunduran perilaku
sosial, kemunduran daya pikir.
f. Membantu mengatasi gejala pasca trauma, misalnya sakit kepala, vertigo,
22
astenia, dan kegelisahan.
g. Mengatasi gangguan tingkah laku pada anak, misalnya gangguan belajar,
disleksia, hyperkinesia dan enuresis.

a. Gangguan ginjal berat (bersihan kreatinin kurang dari 20 mL/menit).


Kontraindikasi
b. Hipersensitif terhadap piracetam dan komponen obat ini.
Injeksi: Intramuskular dan intravena, dapat juga diberikan bersama
infus.Larutan injeksi piracetam dapat diberikan bersamaan dengan Glukosa
5%, 10%, 20%. Fruktosa 5%, 10%, 20%, Levulosa 5%, NaCl Isotonik
(0,9%). Dekstran 40 10% dalam NaCl 0,9%. Dekstran 75,6% dalam larutan

Rute NaCl 0,9%. Ringer, Ringer-laktat. Manitol - Rheo Macrodex dalam larutan
HES (Hydroxyethyl Starch) 6%. Larutan injeksi piracetam stabil dalam
infus di atas kurang dari 24 jam.
Sediaan oral : Gejala involusi yang berhubungan dengan usia lanjut,
alkoholisme kronik dan adiksi; dan gejala pasca trauma.

Agitasi, rasa gugup, iritabilitas, rasa lelah, gangguan tidur. Gangguan

Efek Samping gastrointestinal (mual, muntah, diare, gastralgia), pusing, sakit kepala,
tremor, peningkatan libido, kegelisahan ringan.

2. Citicolin
Mengurangi kerusakan jaringan otak saat otak cedera. Citicolin adalah obat
yang diduga dapat digunakan untuk menangani beberapa penyakit, seperti:
Fungsi glaukoma, demensia, Alzheimer, Trauma kepala, Stroke, Pikun akibat usia.,
Penyakit Parkinson, ADHD.

Nama Obat Citicoline


Generik
Brainact, Brainolin, Bralin, Cholinaar, Cibren, Neuciti, Neulin, Nicholin ,
Nama Obat
Dagang Serfac, Soholin, Strolin, Takelin, Takelin, Seraxon.
a. Infus : Dokter akan memberikan citicolin melalui infus ke pembuluh

Dosis darah untuk menangani penurunan kemampuan berpikir akibat penuaan


dan penyakit serebrovaskular kronis.

23
b. Suntik : Suntikan citicolin akan diresepkan oleh dokter untuk pasien
penyakit serebrovaskular kronis.
c. Tablet dan kapsul : Untuk mengatasi penurunan kemampuan berpikir,
konsumsilah Citicolin 1000 sampai 2000 miligram per hari. Untuk
mengobati penyakit pada pembuluh darah otak konsumsi 600 miligram
per hari. Untuk penanganan cepat penanggulaangan stroke akibat
penggumpalan darah, konsumsi 500 – 2000 miligram per hari sesegera
mungkin dalam waktu 24 jam setelah serangan stroke.
d. Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak : 1 – 2 kali
sehari 100 – 500 mg secara intra vena drip atau injeksi.
e. Gangguan kesadaran karena infark selebral : 1 kali sehari 1000 mg,
secara injeksi Intra Vena.
f. Hemiplegia apopleksi : 1 kali sehari 1000 mg secara oral atau injeksi
Intra Vena.
a. Meningkatkan aliran darah dan oksigen otak.
b. Meningkatkan metabolisme glukosa di otak.

Indikasi c. Mencegah degenerasi saraf dan melindungi kerusakan mata akibat


degenerasi saraf optik.
d. Meningkatkan phosphatidylcholine.
Jangan digunakan bagi penderita yang memiliki riwayat hipersensitif
Kontraindikasi
(Alergi) terhadap obat ini
Keadaan akut
Biasanya 250-500 mg, 1-2 kali sehari secara drip IV atau bolus IV.
Keadaan kronik
Rute Biasanya 100-300 mg, 1-2 kali sehari secara IV atau IM.
Gangguan serebrovaskular dapat diberikan IV atau IM sampai 1000 mg.
Pemberian IV harus selambat mungkin.

Untuk penggunaan untuk jangka waktu kurang dari 90 hari, citicolin cukup
aman. Namun bahaya penggunaan citicolin untuk jangka waktu lebih dari 90
Efek Samping
hari tidak diketahui. Reaksi orang terhadap sebuah obat berbeda-beda.
Beberapa efek samping citicolin yang umumnya terjadi adalah:insomnia,

24
sakit kepala, diare, tekanan darah rendah atau hipotensi, tekanan darah tinggi
atau hipertensi, mual, penglihatan terganggu, sakit di bagian dada.

3. Manitol
Membantu pengeluaran natrium dan air dari dalam tubuh sehingga kadar
cairan yang beredar di pembuluh darah akan menurun. Memperlancar
Fungsi diuresis dan ekskresi material toksik dalam urin. Mengurangi TIK, pada
masa otak dan TIO yang tinggi.

Nama Obat Manitol


Generik
Nama Obat Infusan M-20, Otsu-Manitol 20, Manniol, Tutofusin 15.
Dagang
a. Manitol hanya bisa diberikan melalui infus oleh dokter dan petugas
medis. Dokter akan mempertimbangkan jenis kondisi yang diidap,
riwayat kesehatan, usia, serta berat badan pasien sebelum memberikan
obat ini.
b. Secara umum, dosis infus manitol untuk pasien dewasa dan remaja
adalah 500 hingga 2.000 ml per hari. Dosis maksimal dalam sekali
pemberiannya adalah 500 ml.
c. Bagi pasien yang mengalami oliguria atau gangguan ginjal, dokter akan
memberikan dosis manitol sebanyak 2 ml per kg berat badan selama 3-5
Dosis menit. Dosis awal ini bertujuan untuk menguji reaksi tubuh pasien
terhadap obat. Bila hasil tampungan urine setelah minum obat ini masih
dengan volume normal, maka sisa obat akan diberikan.
d. Untuk menurunkan tekanan dalam tempurung kepala dan bola mata,
dosis umum manitol yang diberikan adalah 15-20 ml per kg berat badan
pasien. Infus ini akan dijalani oleh pasien selama 30 menit hingga 1 jam.
e. Sementara, pasien yang mengalami keracunan dan membutuhkan proses
pembuangan senyawa berbahaya dari ginjalnya akan dianjurkan untuk
menerima manitol sebanyak 250 ml pada pemberian infus awal.

Terapi dan profilaksis oliguria pada gagal ginjal akut, edema otak, peningkatan
Indikasi
tekanan intrakranial.

Kontraindikasi Gagal jantung, edema paru, gagal ginjal dan dehidrasi.


Rute IV bolus

25
Sistem peredaran darah yang kelebihan beban, gagal jantung kongestif
(CHF), sakit kepala, convulsions, kedinginan, kepeningan, ruam,

Efek Samping ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, instoksikasi air, dehidrasi dan
hipovolemia sekunder hingga diuresis cepat, N/V, pulmonary edema, reaksi
alergi.

4. Kortikosteroid
Obat ini digunakan untuk meredakan gejala pembengkakan, kemerahan,
Fungsi gatal-gatal, dan reaksi alergi.

Nama Obat Kortikosteroid


Generik
Nama Obat Kenalog in orabase, oralog
Dagang
a. Dosis kortikosteroid untuk tiap pasien berbeda-beda. Dosis biasanya
ditentukan oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan
respons tubuh tiap pasien.
b. Selain tingkat keparahan dan respons tubuh, dosis serta durasi
pengobatan kortikosteorid juga tergantung pada:
Dosis
c. Jenis dan bentuk kortikosteroid yang berbeda kekuatan kerjanya dan efek
sampingnya.
d. Jenis penyakit yang diidap penderita.
e. Berkonsultasilah dengan dokter guna menentukan dosis kortikosteroid
untuk anak-anak, yang biasanya disesuaikan dengan berat badan mereka.
a. Artritis reumatoid,
b. Bursitis (radang kandung sega) akut dan subakut,
c. Dermatitis eksfoliatif,

Indikasi d. Rinitis alerigka,


e. Asma bronkhial,
f. Dermatitis kontak,
g. Konjungtivitis alergika (radang selaput ikat mata karena
Gangguan hati, gangguan mental atau perilaku, memiliki luka, menderita
Kontraindikasi
infeksi lain akibat jamur-bakteri-virus, penyakit jantung, HIV

26
Rute Hirup, oral, intavena

Reaksi orang terhadap sebuah obat berbeda-beda. Beberapa hal yang


memengaruhi risiko mengalami efek samping kortikosteroid adalah:
 Jenis kortikosteroid. Kortikosteroid berbentuk tablet lebih sering
menyebabkan efek samping daripada bentuk suntik atau hirup.
 Dosis kortikosteroid. Makin tinggi dosisnya, makin berisiko mengalami
efek samping.
 Durasi pengobatan. Pasien yang menjalani durasi pengobatan lebih dari 3
minggu lebih berisiko mengalami efek samping.
 Usia pasien. Anak-anak dan orang tua lebih rentan mengalami efek
samping.
Beberapa efek samping kortikosteroid yang umumnya terjadi adalah:
Kortikosteroid hirup
 Sariawan pada mulut atau tenggorokan.

 Mimisan.

 Suara serak dan parau.

 Batuk.

Efek Samping Jamur di rongga mulut (oral trush).


 Risiko pneumonia pada penderita penyakit paru obstruktif kronik (COPD)
Kortikosteroid suntik
 Infeksi

 Nyeri dan pembengkakan pada bagian tubuh yang disuntik.

 Otot melemas.

 Kulit berwarna kemerahan, pucat, dan menipis di sekitar bagian tubuh yang
disuntik.

Kortikosteroid tablet
 Meningkatnya nafsu makan.

 Jerawat.

 Perubahan mood tiba-tiba.


 Kulit tipis mudah memar.

 Otot melemas.

 Luka sulit untuk sembuh.

27
 Diabetes atau bertambah parahnya diabetes yang sudah ada.

 Tekanan darah tinggi atau hipertensi.

 Glaukoma.

 Tukak lambung.

 Katarak.

 Melemahnya tulang atau penegeroposteoporosis

 Sindrom Cushing.

 Gangguan mental.

 Menghambat pertumbuhan pada anak.

 Meningkatkan risiko infeksi.

5. Asam Traneksamat
Digunakan untuk menghentikan pendarahan pada sejumlah kondisi,
misalnya pendarahan pascaoperasi, mimisan, pendarahan akibat menstruasi
berlebihan, dan pendarahan pada penderita angio-edema turunan. Bekerja
Fungsi
dengan cara menghambat pecahnya gumpalan darah sehingga pendarahan
tidak terjadi lagi.

Nama Obat Kortikosteroid


Generik
Asam traneksamat, asamnex, clonex, ethinex, ethinex forte, haemostop,
Nama Obat intermic, kalnex, lexatrans, lunex, nexamin, Nexitra, Plasminex, Pytramix,
Dagang
Ronex, Trinaxid, Tranex, Tranxa, Transamin, tranfib.
a. Oral, fibrinolisis lokal, 15-25 mg/kg bb 2-3 kali sehari.
b. Menoragia (diawali bila menstruasi telah mulai), 1-1,5 g 3-4 kali sehari

Dosis selama 4 hari; maksimal 4 g sehari. Angioedema turunan, 1-1,5 g 2-3 kali
sehari.
c. Injeksi intravena lambat, fibrinolisis lokal 0,5 -1 g 3 kali sehari.

Indikasi fibrinolisis lokal; menoragia.

Kontraindikasi gangguan ginjal yang berat; penyakit tromboembolik.


28
Rute Oral dan Intravena.
Sama seperti obat-obat lain, asam traneksamat juga berpotensi menyebabkan
efek samping. Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah
Efek Samping
mengonsumsi obat anti-fibrinolitik ini adalah diare, mual, badan terasa lelah.

29
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE

3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis
medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggita gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan
tingkat kesadaran
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti
kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
4. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi
sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak
harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.

30
5. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak,
makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang
mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus,
bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung
alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu
konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK
apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke
mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II),
gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola
mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus
VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus
I).

d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya
kesulitan dalam menelan.
e. Dada

31
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan
- Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup
- Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur
atau gallop
f. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada
- Auskultasi : Bising usus agak lemah
- Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau
hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran
kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
- Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sams sekali
- Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
- Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
- Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan
- Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
- Nilai 5 :bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual/potensial terhadap
masalah kesehatan/proses kehidupan. Dari pengkajian yang dilakukan maka didapatkan
diagnosa keperawatan yang muncul seperti :
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat
kesadaran.

32
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan
neuromoskuler pada ekstremitas
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh
kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
6. Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN.

3.3 Intervensi
NO DX TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1. Resiko Tujuan: Setelah dilakukan 1. Berikan penjelasan
ketidakefektifa tindakan keperawatan ..x24 kepada keluarga klien
n perfusi diharapkan perpusi jaringan tentang sebab
jaringan otak tercapai secara optimal dengan peningkatan TIK dan
kriteria hasil : akibatnya
1. klien tidak gelisah 2. Baringkan klien ( bed
2. tidak ada keluhan nyeri rest ) total dengan posisi
kepala tidur telentang tanpa
3. mual dan kejang bantal
4. GCS 4, 5, 6 3. Monitor tanda-tanda
5. pupil isokor vital.
6. refleks cahaya (+) 4. Bantu pasien untuk
7. TTV normal. membtasi muntah,
batuk,anjurkan klien
menarik nafas apabila
bergerak atau berbalik
dari tempat tidur
5. Ajarkan klien untuk
mengindari batuk dan
mengejan berlebihan
6. Ciptakan lingkungan

33
yang tenang dan batasi
pengunjung
7. Kolaborasi: pemberian
terapi sesuai intruksi
dokter untuk pemberian
obat
2. Ketidakefektifa Tujuan: Setelah diberikan 1. Kaji keadaan jalan nafas
n bersihan jalan asuhan keperawatan selama 2. Bersikan jalan napas
nafas ..x24 jam diharapkan klien dengan suction dengan
mampu meningkatkan dan ekstra hati-hati, jangan
memepertahankan keefektifan lebih dari 10-15 detik.
jalan nafas agar tetap bersih Catat warna dan
dan mencegah aspirasi. kekeruhan dari secret
Kriteria Hasil: 3. Kolaborasi : pemberian
1. bunyi nafas terdengar oksigen
bersih 4. Ajarkan pasien napas
2. ronkhi tidak terdengar efektif dalam jika pasien
3. trakeal tube bebas sadar
sumbatan 5. Kaji frekuensi atau
4. menunjukan batuk kedalaman napas dan
efektif gerakan dada
5. tidak ada penumpukan 6. Auskultasi suara paru,
secret di jalan nafas perhatikan daerah
6. frekuensi pernafasan 16 hipoventilasi dan adanya
-20x/menit. suarasuara tambahan
yang tidak normal
(seperti; ronchi,
wheezing dll).
7. Kaji tanda-tanda sianosis
3. Hambatan Tujuan: Setelah diberikan 1. Kaji kemampuan secar
mobilitas fisik asuhan keperawatan selama ... fungsional dengan cara yang
x 24 jam, mobilitas fisik teratur klasifikasikan

34
teratasi melalui skala 0-4.
Kriteria Hasil: 2. Ubah posisi setiap 2 jam
a. klien dapat
dan sebagainya jika
mempertahan atau
memungkinkan bisa lebih
meningkatkan kekuatan
sering
dan fungsi bagian
3. Lakukan gerakan ROM
tubuh yang terkena
aktif dan pasif pada semua
atau kompensasi
ekstremitas
4. Bantu mengembangkan
keseimbangan duduk seoerti
meninggikan bagian kepala
tempat tidur, bantu untuk
duduk di sisi tempat tidur.
5. Konsultasi dengan ahli
fisiotrapi
4. Resiko Tujuan: Setelah dilakukan 1. Anjurkan klien untuk
gangguan tindakan keperawatan ...x24 melakukan latihan ROM
integritas kulit jam diharapkan klien mampu dan mobilisasi jika
memperthankan keutuhan kulit mungkin.
Kriteria hasil : 2. Ubah posisi setiap 2 jam
a. Klien mampu 3. Gunakan bantal yang
perpartisipasi dalam lunak di bawah area
penyembuhan luka yang menonjol
b. Mengetahui cara dan 4. Lakukan masase pada
penyebab luka daerah yang menonjol
c. Tidak ada tanda yang baru mengalami
kemerahan atau luka tekanan pada waktu
berubah posisi
5. Observasi terhadap
eritema dan kepucatan
dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan

35
pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi
6. Jaga kebersihan kulit dan
hidari seminimal munkin
terauma,panas terhadap
kulit
5. Defisist Tujuan: Setelah diberikan 1. Kaji kemampuan dan
perawatan diri asuhan keperawatan selama tingkat penurunan dalam
2x24 jam, terjadi perilaku skala 0 – 4 untuk
peningkatan perawatan diri melakukan ADL
Kriteria hasil: 2. Hindari apa yang tidak
a. klien menunjukan dapat di lakukan oleh
perubahan gaya hidup klien dan bantu bila
untuk kebutuhan perlu
merawat diri 3. Menyadarkan tingkah
b. klien mampu laku atau sugesti
melakukan aktivitas tindakan pada
perawatan diri sesuai perlindungan kelemahan.
dengan tingkat Pertahankan dukungan
kemampuan pola pikir dan izinkan
klien melakukan tugas,
beri umpan balik yang
positif untuk usahanya
4. Rencanakan tindakan
untuk defisit
pengelihatan dan seperti
tempatkan makanan dan
peralatan dalam suatu
tempat, dekatkan tempat
tidur ke dinding
6. Gangguan setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola eliminasi urin
eliminasi urin keperawatan, selama ...x24 2. Kaji multifaktoral yang

36
jam gangguan eliminasi urin menyebabkan inkontensia
tidak terjadi lagi 3. Batasi intake cairan 2-3
Kriteria Hasil: jam sebelum tidur
a. pola eliminasi BAK normal 4. Batasi intake makanan
yang menyebabkan iritasi
kandung kemih
5. Kaji kemampuan
berkemih
6. Kolaborasi pemasangaan
kateter

3.4 Implementasi
No Diagnosa Implementasi
1 Resiko 1. Memberikan penjelasan kepada keluarga
ketidakefektifan klien tentang sebab peningkatan TAK dan
perfusi jaringan
akibatnya
otak
2. Membaringkan klien ( bed rest ) total dengan
posisi tidur telentang tanpa bantal
3. Memonitor tanda-tanda vital.
4. Membantu pasien untuk membtasi muntah,
batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila
bergerak atau berbalik dari tempat tidur
5. Mengajarkan klien untuk mengindari batuk
dan mengejan berlebihan
6. Menciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung
7. Mengkolaborasi: pemberian terapi sesuai
intruksi dokter, seperti steroid, aminofel,
antibiotika
2 Ketidakefektifan 1. mengkaji keadaan jalan nafas
bersihan jalan nafas 2. membersikan jalan napas dengan suction
dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-

37
15 detik. Catat warna dan kekeruhan dari
secret
3. mnegkolaborasi : pemberian oksigen
4. mengajarkan pasien napas efektif dalam jika
pasien sadar
5. mengkaji frekuensi atau kedalaman napas dan
gerakan dada
6. Melakukan uskultasi suara paru, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya suarasuara
tambahan yang tidak normal (seperti; ronchi,
wheezing dll).
7. mengkaji tanda-tanda sianosis
3 Hambatan 1. Mengkaji kemampuan secar fungsional
mobilitas fisik dengan cara yang teratur klasifikasikan
melalui skala 0-4.
2. Mengubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya
jika memungkinkan bisa lebih sering
3. Melakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
4. Membantu mengembangkan keseimbangan
duduk seoerti meninggikan bagian kepala
tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat
tidur.
5. Mengkonsultasi dengan ahli fisiotrapi
4 Risiko gangguan 1. Menganjurkan klien untuk melakukan latihan
integritas kulit ROM dan mobilisasi jika mungkin.
2. Mengubah posisi setiap 2 jam
3. Menggunakan bantal yang lunak di bawah
area yang menonjol
4. Melakukan masase pada daerah yang
menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi

38
5. Mengobservasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi
6. Menjaga kebersihan kulit dan hidari
seminimal munkin terauma,panas terhadap
kulit
5 Defisit perawatan 1. Mengkaji kemampuan dan tingkat penurunan
diri dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL
2. Menghindari apa yang tidak dapat di lakukan
oleh klien dan bantu bila perlu
3. Menyadarkan tingkah laku atau sugesti
tindakan pada perlindungan kelemahan.
Pertahankan dukungan pola pikir dan izinkan
klien melakukan tugas, beri umpan balik yang
positif untuk usahanya
4. Merencanakan tindakan untuk defisit
pengelihatan dan seperti tempatkan makanan
dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan
tempat tidur ke dinding

6. Gangguan eliminasi 1. Mengkaji pola eliminasi urin


urin 5. Mengkaji multifaktoral yang menyebabkan
inkontensia
6. Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum
tidur
7. Membatasi intake makanan yang
menyebabkan iritasi kandung kemih
8. Mengkaji kemampuan berkemih
9. Mengkolaborasi pemasangaan kateter

39
BAB 4 KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Kasus
Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 September 2007 pukul 09.00 WIB. Pasien
bernama Ny. S dengan umur 52 tahun, beragama islam, suku bangsa sunda, pasien sebagai
ibu rumah tangga, yang tinggal di alamat Jl. Pal Merah Barat 2 No. 10 Jakarta Barat. Pasien
dirawat dengan diagnosa media stroke hemoragik, hipertensi stadium II, dan
bronkopnemonia.
Riwayat kesehatan pasien, pada tanggal 5 September 2007 saat mencuci piring pasien
menggalami pusing hebat dan tiba-tiba pasien terjatuh, bicara pelo, badan sebelah kanan
mengalami kesemutan dan baal, berangsur-angsur ekstremitas dekstra mengalami parase dan
penurunan kesadaran. Lima jam kemudian pasien di bawa ke RSCM, dan di sarankan untuk
dirawat di HCU, tapi karena alasan biaya maka pasien di rawat di IRNA B Lt. II Kiri.
Data yang ditemukan saat pengkajian kondisi pasien yaitu; tingkat kesadaran
somnolen, GCS E2M5V afasia, tekanan darah: 140/90 mmHg, Nadi: 70 x/menit, frekuensi
pernapasan: 24 X/menit, suhu: 39,3o C, jantung: bunyi jantung I dan II, mur-mur (-), Gallop (-
), Paru: vesikuler, ronchi +/+ basah kasar, wheezing -/-, abdomen; lemas, datar, hepar/limpa
dbn, bising usus 10 X/menit, leher; JVP 5 + 3. Status neurologis; pupil isokor, diameter pupil
3/3, reflek terhadap cahaya langsung 3/3, cahaya tidak langsung 3/3. Tanda rangsang
meningeal; kaku kuduk (-), tanda laseg >700/>700, tanda kerning > 1350/ > 1350. Nerves
kranial; paresis nerves V dekstra, VII dekstra, IX – X, dan XII dekstra. Motorik; kekuatan otot
ekstremitas atas 1111/5555, ekstremitas bawah 1111/5555, sensibilitas; hemihipestesi (-),
reflek fisiologis ++/++, reflek babinski +/+. Fungsi syaraf otonom; inkontinensia alvi (+),
terpasang kateter. Berdasarkan penilaian siriraj stroke scor (SSS) didapat : (2,5 x 1) + (2 x 0)
+ (2 x 1) + (0,1 x 90) - (3x0) – 12 = 1,5 (artinya adanya perdarahan supratentorial). Hasil
NIHSS (NationalIinstitute of Health Stroke Scale) = 18, artinya Ny. S.K menggalami stroke
berat.
Pemeriksaan penunjang; hasil pemeriksaan CT-Scan; perdarahan di pons sekitar 1,2 cc
(hasil penghitungan gambaran CT-Scan, lakunar infark basal ganglia kiri. Foto thorak;
CTR<50%, aorta elarge, tampak gambaran fibroinfiltrat paru kanan. Hasil pemeriksaan
laboratorium; Hb: 13,6, Ht: 40, leukosit: 8.800, trombosit: 277.000, MCV: 83, MCH: 28,
MCHC: 34, ureum: 27, kreatinin: 0,9, GDS: 131, kalium: 4, klorida: 111, natrium: 135.

40
Analisa gas darah; pH: 7,449, PCO2: 29,5, PO2: 97, SO2: 97,8, BE ecf: -3,5, Beb:-1,5, SBc:
23,2, HCO3: 20,7, TCO2: 21,6.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak sekitar 4 tahun yang lalu, pasien berobat
ke puskesmas, tidak teratur, berobat jika ada keluhan, jenis obat tidak tahu. Tidak ada riwayat
sesak napas, batuk (-) dan TBC (-), riwayat DM (-), peyakit jantung (-), stroke (-).
Dalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga yang menderita hipertensi dan
stroke, yaitu ibu, dan adik pasien. Ibu pasien telah meninggal karena stroke sudah lebih dari 5
tahun.

4.2 Pengkajian
1. No. Register :
2. Ruang : IRNA B Lt. II Kiri
3. Tgl/Jam MRS : 6 September 2007 jam 09.00
4. Tgl/Jam Pengkajian : 6 September 2007 jam 09.00
5. Diagnosa Medis : stroke hemoragik, hipertensi stadium II, dan bronkopnemonia.
6.
Data pasien Data penanggung jawab
Nama : Ny. “S” Nama : Tn. “S”
Umur : 52 th Umur :-
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : -/Indonesia Pekerjaan : Swasta
Pendidikan :- Hub. dg px : Suami
Pekerjaan : ibu rumah tangga Alamat : Jl. Pal Merah Barat
Alamat : Jl. Pal Merah 2 No. 10 Jakarta Barat
Barat 2 No. 10 Jakarta Barat

7. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama : somnolen
b. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien Ny. S saat mencuci piring pasien menggalami
pusing hebat dan tiba-tiba pasien terjatuh, bicara pelo,
badan sebelah kanan mengalami kesemutan dan baal,

41
berangsurangsur ekstremitas dekstra mengalami parese
dan penurunan kesadaran
c. Riwayat Penyakit Dahulu : hipertensi sejak sekitar 4 tahun yang lalu, pasien
berobat kepuskesmas, tidak teratur, berobat jika ada
keluhan, jenis obat tidak tahu
d. Riwayat penyakit kleluarga : ibu, dan adik pasien menderita hipertensi dan stroke.
Ibu pasien telah meninggal karena stroke sudah lebih
dari 5 tahun.

8. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran umum : respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi.
b. Kesadaran : somnolen, GCS E2M5V afasia
c. tanda-tanda vital : tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi: 70 x/menit, RR 32 X/menit,
suhu: 39,3o C

9. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan penilaian siriraj stroke scor (SSS) didapat : (2,5 x 1) + (2 x 0) + (2 x 1) +
(0,1 x 90) - (3x0) – 12 = 1,5 (artinya adanya perdarahan supratentorial). Hasil NIHSS
(NationalIinstitute of Health Stroke Scale) = 18, artinya Ny. S.K menggalami stroke berat.
Pemeriksaan penunjang; hasil pemeriksaan CT-Scan; perdarahan di pons sekitar 1,2 cc
(hasil penghitungan gambaran CT-Scan, lakunar infark basal ganglia kiri. Foto thorak;
CTR<50%, aorta elarge, tampak gambaran fibroinfiltrat paru kanan. Hasil pemeriksaan
laboratorium; Hb: 13,6, Ht: 40, leukosit: 8.800, trombosit: 277.000, MCV: 83, MCH: 28,
MCHC: 34, ureum: 27, kreatinin: 0,9, GDS: 131, kalium: 4, klorida: 111, natrium: 135.
Analisa gas darah; pH: 7,449, PCO2: 29,5, PO2: 97, SO2: 97,8, BE ecf: -3,5, Beb:-1,5, SBc:
23,2, HCO3: 20,7, TCO2: 21,6.

10. Sitem neurologi


nervus kranial adanya parese N.V dekstra, N.VII dekstra sentral, paresis N.IX, N.X,
dan N.XII dekstra sentral. Sensibilitas terjadi hemihipestesi. Tanda rangsang selaput otak:
kaku kuduk (-), Laseq >700/>700, Kerning >1350/>1350. Fungsi syaraf otonom; terpasang

42
kateter, inkontinensia alvi. kemampuan komunikasi, dan persepsi-sensori tidak dapat
dilakukan pengkajian karena pasien menggalami penurunan kesadaran. Hasil pemeriksaan
CT- Scan tehnik brain window tanpa kontras tanggal 5 September 2007 : perdarahan dipons
dengan perkiraan jumlah perdarahan 1,2 cc, dan lakunar infark basal ganglia.

11. Perkemihan
Pada kasus ini, pasien terpasang kateter. Urin keluar dengan warna kuning jernih,
tidak terdapat endapan maupun darah. Posisi kateter benar tidak terlipat/ada hambatan.
Intake cairan 760 cc/8 jam. Pemeriksaan laboratorium tanggal 5 September 2007 : sedimen;
sel epitel +, leukosit 3-4/lpb, eritrosit banyak, silinder (-), kristal (-), bakteri (-), BJ 1,015, pH
7.0, protein negatif, keton negatif, darah 2+, bilirubin negatif, uroblingen 3.2 mmol/L, nitrit
negatif, esterase leukosit negatif. Kimia darah; . ureum : 27 mg/l, kreatinin : 0.9, aceton : -,
Kalium : 4,00 Meq, Natrium : 134 Meq, Klorida : 111 Meq, analisis hasil pengkajian sistem
perkemihan dalam batas normal, tidak ada gangguan.

12. Pernafasan
respirasi rate : 24 X/menit reguler, tidak ada tarikan interkosta dan penggunaan otot
Bantu pernafasan , perkusi : sonor, auskultasi ; suara nafas ronchi basah kasar +/+, wheezing -
/-. Hasil pemeriksaan foto torak taanggal 5 September 2007 adalah CTR < 50%, aorta elarge,
dan tampak gambaran fibroinfiltrat paru kanan.. Hasil pemeriksaan analisa gas darah adalah
pH : 7.449, PCO2 : 29,5, PO2 : 97, HCO3 : 20.7, BE ecf : -3,5, Beb: -1,5, SBc: 23,2 Saturasi
O2 : 97.8 %. Dapat dianalisis hasil AGD terjadi alkalosis respiratorik.

13. Kardiovaskuler
tidak ada pembesaran jantung, suara jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), mur-mur (-
), perkusi pekak. Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi : 70 x/menit regular, Suhu : 39.30 C.
CRT <3 detik. hasil pemeriksaan laboratorium hematology tanggal 5 September 2007 adalah;
Hb : 13.6 gr/l, Ht : 40 %, eritrosit : 4.3 juta/ul , leukosit : 8.800/ul, trombosit 277.000/ul,
MCV : 83 gr/dl, MCH : 28 gr/dl, MCHC : 34 gr/dl. PT : 13.2 detik, PT terkontrol : 12.6 detik,
APTT : 31.2 detik, APTT terkontrol : 31.2 detik, kadar fibrinogen 512 mg/dl, D dimer
kuantitatif : 200.000 mg/ml, kolesterol total : 218 mg/dl, trigliserida 194 mg/dl, kolesterol
HDL: 36 mg/dl, kolesterol LDL : 134 mg/dl.

43
14. Pencernaan
pasien terpasang NGT, makanan, minum, serta obat diberikan oleh perawat melalui
selang NGT. Makan dengan diit cair 1700 kkal dan rendah garam III. Terpasang infuse NaCl
0.9 %/12 jam. saat memberikan makan melalui NGT tidak ada kesulitan. Sebelum
penurunan kesadaran pasien sempat mengatakan kalo BAB tidak terasa (inkontinensia alvi),
palpasi abdomen tidak ditemukan adanya teraba massa feses. Pasien memakai pempres dalam
keadaan bersih. Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 5 September 2007 adalah;
SGOT : 15, SGPT : 21, protein total : 7 g/dl, Globulin : 3.30 g/dl, dan Albumin : 3.7 g/dl.
Glukosa darah puasa : 90 mg/dl, Glukosa darah 2 jam pp : 106 mg/dl dari ahsil pemeriksaan
laboratorium ini semua dalam batas normal artinya tidak ada masalah dalam saluran
pencernaan.

15. Integumen
luka dekubitus derajad II pada gluteal kanan dengan luas : 3 x 8 cm, turgor kulit baik,
kelembaban kulit : kering, tekstur kulit halus.

44
45
4.3 Diagnosa dan Intervensi
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
1 Resiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral
jaringan otak berhubungan dengan 1x24 jam perfusi serebral adekuat dan potensial terjadinya peningkatan TIK
interupsi aliran darah akibat Kriteria hasil : 2. Monitor status neurology (seperti tingkat kesadaran,
perdarahan di pons dan lakunar infark 1. tingkat kesadaran komposmentis, reflek patologis dan fisiologis, pupil) tiap 2 jam dan
basal ganglia kiri. Ditandai dengan : 2. tidak ada tanda-tanda peningkatan bandingkan dengan nilai normal
nilai GCS E2M4VApasia, tingkat tekanan intracranial 3. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam
kesadaran somnolent, refleks babinski 3. TTV stabil 4. pertahankan suhu tubuh dalam batas normal
+/+, Reflek tendon dalam: +/++, pupil 4. tidak ada tanda defisit neurologis dan 5. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya
isokor, diameter 3 mm/3 mm, reaksi perburukan. kebutaan, penurunan lapang pandang
cahaya tidak langsung +/+, reaksi 6. Kaji fungsi bicara jika klien sadar
cahaya langsung +/+, TD : 140/90 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
mmHg, Nadi : 70 x/menit, Suhu a. Oksigen sesuai indikasi
Tubuh: 39,3 C, hasil CT-Scan : b. Obat Stimulator otak/neuroprotektor,
perdarahan di pons dan lakunar infark c. Obat antihipertensi, captopril
basal ganglia kiri. d. Obat anti piretik, paracetamol
e. Obat laxantive (pelunak feses). Solac
46
2 ketidakefektifan bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Observasi tanda tanda vital
berhubungan dengan akumulasi 1x24 jam ronchi kasar -/- 2. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral
sputum akibat penurunan tingkat Kriteria hasil : dan potensial terjadinya peningkatan TIK
kesadaran, ketidakmampuan 1. Frekuensi pernafasan dalam batas 3. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
mengeluarkan sekret Ditandai dengan : normal. Oxygen pemberian obat mukolitik dan atau
nilai GCS E2M4VA pasia, tingkat 2. Tidak ada suara ronchi ekspektoran.
kesadaran somnolent, ronchi kasar +/+, 3. TTV normal 4. Monitor analisis gas darah
frekuensi pernapasan 32 x/menit 4. Kesadaran kompos mentis 5. Fisioterapi dada setelah pasien melewati fase akut

3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kaji kemampuan fungsional/luasnya gangguan sejak
dengan kelemahan neuromuskuler 1x24 jam mobilitas fisik meningkat secara awal
sekunder dari perdarahan di pons dan bertahap 2. Lakukan terapi fisik yang di fokuskan pada latihan
lakunar infark basal ganglia kiri Kriteria hasil : gerak pasif dan aktif (jika pasien sadar)
ditandai dengan klien mengatakan 1. Tidak adanya tanda kontraktur 3. ubah posisi tiap 2-4 jam
badan sebelah kanan mengalami 2. Mempertahankan kekuatan otot 4. Siapkan pasien untuk mobilisasi progresif
kesemutan dan baal, berangsur-angsur 3. Mampu melakukan ROM aktif dan 5. Bantu pasien maju dari ROM aktif ke aktifitas

47
ekstremitas dekstra mengalami parase pasif secara bertahap. fungsional
dan keluarga mengatakan penurunan 6. Kolaborasi dengan fisioterapi
kesadaran, kekuatan otot ekstremitas 7. Jelaskan pada pasien dan keluarga adanya terapi
superior 1111/4444, kekuatan otot khusus bagi pasien pasca strok
ekstremitas inferior 1111/4444, tonus
otot menurun/menurun
4 Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kaji kemampauan ADL pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran 2x24 kebutuhan ADL terpenuhi dan 2. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan makan,
ditandai dengan kekuatan otot terjadi peningkatan kemampuan untuk minum, mandi, berpakaian, BAK, dan BAB)
ekstremitas superior 1111/4444, memenuhinya. 3. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL pasien
kekuatan otot ekstremitas inferior Kriteria Hasil : 4. Dekatkan makanan dan peralatan yang dibutuhkan
1111/4444, tonus otot 1. Mengidentifikasi sumbersumber pasien di sisi tempat tidur yang mudah di jangkau dan
menurun/menurun, pemenuhan bantuan. motivasi pasien untuk memenuhi kebutuan ADL nya
kebutuhan ADL (makan, minum, 2. makanan dan minuman masuk secara bertahap
mandi, berpakaian, BAB, BAK) (terpenuhi), badan bersih, pakaian 5. Pertahankan dukungan, sikap tegas, beri pasien waktu
dibantu. bersih dan rapi, eleminasi terpenuhi yang cukup untuk mengerjakan tugasnya
6. berikan umpan balik positif atas usaha pasien yang
telah dilakukan
7. Kolaborasi pemberian supositoria (pelunak feses)

48
49
4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai diagnosa dan intervensi
keperawatan

4.5 Evaluasi
Dari empat diagnosa perawatan yang ditemukan, seluruhnya dapat teratasi
dengan baik sesuai tujuan. Selanjutnya intervensi dihentikan

50
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Mayoritas pasien mengalami penyakit stroke yaitu sebanyak 69 orang dengan
presentase 89,6%
2. Mayoritas pasien mengalami penyakit hipertensi yaitu sebanyak 72 orang
dengan presentase 93,5%
3. Minoritas pasien mengalami penyakit diabetes mellitus yaitu sebanyak 3
orang dengan presentase 3,9%
4. Minoritas pasien mengalami penyakit obesitas yaitu sebanyak 1 orang dengan
presentase 1,3%
5. Ada hubungan yang bermakna secara signifikan antara hipertensi sebagai
salah satu faktor risiko stroke
6. Tidak ada hubungan yang bermakna secara signifikan antara diabetes mellitus
sebagai salah satu faktor risiko stroke
7. Tidak ada hubungan yang bermakna secara signifikan antara obesitas sebagai
salah satu faktor risiko stroke

5.2 Saran
1. Bagi Pihak Rumah Sakit
a. Diharapkan dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada penderita
stroke guna mencegah terjadinya kecacatan seumur hidup serta kematian.
b. Diharapkan meningkatkan pelayanan untuk mendeteksi dini kelainan sebagai
pencegahan terhadap faktor risiko terjadinya stroke.
2. Bagi Masyarakat
a. Lebih menjaga kesehatan diri dengan cara menjaga pola makan yang sehat
dan gizi seimbang, diet rendah lemak, menghindari stress, dansering
berolahraga secara teratur.
b. Menyempatkan diri untuk kontrol kesehatan ke pelayanan kesehatan terdekat
untuk melakukan pengcekan tekanan darah, gula darah, serta status gizi
secara rutin sebagai upaya pencegahan dini terhadap faktor risiko strok

51
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa,
Jakarta. : EGC.
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh AgungWaluyo…(dkk),
Jakarta : EGC,
Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa, Brahm
U.Pendit, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : EGC,
Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2013. Nursing Intervention
Classification (NIC) sixth edition.United States of America. Elsevier
Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification Edisi Kelima Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Moco Media
Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasiikasi 2015-
2017 Ed 10. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah

52

Anda mungkin juga menyukai