Agregat Komunitas Pada Lansia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agregat lanjut usia (lansia) merupakan kelompok yang termasuk


dalam ketegori rentan. Stanhope dan Lancaster (1996) mendefinisikan
kelompok rentan sebagai kelompok yang memiliki peningkatan risiko
mengalami masalah kesehatan yang akibat berkurangnya kemampuan
untuk menghindarkan diri dari penyakit dan tingginya paparan faktor
risiko. Sebagai kelompok rentan, lansia memiliki karakteristik terjadinya
berbagai perubahan pada seluruh aspek kehidupan yang mencakup
perubahan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual. Perubahan ini dapat
menimbulkan masalah kesehatan pada semua sistem organ tubuh.

Sebagaimana dilaporkan oleh Ekspert committee on Health of the


erderly, WHO yang telah mengadakan pertemuan tahun 1987 bahwa
menjelang tahun 2000 kurang lebih dua diantara tiga orang dari 600 juta
orang lansia berada di negara berkembang. Di Indonesia di perkirakan
akan beranjak dari peringkat ke-10 pada tahun 1980 menjadi peringkat ke-
6 pada tahun 2020, di atas Brasil yang menduduki peringkat ke11 pada
tahun 1980. Banyak kelainan atau penyakit yang prevalensinya meningkat
dengan bertambahnya usia, sistem organ yang mengalami proses penuaan
akan rentan terhadap penyakit. Makin panjangnya usia harapan hidup
seseorang disamping sebagai suatu kebanggaan namun di pihak lain juga
merupakan tantangan yang sangat berat, mengingat tidak sedikit masalah
yang timbul akibat penuaan. Hal yang lebih ironis adalah keadaan ini
belum didukung oleh adaanya kualitas pelayanan kesehatan bagi lansia.
Pengetahuan perawat lansia dan pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi
standart praktik gerontik dan untuk membuat perencanaan di masa yang
akan datang (Stanley, 2006).

Perawat komunitas merupakan tenaga kesehatan yang berperan


utama dalam pemberian pelayanan perawatan kesehatan di rumah. Bentuk
pelayanan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
kebutuhan agregat lansia di rumah adalah kunjungan rumah (Rice, 2001).
Pelayanan kesehatan melalui kunjungan rumah yang diberikan antara lain
pendidikan kesehatan, coaching, dan konseling, pembentukan kelompok
swabantu dan pemberian terapi keperawatan yang ditujukan kepada
masyarakat khususnya agregat lansia sesuai dengan masalah kesehatan
yang dialami. Hasil akhir pelayanan kunjungan rumah yang diharapkan
adalah angka kesakitan pada lansia meng-alami penurunan sehingga beban
negara untuk pembiayaan kesehatan lansia berkurang. Penelitian yang
dilakukan oleh Sjattar, Nurrahmah, Bahar dan Wahyuni (2011)
menyatakan sampai saat ini, kunjungan rumah secara rutin belum banyak
dilakukan tenaga kesehatan khususnya perawat karena keterbatasan
sumber daya manusia yang dimiliki oleh institusi pelayanan kesehatan.
Kondisi ini tidak menunjang hasil kajian Departemen Kesehatan RI tahun
2000 yang menemukann bahwa sebanyak 97,7 % menyatakan perlu
dikembangkan pelayanan kesehatan di rumah (Depkes RI, 2002).

A. Rumusan Masalah
1. Apa itu Lansia ?
2. Bagaimana melakukan Asuhan keperawatan komunitas kesehatan pada
Lansia?

B. Tujuan
1. Mengetahui tentang Lansia
2. Mengetahui pelaksanaan Asuhan keperawatan komunitas agregat pada
kesehatan Lansia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Masa lansia adalah periode perkembangan yang mulai masuk
pada usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian. Masa ini adalah
masa menurunnya kekuatan dan kesehatan sehingga harus mulai
menyesuaikan diri (Santrock, 2006). Lanjut usia merupakan kejadian
yang sudah pasti akan dilalui oleh semua orang yang dikarunia usia
panjang (Murwani, 2011). Tahap lansia adalah tahap siklus akhir
hidup manusia dan merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak
dapat dihindari dan akan dialami oleh siapapun.
Masuk pada tahap ini seseorang akan mengalami banyak
perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran
dalam berbagai fungsi serta kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan yang
normal, seperti rambut yang mulai memutih, muncul kerutan di wajah,
berkurangnya kemampuan melihat, serta kemunduran daya tahan
tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi
mereka harus berhadapan dengan kehilangannya peran diri, kedudukan
sosial, serta perpisahan dengan orangorang yang dicintai. Semua
perubahan tersebut membutuhkan kemampuan beradaptasi yang cukup
besar agar dapat menyikapi secara bijak (Soejono, dkk., 2007).

2. Batasan-batasan Lansia
Lanjut usia memiliki patokan umur yang berbeda-beda,
umumnya berkisar antara 60 – 65 tahun. Menurut WHO terdapat
empat tahap batasan umur yaitu masuk usia pertengahan (middle age)
antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 - 74 tahun, dan
usia lanjut usia (old) antara 75 - 90 tahun, serta usia sangat tua (very
old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut pendapat berbagai
ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup
batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1
Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b) (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengahan (middle age) ialah 45 - 59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60 - 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75 - 90
tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c) Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI), terdapat empat fase
yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25 - 40 tahun, kedua (fase
virilities) ialah 40 - 55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 14
55 - 65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup
usia.
d) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia
(geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia
(getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur,
yaitu young old (70 - 75 tahun), old (75 - 80 tahun), dan very
old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

3. Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
a) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan
menjadi panutan.
b) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
c) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyak menuntut.
d) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
e) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif,


tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe
militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan
dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri
sendiri).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang


dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan
menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia
mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri
dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan
badan sosial, lansia dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah
sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

4. Teori Penuaan
Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman,
(2007), yaitu:
a) Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak
digunakan (overuse) dan disalahgunakan (abuse).
b) Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi
organ tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh
beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus telah
menurun.
c) Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA,
dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana
penuaan dan usia hidup kita telah ditentukan secara genetik.
d) Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua
karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam
sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu
molekul yang memiliki electron yang tidak berpasangan. Radikal
bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan
menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi
suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu
elektron pada molekul lain.

5. Tahapan Proses Penuaan


Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai
berikut
(Pangkahila, 2007):
a) Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai
menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon dan
hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat
merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena itu
pada usia ini dianggap usia muda dan normal.
b) Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap
ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.
Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik
yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang
sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan
diabetes.
c) Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang
meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron,
estrogen dan juga hormon tiroid. Terjadi penurunan bahkan
hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin
dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ
tubuh mulai mengalami kegagalan.
6. Tugas Perkembangan Lansia
Peck mengonseptualisasikan tiga tugas yang berisi pengaruh dari hasil
konflik antara perbedaan integritas dan keputusasaan.
a) Perbedaan ego versus preokupasi peran kerja.
Tugas ini membutuhkan pergeseran sistem nilai seseorang, yang
memungkinkan lansia untuk mengevaluasi ulang mendefinisikan
kembali pekerjaan mereka. penilaian ulang ini mengarahkan lansia
untuk mengganti peran yang sudah hilang dengan peran dan
aktivitas baru. selanjutnya, lansia mampu menemukan cara-cara
baru memandang diri mereka sendiri sebagai orangtua dan
okupasi.
b) Body transcendence versus preokupasi tubuh.
Sebagian besar lansia mengalami beberapa penurunan fisik. untuk
beberapa orang, kesenangan dan kenyamanan berarti kesejahteraan
fisik. orang-orang tersebut mungkin mengalami kesulitan terbesar
dalam mengabaiakan status fisik mereka. orang lain memiliki
kemampuan untuk terlibat dalam kesenangan psikologi dan
aktivitas sosial sekalipun mereka mengalami perubahan dan
ketidaknyamanan fisik. Peck mengemukakan bahwa dalam sistem
nilai mereka, “sumber-sumber kesenangan sosial dan mental dan
rasa menghormati diri sendiri mengabaikan kenyamanan fisik
semata”.
c) Transendensi ego versus preokupasi ego.
Peck mengemukakan bahwa cara paling konstruktif untuk hidup di
tahun-tahun terakhir dapat didefinisikan dengan: “hidup secara
dermawan dan tidak egois yang merupakan prospek dari kematian
personal-the night of the ego, yang bisa disebut-paras dan perasaan
kurang penting dibanding pengetahuan yang telah diperoleh
seseorang untuk masa depan yang lebih luas dan lebih panjang
daripada yang dapat dicakup oleh ego seseorang.” manusia
menyelesaikan hal ini melalui warisan mereka, anak-anak mereka,
kontribusi mereka pada masyarakat, dan persahabatan mereka.
Mereka “ingin membuat hidup lebih aman, lebih bermakna, atau
lebih bahagia bagi orang-orang yang meneruskan hidup setelah
kematian.” untuk mengklarifikasi, “individu yang panjang umur
cenderung lebih khawatir tentang apa yang mereka lakukan
daripada tentang siapa mereka sebenarnya, mereka hidup di luar
diri mereka sendiri daripada kepribadian mereka sendiri secara
egosentris.

7. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Seiring bertambahnya usia seseorang akan menimbulkan
perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai
sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga
menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau
perubahan pada fisik, psikologis, dan sosial (Mubarak dkk., 2010;
Putri dkk., 2008).
a. perubahan fisik yang terjadi pada lansia meliputi:
1) Sel
Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot,
ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi
atrofi, beratnya berkurang 5-10% (Nugroho, 2008).
2) Sistem persarafan
Terjadi penurunan berat otak sebesar 10 hingga 20%,
cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam
respon dan waktu untuk bereaksi khususnya stres,
mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitifnya
terhadap sentuhan. Pada sistem pendengaran terjadi
presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi-bunyi atau nadanada yang tinggi, suara tidak
jelas, sulit mengerti kata-kata, otosklerosis, atrofi membran
timpani, serta biasanya pendengaran bertambah menurun
pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres
(Nugroho, 2008).
3) Sistem penglihatan
Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih terbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan
sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan
susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapangan pandang, serta
menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau
(Nugroho, 2008).
4) Sistem kardiovaskular
Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal
dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
menurun, kurangnya elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,
mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya
tekanan darah akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer (Nugroho, 2008).
5) Sistem pengaturan
Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil
dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot
menurun (Nugroho, 2008).
6) Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernafas menurun, ukuran alveoli melebar dari
biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk
berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan
menurun (Nugroho, 2008).
7) Sistem gastrointestinal
Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease,
kesehatan gigi memburuk dan gizi yang buruk, indra
pengecap menurun, berkurangnya sensitivitas saraf
pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau
pahit, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung
menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,
serta melemahnya daya absorbsi (Nugroho, 2008).
8) Sistem reproduksi
Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina,
serta atrofin payudara, sedangkan pada laki-laki, testis
masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur, kehidupan seksual
dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi
kesehatan baik (Nugroho, 2008).
9) Sistem perkemihan
Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%, otot-otot vesika urinaria menjadi lemah,
frekuensi buang air kecil meningkat danterkadang
menyebabkan retensi urin pada pria (Nugroho, 2008).
10) Sistem endokrin
Terjadi penurunan produksi hormon, meliputipenurunan
aktivitas tiroid, daya pertukaran zat, produksi aldosteron,
progesteron, estrogen, dan testosteron (Nugroho, 2008).
11) Sistem integument
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik kerana
kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan
bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna
kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan
vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta
kelenjar keringat yang berkurang jumlah dan fungsinya
(Nugroho, 2008).
12) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh,
kifosis, pergerakan pinggang, lutut, dan 20 jari-jari terbatas,
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut
dan mengalami sclerosis, serta atrofi serabut otot (Nugroho,
2008).
b. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1) Perubahan fisik.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Hereditas.
5) Lingkungan.
6) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi
misalnya kekakuan sikap.
7) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8) Kenangan lama tidak berubah.
9) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan
psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan
karena tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan Psikososial
1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial
yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa
penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan
depresif.
2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan
fisik dan sosioekonomi.
3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang,
kehilangan status, teman atau relasi.
4) Sadar akan datangnya kematian.
5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7) Penyakit kronis.
8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
9) Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan teman dan keluarga.
12) Berkurangnya kekuatan fisik.
8. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lansia antara lain
Menurut (Setiabudi, 1999: 40-42):
a. Permasalahan Umum :
1) Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis
kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai,
dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional
pelayanan lansia.
5) Belum membudaya dan melembaganya pembinaan
kesejahteraan lansia.
b. Permasalahan Khusus:
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya
masalah baik fisik, mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lansia.
3) Rendahnya produktivitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang
dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.

9. 10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo


(2001) adalah sebagai berikut:
a. Makanan cukup dan sehat (healthy food).
b. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
c. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to
stay).
d. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and
facilities).
e. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical,
judicial assistance).
f. Transportasi umum (facilities for public transportations).
g. Kunsjungan/teman bicara/informasi (visits, companies,
informations).
h. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities,
picnic).
i. Rasa aman dan tentram (safety feeling).
j. Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids).
Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of
subsidies and facilities).

B. Askep Komunitas Pada Kelompok Khusus Lansia


1. Pengkajian
Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan
fisik, fungsi tubuh, dan situasi sosial. Pengkajian yang difokuskan pada
pengkajian unutk etiologi fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari
kondisi gangguan mental pada lanjut usia yang dirawat (Kushariyadi,
2010)
Menurut Anderson E dan McFarlene, dalam model asuhan
keperawatan pengkajian secara umum meliputi inti komunitas yaitu
penduduk serta delapan subsistem yang mempengaruhinya. inti
komunitas, perlu dikaji tentang pendidikan, pekerjaan, agama,
keyakinan.
a) Data inti
1) Demografi, Karekteristik Umur Dan Sex, vital statistik
Data demograf kelompok atau komunitas yang terdiri :
jumlah penduduk lansia dalam wilayah, umur,
pendidikan, jenis kelamin, vital stastistik, pekerjaan,
agama, nilai – nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya
kelompok atau komunitas yang dapat dicontohkan
sebagai berikut :
jumlah penduduk = 987 jiwa
 Laki – laki = 523 jiwa
 Perempuan 464
 jiwa penduduk : Para penduduk mayoritas
berpendidikan hingga lulus SLTA dan beberapa
diantaranya perguruan tinggi.
 suku Bangsa : suku jawa
 Perkawinan = Menikah dan kebanyakan penduduk
di komunitas tersebut adalah janda (lansia) karena
kebanyakan pasangannya meninggal.
 Kepercayaan = nilai dan norma para masyarakat
masih mengenal nilai kesopanan, gotong royong
dan kerukunan antar warganya. Hal ini dapat
dilihat dari adanya kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan yang masih terus berjalan. Seperti:
kerja bakti, arisan, dan takziyah.
 Mayoritas beragama islam dan beberapa
diantaranya beragama nasrani

b) Data subsistem
1) Lingkungan fisik
 Kualitas udara = Keadaan udara di daerah tempat tinggal
lansia beriklim sejuk atau panas, apakah terdapat polusi
udara yang dapat mengganggu pernafasan warga atau
tidak.
 Kualitas air = sumber air yang digunakan warga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, keadaan saluran air
disekitar rumah.
 Tingkat kebisingannya = adanya sumber suara /bising
yang dapat mengganggu keadaan lansia, contohnya seperti
pabrik.
 Jarak antar rumah/kepadatan = Jarak antar rumah satu
dengan yang lainnya, apakah saling berdempetan.
2) Pendidikan
Riwayat pendidikan, pendidikan terakhir dan juga apakah
ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan warga
3) Keamananan dan transportasi
Keadaan penjagaan lingkungan sekitar seperti adanya
siskamling, satpam atau polisi. apakah dari keamaan
tersebut menimbulkan stress atau tidak. sarana transportasi
yang digunakan warga untuk mobilisasi sehari
menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi.
4) Politik
Kebijakan pemerintahan Kebijakan yang ada didaerah
tersebut apakah cukup menunjang sehingga memudahkan
komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang
termasuk kesehatan.
5) Pelayanan sosial dan kesehatan
Tersedianya tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan) untuk melakukan deteksi
dini gangguan atau merawat atau memantau apabila
gangguan sudah terjadi serta karakteristik pemakaian
fasilitas pelayanan kesehatan.
6) Komunikasi
sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di
komunitas tersebut untuk saling berkomunikasi antar warga
atau untuk mendapatkan informasi dari luar misalnya
televisi, radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada
komunitas.
7) Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan,
masih bekerja atau tidak, bagaimana dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
8) Rekreasi
Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah
biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya
dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
2. Analisa Data
a. Diagnosa keperawatan
untuk menentukan masalah kesehatan pada masyarakat dapatlah
dirumuskan diagnosa keperawatan komunitas yang terdiri dari :
• Masalah (Problem) yaitu kesenjangan atau penyimpangan
dari keadaan normal yang terjadi.
• Penyebab (Etiologi) yang meliputi perilaku individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, lingkungan fisik dan
biologis, psikologis dan sosial serta interaksi perilaku
dengan lingkungan.
• Tanda dan Gejala (Sign and Sympton) yaitu informasi yang
perlu untuk merumuskan diagnosa serta serangkaian
petunjuk timbulnya masalah.

No Data Problem Etiologi


1. Ds : Diabetes pada Kebiasaan
- Kader posyandu lansia hidup lansia
mengatakan 35% yang tidak
lansia menderita terkontrol
diabetes namun jarang
memeriksakan
kondisinya
Do :
- Lansia mengonsumsi
makanan dengan tidak
terkontrol dan hanya
berada di rumah setiap
harinya
2. Ds : Hipertensi Ketidakpatuhan
- Bidan desa lansia dalam
mengatakan lansia mengikuti
banyak yang menderita posyandu
hipertensi dan lansia lansia
malas mengikuti
posyandu lansia yang
diselelnggarakan setiap
bulannya

3. Ds : Resiko Perubahan
- Banyak warga yang kerusakan status
mengeluh gatal-gatal integritas kulit kesehatan
pada tubuhnya
Do :
- Tubuh terlihat bintik-
bintik merah.

Diagnosa :
a. Diabetes berhubungan dengan kebiasaan hidup lansia yang tidak
terkontrol.
b. Hipertensi berhubungan dengan ketidakpatuhan lansia dalam mengikuti
posyandu lansia.
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan status
kesehatan.

3. Rencana tindakan

Diagnosa Tujuan jangka pendek Tujuan jangka panjang


Diabetes Setelah dilakukan Setelah dilakukan
berhubungan tindakan keperawatan tidakan keperawatan
dengan kebiasaan selama 4 minggu, selama 8 minggu,
hidup lansia yang komunitas diharapkan : komunitas diharapkan
tidak terkontrol 1. Lansia mampu angka diabetes (kadar
ditandai dengan mengontrol asupan glukosa) pada lansia
35% lansia makanan sehari dapat menurun.
menderita harinya dan dapat
diabetes melakukan sedikit
aktivitas.
2. Lansia rutin setiap
bulannya
menghindari
kegiatan posyandu
lansia yang
diadakan
DAFTAR PUSTAKA

Stanhope, M. & Lancaster, J. (1996). Community health nursing:


promoting health of aggregates, families, and individuals (4th Ed.). St.
Louis: Mosby

Klatz, R. & Goldman, R., 2007. The Official Anti Aging Revolution: Stop
the Clock, Time is on Your Side for a Younger, Stronger, Happier You. 4th
ed. United States: Basic Health Publications, Inc.

Pangkahila, W., 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan


Meningkatkan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Yadi.(2009). Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba


Medika

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi kedua.


Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai