Laporan OH Poli 3
Laporan OH Poli 3
Laporan OH Poli 3
BEDAH OVARIOHISTERECTOMY
Koassistensi Klinik PPDH XXXI Kelompok 1
Poli 3
Oleh :
1. Sterilisasi sexual yang biasa disebut spaying (pengebirian atau pemandulan hewan betina).
Pada anjing dan kucing betina normal, tujuan utamanya adalah mencegah estrus dan
problem yang menyertainya yang dikaitkan dengan discharge berdarah (pada anjing),
kegaduhan karena hewan jantan yang berdatangan untuk kawin, kebuntingan, kecelakaan
perkawinan, dan anak anjing/kucing yang tidak diinginkan.
2. Penyakit ovarium dan uterus yaitu :
Ketidakseimbangan endokrin (hormon), infeksi, luka, cysta, neoplasma dan anomali
kongenital (cacat bawaan/sejak lahir).
Ovariohysterectomy dapat dilakukan pada hampir semua umur dan semua fase siklus
reproduksi, tetapi yang paling baik dilakukan pada waktu sebelum pubertas dan selama fase
anestrus. Umumnya umur 4-6 bulan dianggap waktu yang paling baik untuk maksud spaying,
karena hewan telah dapat dianestesi dengan relatif aman. Pembedahan paling berbahaya
dilakukan pada saat estrus dan pregnansi (bunting), serta pada betina tua yang gemuk
(obesitas). Pada anjing betina dewasa waktu yang paling tepat untuk melakukan spaying
adalah 3-4 bulan setelah estrus. Setelah melahirkan, operasi harus segera dilaksanakan segera
setelah anak anjing disapih dan laktasi telah berhenti, kira-kira 6-8 minggu setelah melahirkan.
Kebuntingan (gestation) tidak merubah siklus estrus yang pada anjing biasanya tiap 6 bulan.
Terdapat korelasi antara waktu ovariohysterectomy dengan kejadian tumor mammae. Apabila
dilakukan sebelum siklus birahi pertama akan menurunkan kejadian tumor mammae sampai
mencapai kurang dari 5%. Bila dilakukan setelah siklus birahi pertama, resiko tumor mammae
mencapai 8%, dan spaying setelah siklus birahi kedua hanya akan menurunkan kejadian tumor
mammae sampai 26%. Apabila ovariohysterectomy dilakukan pada saat anjing berumur 1,5 –
2 tahun maka tidak menurunkan resiko terjadinya tumor mammae.
Pelaksanaan Ujian Bedah Ovariohysterectomy
Waktu : Kamis, 27 Juni 2019 pk. 09.00-12.00 WIB
Tempat : Ruang Operasi RSHP UNAIR Lt. 1
Penguji : drh. Boedi Setiawan
Prosedur Pembedahan
Persiapan Anestesi
Hewan dipuasakan kira-kira 6-7 jam, dilakukan pemeriksaan fisik secara teliti untuk
memastikan apakah hewan mempunyai resiko pembedahan yang sesuai. Anestesi dilaksanakan
dengan anestesi umum dengan menggunakan tehnik (obat) anestesia umum sebagai berikut :
Atropin : 0.02 x 3.1 : 0.25 = 0.24 ml (SC) sebagai premedikasi
Acepromazine : 0.1 x 3.1 : 2 = 0.15 ml (SC) sebagai transquilizer
Ketamin : 40 x 3.1 :100 = 1.24 ml (IM) sebagai obat anestesi umum
Tehnik Pembedahan
Dibuat insisi (irisan/sayatan) garis tengah (linea mediana) abdomen mulai dari kira-
kira 1 cm di belakang umbilikus ke arah caudal secukupnya (sepanjang kira-kira 5 cm).
Struktur yang terinsisi meliputi kulit, subkutan, linea alba, ligamentum falciformis (bila ada),
dan peritoneum. Pada hewan gemuk atau yang uterusnya mengalami pembesaran (karena
penyakit) dapat diperlukan insisi yang lebih panjang (sampai 10 cm). Jika masih mengalami
kesulitan dalam mengeluarkan organ reproduksi, insisi abdomen dapat diperpanjang. Ke dalam
rongga abdomen dimasukkan kait ovariohysterectomy (spay hook) secara hati-hati ke
sepanjang dinding abdomen kiri dimana terletak cornua uteri kiri dan ligamentum
suspesorium, dengan ujung mengarah cranial sejauh mungkin sampai mencapai daerah spina.
Ujung spay hook kemudian diputar dengan arah yang berlawanan kemudian diangkat (ditarik
ke atas) dengan gerakan mengait atau mengeduk (pengangkatan bagian kiri insisi dinding
abdomen dengan menggunakan jari, pinset atau Alli’s forceps akan mempermudah manipulasi)
Bila tindakan kita tepat maka yang terkait adalah ligamentum suspensorium dan cornua uteri
kiri. Struktur lain yang mungkin terkait adalah omentum, mesenterium, ligamentum vesica
urinaria, usus atau ureter. Jadi harus benar-benar diidentifikasi. Bila yang terkait bukan
ligamentum suspensorium atau cornua uteri kiri, maka tindakan tadi kita ulangi lagi sampai
berhasil. Bila kita tidak mempunyai spay hook, maka dilakukan identifikasi bifurkasio uterus
yang terletak di bawah (proksimal) vesica urinaria bagian dorsal, kemudian ditelusuri ke arah
cranial cornua kiri sampai ditemukan ovarium kiri. Dengan menggunakan jari dibuat lubang
pada ligamentum dan diperlebar sepanjang cornua (jangan terlalu dekat dengan pembuluh
uteri. Dengan hemostat ligamentum ovarium dijepit (di sebelah bawah/proksimal ovarium) dan
ligamentum penggantung ovarium dilepas dengan tekanan jari. Lemak dan jaringan ikat
sekeliling ovarium dilepas, kecuali yang ada pembuluh darahnya. Bila ligamentum
suspensorium telah dipisahkan maka ovarium dapat diangkat. Bagian atas/caudal ovarium
atau tepat di bawah/proksimal ovarium diklem. Dilakukan ligasi/ikatan di bawah klem yang
terletak paling jauh dari ovarium menggunakan benang absorbable (catgut chromic). Ikatan
ini sebaiknya sedekat mungkin dengan klem melalui bagian tengah pedicle dan pertama
disimpulkan bagian sisi yang mengandung pembuluh darah dan kemudian diikatkan keseluruh
pedicle dan disimpulkan disisi yang berlawanan
Bagian atas klem bawah tersebut kemudian dipotong dan dipastikan tidak ada
perdarahan serta serta semua jaringan ovarium terbuang. Klem dilepas dan potongan jaringan
dibiarkan masuk rongga abdomen. Atau sebelum klem dilepas, kita pegang dulu pedicle di
bawah klem dengan menggunakan pinset, kemudian klem dilepas. Setelah dipastikan tidak
ada perdarahan, potongan jaringan (pedicle) dibiarkan masuk ke dalam rongga abdomen.
Ovarium kiri yang telah terpotong kemudian ditarik ke arah caudal sampai bifurkasio uteri
terlihat dan cornua kanan ditarik ke luar dari insisi dan dipegang dengan kedua tangan dibuat
lubang pada ligamentum penggantungnya, kemudian dilakukan prosedur yang sama seperti
pada ovarium kiri.
Sebelum uterus dipotong, sebuah klem dipasang di depan dan berdekatan dengan klem
pertama (caudal), kemudian dilakukan eksisi di antara kedua klem tersebut. Klem dilepas dan
diperiksa terhadap adanya perdarahan. Bila telah tidak ada perdarahan, sisa potongan corpus
uteri dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Ligasi uterus dapat juga dengan metode the three
forceps tie
Untuk penutupan muskulus dan peritoneum dilakukan dengan menggunakan teknik jahitan
Matras silang dengan dimulai dari pertengahan insisi. Penutupan subcutaneus dilakukan
dengan menggunakan teknik jahitan menerus sederhana, dan penutupan kulit dilakukan dengan
metode jahitan Matras silang.
Pasca Operasi Ovariohysterectomy
Luka insisi dibersihkan dengan menggunakan povidone iodine, lalu ditaburi Nabacetin
powder kemudian ditutup dengan kasa steril, hypafix dan difiksasi menggunakan gurita.
Kemudian di injeksi vicilin 0.5 ml IV sebagai antibiotik post operasi.
Kemudian pasien OH diberi resep sebagai berikut :
R/ Amoxan Syr Fl. No. I
S. 2dd 2 ½ ml p.c
#
R/ Nebacetin Tube No. 1
S. u.e
#
R/ Interhistin ¼
M.f. Pulv. dtd No. XIV
S. 2dd pulv 1 p.c
#
Komplikasi Ovariohysterectomy
Komplikasi ovariohysterectomy meliputi : perdarahan, infeksi, dehisensi luka, estrus
berulang, pseudoestrus, problem pasca bedah yang berkaitan dengan anestesi dan shock.
Perdarahan (hemorrhagea) biasanya akibat dari ligasi yang kurang sempurna dan tidak benar.
Kesalahan umum yang mengakibatkan perdarahan adalah :
1. Pecahnya (ruptura) pembuluh darah arteri ovarica karena traksi/tarikan yang
berlebihan.
2. Ligasi arteri disertai traksi (elastisitas dan pulsasi pembuluh darah dapat menyebabkan
terlepasnya ligasi).
3. Kegagalan mempererat ligasi secara cukup kuat.
4. Terlalu banyak jaringan yang diligasi.
5. Benang untuk ligasi yang ukurannya kurang mencukupi.
6. Kegagalan dalam menyertakan arteri di dalam ligasi.
7. Ujung potongan yang terlalu dekat dengan ligasi.
Infeksi biasanya tidak terjadi bila operasi dilaksanakan secara aseptik. Infeksi yang
terjadi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Dehisensi luka insisi abdomen biasanya
diikuti dengan hernia omentum atau prolapsus viscera (visceroptosis). Hal ini karena
kegagalan proses kesembuhan luka selama minggu pertama pasca bedah. Protusio omentum
dapat terjadi pada hari ke 4 atau ke 5 setelah operasi dan segera diikuti oleh protusio usus. Hal
ini sering terjadi pada hewan gemuk dengan kontaminasi luka operasi.
Pembuangan ovarium yang kurang sempurna dapat menyebabkan kucing menunjukkan
gejala estrus. Bila sedikit tersisa jaringan ovarium, ini akan meneruskan fungsinya dan estrus
akan terjadi pada interval yang normal. Pengambilan sisa jaringan ovarium adalah satu-satunya
cara yang memuaskan untuk mengkoreksi kesalahan ini. Operasi harus dilakukan saat estrus
karena pada saat ini jaringan ovarium dapat diidentifikasi lebih mudah. Hewan dipersiapkan,
rongga abdomen dibuka seperti yang dijelaskan untuk ovariohysterectomy. Daerah caudal
ginjal dicari untuk menemukan sisa jaringan ovarium. Bila telah diidentifikasi, jaringan dijepit
dengan forceps, diligasi dan dieksisi. Bagian abdomen yang diinsisi ditutup dengan cara yang
semestinya.
Pseudoestrus adalah tertariknya hewan jantan pada betina yang ovariumnya telah
dibuang. Kondisi ini dikaitkan dengan adanya vulvitis khronis disertai discharge yang
mengotori daerah perianal. Betina biasanya menolak pejantan. Pengobatan ditujukan untuk
menyembuhkan vulvitis tersebut.
Karena ovarium merupakan kelenjar endokrin, maka spaying akan mempengaruhi
metabolisme tanpa memandang kapan operasi dilakukan. Gejala paling umum yang dikaitkan
dengan defisiensi endokrin ovarium adalah obesitas dan vulvitis, kasus ini cukup sering dan
banyak dijumpai. Obesitas dapat dikontrol dengan diet dan exercise yang sesuai. Vulvitis dan
inkontenensia urin biasanya berespon baik dengan pemberian preparat estrogen. Inkontinensia
urin dapat terjadi karena adhesi atau terbentuknya jaringan granulasi antara potongan uterus
dan vesica urinaria sehingga terjadi gangguan fungsi sphincter.
Terjadi perubahan tingkah laku betina yang dilakukan spaying dimana hewan menjadi
lebih jinak, stamina menurun dan ketertarikan pada hal-hal baru berkurang yang disebut dengan
eunuchoid syndrome.