Tugas UAS Sosiologi Hukum

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

REKLAMASI JAKARTA : KUASA MODAL DIATAS HUKUM

Sebuah Persfektif Sosiologi Hukum

(Disusun Dalam Kerangka Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum)


Dosen : Dr. Drs. Thomas Sunaryo, M.Si

Disusun Oleh :

Muhamad Isnur, SHI


NPM 5218221046
Nomor Urut Absen :19

Program Magister Ilmu Hukum


Universitas Pancasila
Semester Genap 2018 -2019
REKLAMASI JAKARTA : KUASA MODAL DIATAS HUKUM,
Sebuah Persfektif Sosiologi Hukum

A. LATAR BELAKANG

“Mengapa kita menolak reklamasi? Karena memberikan dampak buruk kepada nelayan
kita dan memberikan dampak pada pengelolaan lingkungan.”

Anies Baswedan mengatakan itu pada debat putaran kedua di Hotel Bidakara,
Jakarta, 12 April 2017. Menolak reklamasi menjadi salah satu janji utamanya pada
Pilkada DKI Jakarta. Terbukti, Anies berhasil mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama alias
Ahok dalam perhelatan politik daerah paling terpecah-belah, yang eksesnya masih
terbawa sampai sekarang.
Namun, kini Anies justru memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di
Pulau D—atau Kawasan Pantai Maju, yang dibangun oleh PT Kapuk Naga Indah, anak
usaha Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan. Segel di Pulau G juga
sudah dicabut.1
Sebulan setelah berjanji menghentikan reklamasi, pada 15 Mei 2017 atau
setelah dia memenangkan Pilkada Jakarta, Anies mengatakan akan tetap memanfaatkan
pulau reklamasi yang terlanjur dibangun untuk "kepentingan publik". “Intinya adalah
fasilitas publik itu sesuatu yang bisa bermanfaat untuk orang banyak dan dimanfaatkan,
pengelolaannya bisa oleh pemerintah, oleh macam-macam (swasta), tapi intinya
bermanfaat untuk publik," ujarnya.
Janji itu kemudian masih linier dengan kebijakannya menyegel 932 bangunan
di Pulau D dan menutup Pulau C dan D pada 7 Juni 2018. Pada 26 September 2018,
Anies menegaskan reklamasi dihentikan. Izin bagi 13 pulau reklamasi dicabut dan
pengurukan tidak dilanjutkan. Satu janji kampanye Anies lunas.
Saat itu pula ia sempat menemui warga nelayan Muara Angke. "Nanti akan
dibentuk badan-badan yang diharuskan oleh Keppres nomor 52 tahun 1995 dan juga oleh
Perda yang menyangkut reklamasi, kami akan menjalankan sesuai dengan aturan,” tegas


1
Restu Diana Putri, https://tirto.id/mulut-manis-anies-soal-pulau-reklamasi-ecNw, diakses 15 Juli

2
Anies. Namun, selang dua bulan, lewat Pergub 120 pada November 2018, Anies
menunjuk PT Jakarta Propertindo alias Jakpro untuk mengelola kawasan reklamasi.
"Kami menugaskan kepada salah satu BUMD, yaitu Jakpro, untuk mengelola lahan yang
nanti akan digunakan." Hanya berselang tiga hari setelahnya, ia membuat kebijakan
dengan mengubah nama ketiga pulau. "Pulau C menjadi Kawasan Pantai Kita, Pulau D
menjadi Kawasan Pantai Maju, Pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama,” ujar Anies.2
Puncaknya, pada 12 Juni 2019, Anies diketahui memberikan IMB kepada 932
bangunan di Kawasan Pantai Maju, yang sebelumnya ia segel lantaran tak memiliki IMB.
“IMB ini bukan soal reklamasi jalan atau berhenti, tetapi IMB adalah soal izin
pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan. Dikeluarkan atau
tidak IMB, kegiatan reklamasi telah dihentikan. Jadi, IMB dan reklamasi adalah dua hal
berbeda," kilah Anies pada keterangan tertulis, 13 Juni 20193.
Menjadi menarik, bagaimana bisa Anies mempermainkan janjinya sendiri?
bagaimana mungkin kepentingan rakyat diabaikan? bagaimana mungkin janji-janji politik
yang diucapkan bisa dilupakan?

B. PERTANYAAN PENELITIAN
Tulisan ini akan mengangkat, bagaimanakah Reklamasi Jakarta dipandang dari
Sosiologi Hukum?

C. KERANGKA TEORI

a. Teori Kritis & Ekonomi Kapitalis


Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Horkheimer pada tahun
30-an. Horkheimer adalah seorang filosof Jerman yang menjadi salah satu filosof
generasi pertama dari Mazhab Frankfurt. Tradisi Kritis ini berasal dari pemikiran
Karl Marx dan Frederich Engels yang disebut dengan “Marxisme”. Pada mulanya
teori kritis berarti pemaknaan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan
kebebasan, dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk
saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan dan institusi politik borjuis. Teori
kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif


2
Ibid
3
Ibid

3
dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas dan keadilan yang
secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap mempertahankan
penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis termasuk dalam
konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu yang digunakan untuk memahami
klaim normatif dalam konteks kekinian”4
Saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, dikenal
dengan sistem ekonomi kapitalis. Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis
mengutamakan profit, masing- masing kapitalis berjuang mati- matian untuk
mengeruk untung sebanyakbanyaknya. Marx ingin membangun suatu filsafat
praxis yang benar-benar dapat menghasilkan kesadaran untuk merubah realitas,
pada saat Marx hidup yakni masyarakat kapitalis berkelas dan bercirikan
penghisapan. Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis,
sosiologis dan ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat.
Teori Marx tidak bicara ekonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka
pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekuatan ekonomis”5.
Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah penghisapan ekonomi
dengan cara penciptaan kebutuhan- kebutuhan artifisial (palsu) lewat kepandaian
teknologi kaum kapitalis. (2) Penelitian sosial kritis dimulai dari adanya masalah-
masalah sosial nyata yang dialami oleh sekelompok individu, kelompok-
kelompok, atau kelas-kelas yang tertindas dari prosesproses sosial yang sedang
tumbuh dan berkembang. Diawali dari masalah-masalah praktis dan kehidupan
sehari-hari, jenis penelitian ini berusaha menyelesaikan masalah-masalah tersebut
lewat aksi-aksi sosial yang bertujuan agar mereka yang tertindas dapat
membebaskan diri dari belenggu penindasan.6

b. Kapitalisme dalam ruang


Kapitalisme Dalam Ruang Teori Marx tentang sentralisasi kapital
(centralization of capital) berguna menjelaskan menumpuknya kapital di tangan


4
Edisius Riyadi, Teori Kritis Mazhab Frankfurt: Emansipasi dan Dilema Manusia Rasional, Paper
Presentasi Kuliah “Marx, Marxisme, dan Leninisme” di Pascasarjana STF Driyarkara, 17 Mei 2005.
Dosen: Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, S.J
5
Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer
dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Jakarta: Gramedia, 1983, Bab II, hlm. 20-67
6
Ibid

4
segelintir kelas kapitalis. Ringkasnya, Marx menyatakan, sentralisasi kapital
diindikasikan dengan pertumbuhan kapital dalam jumlah besar-besaran di tangan
kapitalis tertentu di suatu tempat, karena banyak di antara kapitalis yang lain
kehilangan kapital itu di tempat lain. Sentralisai berlangsung melalui
pengambilalihan, merger, dan penyingkiran secara kasar terhadap para kompetitor
yang lemah. Dia juga mengindikasikan peranan sistem kredit yang memicu
terjadinya sentralisasi dengan memukul kompetitor.7
Menurut Chalid Muhammad, Negara berperan dalam melahirkan
monopoli kelas kapitalis, karena negara, seperti dianggap Marx, tidak terpisah dari
hubungan sosial dan politik di dalam kapitalisme, atau tertanam di dalamnya.
Dengan kata lain, hubungan sosial dan politik, termasuk kekuasaan negara,
terintegrasi di dalam corak produksi kapitalis.8
Marx mendiskusikan hubungan ruang dengan kapitalisme di dalam
karya-karyanya di bawah logika sifat ekspansi sistem ini. Henri Lefebvre yang
mengembangkan lebih jauh diskusi soal ruang dan kapitalisme, melalui teorinya
tentang produksi ruang (production of space). Buat Lefebvre, produksi dan
reproduksi ruang ekonomi secara terus-menerus dalam skala global, merupakan
kunci dari keberhasilan kapitalisme untuk memperpanjang nafasnya. Salah
satu tema utama Lefebvre tentang produksi ruang adalah ruang social (social
space), yakni manusia mengorganisir ruang dalam hubungan antar sesama.9
Dalam masyarakat kapitalis, wujud ruang bisa dilihat dari jejaring
perbankan, pusat-pusat kegiatan bisnis dan kegiatan produktif. Sebagai sistem
global, menurut Lefebvre, kapitalisme membentuk ruang abstrak (abstract space).
Maksudnya, ruangnya dunia bisnis, baik berskala nasional maupun internasional
dan ruang tentang kekuasaan uang dan politik negara [kapitalis]. Lanjutnya, ruang
abstrak bersandar pada gurita perbankan raksasa, perbisnisan, dan pusat-pusat
produksi kapitalis yang utama. Juga intervensi spasial seperti jaringan jalan,
lapangan terbang, dan jaringan informasi, guna melipat-gandakan produksi dan

7
Karl Marx, (1976) Capital volume I, New York, London: Penguin Books.
8
Chalid Muhammad (2011) Korporasi dan Penguasaan Ruang di Indonesia, bahan presentasi pada
pertemuan nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) di Bogor, Januari.
9
Henri Lefebvre, The production of space, translated by Donald Nicholson-Smith, Translation of: La
production de l'espace., Blackwell Publishing, Oxford, UK, 1991 Dalam Anto Sangajie, Kapitalisme
dan Produksi Ruang, (2011, February 28).. https://indoprogress.com/2011/02/kapitalisme-dan-
produksi-ruang/

5
sirkulasi kapital secara cepat. Ruang abstrak merupakan basis dari akumulasi
kapital.
Lantas, Lefebvre mendaftar kontradiksikontradiksi di dalam ruang
kapitalis. Kontradiksi paling utama adalah penghancuran ruang oleh rezim hak
milik (private property) atas semua bentuk rezim kepemilikan lainnya; komunal,
feudal dan sebagainya. Juga, menciptakan hirarki di dalam masyarakat berbasis
eksploitasi kelas. Bentuk lainnya adalah kontradiksi berbasis pusat dan pinggiran.
Buat Lefebvre, alternatif terhadap ruang kapitalis adalah ruang sosialis
(socialist space). Ruang sosialis bersandar pada sosialisasi alat-alat produksi,
bukan di bawah penguasaan kelas kapitalis. Dan karena kegiatan produksi dalam
masyarakat sosialis, seperti diteorikan Marx, adalah produksi untuk kebutuhan
sosial (social needs), maka bagi Lefebvre, aspek-aspek mendasar kebutuhan sosial
seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, merupakan isu pokok
yang harus dijawab dalam ruang sosialis. Tergolong dalam kebutuhan sosial ini
juga pengorganisiran ulang ruang perkotaan untuk kebutuhan semua, bukan untuk
segelintir. Dan jalan untuk membangun alternatif ruang sosialis adalah politik
(politic of socialist space).10


10
Ibid

6
D. SEJARAH DAN DAMPAK NEGATIF REKLAMASI JAKARTA

a. Sejarah Reklamasi Jakarta

Teluk Jakarta, atau dikenal juga dengan sebutan Pantai Utara Jakarta, berada
di sebelah utara Jakarta. Salah satu kawasan perairan di Jakarta ini secara geografis di
sebelah barat berbatasan dengan Tanjung Pasir, sebelah timur berbatasan dengan Tanjung
Karawang, dan di sebelah utara berbatasan dengan bagian luar Kepulauan Seribu. 11
Tempat ini menjadi muara bagi sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane
serta 13 sungai yang berhulu di Bogor.
Teluk Jakarta adalah sebuah kawasan perairan yang kaya dengan hasil lautnya
berupa hewan laut seperti ikan, kerang, kepiting, dan udang. Perairan Teluk Jakarta
menjadi salah satu pemasok ikan dan hewan lainnya di Jakarta. Wilayah Teluk Jakarta
juga menjadi tempat yang penting bagi masyarakat di pesisir Utara Jakarta yang mata
pencahariannya adalah nelayan. Perkampungan nelayan sudah berdiri lama dan
kehidupan mereka bergantung pada laut di Teluk Jakarta. Teluk Jakarta juga menjadi
habitat bagi burung laut Cikalang Christmas. Bahkan, Teluk Jakarta pernah diusulkan
untuk menjadi cagar alam karena menjadi habitat bagi burung laut Cikalang Christmas.12
Pada tahun 1995, pemerintah pusat memaksakan proyek Reklamasi Teluk
Jakarta dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995. Keppres tersebut
menetapkan Reklamasi Pantura sebagai satu-satunya jalan upaya penataan dan
pengembangan ruang daratan dan pantai untuk mewujudkan Kawasan Pantai Utara
sebagai Kawasan Andalan. 13 Kawasan andalan diartikan sebagai kawasan yang
mempunyai nilai strategis dipandang dari sudut ekonomi dan perkembangan kota.14
Pada tahun 2003, Menteri Lingkungan Hidup mengeluarkan Surat Keputusan
No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan
Revitalisasi Pantai Utara Jakarta pada 19 Februari 2003. Dalam keputusan tersebut
dinyatakan bahwa hasil studi AMDAL menunjukkan kegiatan reklamasi akan

11
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1172/Jakarta-Teluk
12
inu, Teluk Jakarta Layak Jadi Cagar Alam,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e40eb03edfa5/teluk-jakarta-layak-jadi-cagar-alam
13
Presiden RI, Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, (khususnya pada bagian Konsideran huruf
a dan b KEPPRES No. 52 Tahun 1995).
14
Ibid.

7
15
menimbulkan berbagai dampak lingkungan. Namun, Surat Keputusan tersebut
kemudian digugat oleh 6 perusahaan pengembang yang telah melakukan kerjasama
dengan Badan Pengelola Pantai Utara untuk melakukan reklamasi Pantura Jakarta.
Perusahaan tersebut antara lain PT. Bakti Bangun Era Mulia, PT. Taman Harapan Indah,
PT. Manggala Krida Yudha, PT. Pelabuhan Indonesia II, PT. Pembangunan Jaya Ancol
dan PT. Jakarta Propertindo. Gugatan tersebut mempermasalahkan dua hal pokok
terhadap SK Menteri LH No. 14 Tahun 2003 yaitu Kewenangan Menteri LH menerbitkan
keputusan ketidaklayakan lingkungan rencana reklamasi pantura jakarta dan kewenangan
Menteri LH untuk mewajibkan instansi yang berwenang untuk tidak menerbitkan izin
pelaksanaan Reklamasi Pantura. Dalam persidangan di PTUN tingkat pertama dan kedua,
Majelis Hakim mengabulkan gugatan para pengusaha (Penggugat). 16 Dalam tingkat
kasasi, Majelis Hakim berhasil memenangkan Menteri LH dan Penggugat Intervensi
17
lainnya. Namun di tingkat peninjauan kembali, Mahkamah Agung kembali
memenangkan para pengusaha dan mencabut putusan kasasi.18 Putusan PK menyatakan
dicabutnya status hukum keberlakuan SK Menteri LH No. 14 Tahun 2003 sehingga
proyek reklamasi tetap dilanjutkan.
Pada tahun 2008 muncul Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang
Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
Perpres No. 54 Tahun 2008 ini mencabut Kepres No. 52 Tahun 1995 dan Keppres No. 73
Tahun 1995 namun sepanjang yang terkait dengan penataan ruang.19 Kemudian pada
tahun 2012, DPRD Jakarta mengesahkan Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 (Perda No. 1 Tahun 2012) yang menggantikan Perda
No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta


15
Mahkamah Agung. Keputusan Peninjauan Kembali Nomor 12 PK/TUN/2011. 24 Maret 2011.
16
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT jo. Putusan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 202/B/2004/PT.TUN.JKT. Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No.
75/G.TUN/2003/PTUN-JKT. 11 Pebruari 2004. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 202/B/2004/PT.TUN.JKT. 3 Februari
2005.
17
Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung RI No. 109 K/TUN/2006.. Putusan Mahkamah
Agung RI No. 109 K/TUN/2006. 28 Juli 2009.
18
Mahkamah Agung. Putusan Nomor 12 PK/TUN/2011. 24 Maret 2011.
19
Presiden RI, Pasal 72 Perpres No. 54 Tahun 2008. Tetapi tidak diketahui penjelasan lebih lanjut
mengenai “sepanjang yang terkait dengan penataan ruang”

8
yang habis masa berlakunya tahun 2010.20 Dalam Perda ini, ditetapkan jika Kawasan
Tengah Pantura akan dijadikan lokasi program pengembangan baru di DKI Jakarta. Tidak
tanggung-tanggung, Kawasan Tengah Pantura dijadikan sebagai kawasan Pusat Kegiatan
Primer yang berfungsi melayani kegiatan berskala internasional, nasional atau beberapa
provinsi. Kawasan Tengah Pantura akan menjadi pusat niaga baru di bidang perdagangan,
jasa, MICE (Meeting, Incentives, Convention, Exhibition), dan lembaga keuangan.21
Tahun 2013 Pemerintah meluncurkan proyek National Capital Integrated
Coastal Development (NCICD) untuk mengatasi banjir Jakarta. Gubernur DKI Jakarta
memasukkan rencana reklamasi dalam proyek tersebut sehingga proyek reklamasi tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan lahan tetapi juga untuk mengatasi banjir. 22

Pada tahun 2015, pembangunan di Teluk Jakarta mulai bergerak dengan


dikeluarkannya izin reklamasi Pulau G, Pulau F, Pulau I, dan Pulau K. Masih ada sekitar
13 Pulau yang belum mendapat izin pelaksanaan reklamasi dari Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta. Setelah warga mengajukan gugatan ke PTUN, kemudian tertangkap Sanusi
Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra karena suap-menyuap dengan Direksi Agung
Podomoro. Pembangunan pun terhenti. Di tahun berikutnya KLHK mengeluarkan SK
MenLHK No. 354/ Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016, SK MenLHK No.
355/Menlhk/Setjen.9/5/2016, dan SK MenLHK No. 356/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016
yang menghentikan sementara (moratorium) seluruh kegiatan reklamasi di beberapa
pulau. Namun penghentian sementara ini dicabut oleh Menko Maritim dengan SK Menko
Maritim No. S-78- 001/02/Menko/Maritim/X/2017. Pencabutan moratorium
dikhawatirkan akan menghentikan proses perbaikan lingkungan Teluk Jakarta selama
moratorium terjadi. Kerusakan lingkungan perairan Teluk Jakarta telah berdampak
terhadap penghidupan masyarakat Teluk Jakarta, terutama nelayan, pembudidaya ikan,
dan pelaku usaha wisata dalam skala kecil di daerah tersebut. 23

20
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta , Pasal 97 ayat (1) Perda No. 6 Tahun 1999 tentang RTRW
Jakarta: “Jangka waktu berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
sampai dengan tahun 2010.”;
21
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Lampiran II Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah 2030
22
Sri Nurhayati Qodriyatun, Reklamasi Teluk Jakarta Perlukah dilanjutkan?, dalam Majalah Info
Singkat Kesejahteraan Sosial, Vol. IX, No.20/ii/Puslit/Oktober 2017, (Jakarta, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI, 2017), hlm. 10
23
Ibid.

9
Reklamasi pun kemudian bergulir hingga menjadi perdebatan dalam pemilihan
Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2016, yang dimenangkan oleh pasangan Anies
Basweddan dan Sandiaga Uno.

b. Dampak Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi Reklamasi

Proyek reklamasi Teluk Jakarta banyak menimbulkan dampak negatif,


baik terhadap kondisi lingkungan, maupun kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
di wilayah pesisir Teluk Jakarta 24 . Beberapa kajian dan hasil penelitian
memperlihatkan dampak tersebut di antaranya:
(1) Hutan mangrove Teluk Jakarta mengalami degradasi berdasarkan hasil
analisis spasial vegetasi, pengujian kualitas air, dan kerentanan terhadap
abrasi, sedimentasi, dan alih fungsi lahan.25
(2) Mutu air laut di kawasan Teluk Jakarta dalam kondisi tercemar berat. Dari
23 titik lokasi sampling yang diambil di perairan Teluk Jakarta, 17 titik
menunjukkan tercemar berat dan 6 titik tercemar sedang.26
(3) Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) perairan Teluk Jakarta sangat
tinggi (>100 mg/l pada musim kemarau dan 50 - 100 mg/l pada musim
hujan). Hal ini menunjukkan bahwa perairan Teluk Jakarta sangat
tercemar dengan konsentrasi TSS yang melebihi ambang batas perairan
yang sesuai untuk bidang perikanan.27
(4) Menurunnya keanekaragaman hayati perairan.28
(5) Berkurangnya atau hilangnya daerah penangkapan ikan (DPI) nelayan di
Teluk Jakarta sehingga nelayan harus berlayar lebih jauh ke arah lautan


24
Ibid, hlm 11
25
Indar Parawansa, “Pengembangan Kebijakan Pembangunan Daerah Pengelolaan Hutan Mangrove
di Teluk Jakarta Secara Berkelanjutan”. Disertasi. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, 2016.
26
Pusat Data dan Informasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Statistik Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, 2016, hlm 135
27
Indah Budi Lestari, “Pendugaan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) dan Transparansi
Perairan Teluk Jakarta dengan Citra Satelit Landsat”. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2009.
28
Nono Sampono, “Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Dampak Reklamasi terhadap Kegiatan
Perikanan Pantai di Teluk Jakarta”, Disertasi. Program Studi Teknologi Kelautan Institut
Pertanian Bogor, 2013

10
bebas untuk menangkap ikan. Sementara peralatan dan kapal yang dimiliki
tidak memungkinkan untuk menangkap ikan di lautan bebas.29
(6) Budidaya kerang hijau terganggu karena lokasi budidaya hilang dengan
terbentuknya daratan baru (pulau-pulau baru) hasil reklamasi.30
(7) Penghasilan nelayan di sekitar Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit,
Jakarta Utara turun hingga 3 kali lipat.31
(8) Potensi kerugian nelayan dari hilangnya wilayah perairan mencapai
Rp94.714.228.734 per tahun, kerugian pembudidaya kerang
Rp98.867.000.591 per tahun, kerugian pembudidaya ikan di tambak
Rp13.572.063.285 per tahun.32
(9) Kiara tahun 2014 memperkirakan 3.579 KK nelayan di perkampungan
Kamal Baru, Muara Baru, Muara Angke, Kampung Luar Batang,
permukiman depan Taman Impian Jaya Ancol, dan Marunda Pola akan
tergusur.33

E. ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM


Teluk Jakarta merupakan salah satu kawasan strategis di Indonesia yang
mencerminkan Ibukota Indonesia. Wilayahnya meliputi kawasan pantai pesisir
Tangerang, Jakarta, dan Bekasi, yang berada di tiga provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta,
dan Jawa Barat. Oleh karena itu pengembangan Teluk Jakarta digolongkan sebagai
pengembangan wilayah khusus yang konsepsi pengembangannya bersifat menyeluruh,
menyangkut kegiatan konservasi, preservasi, dan pengembangan.
Pembahasan makalah ini menggunakan pemikiran dari konsep-konsep yang
didasarkan pada pemikiran Karl Marx. Konsep-konsep tersebut digunakan untuk
metode dalam mengidentifikasi persoalan reklamasi di DKI Jakarta. Permasalahan

29
Ibid
30
Ibid
31
Ibnu Mutaqim, Ibnu “Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi
Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitar Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit,
Jakarta Utara). Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015
32
Adrian Ramadhan, Maulana Firdaus, Rizky Aprilian Wijaya, Irwan Muliawan. “Estimasi Kerugian
Nelayan dan Pembudidaya Ikan Akibat Reklamasi Di Teluk Jakarta”. Jurnal Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan, Vol. 11 No. 1 Juni 2016: hlm 1-11.
33
Amalinda Sarivani, “Pertempuran Makna “Publik” dalam Wacana Proyek Reklamasi Teluk
Jakarta”. Prisma, Vol. 36, No. 1, 2017, hlm. 112-126

11
reklamasi di DKI Jakarta berkaitan dengan ekonomi, sosial dan politik yang berkaitan
dengan corak produksi kapitalis.
Lahan adalah salah satu faktor produksi atau modal (kapital) bagi manusia.
Reklamasi merupakan salah satu bentuk pembentukan lahan baru diatas badan air.
Menurut Adam Grydehoj dalam artikelnya yang berjudul Making Ground, Losing
Space : Land Reclamation and Urban Public Space in Island Cities (2015), reklamasi
lahan merupakan proses pembangunan yang membutuhkan sumber daya besar dan
didukung oleh faktor ekonomi, sosial, dan politis yang besar, sehingga individu atau
masyarakat tidak bisa terlibat di dalamnya. Untuk itu hanya pemerintah dan korporasi
(pemodal besar) yang dapat melakukannya. Pemerintah dengan dukungan politis dan
regulasinya sementara pemodal dengan dukungan ekonomi dan teknologi pendukung
yang mumpuni. Hal tersebut menunjukkan bahwa reklamasi merupakan kegiatan
yang bercorak kapitalis. Selain karena hanya bisa dilakukan oleh kalangan tertentu
yang menguasai modal besar dan didukung oleh pemerintah melalui regulasi dan
pengaruh politisnya. Peran pemerintah tersebut menunjukkan bahwa negara
(pemerintah) seperti dianggap Marx, tidak terpisah dari hubungan sosial dan politik di
dalam kapitalisme, bahkan tertanam di dalamnya. Dengan kata lain hubungan sosial
dan politik, termasuk kekuasaan negara, terintegrasi di dalam corak produksi
kapitalis.34
Menurut Grydehoj reklamasi lahan menjadi strategi yang disukai untuk
pengembangan kota pesisir dan di kota pulau karena dengan cara itu para aktor-aktor
elit (pemerintahan dan korporasi) dapat menciptakan ruang perkotaan baru
dibandingkan dengan menciptakan ruang kota dengan tujuan baru di lahan yang sudah
ada. Karena dengan mereklamasi akan mendapatkan lahan yang benar-benar baru dan
kosong dan bebas dari ntervensi masyarakat. Namun jika dianalisa secara politis hal
ini tidak dibenarkan jika menganggap lahan reklamasi merupakan lahan kosong baru
dengan mengabaikan ruang-ruang dan potensi yang terbentuk dalam badan air yang
digunakan.
Konsep pembentukan ruang dalam proses reklamasi di Pantai Utara Jakarta ini
seperti apa yang dijelaskan oleh Henri Lafebvre sebagai ruang sebagai entitas abstrak
yang diproduksi oleh kapitalisme. Kekuatan modal menentukan rancangan dan

34
Adam Grydehoj, Making Ground, Losing Space : Land Reclamation and Urban Public Space in
Island Cities, Institute of Island Studies, University of Prince Edward Island, Canada, 2015, hlm 96-
117. http://www.urbanislandstudies.org/UIS-1-Grydehoj-PublicSpace.pdf

12
peruntukan ruang-ruang baru sesuai kepentingannya. Ruang tidak lagi dilihat sebagai
sesuatu yang konkret yang menghadirkan realita aktivitas manusia penghuninya, akan
tetapi dilihat sebatas sebagai rancangan atau gagasan ideal dengan membawa
kepentingan modal dibelakangnya. Lefebvre juga merinci beberapa kontradiksi yang
menyertai berkembangnya ruang-ruang abstrak produk kapitalisme ini, salah satunya
hilangnya ruang ruang bersama yang dikuasai oleh rezim hak milik (private property).
Akibatnya lenyaplah ruang-ruang komunal yang sarat dengan aktivitas sosial berganti
ke ruang-ruang private yang sarat dengan kepentingan modal untuk bisa
mengaksesnya.35
Untuk itu perlu adanya suatu kajian yang komprehensif dan partisipatif yang
melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terlibat di dalamnya. Mulai dari
pemerintah baik pusat maupun daerah, teknokrat, akademisi, serta masyarakat pesisir
yang menggantungkan hidup di laut yang akan direklamasi. Di sini peran negara
(pemerintah) penting dalam menciptakan suatu proses reklamasi yang berkeadilan.
Karl Marx berpendapat bahwa negara dibebani tanggung jawab sosial, sehingga
negara harus berpihak pada mereka yang lemah dan mengikutsertakan mereka secara
aktif dalam pengambilan keputusan dibidang ekonomi, politik dan kultural serta
negara dituntut harus berlaku adil terhadap warga negaranya tanpa diskriminasi
terhadap siapapun untuk membangun demokrasi yang berprikemanusiaan dan
berkeadilan sosial. Keputusan menyerahkan pembangunan reklamasi kepada
pengembang sebaiknya perlu dipertimbangkan mengingat orientasi penambahan
keuntungan ekonomi yang mereka kejar. Sehingga ruang-ruang yang mereka bentuk
berupa ruang kapitalis dan mengabaikan ruang sosial. Menurut Lefebvre, alternatif
terhadap ruang kapitalis adalah ruang sosialis (socialist space). Ruang karena kegiatan
produksi dalam masyarakat sosialis, seperti diteorikan Marx, adalah produksi untuk
kebutuhan sosial (social needs), maka bagi Lefebvre, aspek-aspek mendasar
kebutuhan sosial seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi
merupakan isu pokok yang bisa dijawab dalam ruang sosialis. Tergolong dalam
kebutuhan sosial ini juga pengorganisiran ulang ruang perkotaan untuk kebutuhan
semua, bukan untuk segelintir orang atau golongan saja.


35
Andi Setiawan, Produksi Ruang Sosial sebagai Konsep Pengembangan Ruang Perkotaan. Haluan
Sastra Budaya Vol. 33 No. 66 (2015), hlm 44-52.

13
F. KESIMPULAN DAN SARAN

Proyek Reklamasi Teluk Jakarta banyak menimbulkan dampak negatif baik


terhadap lingkungan hidup, kondisi sosial masyarakat, ataupun perekonomian
masyarakat. Selain itu, reklamasi Teluk Jakarta tidak bermanfaat bagi masyarakat baik
dari sisi ekonomi, sosial, ataupun lingkungan. Reklamasi hanya bermanfaat bagi
masyarakat kelas menengah ke atas dan bagi Pemerintah DKI Jakarta atas pajak dari
pemanfaatan lahan reklamasi oleh pihak swasta.
Mengacu pada teori Karl Marx, bahwa pemerintah sangat erat hubungannya
dengan kapitalis, hal ini tercermin pada kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dalam melakukan pembangunan reklamasi di Pantai Utara Jakarta yang berkerjasama
dengan para pemodal besar membangun pulau-pulau baru yang diperuntukan bagi
masyarakat kalangan atas, tanpa memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat
sekitarnya. Bahkan keberadaan ekosistem lingkungan alam pun dipertaruhkan tanpa
memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development). Kemudian Marx pun berpendapat bawa pemerintah seharusnya berpihak
kepada masyarakat yang lemah (low income) dan mengikutsertakan mereka secara aktif
dalam pengambilan keputusan dibidang ekonomi, politik dan kultural serta pemerintah
arus berlaku adil terhadap masyarakatnya tanpa diskriminasi terhadap siapapun dalam
pengambilan keputusan, dan hal itu tidak tercermin dalam kebijakan pembangunan
reklamasi di Utara Teluk Jakarta. Keputusan menyerahkan pembangunan reklamasi
kepada pengembang sebaiknya perlu dipertimbangkan mengingat orientasi yang
penambahan kapital yang mereka kejar. Adalah sebuah ilusi ketika melibatkan
pengembang dalam proses produksi ruang maka hasil ideal akan terwujud. Untuk itu
perlu adanya kendali atas produksi ruang ini. Henri Levebfre mengutarakan sebuah
slogan right to the city, sebuah slogan untuk mendudukkan kembali kontrol warga
masyarakat atas produksi ruang di perkotaan. Hak atas kota ini merupakan sebuah upaya
bersama agar ruang-ruang yang diproduksi ikut melibatkan pengalaman keseharian warga
kota, ruang sosial yang merupakan tempat nyata bagi warga kota berkehidupan (Andi
Setiawan, 2015). Untuk itu perlu adanya suatu kajian yang komprehensif dan partisipatif
yang melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terlibat di dalamnya. Mulai dari
pemerintah baik pusat maupun daerah, teknokrat, akademisi, serta masyarakat pesisir

14
yang menggantungkan hidup di laut yang akan direklamasi. Di sini peran negara
(pemerintah) mempunyai tanggung jawab sosial dalam menciptakan suatu proses
reklamasi yang berkeadilan.
Penetapan regulasi yang ketat dalam pelaksanaan, antisipasi dampak yang
ditimbulkan dan kompensasi dari reklamasi perlu dipahami sebagai proses dalam
menciptakan keadilan dalam produksi ruang di pulau-pulau reklamasi. Penambahan
produksi ruang sosial yang mengacu pada permasalahan kota seperti perumahan, ruang
publik, pekerjaan, dan degradasi lingkungan bisa menjadi acuan dalam pelaksanaan
reklamasi yang solutif dan adil.

G. DAFTAR PUSTAKA

Adam Grydehoj, Making Ground, Losing Space : Land Reclamation and Urban Public
Space in Island Cities, Institute of Island Studies, University of Prince Edward
Island, Canada, 2015, hlm 96-117. http://www.urbanislandstudies.org/UIS-1-
Grydehoj-PublicSpace.pdf

Adrian Ramadhan, Maulana Firdaus, Rizky Aprilian Wijaya, Irwan Muliawan. “Estimasi
Kerugian Nelayan dan Pembudidaya Ikan Akibat Reklamasi Di Teluk Jakarta”.
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Vol. 11 No. 1 Juni 2016: hlm 1-
11.

Amalinda Sarivani, “Pertempuran Makna “Publik” dalam Wacana Proyek Reklamasi


Teluk Jakarta”. Prisma, Vol. 36, No. 1, 2017, hlm. 112-126

Budi Lestari, Indah “Pendugaan Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) dan
Transparansi Perairan Teluk Jakarta dengan Citra Satelit Landsat”. Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, 2009.

Chalid Muhammad, Korporasi dan Penguasaan Ruang di Indonesia, bahan presentasi


pada pertemuan nasional Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) di Bogor,
Januari 2011.

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1172/Jakarta-Teluk

inu, Teluk Jakarta Layak Jadi Cagar Alam,


http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e40eb03edfa5/teluk-jakarta-layak-

15
jadi-cagar-alam

Marx, Karl (1976) Capital volume I, New York, London: Penguin Books.

Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung RI No. 109 K/TUN/2006.. Putusan


Mahkamah Agung RI No. 109 K/TUN/2006. 28 Juli 2009.

Mahkamah Agung. Keputusan Peninjauan Kembali Nomor 12 PK/TUN/2011. 24 Maret


2011.

Mahkamah Agung. Putusan Nomor 12 PK/TUN/2011. 24 Maret 2011.

Mutaqim, Ibnu “Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial
Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitar Pelabuhan
Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara). Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015

Parawansa, Indar “Pengembangan Kebijakan Pembangunan Daerah Pengelolaan Hutan


Mangrove di Teluk Jakarta Secara Berkelanjutan”. Disertasi. Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, 2016.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta , Pasal 97 ayat (1) Perda No. 6 Tahun 1999 tentang
RTRW Jakarta: “Jangka waktu berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sampai dengan tahun 2010.”;

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Lampiran II Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030

Presiden RI, Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, (khususnya pada bagian
Konsideran huruf a dan b KEPPRES No. 52 Tahun 1995).

Presiden RI, Pasal 72 Perpres No. 54 Tahun 2008. Tetapi tidak diketahui penjelasan lebih
lanjut mengenai “sepanjang yang terkait dengan penataan ruang”

Pusat Data dan Informasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Statistik
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015. Jakarta:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016.

Putri, Restu Diana, https://tirto.id/mulut-manis-anies-soal-pulau-reklamasi-ecNw, diakses


15 Juli 2019.

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT jo.


Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No.

16
202/B/2004/PT.TUN.JKT. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT. 11
Pebruari 2004. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 202/B/2004/PT.TUN.JKT. 3 Februari
2005.

Rheinstein, Max, Max Weber on Law in Economy and Society, Terjemahan ke dalam
Bahasa Inggris oleh Edward Shils dan Max Rheinstein, (New York:Simon and
Schuster,1967)

Riyadi, Edisius, Teori Kritis Mazhab Frankfurt: Emansipasi dan Dilema Manusia
Rasional, Paper Presentasi Kuliah “Marx, Marxisme, dan Leninisme” di
Pascasarjana STF Driyarkara, 17 Mei 2005. Dosen: Prof. Dr. Franz Magnis-
Suseno, S.J

Sampono, Nono, “Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Dampak Reklamasi terhadap


Kegiatan Perikanan Pantai di Teluk Jakarta”, Disertasi. Program Studi Teknologi
Kelautan Institut Pertanian Bogor, 2013

Sangajie, Anto, Kapitalisme dan Produksi Ruang, (2011, February 28),


https://indoprogress.com/2011/02/kapitalisme-dan-produksi-ruang/

Setiawan, Andi, Produksi Ruang Sosial sebagai Konsep Pengembangan Ruang


Perkotaan. Haluan Sastra Budaya Vol. 33 No. 66 (2015).

Sindhunata, Dilema Usaha Manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern oleh Max
Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt, Jakarta: Gramedia, 1983.

Sri Nurhayati Qodriyatun, Reklamasi Teluk Jakarta Perlukah dilanjutkan?, dalam


Majalah Info Singkat Kesejahteraan Sosial, Vol. IX, No.20/ii/Puslit/Oktober 2017,
(Jakarta, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2017)

17

Anda mungkin juga menyukai