Miniriset

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

MINI RISET

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF SISWA


SMA SWASTA BUDI SATRIA MEDAN

DISUSUN OLEH :

KHAIRUN NISYA
8186175001
PENDIDIKAN FISIKA DIK A 2018

PROGRAM PENDIDIKAN PASCASARJANA


UNIVERSIAS NEGERI MEDAN
T.A : 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah mini riset ini
dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya akan
membahas mengenai ” Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Siswa SMA Swasta
Budi Satria Medan”.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai referensi untuk membantu
menyelesaikan hambatan selama mengerjakan makalah ini, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud
dan masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati saya beharap saran dan kritik
demi perbaikan lebih lanjut lagi.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 17 November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Bab I ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan
penelitian dilakukan.

1.1 Latar Belakang


Pelajaran fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang
mempelajari keterkaitan konsep-konsep fisika dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa
dilihat dari pengalaman manusia dengan peristiwa fisika yang ada dilingkungan
sekitarnya yang dimulai sejak kecil. Fisika sebagai salah satu materi pembelajaran yang
diberikan di sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam menyukseskan tujuan
pendidikan nasional. Fisika sendiri merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan
alam yang dipelajari menggunakan alat indra. Pembelajaran fisika selalu terdiri dari dua
hal yaitu proses dan produk. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23
Tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Kelulusan dijelaskan bahwa kelompok mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memiliki tujuan untuk mengembangkan
logika, kemampuan berpikir dan analisis siswa.
Dalam silabus mata pelajaran fisika disebutkan bahwa siswa harus memiliki
kompetensi-kompetensi khusus setelah mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran
fisika dikatakan berhasil apabila siswa sudah memenuhi kompetensi-kompetensi
tersebut. Adapun salah satu kompetensi tersebut adalah siswa dapat menjalani
kehidupan dengan sikap positif dengan daya pikir kritis, kreatif, inovatif, dan
kolaboratif, disertai kejujuran dan keterbukaan, berdasarkan potensi proses dan produk
fisika (Kemendikbud, 2016).
Berdasarkan uraian tentang tujuan pembelajaran fisika tersebut dapat diketahui
bahwa kemampuan berpikir kritis dan kreatif temasuk salah satu tujuan pembelajaran
Fisika yang di dalamnya harus dapat dimiliki oleh siswa.
Namun, faktanya dalam hal belajar fisika siswa masih mengalami kendala dan
kesulitan saat belajar, sehingga siswa tidak dapat berfikir kritis dan berfikir kreatif. Hal
ini dibuktikan dengan memberikan angket kepada siswa kelas XII Ipa 2 dengan jumlah
sisiwa 35 orang di sekolah SMA SWASTA BUDI SATRIA MEDAN. Pemilihan kelas ini di
pilih secara acak. Seluruh siswa diminta untuk mengisi angket tersebut dengan sungguh-
sungguh dan sebenarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kesulitan atau kendala siswa dalam belajar fisika ?
2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menjawab dan memahami soal berpikir
kritis dan kreatif dalam menyelesaikan permasalahan-permaslahan fisika
3. Bagaimana hubungan kesulitan belajar fisika dengan kemampuan menjawab
soal berpikir kritis dan kreatif.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kesulitan atau kendala siswa dalam belajar fisika
2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menjawab dan memahami soal
berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan permasalahan-permaslahan
fisika
3. Untuk mengetahui hubungan kesulitan belajar fisika dengan kemampuan
menjawab soal berpikir kritis dan kreatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab II menjelaskan kerangka teoritis yang menjadi dasar pelaksanaan dan


pengembangan dalam penelitian.

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan individu yang terjadi melalui
pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau
karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada
yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat
kaitannya (Trianto, 2009). Dalam pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan
yang paling pokok yang berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
tergantung kepada bagaimana proses pembelajaran.
Menurut Wina Sanjaya adalah suatu aktivitas mental seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang
bersifat positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun psikomotor.
Dikatakan positif dikarenakan perubahan perilaku tersebut berlangsung dalam waktu
yang relatif lama (Wina Sanjaya, 2011). Sedangkan Slameto mengatakan bahwa belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Secara umum belajar dapat dikatakan sebagai suatu
proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, baik berwujud pribadi,
fakta ataupun teori (Slameto, 2010).
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan yang terjadi pada individu baik dalam aspek pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang diperoleh dari pengalaman maupun hasil interaksi dengan
lingkungannya.
2.1.2 Hasil Belajar
Tingkat kemampuan peserta didik dalam proses belajar mengajar dapat
diketahui dari hasil belajar. Hasil belajar adalah berkaitan kemampuan yang diperoleh
peserta didik setelah melalui proses pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan.
Hasil belajar siswa di sekolah biasanya dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai
berdasarkan tes hasil belajarnya.
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses
belajar. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak
pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam
angka rapor, angka dalam ijazah atau meloncat setelah latihan. Dampak pengiring
adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain (Dimyati dan Mudjiono,
2009).
Fungsi dari hasil belajar bukan saja untuk mengetahui sejauh mana kemajuan
siswa setelah menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang lebih penting lagi adalah
sebagai alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar baik secara individu
atau kelompok. Hasil belajar yang ingin dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti usaha atau aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri dan
keadaan lingkungan yang menunjukkan usaha atau aktivitas siswa pada waktu belajar.
Untuk mencapai hasil belajar yang baik, maka guru sebagai perencana kegiatan perlu
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, baik faktor yang
datang dari diri sendiri maupun faktor yang datang dari luar.

2.2 Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Fisika


2.2.1 Faktor internal
Faktor internal merupakan kesulitan belajar fisika yang berasal dari dalam diri
siswa. Misalnya; kemampuan, motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, serta kondisi fisik siswa.
2.2.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa atau
lingkungan belajar siswa. Faktor ini sesungguhnya lebih dominan pola dan model
pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas. Kualitas pembelajaran sangat
mempengaruhi kesulitan siswa dalam mempelajari fisika. Potensi yang dimiliki siswa
tidak berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran yang dijalankan.
Berpikir adalah sebuah lingkaran yang tidak berujung pangkal dan sulit dicari
ujung pangkal permasalahannya. Kualitas pembelajaran yang belum optimal juga
disebabkan oleh berbagai hal. Misalnya keterbatasan sarana dan prasarana
pembelajaran fisika.
Pelajaran fisika menuntut adanya metode eksperimen atau demonstrasi dalam
pembelajaran. Oleh sebab itu dibutuhkan berbagai alat dan media pelajaran yang
menunjang penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
Namun keterbatasan dana pendidikan sering menjadi alasan terbatasnya sarana
dan prasarana pembelajaran fisika. Akibatnya guru hanya menjalankan pembelajaran
sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah yang tersedia.
Sementara itu, kemampuan guru dalam menjalankan pembelajaran tidak
mungkin lagi dijadikan alasan rendahnya kualitas pembelajaran. Sampai hari ini
pemerintah masih meneruskan upaya peningkatan kualitas profesionalisme guru.
Program sertifikasi guru semakin gencar dijalankan. Tujuannya adalah meningkatkan
kompetensi guru profesional.

2.3 Berpikir Kritis Dan Kreatif


2.3.1 Pengertian Berpikir Kritis Dan Berpikir Kreatif
Dalam mendefiniskan soal berpikir ini terdapat adanya beberapa macam
pendapat, di antaranya ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi
saja, ada pula yang memandang berpikir sebagai proses penguatan hubungan antara
stimulus dan respons, ada yang mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu
kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan ada pula
yang mengatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher
level cohnitive), sering pula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan aktivitas psikis
yang intensional.
Berpikir adalah serangkaian, gagasan, idea atau konsepsi-konsepsi yang
diarahkan kepada suatu pemecahan masalah. Jika melihat arti berpikir seperti ini maka
dapat dipahami bahwa pengertian ini merujuk berdasarkan hasi berpikir dan tujuan
berpikir. Berpikir adalah suatu proses pencarian gagasan, ide-ide, dan konsep yang
diarahkan untuk pemecahan masalah. Dikatakan sebagai proses karena sebelum
berpikir kita tidak mempunyai gagasan maupun ide, dan sewaktu berpikir itulah ide bisa
datang sehingga melahirkan berbagai pemikiran, diantaranya adalah pemikiran kreatif.
Berpikir juga dapat diartikan dengan bertanya tentang sesuatu, karena disaat
kita berpikir yang ada diotak kita adalah berbagai pertanyaan analisa diantaranya
adalah: apa, mengapa, kenapa, bagaimana, dan dimana.
1. Berpikir kritis
Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan
menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
Berpikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991) adalah berpikir yang benar
dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable tentang dunia. Berpikir kritis,
adalah berpikir beralasan, mencerminkan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir,
yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang
harus dilakukan. Berpikir kritis adalah berpik mengajukan pertanyaan yang sesuai,
mengumpulkan informasi yang relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan
kreatif, menalar secara logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan
terpercaya.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan
keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui
setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran
merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan
masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan
membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif
dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan
mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala
menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga
biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995:6), berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan,
dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika
berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk
sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian. Penekanan kepada proses dan
tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual
yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep,
mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan
tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan
komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker,
2001: 1).
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir
kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis,
pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian. Berpikir yang
ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Ketertiban berpikir
dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education Iniatives. Menurutnya,
berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan
keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan
pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau
pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat
digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54),
berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar
yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
2. Berpikir kreatif
Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus
menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Penelitian
Brookfield (1987) menunjukkan bahwa orang yang kreatif biasanya (1) sering menolak
teknik yang standar dalam menyelesaikan masalah, (2) mempunyai ketertarikan yang
luas dalam masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, (3) mampu
memandang suatu masalah dari berbagai perspektif, (4) cenderung menatap dunia
secara relatif dan kontekstual, bukannya secara universal atau absolut, (5) biasanya
melakukan pendekatan trial and error dalam menyelesaikan permasalahan yang
memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi
perubahan demi suatu kemajuan. Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk menjadi
kreatif seseorang harus: (1) bekerja di ujung kompetensi bukan ditengahnya, (2) tinjau
ulang ide, (3) melakukan sesuatu karena dorongan internela dan bukan karena
dorongan eksternal, (4) pola pikir divergen/ menyebar, (5) pola pikir lateral/imajinatif.
Berfikir Kreatif adalah menghubungkan ide atau hal-hal yang sebelumnya tidak
berhubungan. Dalam kenyataan teknik modern timbul semboyan yang menarik (jargon)
atau istilah khas yang menjadi bahasa golongan tertentu. Begitu pula tak terkecuali
Berfikir Kreatif yang memiliki empat kata khas yaitu imajinatif. Tidak dapat diramalkan.
Divergen dan lateral.
Definisi Berfikir Kreatif yang diberikan dalam Bab ini adalah menghubungkan ide
atau hal-hal sebelumnya tidak berhubungan. Definisi ini memerlukan pejajaran fakta
dalam pikiran kita. Apabila fakta itu digabungkan maka terlihatlah hubungan
menyeluruh yang baru dan dapatlah ditemukan sesuatu. Sejarah ilmu pengetahuan
memberikan banyak contoh penemuan baru semacam itu. Fakta telah diketahui sejak
berpuluh-puluh tahun yang lalu dan menunggu seseorang untuk menunjukkan
hubungan antara fakta tersebut.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III menjelaskan hasil dan pembahasan penelitian berupa data hasil angket yang
diberikan kepada 35 siswa kelas XII Ipa 2 SMA SWASTA BUDI SATRIA MEDAN disertai
pembahsan yang dikaitkan dengan sumber yang relevan.

3. Hasil Penelitian
3.1 Kesulitan Dan Kendala Yang Dialami Siswa Dalam Belajar Fisika
Berdasarkan angket yang telah saya berikan kepada siswa, maka yang yang saya
peroleh adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Kendala Siswa Saat Belajar


No Kendala Yang Dialami Siswa Saat Belajar Fisika Jumlah Siswa Persentase
1. Tidak memahami soal-soal fisika (takut disuruh 9 Siswa 25,7%
kedepan ngerjakan soal fisika)
2. Rumus-rumus fisika (sulit dipahami, tidak pandai 15 Siswa 42,9%
menurunkan rumus, tidak ngerti menempatkan
rumus)
3. Kurang memahami materi 8 Siswa 22,9%
4. Penyampaian guru dalam belajar fisika sulit 3 Siswa 8,5%
dipahami siswa.

Dari Tabel 3.1 diatas dapat kita ketahui bahwa persentase kendala sisiwa saat
belajar fisika yang paling tinggi terdapat pada rumus-rumus fisika dengan 42,9%,
dikarenakan siswa mengalami kesulitan saat menurunkan rumus dan tidak mengerti
pengaplikasian rumus. Dan persentase yang paling rendah terdapat saat dalam belajar
fisika sulit dipahami siswa dengan persentase 8,5%.
Dari hasil angket terkait dengan kendalan siswa dalam belajar, siswa mengatakan
bahwa guru mereka jarang menyelesaikan materi dengan tuntas, sehingga mereka
kurang paham dan mengerti tentang pelajaran fisika, kemudian pada saat proses
pembelajaran berlangsung guru sangat serius dalam menyampaikan materinya, jarang
tersenyum, dan membuat candaan sehingga, proses pembelajaran mennjadi tegang dan
hampir semua siswa tidak menyukai hal tersebut.
3.2 Hal Yang Dapat Membuat Siswa Minat Dalam Belajar Fisika
Berdasarkan angket yang telah saya berikan kepada siswa, maka yang saya
peroleh adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Minat Siswa Saat Belajar


No Yang Membuat Siswa Minat Saat Belajar Fisika Jumlah Siswa Persentase
1. Belajar serius tapi santai (Disela-sela pembelajaran, 20 Siswa 57,1%
guru memberikan candaan sehingga pembelajaran
tidak tegang)
2. Berdiskusi (Mengadakan kelompok, tanya jawab) 8 Siswa 22,9%
3. Pembelajaran Menarik (Guru memvariasikan model 3 Siswa 8,6%
pembelajaran, membawa media pembelajaran)
4. Memicu keaktifan siswa (memberikan pujian, 4 Siswa 11,4%
reward, atau hadiah pada siswa)

Dari Tabel 3.1 diatas dapat kita ketahui bahwa persentase yang membuat siswa
minat saat belajar fisika yang paling tinggi terdapat pada belajar serius tapi santai
dengan persentase 57,1%, hal ini dikarenakan guru fisika mereka dikelas terlalu serius,
tidak pernah bercanda, tidak pernah tersenyum dan ramah. Hal ini sesuai dengan apa
yang mereka tulis dalam angket yang diberikan. Dan persentase yang paling rendah
terdapat pada pembelajaran menarik dengan persentase 8,6%.
Dari hasil angket terkait dengan minat siswa saat belajar fisika, siswa
mengatakan hal yang dapat membuat mereka lebih mudah dalam belajar fisika adalah
berdiskusi dengan teman, guru menjelaskan aplikasi dari yang dipelajari, guru
membawa media pembelajaran, guru membawa praktikum, dan guru harus asyiik saat
belajar.
Dari hasil angket diperoleh 33 siswa memilih pelajaran fisika bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari, sementara 2 siswa memilih kurang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Dari hasil angket juga di peroleh 19 siswa memilih tertarik dalam belajar
fisika secara mandiri, 16 siswa memilih kurang tertarik dalam belajar fisika secara
mandiri.
Dari hasil angket diperoleh bagaimana kegiatan belajar yang disenangi siswa saat
belajar fisika. Hal ini dapat kita lihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Kegiatan Yang Disenangi Siswa Saat Belajar Fisika
No Kegiatan Yang Disenangi Siswa Saat Belajar Fisika Jumlah Siswa Memilih
1. a. Guru menjelaskan sampai tuntas 29 Siswa
2. b. Tanya jawab dengan guru 10 Siswa
3. c. Berdiskusi dengan teman 16 Siswa
4. d. Menyaksikan demonstrasi fisika 4 Siswa
5. e. Melakukan eksperimen di laboratorium 28 Siswa
6. f. Membuat proyek 5 Siswa
7. g. Melakukan penyelidikan 9 Siswa
8. h. Belajar memecahkan permasalahan yang terkait 10 Siswa
dengan kehidupan sehari-hari

Dari hasil angket diperoleh bagaimana kegiatan belajar fisika dilakukan agar
sisiwa lebih paham mengenai pembelajaran fisika. Hal ini dapat kita lihat pada Tabel 3.4

Tabel 3.3 Kegiatan Belajar Sebaiknya Dilakukan Dengan


No Kegiatan Belajar Sebaiknya Dilakukan Dengan Jumlah Siswa Memilih
1. a. Kelompok besar 17 Siswa
2. b. Kelompok Kecil 19 Siswa
3. c. Berpasangan 9 Siswa
4. d. Individual 7 Siswa

3.3 Kemampuan Siswa Dalam Menjawab Dan Menyelesaikan Pemasalahan Fisika


Pada angket terdapat dua soal yang berkaitan dengan permaslahan fisika dengan
dua kemampuan yang berbeda. Pada soal pertama terkait pertanyaan mengenai berfikir
kritis, dan soal kedua terkait dengan pemikiran kreatif. Berdasarkan angket yang saya
berikan kepada siswa mengenai kemampuan siswa dalam menjawab dan menyelesaikan
pemasalahan fisika maka yang saya peroleh adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel
3.5
Tabel 3.5 Menjawab Soal Berpikir Kritis
N Argumen Jumlah Siswa Memilih Dengan Alasan Yang ditulis
0 Dipilih (Sesuai Konsep Fisika/tidak Sesuai)
1. a. Benar 2 siswa sesuai konsep fisika, 17 tidak sesuai
2. b. Mungkin Benar 1 siswa hampir sesuai konsep fisika, 14 tidak sesuai
3. c. Tidak Cukup Data -
4. d. Mungkin Salah 1 siswa tidak sesuai
5. e. Salah -

Dari Tabel 3.5 dapat kita peroleh bahwa banyak siswa yang menjawab benar
adalah 19 siswa, menjawab mungkin benar 15 siswa, dan menjawab mungkin salah 1
siswa, dengan alasan yang berbeda-beda. Salah satu alasan dari yang menjawab benar
terkait argumen dan penyataan soal nmor satu adalah karena jika lampu menyala,
benda-benda di dalam ruangan jauh lebih terang dari pada benda-benda diluar kaca dan
kaca juga memantulkkan banyak cahaya, sehingga sulit untuk melihat benda-benda di
luar ruangan.
Berdasarkan hasil jawaban yang tertulis pada angket tersebut dapat disimpulkan
bahwa siswa kurang memahami konsep fisika dari soal pertama, hal ini dapat kita lihat
dari apa yang ditulisnya dalam angjet, memang pilihannya tepat tetapi alasan dari
jawabannya kurang baik.
Dari angket yang diberikan kepada siswa dapat dilihat bahwa siswa SMA
SWASTA BUDI SATRIA MEDAN juga kurang kreatif dalam memecahkan suatu proses
permaslahan fisika yang terkait dalam kehidapan sehari-hari. Jawaban dari angket siswa
cenderung sama satu dengan yang lainnya. Dan tidak ada satu pun yang kreatif dalam
memecahkan permaslahan tersebut. Contoh dari jawaban angket siswa terkait soal
nomor dua adalah harus berhati-hati saat mengendarai, harus fokus, harus sefti, harus
menghindari jalan yang licin dan berlubang, dan mengatur kecepatan kendaraan agar
normal tidak kencang, dan memastikan ban kendraan tidak gundul. Menurut saya
jawaban dari siswa kurang kreatif di dukung oleh hasil angket yang mereka tulis.
Berdasarkan hasil angket siswa persentase siswa berpikir kritis lebih tinggi dari
pada berpikir kreatif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang menjawab
dengan benar soal yang nomor satu dibandingkan dengan siswa menjawab nomor dua.
Walaupun penjelasan yang dituliskan siswa dalam angket dari soal nomor satu masih
kurang akan pemahaman konsep fisika yang sebenarnya.
3.4 Hubungan Kesulitan Dalam Belajar Fisika Dengan Kemampuan Menjawab Soal
Berpikir kritis dan Kreatif
Dari hasil angket dapat di peroleh bahwa kesulitan belajar yang di alami siswa
dalam belajar fisika sangat berhubungan dengan kemampuan menjawab soal bepikir
kritis dan kreatif. Banyak kesulitan yang dialami siswa dalam belajar fisika seperti pada
Tabel 3.1 sehingga, pemahaman siswa dalam menjawab soal berpikir kritis dan kreatif
kurang sesuai dengan hasil angket sesuai dengan Tabel 3.5. Namun, dari hasil angket
juga diketahui bahwa siswa memiliki kesadaran dan ketertarikan terhadap
pembelajaran fisika seperti Tabel 3.6

Tabel 3.6 Kemampuan berpikir kritis siswa


No Aspek Yang Dijawab Jumlah Siswa Yang Persentase Siswa
Merespon Positif Yang Merespon
Positif
1. Fisika bermanfaat bagi kehidupan 33 siswa 94,2%
2. Tertarik belajar fisika secara mandiri 19 siswa 54,2%

Gambar 3.1 Respon siswa terhadap belajar fisika


35

30

25

20

15

10

0
Fisika Bermanfaat Bagi Kehidupan tertarik belajar fisika secara mandiri
Berdasarkan dari Gambar 3.1 siswa memiliki minat dan kesadaran yang tinggi
terhadap pembelajaran fisika. Apabila minat dan kesadaran siswa tinggi, tidak
mengalami kesulitan dalam belajar fisika, dan merasa fisika merupakan hal yang sangat
menyenagkan pasti siswa-siswa tersebut dapat dan mampu menjawab soal berpikir
kritis dan kreatif pada angket dengan baik dan benar.
Selain itu, guru juga sangat berperan dalam hal ini sebaiknya ketika mengajar
hendaklah membawa media pembelajaran, membawa siswa ke laboratorium, bersikap
ramah, menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, memvariasikan model
pembelajaran sehingga siswa lebih senang dan tertarik dalam belajar fisika.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu seperti yang diteliti oleh Budi (2013)
menyatakan nilai siswa yang diajarkan dengan model yang bervariasi lebih tinggi
dibandingkan hasil belajar fisika siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran
konvensional. Strategi pembelajaran berbasis masalah yang di terapkannya
memberikan pengaruh besar dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang
diajarkan dengan strategi pembelajaran konvensional. Meskipun pengaruh tersebut
tidaklah terlalu besar, tetapi kemampuan siswa setelah diajarkan strategi pembelajaran
berbasis masalah dalam menyelesaikan soal tes lebih baik dibandingkan kemampuan
siswa yang setelah diajarkan dengan strategi pembelajaran konvensional.
Sejalan pula dengan penelitian yang diteliti oleh Dewi (2018) dengan
memberikan soal berpikir kritis, maka dapat meningkatkan pemahaman dan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam pelajaran fisika.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Kesulitan dan kendala siswa dalam belajar fisika paling tinggi terletak pada
Rumus-rumus fisika (sulit dipahami, tidak pandai menurunkan rumus, tidak
ngerti menempatkan rumus) dengan persentase 42,9%, dan yang paling rendah
pada saat penyampaian guru dalam belajar fisika (sulit dipahami siswa) dengan
persentase 8,5%.
2. Kemampuan siswa dalam menjawab dan memahami soal berpikir kritis dan
kreatif dalam menyelesaikan permasalahan-permaslahan fisika sangat kecil, di
tandai dengan jawaban yang di tulis siswa pada angket tidak ada yang benar.
3. Hubungan kesulitan belajar fisika dengan kemampuan menjawab soal berpikir
kritis dan kreatif sangat berkaitan. Banyak kesulitan yang dialami siswa dalam
belajar fisika sehingga, pemahaman siswa dalam menjawab soal berpikir kritis
dan kreatif sanagat kecil dan kurang.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim .2015 . Penyebab Kesulitan Belajar Fisika. (Diakses pada Minggu, 18 November
2018, (https://www.matrapendidikan.com/2015/07/faktor-penyebab-kesulitan-
belajar-fisika.html)

Anonim .2013 . Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif. (Diakses pada Minggu, 18 November
2018, (http://seulanga23.blogspot.com/2013/12/makalah-berpikir-kritis-dan-
berpikir.html)

Dimyati,. dan Mujdiono., 2009, Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Dwijanti, P. dan Yulianti. 2010. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa


Melalui Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Mata Kuliah Fisika
Lingkungan. Semarang : Jurusan Pendidikan Fisika Indonesia. 4 (2), 02 (14-20)

Kuspriyanto. 2013. Strategi Pembelajaran Dan Kemampuan Berpikir Kreatif Terhadap


Hasil Belajar Fisika. Medan : Jurusan Teknologi Pendidikan UNIMED. 4 (2), 02
(1979-6692)

Novi, Dewi. 2018. Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Materi Fluida
Dinamis. Jember : Jurusan Pendidikan Fisika. 7 (2), 02 (162-167)

Sanjaya, W., 2011, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


Penerbit Kencana Prenada Media, Jakarta.

Slameto., 2010, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.
Lampiran Jawaban Yang Paling Bagus

Anda mungkin juga menyukai