Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada DM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis
adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah)
yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus
merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron. Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit
menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan
hormon insulin secara relatif maupun absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe
diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak
tergantung insulin). Ada pula diabetes dalam kehamilan, dan diabetes akibat
malnutrisi. Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes
tipe 2 dimulai pada usia dewasa pertengahan (40-50 tahun). Kasus diabetes
dilaporkan mengalami peningkatan di berbagai negara berkembang termasuk
Indonesia1.
Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003, jumlah
penderita DM mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 333 juta
jiwa di tahun 2025 mendatang, dan setengah dari angka tersebut terjadi di negara
berkembang, termasuk negara Indonesia. Angka kejadian DM di Indonesia
menempati urutan keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa1.
DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh darah
kaki, syaraf dan lain-lain. Penderita DM dibandingkan dengan penderita non DM
mempunyai kecenderungan 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit jantung
koroner, 7 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 5 kali menderita ulkus diabetika.
Komplikasi menahun DM di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung
koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%1.
Pada kasus yang kami temui di lapangan, terjadi sesak nafas pada klien
dengan DM sehingga intervensi yang kami lakukan salah satunya adalah pemberian
terapi oksigen. Sesak nafas yang terjadi jika tidak segera ditangani akan berakibat
fatal hingga menyebabkan kematian pada klien. Oleh sebab itu, perawat perlu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat guna mengurangi komplikasi yang
dapat timbul akibat DM.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes
Mellitus
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan teori yang terkait DM
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada kasus DM
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa yang tepat pada kasus DM
d. Mahasiswa mampu merumuskan intervensi yang tepat pada kasus DM
e. Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan pada klien dengan
DM
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan
DM
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Diabetes Mellitus
• Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
• Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
• Diabetes Melllitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Kapita Selekta Kedokteran
jilid 1)
.2. Epidemiologi/ Insiden Kasus
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih
12 juta orang. 7 juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis;
sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerika Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes
baru didiagnosis setiap tahunnya (health people 2000, 1990). Menurut Survey WHO,
8,6% dari jumlah masyarakat Indonesia telah terdiagnosis Diabetes Melitus,
Indonesia menduduki peringkat ke-4 terbesar setelah India, China, Amerika Serikat.
Angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali lebih besar pada orang
dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila dibandingkan dengan populasi
umum. Separuh dari keseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih dari 65 tahun
di rawat di rumah sakit setiap tahunnya. Komplikasi yang serius dan dapat membawa
kematian sering turut menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi para
penderita diabetes.
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 2001 menyebutkan
jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8,6 persen, terjadi peningkatan jumlah
DM di Jakarta dari 1,7 persen pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada tahun 1993.
International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa jumlah penduduk
Indonesia usia 20 tahun ketas menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun
2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020, sedang Survei Depkes 2001
terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali menderita DM. Data Depkes tersebut
menyebutkan jumlah penderita DM menjalani rawat inap dan jalan menduduki
urutan ke-1 di rumah sakit dari keseluruhan pasien penyakit dalam. Pada tahun 2006
diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta
orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru
sekitar 30 persen yang datang berobat teratur. Diabetes terutama prevalen diantara
kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita
diabetes tipe II. Angka ini mencangkup 15% populasi pada panti lansia.
Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang
baru diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab
utama amputasi di luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang mulai mendapatkan
terapi dialysis setiap tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes berada dalam
urutan ke tiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit dan hal ini sebagian
besar disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderita
diabetes.

3. Penyebab/Faktor Predisposisi
1.Diabetes tipe I:
a. Faktor genetic
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM.

Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut


kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita
sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana sel-sel
beta dihancurkan oleh antibodi karena dianggap sebagai sel asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta. Beberapa contoh dari virus dan toksin tersebut, antara lain :
• Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi
atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang
menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
• Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain
adalah sianida yang berasal dari singkong.

2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-
faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3.Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormon-hormon plasenta. Setelah melahirkan bayi, kadar glukosa darah akan
kembali normal.
4.Patofisiologi Terjadinya Penyakit
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah hormon
yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan
kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.
Pada Diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat
menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan
ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolic
akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketonik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan
komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi
neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insiden
penyakit makrovaskuler yang mencangkup infark miokardium, stroke, dan penyakit
vaskuler perifer.

5. Klasifikasi
1.I DDM ( Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
karena reaksi autoimin sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk
mengontrol kadar glukosa darah.
2. NIDDM ( Non-Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Tidak tergantung insulin. Diabetes ini dsebabkan oleh gangguan metabolisme
dan penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah dan
hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak
sehat.
3.Gestational Diabetes
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes melitus (
gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan
jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama kehamilan dan dapat
meningkatkan atau menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak
menutup kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin
atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes Melitus
gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.

6. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes ada beberapa yaitu :
1. Jangka pendek:
• Hipoglikemia
• Ketoasidosis diabetik
• Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik
2. Jangka panjang
• Retinopati
• Nefropati
• Neuropati : polineuropati sensori(neuropati perifer), neuropati cranial, dan
neuropati otonom
7. Gejala Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang
mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanyaakan berada sampai pada
pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak
dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

8. Pemeriksaan fisik
a. Inpeksi : lemah, pucat
b. Auskultasi : suara napas normal
c. Perkusi : tidak ada asites
d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan abdomen, nadi 80x per menit
9.Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
Pemeriksaan diagnosis
Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih.
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l.
Elektrolit:
 Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
 Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun.
 Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup
SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan
kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden.
Pemeriksaan mikroalbumin : Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan
kardiovaskular
•Nefropati Diabetik. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes
adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan gagal ginjal terminal
sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
• Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal yang berfungsi
sebagai alat penyaring.
• Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya protein albumin ke
dalam urine
• Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi terjadinya
nefropati diabetic.
Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
• Diagnosis dini nefropati diabetic
• Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskular dan mortalitas pada pasien DM
Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin
• Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun didiagnosis
DM
•Untuk DM tipe 2
O Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan
O Secara periodic setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter
Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C
• Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan hemoglobin
(glycohemoglobin)
• Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah
• Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel darah
merah)
• Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam jangka waktu 2-3
bulan sebelum pemriksaan
Manfaat pemeriksaan A1C
• Menilai kualitas pengendalian DM
• Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu dijalankan
Tujuan Pemeriksaan A1C
Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena :
•A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi Diabetes
• Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah terus menerus tinggi
dalam jangka panjang
• Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3 bulan) dapat diperkirakan
dengan pemeriksaan A1C
Jadwal pemeriksaan A1C
• Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
• Secara periodic (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu :
− Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum tercapai)
− Minimal 2 kali dalam setahun.

10. Diagnosis /kriteria diagnosis


Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan Bukan Belum DM
metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan DM Pasti DM
diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 – 109 >110

10.Therapy /Tindakan Penanganan


Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet
.
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak
makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita
diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu
dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi
cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula
darah dan berat badan.
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah
raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara
menghindari terjadinya komplikasi.
Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara
teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan
dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi
sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.
Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati
dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil
maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut)
atau menggunakan insulin.
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
Obat hipoglikemik oral
Golongan
sulfonilurea
seringkali dapat menurunkan kadar gula darah
secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada
diabetes tipe I. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan
klorpropamid
. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu
metformin
, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.
Akarbos
bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes
tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan
cukup.
Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun
beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat
hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan
baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga
harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat
dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada
saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik
karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam
penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di
lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar
tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan
dan lama kerja yang berbeda:
1.Insulin kerja cepat
Contohnya adalah
insulin regular,
yang bekerja paling sebentar.
Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20
menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama
6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang
menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20
menit sebelum makan.
2.Insulin kerja sedang
Contohnya adalah
insulin suspensi seng
atau
suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimum
dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa
disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari
dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan
sepanjang malam.
3.Insulin kerja lambat
Contohnya adalah insulin suspensi sengyang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan
sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
•Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
•Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan
menyesuaikan dosisnya
•Aktivitas harian penderita
•Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami
penyakitnya
•Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke
hari.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari
insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah
yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis
insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan
kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur
malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja
cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai
suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama
setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya
tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya.
Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam
makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak
sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu
tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini
mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi
terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya
pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan
nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di
sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga
kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit
berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara
mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada
pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 10 Oktober 2018, jam 19.30 WIB
Tanggal pengkajian : 10 Oktober 2018, jam 19.32 WIB
A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. S
2. Usia : 23 tahun
3. Jenis kelamin : Laki- laki
4. Alamat : tampojung
5. Agama : Islam
6. Diagnose medis : Diabetes Mellitus
7. No. register : 01145073

B. Pengkajian Primer
1. Airway
Terdengar bunyi mendengkur atau snoring dari jalan napas Tn. S ketika ekspirasi.
Tidak ada secret pada jalan nafas.

2. Breathing
Frekuensi pernapasan 30 x/menit, pola nafas takipnea, napas pendek dan dangkal,
terlihat nafas cuping hidung, terlihat retraksi intercostalis, ada gerakan otot bantu
pernapasan. Traktil fremitus tidak teraba karena pasien dalam kondisi bingung.

3. Circulation
Nadi : 102 x/mnt, irama nadi regular, TD : 130/80 mmHg. Turgor kulit baik,
akral hangat. Bibir dan ujung jari sianosis. Capillary refill > 2 detik

4. Disability
Kesadaran Tn. S letargik dengan GCS 14 yaitu E4 M5 V4.

5. Exposure
Tidak ada jejas, tidak ada lebam pada tubuh klien. Tidak ada deformitas tulang.
Suhu tubuh klien 36,5 0 C.

C. Pengkajian Sekunder
1. Keluhan Utama
sesak napas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluarga mengatakan bahwa Tn. S mengalami mual muntah sejak tadi pagi
pukul 08.00 dan muntah satu kali. Tn. S segera berobat ke dokter namun belum
ada perubahan hingga pada pukul 19.30 Tn. S diantar bersama keluarganya ke
IGD RS Moewardi. Dalam perjalanan ke RS Moewardi, klien mengalami
muntah- muntah sampai 3x. Tn. S mengeluh mengalami nyeri di seluruh
bagian abdomen. Klien mengatakan badannya lemas dan mengalami sesak
nafas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga mengatakan bahwa Tn. S sempat dirawat selama dua minggu di
ruang Anggrek 1 RS Moewardi dengan kondisi gula darah tinggi pada bulan
Agustus 2012. Kondisi Tn. S membaik dan keluarga memutuskan untuk
merawat Tn. S di rumah dan memberi terapi insulin sendiri sesuai petunjuk
dokter. Tn. S baru menyadari bahwa dirinya menderita penyakit diabetes pada
bulan Agustus 2012. Keluarga mengatakan Tn. S memiliki kebiasaan merokok.
Keluarga mengatakan setelah keluar dari RS klien disuntik insulin oleh
keluarga sehari 1 kali lewat subkutan 10 unit.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga mengatakan ayah dari Tn. S menderita penyakit Diabetes Mellitus
hingga akhirnya ayahnya meninggal karena penyakit tersebut.

5. Pemeriksaan Fisik
Bagian Keterangan

Kepala Kepala mesocephal, kepala kanan dan kiri simetris,


tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat luka pada kulit
kepala, penyebaran rambut merata, warna rambut
hitam, rambut sedikit berombak, rambut kotor.

Mata Mata kanan dan kiri simetris, refleks pupil terhadap


cahaya (+), konjungtiva tidak anemis, sclera berwarna
merah muda, pupil isokor, tidak ada luka atau
perdarahan mata. Tidak ada gangguan penglihatan.

Telinga Telinga klien bersih, tidak ada secret yang keluar,


telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada nyeri tekan
dan luka pada telinga, tidak ada gangguan
pendengaran.

Mulut & Gigi Bibir klien kering, gigi klien lengkap belum ada yang
tanggal, tidak ada perdarahan gusi.

Leher Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar


tiroid, tidak ada luka.

I : Ictus Cordis tidak tampak


Jantung
Pa : Ictus Cordis teraba, tidak ada pembesaran jantung
atau cardiomegali

Pe : Pekak

Au : tidak ada suara jantung tambahan.

Dada dan Paru I : Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, ada


retraksi dada, dada kanan dan kiri simetris, penyebaran
warna merata.

Pa : tidak ada nyeri tekan


Pe : Sonor

Au : Suara nafas vesikuler

I : Warna kulit abdomen merata, tidak ada luka,


Abdomen
abdomen superior.

Au : Bising usus 8 x/menit

Pa : belum terkaji

Pe : belum terkaji

Ekstremitas atas Tidak ada odema, tidak terpasang terapi intravena,


capillary refill < 2 detik, turgor kulit baik, kekuatan
otot ekstremitas kanan dan kiri 4/4, tidak ada
kesemutan.

Genetalia Tidak terkaji

Ekstremitas Tidak ada odema, tidak terpasang terapi intravena,


bawah capillary refill < 2 detik, turgor kulit baik, kekuatan
otot ekstremitas kanan dan kiri 4/4, tidak ada
kesemutan, terdapat lesi didaerah lutut.

6. Cairan
Input :
Minum 1 liter
Output :
Urine 7 x 200 cc = 1400 cc
Muntah : 400 cc

Balance cairan = 1000 – 1800 cc = - 800 cc

Keluarga mengatakan klien belum makan.


7. Eliminasi
Keluarga mengatakan Tn. S sudah buang air kecil sebanyak 7 kali dengan
jumlah yang banyak. Warna dan kejernihannya Tn. S sendiri mengaku tidak
begitu memperhatikan. Keluarga juga memberi tahu kalau Tn. S sudah buang
air besar sebanyak 3 kali dengan konsistensi feses sangat lunak.

8. Rasa Nyaman
Nyeri pada seluruh bagian perut.

P : Saat beraktivitas

Q : Seperti ditusuk-tusuk pisau

R : Seluruh abdomen

S : Skala 8

T : Secara tiba-tiba selama lebih dari 30 menit

D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan GDS pada tanggal 10 Oktober 2012

Nama: Tn. S

Usia: 23 tahun

GDS : HIGH
E. Terapi Medis12
Nama Cara Efek samping
Dosis Indikasi Kontra indikasi
Obat Pemberian
Insulin 10 unit Bolus IV a. DM (Diabetes Melitus) Tipe 1 memerlukan insulin a. Dosis insulin Dengan Obat Lain :
eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel yang berlebihan
a. Hormon pertumbuhan,
beta kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada b. Saat pemberian
hormon adrenal,
b. DM Tipe 2 kemungkinan juga membutuhkan terapi yang tidak tepat
tiroksin, estrogen,
insulin apabila terapi diet dan OHO yang diberikan c. Penggunaan
progestin dan
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah glukosa yang
glukagon bekerja
c. DM Gestasional dan DM pada ibu hamil membutuhkan berlebihan,
berlawanan dengan
terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat misalnya
efek hipoglikemik dari
mengendalikan kadar glukosa darah olahraga
insulin
d. DM pada penderita yang mendapat nutrisi parenteral anaerobic
b. Guanetidin bekerja
atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk berlebihan
menurunkan kadar
memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara d. Faktor-faktor lain
gula darah
bertahap memerlukan insulin eksogen untuk yang dapat
c. Kloramfenikol,
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal meningkatkan
tetrasiklin, salisilat,
selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi kepekaan
fenilbutazon, bekerja
peningkatan kebutuhan insulin individu terhadap
meningkatkan kadar
e. DM disertai gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat insulin, misalnya
insulin plasma
f. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO gangguan fungsi
g. Ketoasidosis diabetic adrenal atau d. Pemberian obat-obat
h. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan hipofisis ini bersama insulin
pembedahan, infark miokard akut atau stroke memerlukan
i. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma penyesuaian dosis
hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik

Cairan 20 tpm Intravena a. Resusitasi a. Hipernatremia a. Panas


Ringer b. Suplai ion bikarbonat b. Kelainan ginjal b. Infeksi pada tempat
laktat c. Asidosis Metabolik c. Kerusakan sel penyuntikan
hati c. Trobosis vena atau
d. Asidosis Laktat flebitis yang meluas
dari tempat
penyuntikan
d. Ekstra vasasi
II. ANALISA DATA

No. Data Masalah Etiologi

1. Ds : Ketidakefektifan Pola Sindrom Hipoventilasi


Nafas
Klien mengatakan sesak nafas

Do :
RR : 30 rpm
Pola nafas takipnea
Napas pendek dan dangkal
Frekuensi pernapasan Tn. S 30 rpm
Terlihat retraksi intercostalis
Nafas cuping hidung
Ada gerakan otot bantu pernapasan
Klien memiliki riwayat DM
GDS : High
2. Ds : Nyeri Akut Agen Cidera : Peningkatan
Asam Lambung
Klien mengatakan nyeri pada seluruh bagian perut.

Keluarga mengatakan klien belum makan.


Do :

P : Saat beraktivitas

Q : Seperti ditusuk-tusuk pisau

R : Seluruh abdomen

S : Skala 8

T : Secara tiba-tiba selama lebih dari 30 menit

Klien mual.

3. Ds : Kekurangan Volume Kehilangan Cairan Aktif


Cairan
Keluarga mengatakan bahwa Tn. S mengalami mual muntah sejak tadi pagi
pukul 08.00 dan muntah satu kali.

Keluarga mengatakan dalam perjalanan ke RS Moewardi, klien mengalami


muntah- muntah sampai 3x.

Klien mengatakan badannya lemas.

Keluarga mengatakan Tn. S sudah buang air kecil sebanyak 7 kali dengan
tiap BAK kira-kira 200 cc.
Do :

Input Cairan : Minum 1 liter

Output Cairan : Urine 7 x 200 cc = 1400 cc, Muntah : 400 cc

Balance cairan = 1000 – 1800 cc = - 800 cc

Muntah sehari 4 kali.

Bibir klien kering.

DIAGNOSA KEPERAWATAN13
1. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan Sindrom Hipoventilasi
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera : Peningkatan Asam Lambung
3. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Cairan Aktif

III. PERENCANAAN / INTERVENSI14,15

Tanggal No. Dx Tujuan Kode NIC Rencana Tindakan Ttd

10 Oktober 2012 1 Setelah dilakukan tindakan 0840 Respiratori Monitoring


keperawatan selama 1 x 3 jam 1. Monitor RR.
diharapkan pola napas klien efektif 2. Monitor adanya penggunaan otot bantu
dengan kriteria hasil : pernafasan.
3. Auskultasi adanya bunyi nafas tambahan.
1. Respiratory Status : Ventilation
Oxygen Therapy
a. RR dalam batas normal (12-
3320 4. Mempertahankan patensi jalan nafas.
24 x /menit)
5. Mengatur dan mengelola peralatan
b. Pasien tidak sesak (minimal
oksigen, siapkan humidifier.
sesak berkurang)
6. Berikan oksigen sesuai yang
c. Tidak ada retraksi dinding
diperintahkan.
dada
7. Pantau aliran liter oksigen.
d. Tidak ada napas cuping
8. Kaji klien, meliputi kenyamanan, pusing,
hidung
ansietas.
e. Tidak ada penggunaan otot
Acid-Base Management : Metabolic Acidosis
bantu pernafasan
1911
9. Kolaborasi pemberian insulin

10 Oktober 2012 2 Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri :


keperawatan 1 x 3 jam diharapkan
1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
nyeri pasien berkurang dengan
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
kriteria hasil :
faktor presipitasi).
1. Pain level : Nyeri turun dari 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
skala 8 menjadi skala 6 nyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
7. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.
10 Oktober 2012 3 Setelah dilakukan tindakan 4120 Fluid Management
keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor status hidrasi pasien
diharapkan klien tidak mengalami 2. Pertahankan intake cairan yang adekuat
kekurangan cairan dengan kriteria 3. Monitor TTV pasien
hasil: Kolaborasi : Pemberian terapi intravena
1. Membran mukosa tidak kering Fluid Monitoring
2. Mual dan muntah (-) 1. Monitor intake dan output cairan
3. Balance cairan normal 3320 2. Monitor serum albumin dan total
protein
3. Monitor mukosa mulut, turgor kulit
4. Monitor warna urin dan jumlah urin

IV. IMPLEMENTASI dan EVALUASI

Tanggal No. Dx Waktu Implementasi Evaluasi TTD

10/10/2012 1 19.38 WIB - Memberikan oksigen 4 liter per S:


menit via kanul.
- Pasien mengatakan sesaknya
mulai berkurang.
- Pasien mengungkapkan aliran
oksigennya cukup.
O:

- Retraksi intercosta masih terlihat


1 19.45 WIB S:

- Pasien tidak mengeluh pusing


namum berkali- kali
- Mengkaji kenyamanan pasien,
mengkhawatirkan tentang sakit
pusing, maupun ansietas. yang dideritanya yang belum
sembuh.
O:

- Pasien terlihat bingung dan gelisah


karena penyakit yang dideritanya.
S:-
1 19.50 WIB
O:

- Respiratory rate pasien 26 rpm.


1 19.51 WIB
S:-

O:

- Masih terlihat penggunaan otot


3 19.53 WIB - Memonitor respiratory rate
bantu pernapasan.
pasien.
S:

- Klien mengatakan tidak ingin


- Memonitor adanya penggunaan
minum
oto bantu pernapasan
O:

- Terpasang cairan RL pada pukul


3 20.00 WIB
19. 48 WIB dengan kecepatan 60
- Mempertahankan cairan intake tpm
yang adekuat. S:

- Pasien hanya mengeluh saat


dianjurkan untuk banyak minum.

O:
2 20.01 WIB
- Pasien tidak fokus saat dianjurkan
untuk minum. Pasien berfokus
- Menganjurkan pasien untuk pada sakitnya
banyak minum S:-
2 20.05 WIB
O:

- Pasien terlihat gelisah dan


merintih kesakitan.
S:

- Pasien mengatakan nyeri tidak


hilang sepenuhnya.
O:

- Pasien maish terlihat sedikit


- Mengobservasi reaksi non verbal merintih kesakitan.
dari ketidak nyamanan pasien.

- Mengajarkan teknik relaksai


untuk mengurangi nyeri.

V. EVALUASI AKHIR / HASIL

Tanggal/jam No. Dx Evaluasi Ttd

10/10/2012 1 S:
20.15 WIB - Tn. S masih mengeluh sesak
O:
- Respiratory rate Tn. S 28 rpm.
- Cuping hidung sudah tak terlihat
- Masih terlihat retraksi intercostalis
A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi:

- Monitor pernapasan pasien


- Pantau aliran oksigen
10/10/2012 2 - Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
20.25 WIB

S: Pasien masih mengeluh nyeri pada bagian abdomennya

O: - Pasien terlihat lebih tenang

- Skala nyeri pasien menjadi 6


A: Masalah tertasi sebagian

10/10/2012 3 P: Lanjutkan intervensi:


20.35 WIB
- Observasi respon non verbal pasien terhadap ketidaknyamanan.
- Lakukan teknik non farmakologis untuk mengatasi nyeri
- Kolaborasi dengan pemberian injeksi ketorolak 30 mg.
- Pertahankan intake cairan yang adekuat
- Monitor TTV pasien
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor mukosa mulut, turgor kulit
BAB IV
PEMBAHASAN

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat3. Diabetes mellitus adalah
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemi16. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan yaitu
:Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L), Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L).
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2
jam post prandial (pp) > 200 mg/dl4.

DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ
tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang
tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi
penyebab terjadinya komplikasi baik yang akut maupun kronis17.

Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya terjadi dengan
cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah
(hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia)17.

Pada pemeriksaan gula darah Tn. S didapatkan hasil “high” dan kondisi Tn. S mengalami
sesak nafas, mual muntah, nyeri perut. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh Tn. S disebabkan
oleh ketoasidosis diabetic (KAD). Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah kasus gawat darurat
akibat hiperglikemia dimana terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot
tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah
lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton.
Keadaan ini terjadi akibat suntikan insulin berhenti atau kurang, atau mungkin karena lupa
menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada makanan ekstra yang menyebabkan glukosa
darah naik. Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah.
Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau keton atau aseton,
nafsu makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan turun, capek, lemah,
bingung, mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma5. Pada Tn. S mengalami keluhan
nafas cepat dan dalam, mual, muntah, nyeri perut, lemah, dan kesadaran menurun. Tn.S
mengalami mual muntah sehingga menyebabkan adanya dehidrasi.
Pada Tn.S intervensi yang dilakukan yaitu memberikan terapi oksigen sebanyak 4 liter
permenit karena terapi oksigen sangat membantu klien mengatasi kekurangan oksigen yang
dialami. Memonitor adanya retraksi dinding dada, adanya penggunaan otot bantu pernafasan
berfungsi untuk mengetahui sejauh mana keadaan pola nafas klien tidak efektif dan untuk
mengevaluasi apakah intervensi yang dilakukan sudah tepat ataukah belum selain itu untuk
mengetahui keadaan klien apakah sudah membaik ataukah belum. Memonitor pemberian
oksigen untuk memastikan kebutuhan oksigen klien terpenuhi. Pemberian insulin berguna untuk
mengatasi kelebihan glukosa dalam darah sehingga ketoasidosis diabetik tidak terjadi dan
transport serta ventilasi oksigen kembali normal sehingga klien tidak mengalami ketidakefektifan
pola nafas. Intervensi yang dilakukan dilapangan sudah cukup maksimal untuk mengatasi
ketidakefektifan pola nafas.
Masalah nyeri yang dialami klien hanya dilakukan intervensi latihan nafas dalam. Latihan
nafas dalam ini bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dialami klien secara nonfarmakologi.
Pengkajian nyeri dilakukan untuk mengetahui seberapa tingkat nyeri sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi. Komuniksi yang efektif dilakukan agar klien merasa nyaman dan tenang
sehingga nyeri bisa turun secara psikologi. Intervensi yang dilakukan belum efektif karena belum
mengurangi nyeri secra optimal. Butuh suatu intervensi secara farmakologi untuk mengatasi
nyeri yang ada.
Masalah kekurangan volume cairan diatasi dengan memonitor dehidrasi yang dialami
klien dengan mengukur intake dan output cairan klien. Monitor status intake dan output
berfungsi untuk mengethui perkembangan klien setelah dilakukan inteevensi. Apakah intervensi
tersebut berhasil ataukah tidak. Memonitor mukosa mulut berguna untuk mengetahui sampai
mana keadaan kekurangan volume cairan klien. Intervensi yang dilakukan yang lain yaitu
dengan memberikan terapi intravena agar kekurangan volume cairan klien teratasi secara cepat.
Intervensi yang dilakukan di lapangan sudah maksimal karena memang untuk mengatasi
kekurangan volumecairan membutuhkan waktu yang cukup lama tidak bisa dalam hitungan jam
tetapi dengan hitungan hari.
KESIMPULAN
Pasien dengan nama Tn. S datang ke IGD dengan diagnosa medis Dibates mellitus, mengeluh
sesak napas. Setelah dikaji lebih dalam pasien juga mengalami nyeri serta mual muntah sehingga
menyebabkan gangguan kenyamanan dan perubahan status cairan. Tindakan keperawatan darurat yang
diberikan pada pasien dilaksanakan sesegera mungkin untuk menghindari kondisi keparahan lebih lanjut
dari pasien terutama tindakan yang berhubungan dengan pernapasan dan cairan pasien.
Setelah dilakukan tindakan keperawtan pasien terlihat lebih tenang walaupun GDS klien tetap
tinggi tetapi intervensi untuk menstabilkan kembali nilai GDS pasien tetap dilakukan secara teratur di
ruang rawat inap. Masalah kegawat daruratan pasien selama di IGD teratasi sebagian dan akan
dilanjutkan dengan tindakan keperawatan di ruang rawat inap oleh perawat.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 24 Oktober 2012


2. Price, S.A. & Wilson, L.M. 1994. Pathophysiology: Clinical Concept of Disease Processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
3. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical Nursing.
8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC
4. Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
5. Long, B.C. 1996. Essential of Medical – Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. Volume 3.
Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung : IAPK Padjajaran
6. Corwin, E.J. 2001. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta : EGC
7. Arif Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
8. Francis S. Greenspan. 2000. Basic And Clinical Endokrinology. Edisi 4. Alih Bahasa : Caroline
Wijaya. Jakarta : EGC
9. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 1999. Nursing Care Plans: Guidelines for
Planning and Documenting Patients Care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta : EGC
10. Susan Martin Tucker. 1998. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC
11. Lynda Juall Carpenito. 2001. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC
12. Diakses melalui http://www.farmasiku.com pada tanggal 13 oktober 2012 jam 13.00 WIB
13. Herman, Heather Ed. 2010. Nanda International : Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta : EGC
14. Johnson, Marion, dll Ed. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. USA :
Mosby Inc
15. McCloskey, Joanne C & Gloria M. Bulechek. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC)
Third Edition. USA : Mosby Inc
16. Soegondo Sidartawan & Soewondo Pradana. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta : Heul
17. Diakses melalui http://repositori.usu.ac.id pada tanggal 13 oktober 2012 jam 13.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai