Asuhan Kala Iii (Manajemen Aktif Kala Iii) 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

ASUHAN KALA III

“MANAJEMEN AKTIF KALA III”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 9

NO NAMA NIM
.
1. Betrix Batubuaja 711530119013
2. Greis Melisa Purnomo 711530119028
2. Ayu Devi Anggraeny 711530119011

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

JURUSAN D IV ALIH JENJANG KEBIDANAN

TAHUN 2019
ASUHAN KALA III
MANAJEMEN AKTIF KALA III

A. Definisi Manajemen Aktif Kala III


Manajemen aktif kala III merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan setelah
bayi lahir untuk mempercepat lepasnya plasenta dengan syarat janin tunggal (Marmi,
2012).
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri. Rata-rat lama kala III
berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Risiko perdarahan
meningkat apabila kala tiga lebih dari 30 menit, terutama antara 30-60 menit.
(Ambarwati, 2010).
Manajemen aktif kala III adalah mengupayakan kontraksi yang adekuat dari uterus
dan mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan
angka kejadian retensio plasenta (Susilawati, 2009).

A. Tujuan Manajemen Aktif Kala III


Tujuan Manajemen Aktif Kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi
kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan kala III fisiologis.
Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh
perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan
retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif
kala III.

B. Keuntungan Manajemen Aktif Kala III


Keuntungan manajemen aktif kala III adalah :
1. Persalinan kala III yang lebih singkat.
2. Mengurangi jumlah kehilangan darah.
3. Mengurangi kejadian retensio plasenta.
C. Penatalaksanaa Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah yaitu :
a. Pemberian Oksitosin 10 UI

1. Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain kepada ibu untuk diberi ASI.
2. Letakkan kain bersih diatas perut ibu.
3. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam
uterus.
4. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
5. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit
secara IM pada 1/3 paha bagian luar atas (aspektus lateralis).
6. Bila 15 menit plasenta belum lahir, maka berikan oksitosin kedua, evaluasi
kandung kemih bila penuh lakukan katerisasi.
7. Bila 30 menit belum lahir, maka berikan oksitosin ketiga sebanyak 10 mg dan
rujuk pasien.
b. Penegangan Tali Pusat Terkendali (PTT)

1. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.


2. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu tepat di atas simfisis pubis. Gunakan
tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat tegangkan tali
pusat dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding abdomen) menekan uterus
kearah lumbal dan kepala ibu (dorso - kranial). Lakukan secara hati-hati untuk
mencegah terjadinya inversio uteri.
3. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar 2
atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat
terkendali.
4. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali
pusat kearah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas
dan dapat dilahirkan.
5. Tetapi jika langkah 4 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta
tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada
tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali
pusat. Tetapi lakukan tindakan berikut:
1) Pegang klem dan tali pusat dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika
perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perenium pada saat tali pusat
memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
2) Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali
dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-
langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari
dinding uterus.
6. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk sedikit meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina.
7. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk
diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek,
pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta searah
jarum jam hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
8. Lakukan penarikan secara perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
9. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan saksama. Gunakan jari-jari
tangan anda atau klem DTT untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.

c. Masase Fundus Uteri

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri sebagai berikut :
1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
2. Jelaskan tindakan ini kepada ibu, jika ibu merasa tidak nyaman maka anjurkan ibu
untuk menarik nafas dalam agar dapat mengurangi ketegangan atau rasa sakit.
3. Dengan lembut gerakkan tangan secara memutar sedikit ditekan pada fundus uteri
sehingga uterus berkontraksi.
4. Kaji kontraksi uterus setelah 1-2 menit untuk memastikan uterus berkontraksi
dengan baik. Jika belum, ulangi rangsangan taktil fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarga untuk melakukan masase uterus.
5. Evaluasi kontraksi uterus setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan
dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua pasca persalinan.

D. Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan kelengkapan plasenta sangatlah penting sebagai tindakan antisipasi
apabila ada sisi plasenta baik bagian kotiledon ataupun selaputnya. Penolong harusnya
memastikan betul plasenta dan selaputnya betul-betul utuh (lengkap),periksalah sisi
maternal (yang melekat pada dinding uterus) dan sisi fetal (yang menghadap ke bayi).
Untuk memastikan apakah ada lobus tambahan, serta selaput plasenta dengan cara
menyatukan kembali selaputnya.

Jadi yang harus diperiksa adalah :


1. Selaput ketuban utuh atau tidak.
2. Pemeriksaan plasenta meliputi :
a. ukuran plasenta
b. Bagian maternal : jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon
c. Bagian fetal : utuh atau tidak
3. Tali pusat : jumlah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi plasenta
suksenturia. Insersi tali pusat apakah sentral, marginal, serta panjang tali pusat
(Marmi, 2012).

E. Tindakan Yang Keliru Dalam Pelaksanaan Manajemen Aktif Kala III


Tindakan yang kaliru dalam pelaksanaan manajemen aktif kala III yang harus dihindari
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Melakukan masase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir.
2. Mengeluarkan plasenta, padahal plasenta belum semuanya terlepas.
3. Kurang kompeten dalam mengevaluasi pelepasan plasenta.
4. Rutinitas katerisasi.
5. Tidak sabar menunggu saat lepasnya plasenta.

F. Kesalahan Tindakan Manajemen Aktif Kala III


Kesalahan yang terjadi diantaranya adalah sebagai berikut (Sumarah, 2009) :

1. Terjadi inversio uteri. Pada saat menegangkan tali pusat terkendali terlalu kuat
sehingga uterus tertarik keluar dan terbalik.
2. Tali pusat terputus. Terlalu kuat dalam penarikan tali pusat sedangkan plasenta
belum lepas.
3. Syok.
DAFTAR PUSTAKA

Marmi, S.ST. 2012. Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta : PUSTAKA
BELAJAR

Ambarawati , dkk. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Sumarah, dkk. 2019. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin).
Yogyakarta : Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai