HEMORROID Tarii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hemoroid atau wasir adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena
di daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis (simadibrata, 2009).
Hemoroid adalah struktur normal dari tubuh manusia yang terdiri dari 3 unsur,
yaitu mukosa, stroma yang terdiri dari pembuluh darah, otot polos, dan jaringan
penunjang, serta jaringan ikat (makmun, 2011). Lesi ini sangat sering terjadi
karena peningkatan tekanan secara terus menerus di dalam pleksus hemoroidalis
(kumar et al., 2007).
Hemoroid menyebabkan perdarahan, pembengkakan, dan nyeri pada
kanalis anal (dorland, 2011). Hemoroid merupakan penyebab umum dari
perdarahan rektum dan ketidaknyamanan anal, namun keakuratan insiden sulit
untuk ditentukan karena pasien cenderung mencari pengobatan sendiri, bukan
penanganan medis.
Hemoroid diderita oleh 5% seluruh penduduk dunia (slavin, 2008). Insiden
hemoroid terjadi pada 13%-36% populasi umum di inggris (lohsiriwat, 2012).
Berdasarkan data dari the national center of health statistics di amerika serikat,
prevalensi hemoroid sekitar 4,4% (buntzen et al., 2013). Di mesir, hemoroid
dianggap penyakit daerah anus tersering dengan prevalensi tinggi hampir 50%
dari kunjungan proctological di unit kolorektal (ali et al., 2011).
Belum banyak data mengenai prevalensi hemoroid di indonesia. Namun
dari penelitian yang telah dilakukan di rsup h. Adam malik medan, jumlah pasien
yang didiagnosis hemoroid pada tahun 2009-2011 berjumlah 166 orang dengan
prevalensi 69,17% (wandari, 2011). Sedangkan, pasien yang menderita fakultas
kedokteran universitas andalas 2 hemoroid di rsud dokter soedarso pontianak pada
tahun 2009-2012 berjumlah 113 orang (putra, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Hemoroid adalah pembengkakan atau distensi vena di daerah anorektal.
Sering terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan
nyeri dan perdarahan. Istilah hemoroid lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir
oleh masyarakat awam. Sudah pasti kehadirannya akan mengundang segelintir
rasa tidak nyaman. Hemoroid bukan saja mengganggu aspek kesehatan, tetapi
juga aspek kosmetik bahkan sampai aspek sosial.
Secara sederhana, kita bisa menganggap hemoroid sebagai pelebaran
pembuluh darah, walaupun sebenarnya juga melibatkan jaringan lunak di sana.
Hemoroid hampir mirip dengan varises. Hanya saja, pada varises pembuluh
darah yang melebar adalah pembuluh darah kaki, sedangkan pada hemoroid
pembuluh darah yang bermasalah adalah vena hemoroidalis di daerah anorektal.

2.2 ANATOMI FISIOLOGI


Kolon merupakan sambungan dari usus halus, dengan panjang kira – kira
satu setengah meter. Dimulai pada katup ileosekal. Sekum terletak di daerah
iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas, kemudian kolon naik sebelah
kanan lumbal yang disebut ; kolon asendens, lalu dibawah hati berbeluk pada
tempat yang disebut fleksura hepatika.
Selanjutnya kolon berjalan melalui tepi daerah epigastrium dan umbilikal
sebagai kolon transversal kemudian membelok sebagai fleksura lienalis dan
berjalan melalui daerah kiri lumbal sebagai kolon desendens. Di daerah kanan
iliaka terdapat belokan yang disebut fleksura sigmoid dan dibentuk kolon
sigmoideus dan kemudian masuk ke dalam pervis besar dan menjadi rektum.
Rektum kira – kira sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar. Dimulai dari
kolon sigmoid dan berakhir pada saluran anal yang kira – kira 3 cm panjangnya.
Saluran ini berakhir pada anus yang diapit oleh otot internus dan otot eksternus.
Usus besar menunjukkan empat morfologi lapisan seperti apa yang ditemukan
juga pada usus halus yaitu :
1. Lapisan serosa.
Merupakan lapisan paling luar, dibentuk oleh peritoneum. Mesenterium
merupakan lipatan peritoneum yang lebar, sehingga memungkinkan usus
bergerak lebih leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf mensuplai usus. Fungsi dari peritoneum adalah mencegah
pergesekan antara organ – organ yang berdekatan, dengan mengekskresikan
cairan serosa, yang berfungsi sebagai pelumas.
2. Lapisan otot longitudinal
Meliputi usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita,
yang disebut taenia koli, taenia bersatu pada sigmoid distal sehingga rektum
mempunyai selubung otot yang lengkap.
3. Lapisan otot sirkuler
Diantara kedua lapisan otot tersebut, terdapat pembuluh darah dan
pembuluh limfe, yang mensuplai usus.
4. Lapisan mukosa
Lapisan paling dalam tidak mempunyai vili atau rugae dan merupakan
salah satu perbedaan dengan usus halus.Usus besar secara klinis, dibagi dalam
separuh bagian kanan dan kiri, menurut suplai darahnya. Arteri mesenterika
superior memperdarahi separuh bagian kanan, yaitu sekum, kolon asendens
dan dua pertiga proksimal kolon transversal. Arteri mesenterika inferior
mensuplai separuh bagian kiri yaitu sepertiga distal kolon mendatar
(transversum).
Suplai darah lain pada rektum diselenggarakan oleh arterial haemoroidalis
yang berasal dari aorta abdominalis dan arteri iliaka interna.
Venous rektum dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika
superior dan inferior, dan vena haemorhoidalis superior yang menjadi bagian
dari sistem porta yang mengalirkan darah ke hati. Vena haemorhoidalis medial
dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari
sirkulasi sistemik. Suplai saraf usus besar, dilakukan oleh sistem saraf dengan
mengecualikan sfingter eksterna yang diatur oleh sistem volunter. Serabut
parasimpatis berjalan melalui nervus vagus, kebagian tengah kolon
transversum dan nervus pervikus, yang berasal dari daerah sakral mensuplai
bagian distal. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi,
kontraksi dan perangsangan sfingter rektum sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek – efek berlawanan.

2.3 KLASIFIKASI
Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1. Hemoroid interna, merupakan varises vena hemoroidalis superior dan
media.
2. Hemoroid eksterna,merupakan varises vena hemoroidalis inferior.

a. Hemoroid Interna
Gejala - gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit
karena tidak adanya serabut serabut rasa sakit di daerah ini.
 Hemoriud interna terbagi menjadi 4 derajat :
- Derajat I
Timbul pendarahan varises, prolapsi atau tonjolan mokosa tidak
melalui anus dan hanya dapat di temukan dengan proktoskopi.
- Derajat II
Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu keluar
pada saat depikasi, tapi setelah defekasi selesai, tonjolan tersebut
dapat masuk dengan sendirinya.
- Derajat III
Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi
dengan sendirinya tetapi harus di dorong.
- Derajat IV
Suatu saat ada timbul keaadan akut dimana varises yang keluar
pada saat defekasi tidak dapat di masukan lagi. Biasanya pada
derajat ini timbul thrombus yang di ikuti infeksi dan kadang
kadang timbul perlingkaran anus, sering di sebut dengan
Hemoral Inkaresata karena seakan - akan ada yang menyempit
hemoriod yang keluar itu, pada hal pendapat ini salah karena
muskulus spingter ani eksternus mempunyai tonus yang tidak
berbeda banyak pada saat membuka dan menutup. Tapi bila
benar terjadi, inkaserata maka setelah beberapa saat akan timbul
nekrosis tapi tidak demikiaan halnya. Lebih tepat bila di sebut
dengan perolaps hemoroid.
b. Hemoroid Eksterna.
Hemoroid eksrterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan
hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi
2 yaitu :
 Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
dan sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus
eksterna akut.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
- Sering rasa sakit dan nyeri
- Rasa gatal pada daerah hemorid
Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung - ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor rasa sakit.
 Kronik
Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau
lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.

2.4 ETIOLOGI
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :
1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelainan organik yang
menyebabkan gangguan adalah :
a. Hepar sirosis hepatis
Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke
hepar sehingga terjadi hipertensi portal. Maka akan terbentuk
kolateral antara lain ke esopagus dan pleksus hemoroidalis.
b. Bendungan vena porta, misalnya karena thrombosis.
c. Tumor intra abdomen, terutama didaerah pelvis, yang menekan vena
sehingga aliranya terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus tomur
ovarium, tumor rektal dan lain lain.
2. Idiopatik, tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor - faktor
penyebab timbulnya hemoroid Faktor faktor yang mungkin berperan :
a. Keturunan atau heriditer
Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh
darah, dan bukan hemoroidnya.
b. Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup. Sehingga
darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di
pleksus hemoroidalis.
c. Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat
antara lain :
- Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk dimana gaya
gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid.
- Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat.
- Tonus spingter ani yang kaku atau lemah.
3. Faktor predisposisi yaitu : Herediter, Anatomi, Makanan, Pekerjaan,
Psikis dan Senilis, konstipasi dan kehamilan.
4. Faktor presipitasi adalah faktor mekanisme (kelainan sirkulasi parsial
dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang.
Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi salling
berkaitan.
2.5 PATOFISOLOGIS
Pada permulaan terjadi varises hemoroidalis, belum timbul keluhan keluhan.
Akan timbul bila ada penyulit seperti perdarahan , trombus dan infeksi. Hemoroid
timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran
anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan
umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar
berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri
yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan
mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Gejala utama berupa :
1. Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri.
2. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemoroid sesuai gradasinya.
Gejala lain yang mengikuti :
1. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.
2. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
3. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi.

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan colok dubur
Dibutuhkan buat menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum. Pada
hemoroid interna tak bisa diraba sebab tekanan vena di dalamnya tak
cukup cukup tinggi & biasanya tak nyeri.
2. Anoskop
Dibutuhkan buat melihat hemoroid interna yg tak menonjol keluar.
3. Proktosikmoidoskopi
Buat memastikan bahwa keluhan bukan dikarenakan karena proses
pembengkakan/radang / proses keganasan di tataran yg lebih cukup
tinggi.

2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Operasi Herniadectomy
2. Non operatif
Untuk derajat I dan II
- Diet tinggi serat untuk melancarkan BAB.
- Obat – obat suposituria untuk membantu pengeluaran BAB dan untuk
melunakan feces.
- Anti biotik bila terjadi infeksi.
- Ijeksi skloretika ( Dilakukan antara mokosa dan varises dengan harapan
timbul fibrosis dan hemoroid lalu mengecil ).
- “ Rubber Band Ligation “ yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastic
kira – kira I minggu, diharapkan terjadi nekrosis.
Untuk derajat III dan IV Dapat dilakuakan
- Pembedahan
- Dapat dilakukan pengikatan atau ligation.
- Dapat dilakukan rendam duduk.
- Dengan jalan suntikan”Sklerotika” ujntuk mengontrol pendarahan dan
kolaps (keluar) hemoroid interna yang kecil sampai sedang.
Bila seorang datang dengan derajat IV tidak boleh langsung di lakukan
oprasi, harus di usahakan menjadi derajat III dulu. Dengan cara duduk
berendam dengan cairan PK 1/10.000 selama 15 menit, kemudian di
kompres dengan larutan garam hipertonik sehingga edema keluar dan
kotoran keluar. Biasanya setelah dua minggu akan menjadi derajat III.
Pada wanita hamil, karena akan sembuh setelah kehamilan berakhir, maka
tidak perlu di adakan oprasi karena akan membahayakan janin dan
varisesnya pun juga akan hilang. Bila ada perdarahan lakukan pengikatan
sementara, setelah partus baru di adakan tindakan defenitif.
3. Terapi Bedah
- Bedah Konvensional
Saat ini ada tiga teknik yang biasa digunakan yaitu:
 Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama.
Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan
hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan
transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting
untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna.
Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika
mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang
dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi
secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut
maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup
secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang
pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari
eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih
baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak
jaringan.
 Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini
yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan
mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap
mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
 Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan
klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic
no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem
dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih
sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung
resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa
menimbulkan stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose
yang dalam karena sfingter ini harus benar-benar lumpuh.
4. Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan
konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser
memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak
mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut
terpatri. Di anus, terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional, saat
post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong
jaringan, serabut saraf terbuka akibat serabut saraf tidak mengerut
sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut
saraf dan selubung saraf menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga
serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya
laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi
direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan
mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
5. Bedah Stapler
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini
seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di
belakangnya.Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang
terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang
air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar
dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari
dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan
mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan
hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini
masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu
dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat
yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding
anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler
dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan
ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi
jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih
masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada
ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara
otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke
jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis
dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena
tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat
sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di
rumah sakit semakin singkat.

2.9 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengkajian post operasi tersusun atas observasi dari pembalut mau
adanya perdarahan yg berlebihan, menentukan adekuat BAB, pengkajian
nyeri & gejala infeksi & pengawasan pengeluaran tinja. Menentukan
perasaan pasien & kaitannya dgn kasus & perawat & jg tataran pengetahuan
dasar dari klien.

2.10 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan pada pasien yg menerima perawatan pada gangguan
daerah rectal meliputi :
a. Konstipasi berhubungan dgn penahan dari keinginan buat BAB buat
menghindari nyeri karena hemoroid / sesudah pembedahan hemoroid.
b. Nyeri berhubungan dgn hemoroid / sesudah penanganan bedah &
perlukaan jaringan.
c. Potensial gangguan integritas kulit (perdarahan) berhubungan dgn iritasi
karena defekasi (internal).

2.11 INTERVENSI KEPERAWATAN


a. Konstipasi berhubungan dgn penahanan dari keinginan buat
BAB buat menghindari nyeri karena hemoroid / sesudah
pembedahan hemoroid.
Tujuan :
Eliminasi BAB pasien normal dgn nyeri normal minimal.
Intervensi & rasional
1. Berikan obat nyeri secara teratur sesudah pembedahan 24-48
jam.
Rasional :
Pengontrolan nyeri mau membantu mengurangi resiko
konstipasi yg munkin dampak pasien menahan keinginan buat
BAB karena nyeri rektal.
2. Anjurkan duduk rendam sekali / dua kali sehari.
Rasional :
Hal ini menghilangkan rasa tak nyaman & menunjang
penyembuhan dgn menaikkan sirkulasi ke daerah perianal &
mempertahankan hygiene yg baik.
3. Berikan cincin busa / donat pada pasien buat duduk.
Berikan Pelunak tinja selama beberapa hari, jika tak berhasil
selanjutkan berikan minyak enema. Anjurkan pasien buat
menaikkan inteke cairan (6 gelas air perhari).
Rasional :
Mencegah pengerasan tinja mau menaikkan rasa tak nyaman
dgn BAB.
b. Nyeri berhubungan dgn hemoroid / sesudah penanganan bedah &
perlukaan jaringan.
Tujuan :
Pasien mau mengalami rasa tak menyenangkan yg minimal
intervensi & rasional :
1). Berikan obat nyeri secara teratur sesudah pembedahan 24-48
jam. Jika pasien rawat jalan, ajarkan pasien memanfaatkan obat
nyeri secara teratur sesuai kebutuhan.
Rasional :
Hal ini mengurangi stimulasi nyeri.
2). Ajarkan pasien buat menghindari peregangan pada saat BAB
Rasional :
Hal ini mencegah penekanan pada daerah perineal / jaringan
rectal yg luka. Penekanan mau menyebabkan nyeri & mungkin
memperlambat penyembuhan.
3). Ajarkan pasien memanfaatkan salep , suposotoria, / wujud lain.
Rasional :
Membantu menyusutkan / menganastesi membran mukosa yg
membengkak.
4). Ajarkan pasien mengenai prognosis :
a. Penyembuhan yg sempurna mungkin memakan waktu
beberapa minggu.
b. Nyeri mau hilang sesudah waktunya.
Rasional :
Pengetahuan tentang hasil yg diharapkan mau mengurangi
ketakutan & memberikan referensi bagi kemajuan terhadap
penyembuhan yg sempurna.
c. Potensial gangguan integritas kulit (perdarahan) berhubungan dgn
iritasi karena defekasi (internal) / ruptur hemoroid (eksternal).
Tujuan :
Pasien tak mengalami perdarahan lewat rectal
Intervensi & rasional :
 Ajarkan pasien dlm program BAB
1. Ajarkan pasien buat menaikkan diet intake cairan (1-2
quarts) & serat (buah-buahan & sayur).
2. Ajarkan pasien memanfaatkan pelunak tinja sesuai
kebutuhan.
3. Ajarkan pasien menghindari peregangan.
4. Ajarkan pasien buat menghindari mengangkat.
Rasional :
Tinja yg keras / peregangan pada saat BAB mau
mengiritasi hemoroid & mukosa rectum & mungkin
membuat dampak perdarahan.
 Ajarkan pasien buat mengobservasi perdarahan rectal
Rasional :
Perdarahan pelan, tak ditangani mungkin mau menyebabkan
anemia, khususnya pada pasien yg tua.
 Anjurkan pasien buat melakukan pemeriksaan rektal secara
teratur.
Rasional :
Hemoroid internal, tak bergejala mungkin muncul / muncul
kembali.
 Observasi pembalut seringkali sesudah pembedahan (setiap 24
jam).
Informasikan pasien tentang periode berbahaya 5 hari sesudah
pembedahan, ketika jaringan mengelupas.
Rasional :
Ini memungkinkan seseorang bisa mendeteksi perdarahan dgn
cepat, jika terjadi. Penanganan dini perdarahan mencegah
kehilangan darah yg lebih berlimpah.
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. S
 Umur : 44 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 MRS : 24 September 2018
 Jaminan : Askes
 RM :

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Benjolan pada anus


Anamnesa Terpimpin :
Dialami sejak ± 10 tahun yang lalu yang benjolan awalnya kecil
yang semakin lama semakin membesar. Benjolan terasa sakit dan tidak
nyaman saat jalan maupun duduk. Pasien juga mengeluh ketika BAB terasa
nyeri disekitar anus, kadang keluar darah merah segar menetes di akhir
BAB, tidak bercampur dengan feses dan tidak berlendir. Pasien merasakan
adanya benjolan yang keluar dari dalam anus, keluhan ini dirasakan sejak
kurang lebih 5 tahun. Mula–mula keluar benjolan kecil dan semakin lama
semakin bertambah besar dari dalam dubur dan masih bisa keluar masuk
dengan sendirinya. Sejak kurang lebih 1 bulan ini, setiap buang air besar
disertai dengan rasa nyeri dan darah segar menetes di akhir BAB disertai
dengan keluarnya benjolan dari anusnya yang tidak dapat masuk dengan
sendirinya. Pasien seringkali dalam seminggu buang air besarnya tidak
teratur dan bila buang air besar harus berlama-lama jongkok di kakus dan
harus mengejan karena BAB nya keras. Tidak ada demam, tidak ada mual,
tidak ada muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada nyeri ulu hati, tidak
mengeluh nafsu makan menurun dan tidak ada penurunan berat badan.
BAK : Kesan lancar¸ warna kuning
RPS : - Riwayat perubahan pada defekasi (-)
- Riwayat BAB seperti kotoran kambing (-)
III. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum : tampak sakit sedang/ Gizi cukup/ Sadar GCS E4M6V5
Status vitalis : TD :120/80 mmHg.
N : 84 x/menit.
P : 20 x/menit.
S : 36,5oC (axilla)
Jantung :
- Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
- Palpasi : Iktus kordis tak teraba
- Perkusi : batas kiri jantung di ICS V Linea Mid clavicula kiri,
pembesaran jantung (-)
- Auskultasi : SI-SII murni, regular
- Bunyi tambahan (-)
Paru :

- Inspeksi : Pergerakkan simetris kanan dan kiri

- Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri

- Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

- Auskultasi : Suara napas vesikuler + / +, Suara tambahan : Rh -

/ -, Wh -/-

Anal : Inspeksi : Tampak benjolan arah jam 7 dan jam 9. Ulkus (-),
hiperemis (-), darah(-)
Palpasi : Teraba benjolan konsistensi lunak, batas tegas,
permukaan rata
Rectal Touche :
 Spinchter ani mencekik
 Teraba massa yang menonjol keluar anus pada arah jam 5, 7, 9. Nyeri
tekan (+), konsistensi lunak, permukaan rata
 Ampulla isi feses
 Handschoen : darah (+),lendir (-), feses (+)

IV. RESUME

Perempuan 44 tahun masuk dengan keluhan benjolan pada anus yang


dialami sejak ± 10 tahun yang lalu, benjolan awalnya kecil yang semakin
lama semakin membesar. Benjolan terasa sakit dan tidak nyaman saat jalan
maupun duduk. Nyeri disekitar anus, kadang keluar darah merah segar
menetes di akhir BAB, tidak bercampur dengan feses dan tidak berlendir.
Adanya benjolan yang keluar dari dalam anus, yang dirasakan ± 5 tahun dan
masih bisa keluar masuk dengan sendirinya. Sejak kurang lebih 1 bulan
terakhir, setiap buang air besar disertai dengan rasa nyeri dan darah segar
menetes di akhir BAB disertai dengan keluarnya benjolan dari anusnya yang
tidak dapat masuk dengan sendirinya. Tidak ada riwayat febris, nausea dan
vomit, nyeri abdomen, anoreksia dan penurunan berat badan.
Tidak ada riwayat perubahan pada pola defekasi, tidak ada riwayat
BAB seperti kotoran kambing.
Dari pemeriksaan fisis pada anal ditemukan dari Inspeksi : Tampak
benjolan arah jam 7 dan jam 9. Ulkus (-), hiperemis (-), darah (-), Palpasi:
Teraba benjolan konsistensi lunak, batas tegas, permukaan rata. Dari
pemeriksaan Rectal Touche didapatkan:
 Spinchter ani mencekik
 Teraba massa yang menonjol keluar anus pada arah jam 5, 7, 9. Nyeri
tekan (+), konsistensi lunak, permukaan rata
 Ampulla isi feses
 Handschoen : darah (+),lendir (-), feses (+)
V. DISKUSI
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis yang dipaparkan pada
resume diatas, maka untuk benjolan yang ada didalam anus dan luar anus
pada pasien ini dapat dipikirkan dua kemungkinanan, yaitu :
1. Hemoroid eksterna + hemoroid interna grade III
2. Prolaps rekti
3. Ca kolorektal

Kemungkinan Ca kolorektal kurang mendukung karena Ca


kolorektal gejala umum yang dapat ditemukan adalah perdarahan
rektum, darah di feses dan dapat disertai feses berlendir, perubahan pola
defekasi, pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh, nyeri perut,
anoreksia dan berat badan menurun dan pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari
inspeksi dapat ditemukan dinding abdomen distensi, darm countour, darm
steifung. Dari palpasi ditemukan massa abdomen, dan hipertympani pada
perkusi abdomen, auskultasi usus bisa ditemukan peningkatan peristaltik
yang kemudian diikuti dengan barborigmi, metalic sound dan penurunan
serta menghilangnya peristaltik bisa juga ditemukan nyeri tekan pada
seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus. Penemuan tumor
pada colok dubur, penemuan tumor rektosigmoid.
Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan
massa maligna (massa berbenjol-benjol dengan striktura) direktum dan
rektosigmoid teraba keras kenyal dan lendir darah pada sarung tangan.
Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat
akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan.
Pada kolonoskopi memberikan gambaran keseluruhan colon yang dapat
mengidentifikasi dari lesi yang proximal dan lesi distal sehingga diagnosa
ca kolorektal dapat disingkirkan. Namun pada pasien ini tidak mendukung
ditemukan adanya tanda dan gejala tersebut meskipun adanya perdarahan
pada feses namun pada pasien ini darah menetes diakhir buang air besar
dan tidak bercampur dengan feses.
Kemungkinan prolaps rekti kurang mendukung karena pada
prolaps rekti mukosa rektum keluar saat defekasi dan masuk kembali tanpa
menimbulkan nyeri, kadang diperlukan dorongan tangan. Pada sebagian
pasien, mukosa yang prolaps tersebut tidak dapat kembali walau didorong.
Hal ini akan menimbulkan udem, nyeri, dan seringkali berdarah. Pada
prolaps rekti juga didapatkan lipatan mukosa tampak konsentrik, teraba
dua dinding pada palpasi, anus dalam posisi normal, teraba sulkus (antara
anus dan bagian yang prolaps), pada pemeriksaan fisis didapatkan
penonjolan rektum dgn lipatan mukosa konsentrik, massa dapat direposisi,
inkarserasi atau strangulasi, ulkus mukosa dengan perdarahan, tampak
posisi anus normal (tidak eversi) Rectal Touche : pinggir anus beralur,
tonus sfingter lemah, jari dapat masuk dan kemudian terhenti. Pada pasien
ini tidak mendukung diagnosa prolaps rekti walaupun terdapat benjolan
yang keluar namun pada prolaps rekti seluruh dinding akan prolaps
sedangkan pada hemoroid hanya mukosa saja yang prolaps maka dari
tanda dan gejala yang lain tidak mendukung diagnosis ini.
Diagnosa yang paling memungkinkan pada pasien ini adalah
hemoroid ekterna+interna grade III dengan alasan :
1. Adanya benjolan pada anus yang terasa nyeri dan tidak nyaman.
2. Adanya darah segar yang menetes pada akhir BAB, darah tidak
bercampur dengan feses dan tidak berlendir.
3. Adanya benjolan yang keluar dari anusnya setiap buang air besar
yang tidak dapat masuk dengan sendirinya.
4. Tidak ada riwayat perubahan pada pola defekasi, tidak ada riwayat
BAB seperti kotoran kambing.

Dari pemeriksaan fisis pada anal ditemukan dari Inspeksi :


Tampak benjolan arah jam 7 dan jam 9. Ulkus (-), hiperemis (-), darah (-),
Palpasi: Teraba benjolan konsistensi lunak, batas tegas, permukaan rata.
Dari pemeriksaan Rectal Touche didapatkan:
 Spinchter ani mencekik
 Teraba massa yang menonjol keluar anus pada arah jam 5, 7, 9.
Nyeri tekan (+), konsistensi lunak, permukaan rata
 Ampulla isi feses
 Handschoen : darah (+),lendir (-), feses (+)
Hemoroid dapat dklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan
interna. Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas :
1. Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps
keluar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau
masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke
dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung
untuk mengalami thrombosis dan infark.
Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan
klinis dari hemoroid berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat 1 sampai
dengan derajat 4) dan pemeriksaan anoskopi/kolonoskopi juga dibutuhkan.
Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid
interna yang tidak menonjol keluar. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengedan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa
keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan
karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang
menyertai. Apabila terdapat tumor dan jika tumor terletak di bawah, bisa
terlihat langsung. Karsinoma kolon dibagian proksimal sering
berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah. Penatalaksanaan medis terdiri dari
nonfarmakologis, farmakologis, tindakan minimal invasive.
Untuk penanganan awal hemoroid yaitu berupa perbaikan pola
hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaiki pola/cara defekasi,
jangan mengedan terlalu lama, mengkonsumsi makanan yang berserat
tinggi, membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda dan minum kurang
lebih 8 gelas/hari.
Pada pasien dengan hemoroid eksterna keluhan dapat dikurangi
dengan rendam duduk menggunakan larutan hangat, salep yang
mengandung analgesik untuk mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu
berjalan, dan sedasi. Istirahat di tempat tidur dapat membantu
mempercepat berkurangnya pembengkakan. Jika keluhan belum teratasi,
dapat dilakukan eksisi dengan lokal anestesi. Kemudian dilanjutkan
dengan pengobatan non operatif. Eksisi dianjurkan karena trombosis
biasanya meliputi satu pleksus pembuluh darah.
Pada hemoroid interna selain tindakan konservatif dapat juga
dilakukan skleroterapi untuk grade I dan II, Ligasi dengan Rubber band
(Grade II dan III), Cryosurgery (Grade II dan III) dan dapat dilakukan
tindakan pembedahan hemorrhoidectomy pada Grade III – IV. Ada tiga
tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional
(menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser sebagai alat
pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja
stapler).
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat
dibuat menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya
diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada
umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus
diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar
dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid. Dengan demikian
prognosis pada pasien ini pasca operasi adalah bonam.
VI. DIAGNOSIS
Hemorrhoid ekterna + interna grade III

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Dalam rangka diagnosa :
 Anoskopi
 Proktosigmoidoskopi

VIII. PENANGANAN
 Hemoroidektomi

IX. PROGNOSIS
Bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Bove A, Bongarzoni G, Palone G, Chiarini S, Calisesi EM, Corbellini L.
Effective treatment of haemorrhoids: early complication and late results
after 150 consecutive stapled haemorrhoidectomies. Ann Ital Chir. 2009
Jul-Aug. 80(4):299-303.

2. D’Ugo S, Stasi E, Gaspari AL, Sileri P. Hemorrhoids and anal fissures in


inflammatory bowel disease.Minerva Gastroenterol Dietol. 2015 Dec. 61
(4):223-33

3. Grucela A, Salinas H, Khaitov S, Steinhagen RM, Gorfine SR, Chessin


DB. Prospective analysis of clinician accuracy in the diagnosis of benign
anal pathology: comparison across specialties and years of experience. Dis
Colon Rectum.2010Jan.53(1):47-52.

4. Simillis C, Thoukididou SN, Slesser AA, Rasheed S, Tan E, Tekkis PP.


Systematic review and network meta-analysis comparing clinical
outcomes and effectiveness of surgical treatments for haemorrhoids. Br J
Surg. 2015 Dec. 102 (13):1603-18.

Anda mungkin juga menyukai