Makalah Aswaja Tentang Madzahibul Arba'Ah
Makalah Aswaja Tentang Madzahibul Arba'Ah
Makalah Aswaja Tentang Madzahibul Arba'Ah
Tentang
“MADZAHIBUL ARBA’AH”
Dosen Pengampu :
DISUSUN:
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih, lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, karena atas hidayah
dan innayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
“Madzahibul Arba’ah” ini.
Makalah ini telah kami tulis dengan maksimal berdasarkan sumber referensi
yang kami dapatkan. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kamidapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Lempuing Jaya, Oktober 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Madzhab .............................................................................. 3
B. Sejarah Munculnya Madzhab ................................................................. 3
C. Sejarah Singkat Imam Empat Madzhab ................................................. 5
D. Perbedaan Madzhab ............................................................................... 9
E. Metode Imam Empat Madzhab Dalam Bidang Fiqh .............................. 10
F. Pendapat Imam Empat Madzhab Dalam Bidang Selain Fiqh (Filsafat) . 14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam, sebuah agama dan sebuah fenomena yang tak dapat diingkari
keberdaannya di dunia ini, sebab itu pula Islam menjadi bahan pembicaraan
di sana-sini bahkan untuk orang yang bukan Islam sendiri. Islam
mengandung banyak ajaran di dalamnya baik yang berupa eksplisit maupun
yang implisit. Betapapun hal itu tidak akan mengurangi kualitas Islam dan
kemegahan Islam sebagai agama yang universal, tak terbatas zaman, dan
agama yang hak, bukan yang lain.
Meskipun begitu tidak semua orang dapat memahami teks dan ayat
yang tersirat dari dua pokok pegangan Islam yakni Al Qur’an dan As
Sunnah. Oleh karena itu terdapat banyak cara untuk mengetahuinya,
diantaranya melalui dalil-dalil akal, yang dalam hal ini adalah kalam dan
filsafat, walau keduanya tampak berbeda pada hasil dan metodenya, namun
keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mencari sebuah kebenaran
yang hakiki.
Pada penekanan ritual ibadah, baik yang vertikal atau horisontal
sesama makhluk, terdapat ilmu fiqh. Dari situlah lahir imam-imam agung
panutan ummat, yang terbesar adalah madzahibul arba’ah (imam madzhab
empat). Adapun pendapat mereka dalam hal fiqh, sudah tidak asing lagi,
namun bagaimana pendapat mareka tentang tauhid, filsafat, dan kalam.
Maka dalam makalah ini akan dijelaskan konsep-konsep pendapat mereka
yang notabennya merupakan sebuah identik argumen dalam hal selain fiqh.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Madzhab?
2. Bagaimana Sejarah Munculnya Madzhab?
3. Bagaimana Sejarah Singkat Empat Imam Madzhab?
4. Bagaimana Perbedaan Madzhab?
5. Bagaimana Pandangan Imam Empat Madzhab Dalam Bidang Fiqh?
6. Bagaimana Pendapat Imam Empat Madzhab Dalam Bidang Selain
Fiqh (Filsafat)?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MADZHAB
Menurut bahasa dalam kamus, al-munjid fi al-lughah wa al-‘alam,1
dijelaskan bahwa madzhab mempunyai dua pengertian:
Pertama, kata madzhab berasal dari kata:
) َ َمات, َمضَى,ار
َ سَ ( ب ذَ ْهبًا َو ذُ ُه ْوبًا َو َم ْذ َهبًا
ُ ب يَ ْذ َه
َ ذَ َه
Yang memiliki arti, telah berjalan, telah berlalu, telah mati.
1
Al-Ab Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al’alam, 1986, Beirut Dar Al-Musyriq, hal.
239-240
2
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, (Jakarta: Logos, 1997) hlm. 72
3
sehingga memudahkan tersebarnya dikalangan masyarakat karena imam
madzhab tersebut tidak mengklaim sebagai madzhab. Secara umum,
madzhab berkaitan erat dengan nama imam dan tempat.3
Sejarah lahirnya madzhab fiqh dimulai dari dua aliran fiqh, yaitu ahlu
ar’yu dan ahlu al-hadits atau dikenal dengan sebutan madrasah ar’rayu dan
madrasah al-hadits.
a. Madrasah al-hadits dikenal juga dengan madrasah hijaz dan madrasah
al-madinah. Madrasah hijaz dikenal sangat kuat berpegang dengan
hadits, karena mereka banyak mengetahui hadits-hadits rasulullah,
disamping itu kasus-kasus yang mereka hadapi bersifat sederhana dan
pemecahannya tidak banyak memerlukan logika dalam berijtihad,
karena ulama hijaz berhadapan dengan suku bangsa yang memiliki
budaya homogen.
b. Madrasah ar-ra’yu dikenal juga dengan madrasah al-iraq dan
madrasah al-kufah.
Madrasah al-iraq dalam menjawab pemasalahan hukum lebih banyak
menggunakan logika dalam berijtihad, hal ini disebabkan karena
keberadaannya yang jauh dari madinah sebagai pusat hadits dengan
kata lain, hadits-hadits yang sampai pada mereka terbatas, dan kasus-
kasus yang mereka hadapi jauh lebih berat dan beragam, baik secara
kualitas maupun kuantitas.
3
Dedi Supriyadi, Perbandingan Madzhab dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Pustaka Setia
2008), Halaman 51
4
Secara umum tiap-tiap madzhab memiliki ciri khas tersendiri, hal ini
karena para pembinanya berbeda pendapat dalam menggunakan metode
untuk menggali sebuah hukum, akan tetapi perbedaan itu hanya terbatas
pada masalah-masalah furu’ bukan masalah prinsipil atau pokok syariat.
Mereka sependapat bahwa semua sumber atau dasar syariat adalah al-qur’an
dan sunnah Nabi. Semua hukum yang berlawanan dengan kedua sumber
tersebut wajib ditolak dan tidak diamalkan, mereka juga saling menghormati
satu sama lain, selama yang bersangkutan berpendapat sesuai dengan garis-
garis yang ditentukan oleh syariat islam.
5
Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin
Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu
Ja’far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan
masih banyak lagi. Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat
bertemu dengan 7 sahabat.
Adapun orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan
darinya diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul
Hajaj di dalam Tahdzibnya berdasarkan abjad diantaranya Ibrahin bin
Thahman seorang alim dari Khurasan, Muhammad bin Hasan Assaibani,
Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Qoshim al-Asadi,
Nu’man bin Abdus Salam al-Asbahani, Waki’ bin Al-Jarah, Yahya bin
Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqondi,
Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain.
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa
pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah
dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi
beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak
menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja) – maka dia ditangkap dan
dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara. Dan beliau wafat
pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia
dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan
sampai 6 kloter.
6
yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota
‘ilmu’ yang sangat terkenal.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun
menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati
demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin
Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya
bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain
adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu
berdebat, juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu.
Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan
dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al
Mansur, Al Mahdi Hadi Harun, dan Al Ma’mun, pernah jadi murid Imam
Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah
menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya.
Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai
1.300 orang. Beliau wafat pada tahun 179 hijrah ketika berumur 86 tahun
dan meninggalkan 3 orang putera dan seorang puteri.
7
menggadaikan rumahnya sebesar 16 dinar Imam Syafi’i pergi ke Yaman,
sambil bekerja beliau berguru pada Ibnu Abi Yahya dan lainnya.
Saat pemerintahan Harun Al Rasyid, terjadi fitnah Alawiyyin,
sehingga beliau terkena dampaknya. Beliau bersama alawiyyin lainnya
diikat dan digiring ke Irak sambil disiksa. Keluar dari penjara, beliu berguru
pada Imam Muhammad bin Hasan. Ketika zaman khalifah Al Makmun,
beliau pergi ke Mesir kemudian membuka halaqah di masjid Amr Bin Ash,
karena banyak terjadi penyelewengan dan bid’ah.
4
https://nafisatun2109.wordpress.com/2014/05/26/madzhabillah-arbaah/amp/ Diakses Pada
Tanggal 18 Oktober 2019 Pukul 13.45 WIB
8
D. PERBEDAAN MADZHAB
Secara terminologi, ikhtilaf erat kaitannya dengan pengertian bahasa
dan istilah. Secara bahasa, ikhtilaf artinya perbedaan, perselisihan, dan
perdebatan panjang.
Menurut istilah, Thaha Jabir menjelaskan:
.اإلختالف والمخالفة أن ينهج كل شخص طريقا مغايرالالخر فى حاله أو فى قوله
Artinya: Ikhtilaf atau mukhalifah, proses yang dilalui dengan metode
yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya dalam bentuk
perbuatan atas perkataan.
Ikhtilaf pada akhirnya muncul sebagai ilmu mandiri yang dikenal
dengan khilaf dan ilmu khilaf. yaitu ilmu yang membahas kemungkinan
terpeliharanya persoalan yang diperdebatkan yang dilakukan oleh para
imam madzhab dan sekaligus ilmu yang membahas perselisihan tanpa
sandaran yang jelas kepada dalil yang dimaksud (khusus). Adapun yang
menjadi tekanan dalam ilmu ini adalah cara membahas persoalan yang
sangat berkaitan dengan validitas, sebagaimana imam madzhab
melakukannya. Selain itu, ilmu ini juga menekankan cara menetapkan
hukum yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh imam madzhab
sebelumnya, dan sekaligus untuk menolak perselisihan yang tidak
diharapkan.5
Faktor-faktor penyebab ikhtilaf dapat dibagi menjadi empat faktor,
yaitu :
a. Bahasa nash al-qur’an atau al-hadits
b. Validitas al-hadits
c. Kaidah ushuliyah
d. Kaidah fiqhiyah
Faktor-faktor tersebut pada dasarnya bermuara kepada faktor bahasa,
yang kemudian menyebabkan ikhtilaf, baik dari segi ushul atau pun kaidah
fiqh. Selain itu problematika kebahasan melahirkan dua aliran, aliran Ahnaf
5
Dedi Supriyadi, Rekonstruksi Tradisi Ikhtilaf Imam Madzhab Fiqh Perspektif Perbandingan
Madzhab, (skripsi), 1995, Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung DJati Bandung, hlm. 152.
9
dan Mutakalimin. Adapun yang menjadi sorotan ikhtilaf para fuqaha,
sebagian besar adalah ayat-ayat hukum.
Sejarah menunjukan, kaum muslimin telah menyadari bahwa
kemunduran yang melanda dirinya sendiri merupakan akibat dari
perpecahan umat. Oleh karena itu, mereka mulai menyerukan persatuan dan
penyingkiran sebab-sebab yang menimbulkan perpecahan diantara penganut
satu din, satu kiblat, dan satu aqidah. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan
oleh M. Saltout.6
Semua ini dapat terlihat, terutama setelah periode keemasan fiqh.
Setelah terlena dan ternina-bobokan oleh perkembangan fiqh yang begitu
pesat, yang akhirnya merasa tidak perlu lagi melakukan pelacakan hukum,
fanatisme muncul sangat kuat, dimana setiap orang untuk mengamalkan
ajarannya terpaku pada madzhab yang dipegangnya.
Rasyid Ridha dalam pengantar buku al-mughni karya Ibnu Qudamah,
menyatakan bahwa “para pengikut madzhab yang fanatik menolak adanya
ruang ikhtilaf yang sebenarnya adalah rahmat. Mereka mengharamkan
pengikut madzhab untuk meniru madzhab lain. Banyak fuqaha Hanafiyah
yang mengeluarkan fatwa bahwasannya batal shalat seseorang yang
mengikuti madzhab Hanafi, kemudian dia bermakmum kepada pengikut
madzhab Syafi’i.
10
f) Istihsan (Menganggap baik sebuah hal)
g) Urf (Adat istiadat yang tidak menyimpang syara’)
11
e) Qiyas (hanya dalam posisi dharurat)7
2. Tentang Kenabian
Imam Asy Syafi’i berkata bahwa makhluk pilihan dan
menitipkanüAllah SWT menjadikan para Nabi sebagai wahyu untuk
disampaikan dalam menegakkan hujjah kepada manusia. Jelaslah bahwa
dari pendapat ini beliau menolak Ar Razi yang meniadakan adanya
nubuwwah kenabian (dengan alasan: akal telah mampu membedakan baik
dan buruk, semua manusia sama –jadi tidak ada pengistimewaan-, jika Nabi
sama-sama berdakwah atas nama Tuhan, mengapa ajaran mereka berbeda?)
7
http://mpdaaruttholabah79.blogspot.com/2016/05/mengenal-imam-madzhab-madzahibul-
arbaah.html?m=1 Dikases Pada Tanggal 19 Oktober 2019 Pukul 17.00
12
3. Tentang Dzat dan Sifat Allah
Imam Syafi’i sangat konsisten memiliki sifat, baik yang Ia sifatkan
dengan manhaj salaf. Bahwa Allah pada dirinya sendiri, dan melalui Nabi-
Nya tanpa takwil dan tasybih. Dari pendapat ini jelas bahwa beliau menolak
adanya Emanasi, sebab dengan hal itu akan maniadakan status antara
pencipta dan yang diciptakan.
13
Imam Syafi’i mengkafirkan para pemikir (filosof) yang menyatakan
bahwa Al Qur’an adalah makhluk, seperti Hafs Al Fard.
Imam Ibn Abdil Bar meriwayatkan “Imam Malik bin Anas
mengatakan,dari Abdullah bin Nafi’, katanya: siapa yang berpendapat
bahwa al-Qur’an itu makhluk dia harus dihukum cambuk dan dipenjara
sampai dia bertaubat.
6. Tentang Iman
Imam Malik berkata bahwa Iman itu adalah ucapan dan perbuatan,
bertambah dan berkurang.
Imam Syafi’i berkata bahwa juga sependapat bahwa iman adalah
perbuatan dan perkataan, dapat berkurang dan bertambah.
14
bawah nash Al Qur’an dan As Sunnah. Sesuai dengan qoidah iltizam
(komitmen) terhadap Al Qur’an dan Al Hadits. Adapun secara garis besar
pendapat dari mereka adalah:
a. Allah memiliki sifat dan sifat itu berbeda dengan dzat-Nya
b. Allah tidak berjism dan tidak bertempat
c. Al Qur’an bukan makhluk tapi merupakan kalam rabb yang
qodim8
8
http://mpdaaruttholabah79.blogspot.com/2016/05/mengenal-imam-madzhab-madzahibul-
arbaah.html?m=1 Dikases Pada Tanggal 19 Oktober 2019 Pukul 17.00
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Menjadikan perbedaan sebagai rahmat
2. Proses lahirnya madzhab pada dasarnya adalah usaha para murid yang
menyebarkan dan menanamkan pendapat para imam kepada
masyarakat dan juga disebabkan adanya pembukuan pendapat para
imam madzhab, sehingga memudahkan tersebarnya dikalangan
masyarakat karena imam madzhab tersebut tidak mengklaim sebagai
madzhab.
3. Dalam perkembangannya ada tiga madzhab besar yang ada sampai
sekarang, yaitu Sunni, Syi’ah, dan Khawarij.
4. Hikmah perbedaan pendapat, pada dasarnya adalah sebuah
sunnatullah, yang tidak bisa dihindari karena berbagai faktor.
5. Dalam Agama Islam, al-Qur'an dan Hadits merupakan sumber pokok
dalam menetapkan hukum. Apabila tidak ditemukan dari keduanya,
maka dibutuhkan ijtihad seorang ulama.
6. Hukum-hukum yang diperoleh dari ijtihadnya ulama bisa disebut
dengan madzhab. Akan tetapi, beliau melanjutkan bahwa hanya empat
madzhab saja yang terus berkembang dan mendapat dukungan dari
ulama yang lainnya. Sedangkan madzhab-madzhab yang lainnya
cenderung berkurang dukungannya sepeninggal penyusunnya.
B. SARAN
Semoga apa yang penulis uraikan diatas, dapat menambah sedikit
wawasan kepada temen-temen mahasiswa, dan saya berharap teman-teman
tidak merasa puas dengan apa yang sudah penulis paparkan. Sehingga
teman-teman mau menggali kembali materi tentang mazhab.
16
DAFTAR PUSTAKA
17