Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna
Ikan tuna memiliki bentuk badan seperti cerutu, menandakan kecepatan
dalam pergerakannya. Bagian badannya langsing, sedangkan bagian yang paling
lebar terletak di tengah-tengah. Penampang melintang badan ikan tuna umumnya
berbentuk bulat panjang atau agak membulat. Semua bagian badan ditutupi sisik
(kecuali jenis cakalang sama sekali tidak mempunyai sisik) kecuali pada bagian
dada yang mengeras seperti perisai. Warna punggung biru tua kadang-kadang
hampir hitam, dan cepat sekali berubah bila ikan telah mati, sedangkan bagian
perut berwarna agak keputih-putihan (Simorangkir, 2000). Berikut klasifikasi ikan
tuna menurut (Ditjen P2HP, 2006):
Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Actinophterigii
Order: Perciformes
Family: Scrombidae
Genus: Thunnus
Species: Thunnus Albacore
Bigeye hidup di perairan laut lepas mulai dari permukaan sampai ke dalam
250 m. Panjang dapat mencapai 236 cm, namun pada umumnya antara 60-180 cm.
Ikan Tuna Bigeye memakan cumi-cumi dan udang. Banyak terdapat pada perairan
barat Sumatera, Laut Banda, Sulawesi Utara, dan utara Irian Jaya (Widianto et al
1990 dalam Nurjannah,2011).
2.2. Komposisi Nilai Gizi Ikan Tuna
Komposisi kimia daging ikan tuna bervariasi menurut jenis, umur, kelamin
dan musim. Perubahan yang nyata terjadi pada kandungan lemak sebelum dan
sesudah memijah. Kandungan lemak juga berbeda nyata pada bagian tubuh yang
satu dengan yang lain. Ketebalan lapisan lemak di bawah kulit berubah menurut
umur dan musim. Lemak yang paling banyak terdapat pada dinding perut yang
berfungsi sebagai gudang lemak (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan juga
lemak tinggi. Karena kandungan lemak tinggi maka ikan tuna mudah mengalami
ketengikan (rancidity) karena proses oksidasi lemak pada ikan tuna. Komposisi
nilai gizi ikan tuna tersaji pada Tabel 1.
6
c) Cemaran Kimia
1) Timbal, maks Mg/Kg 0,4
2) Raksa, maks Mg/Kg 1,0
3) Kadmium, maks Mg/Kg 0,5
4) Histamin, maks Mg/Kg 100
d) Fisika
o
1) Suhu pusat, maks C -18
yang tepat ikan dan produk perikanan lainnya tidak akan banyak manfaatnya bagi
manusia. Ikan segar sebagai bahan baku yang kandungan airnya tinggi, cepat
menjadi busuk karena secara alamiah ikan segar yang telah mati itu mengandung
berbagai jenis bakteri pembusuk dan enzim-enzim pengurai yang secara alami
berfungsi membantu metabolisme ikan waktu masih hidup. Proses pembusukan
ikan melalui tahap-tahap seperti autolisis diikuti proses rigormotis dan setelah
rigor ikan atau produk perikanan itu sudah menuju pada keadaan busuk.
Kesegaran bahan baku sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu. Penurunan
mutu ini terjadi secara autolisis, bakteriologi dan oksidasi (Moeljanto,1992).
Pada tahap ini daging ikan akan kembali menjadi lunak secara perlahan-
lahan sampai melewati tingkat optimal derajat penerimaan konsumen. Keadaan ini
merupakan hasil kerja enzim dalam tubuh ikan dan prosesnya dinamakan
autolisis.
Selama ikan masih hidup, enzim yang terdapat dalam sistem penerimaan
dan di dalam daging dapat diatur oleh badan ikan, dan kegiatannya
menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Akan tetapi, setelah ikan mati,
enzim-enzim masih tetap aktif dan enzim proteolitis yang semula berfungsi
menguraikan bahan makanan yang masuk ke dalam perut ikan karena sudah tidak
ada lagi yang masuk lalu menguraikan jaringan dan sekitarnya. Proses inilah yang
disebut autolisa, yaitu proses penguraian dengan sendirinya setelah ikan itu mati
(Moeljanto, 1992).
Keadaan ini berlangsung singkat karena bakteri segera berkembang, yang
hanya dapat ditunda dengan pendinginan atau pembekuan daging (Suwetja, 2011).
daging ikan melalui saluran pencernaan insang dan darah yang menyebabkan ikan
membusuk (Adawyah, 2007).
Bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu rendah, maka usaha
untuk menghambat atau menghentikan kegiatan bakteri adalah dengan pengesan
ikan segar atau pembekuan. Bakteri di dalam insang dapat dikurangi dengan
mencuci atau membuang insangnya, lalu mencucinya dengan air bersih yang
cukup banyak. Bakteri yang terdapat pada rongga perut, dapat dikurangi dengan
membuang semua isi perut dan mencuci bersih. Tersayatnya daging perut akan
mengakibatkan bakteri masuk ke dalam daging lewat luka sayatan
(Moeljanto,1992).
2.4.3.1. Histamin
1) Pencucian
Untuk bahan baku dalam bentuk segar, daging ikan yang telah disiangi
dibersihkan dari kotoran dan darah yang masih menempel dengan cara
mencelupkan ke dalam air dingin (0-40C) selama 3-5 detik atau diusap
dengan spon yang basah dan bersih. Untuk bahan baku ikan beku maka
tidak perlu dilakukan pencucian.
2) Pemotongan kepala, sirip dan ekor
Ikan tuna dipotong kepalanya, apabila isi perut dan insang bahan baku
belum dibuang, maka pembuangannya dilakukan dengan cara menarik
keluar bersama-sama lepasnya kepala dari tubuh ikan dan dilanjutkan
dengan pemotongan sirip dan ekor. Setiap tahapan harus dilakukan dengan
cepat dan hati-hati. Penanganan ikan ditempat produksi harus dilakukan
secara cepat, cermat, dan higienis serta penggunaan peralatan yang tidak
melukai atau merobek daging ikan, sehingga akan menurunkan mutu
kesegaran ikan.
3) Pembentukan menjadi loin
Pemotongan menjadi loin dilakukan dengan cara membelah ikan secara
membujur menjadi empat bagian dan melepaskan daging dari tulang dan
duri.
4) Pembuangan daging hitam 1
Daging yang sudah berbentuk loin kemudian dibuang bagian-bagian duri
dan daging yang berwarna merah tua atau coklat kehitaman, dengan
menggunakan pisau atau alat lain yang sesuai.
5) Pembuangan kulit dan perapihan
Tahap berikutnya adalah pembuangan kulit yang masih menempel pada sisi
daging, dilanjutkan dengan merapikan bentuk loin dan membuang lapisan
lemak yang masih menempel pada permukaan daging ikan.
bersama isinya agar selalu lebih rendah daripada suhu di luar ruangan (Adawyah,
2007).
2.6.1. Pendinginan
2.6.2. Pembekuan
tubuh ikan juga dapat diperlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan lebih
lama dipertahankan.
Pembekuan ikan bertujuan untuk mempertahankan sifat-sifat mutu tinggi
pada ikan dengan teknik penarikan panas secara efektif dari ikan segar agar suhu
ikan turun sampai pada suatu tingkat suhu rendah yang stabil dan mengawetkan.
Ikan hanya mengalami proses perubahan mutu yang minimum selama proses
pembekuan, penyimpanan dan distribusi. Selama pembekuan banyak sekali
perubahan yang terjadi, baik perubahan fisik, kimia, maupun mikrobiologi, yang
menyebabkan kerusakan ikan (Ilyas, 1993).
Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga daya
awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan.
Hal tersebut menurut Adawyah (2007), dikarenakan pada suhu −120 𝐶, kegiatan
bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses kimia enzimatis masih terus berjalan.
Menurut Adawyah (2007), kematian bakteri akibat pembekuan
dikarenakan oleh beberapa hal yaitu:
1) Sebagian besar air di dalam tubuh ikan, baik bebas maupun terikat telah
berubah menjadi es akibatnya bakteri kesulitan menyerap makanan dalam
bentuk larutan.
2) Cairan di dalam sel bakteri akan ikut membeku dan volumenya bertambah
sehingga dinding sel pecah dan menyebabkan kematian bakteri.
3) Suhu yang sangat rendah menyebabkan bakteri yang tidak tahan terhadap
suhu rendah akan mati.
2.7. Rendemen
2.8. Produktivitas
1) Kebersihan ruangan
Karyawan harus menjaga agar lantai tetap bersih dan bila perlu
didesinfektan karena debu dan tanah adalah sumber penularan mikroba
16
beserta sporanya. Dinding ruangan harus terbuat dari bahan yang bisa dilap
atau dipel dengan desinfektan. Secara rutin harus dilakukan pembersihan
ruangan secara menyeluruh.
2) Lantai
(1) Lantai di tempat-tempat yang digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
sifatnya basah, seperti pada tempat penerimaan dan pembersihan udang,
ruang penanganan dan pengolahan harus cukup kemiringannya, terbuat
dari bahan yang kedap air, tahan lama dan mudah dibersihkan.
(2) Lantai harus berbentuk sudut di bagian tengah dan masing-masing ke
bagian pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan 5 ͦ terhadap
horizontal.Kemiringan ini berakhir pada selokan yang melintang di kedua
sisi ruang pengolahan.
(3) Pertemuan antara lantai dengan dinding harus melengkung dan kedap air,
sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah dibersihkan dan
menghindari genangan air.
(4) Permukaan lantai harus halus dan tidak kasar, berpori serta bergerigi,
agar mudah dibersihkan dan tidak merupakan sumber mikroorganisme.
3) Dinding
(1) Permukaan dinding bagian dalam dari ruangan yang sifatnya untuk
pekerjaan basah harus kedap air, permukaannya halus dan rata serta
berwarna terang.
(2) Bagian dinding sampai ketinggian 2 meter dari lantai harus dapat dicuci
dan tahan terhadap bahan kimia. Sampai batas ketinggian tersebut jangan
menempatkan sesuatu yang menggangu operasi pembersihan.
(3) Sudut antar dinding, antara dinding dan lantai dan antara dinding dengan
langit-langit harus tertutup rapat dan mudah dibersihkan.
17
4) Langit-langit
(1) Harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan
kondensasi serta mudah dibersihkan.
(2) Ruang pengolahan harus mempunyai langit-langit yang tidak retak, tidak
bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, kedap air
dan berwarna terang.
(3) Tidak ada pipa-pipa yang terlihat.
(4) Tinggi langit-langit minimal 3 meter.
5) Ventilasi
(1) Ventilasi harus cukup untuk mencegah panas yang berlebihan,
kondensasi uap dan suhu serta untuk membuang udara terkontaminasi.
(2) Arah aliran udara harus diatur dari daerah berudara bersih ke daerah
berudara kotor, jangan terbalik.
(3) Ventilasi harus dilengkapi dengan tabir atau alat pelindung lain yang
tidak korosif.
(4) Tabir harus mudah diangkat dan dibersihkan.
6) Penerangan
(1) Penerangan, baik yang berasal dari cahaya matahari maupun dari lampu
harus cukup menerangi semua ruangan pabrik.
(2) Intensitas tidak kurang dari :
- 540 luv (50-foot (15m) Candle) pada semua ruang inspeksi.
- 220 luv (20-foot (6m) Candle) pada ruang proses.
- 110 luv (10-foot (3m) Candle) pada ruang-ruang lainnya.
7) Pintu dan jendela
(1) Permukaan pintu harus tahan karat, halus dan rata serta tahan air dan
mudah dibersihkan.
(2) Jendela harus tahan air, halus dan rata, mudah dibersihkan dan apabila
dibuka harus dapat menahan debu, kotoran atau serangga (dilengkapi
dengan tabir yang mudah dibersihkan).
(3) Jendela harus sekecil mungkin dan tingginya dari lantai 1,5 meter.
18
12) Jamban
(1) Pabrik harus dilengkapi dengan jamban yang cukup, jumlah jamban yang
diharuskan adalah sebagai berikut :
Untuk 1-24 karyawan : 1 jamban dan 1 peturasan (urinoir)
Untuk 25-50 karyawan : 2 jamban dan 2 peturasan (urinoir)
Untuk 50-100 karyawan : 3 jamban dan 3 peturasan (urinoir)
Di atas 100 karyawan, harus disediakan tambahan satu jamban dan satu
peturasan untuk setiap tambahan 50 karyawan.
(2) Kamar jamban harus berventilasi cukup ke arah gedung. Dinding dan
langit-langit terbuat dari bahan halus dan rata serta mudah dibersihkan.
(3) Jamban harus dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan (air hangat, air
dingin, sabun dan alat pengering) yang ditempatkan pada daerah yang
akan dilalui apabila menuju keruangan pengolahan.
(4) Alat pengering bisa berupa serbet atau kertas tissue. Apabila dipakai
kertas tissue persediaan kertas tissue harus dikontrol setiap hari dan harus
dilengkapi dengan tempat sampah bertutup, yang diletakkan di dekat
tempat cuci tangan.
(5) Pengaturan aliran air pencuci harus dioperasikan tanpa menggunakan
tangan, tetapi dengan tipe yang diinjak dengan kaki atau cara lain.
(6) Jamban tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang pengolahan.
13) Kamar mandi
(1) Untuk ruang pengolahan harus dilengkapi dengan kamar mandi sistem
pancuran dengan air yang cukup.
(2) Jumlah pancuran minimal yang dibutuhkan adalah satu untuk setiap 5
orang karyawan.
(3) Kamar mandi wanita harus terpisah dari kamar mandi pria.
14) Tempat cuci tangan (wastafel)
(1) Ruang pengolahan harus dilengkapi dengan tempat cuci tangan yang
cukup minimal satu untuk setiap 10 orang karyawan.
(2) Wastafel dilengkapi dengan penyediaan air panas dan dingin yang cukup
(dihubungkan dengan mixing tap), sabun, kertas tissue, larutan
desinfektan untuk membilas tangan serta tempat sampah yang bertutup.
20
(3) Air pencuci tangan harus mengalir dan tidak boleh dipakai berulang.
15) Gudang pembeku
(1) Diperlukan suatu lapisan penyangga uap air (vapor seal) yang baik pada
permukaan luar gudang beku.
(2) Gudang pembeku harus dilengkapi dengan suatu alat pencatat suhu yang
dapat dibaca dari luar, agar suhu dapat diperiksa setiap saat.
(3) Suhu gudang pembeku harus selalu dikontrol untuk mencegah fluktuasi
suhu. Fluktuasi suhu yang lebih dari 2°C harus dihindari.
(4) Sebaiknya gudang pembeku dilengkapi dengan ruangan pemuatan
(loading bay) yang bersuhu rendah, dengan bagian penghubung yang
fleksibel sehingga bisa langsung dimuat ke arah kendaraan pengangkut.
(5) Pemasukan udara luar ke dalam gudang pembeku harus dibatasi sekecil
mungkin. Oleh karena itu, pintu gudang jangan terlalu sering dibuka.
Udara yang mengalir melalui pintu harus dicegah dengan penggunaan
ruangan pengurung udara (air chamber), tabir yang menutup sendiri (self
closing shutter) atau peralatan yang sejenis.
(6) Permukaan pipa pendingin gudang pembeku harus dilelehkan secara
periodik, yaitu dengan cara mematikan aliran refrigeran dan memasang
kipas angin sampai lapisan es mencair. Kemudian disemprot dengan air
untuk membersihkan sisa-sisa es dan udang yang menempel.
(7) Gudang harus bebas dari bau dan harus selalu dipelihara dalam kondisi
saniter dan higiene yang baik.
(8) Produk tidak boleh dimasukkan ke gudang pembeku sebelum suhu rata-
ratanya tidak diturunkan hingga mencapai suhu gudang pembeku.
(9) Di dalam satu gudang pembeku sebaiknya hanya diisi satu jenis produk
beku. Apabila tidak memungkinkan maka produk-produk tersebut harus
dipisah-pisahkan dengan batas yang jelas atau dengan jenis kemasan
yang sangat berbeda sehingga tidak timbul kekeliruan dalam
pengambilan.
(10) Produk harus disusun dengan baik, sehingga selalu ada ruangan untuk
aliran udara dingin yang beredar di sepanjang dinding dan lantai serta
diantara sela-sela bungkusan produk beku.
21
(11) Produk yang paling lama disimpan, harus didistribusikan terlebih dahulu.
Untuk itu perlu adanya data yang menunjukkan kapan produk tersebut
mulai disimpan. Sistem tersebut disebut FIFO (First In First Out).
2.9.2 Persyaratan Operasional
2.9.2.1 Persyaratan Cara Berproduksi Yang Baik Dan Benar (GMP)
GMP merupakan cara berproduksi yang baik dan benar, yaitu langkah-
langkah yang harus dilakukan dalam pengolahan makanan untuk menghasilkan
produk dengan mutu tinggi dan aman dikonsumsi (Thaheer, 2005).
Cara berproduksi yang baik untuk makanan merupakan salah satu faktor
yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan
untuk makanan, sehingga perlu ditetapkan suatu pedoman tentang cara produksi
yang baik untuk makanan.
Bahan baku harus sesuai dengan standar (mutu, size, spesies, dan lain
lain). Tidak berasal dari perairan yang tercemar baik sengaja maupun tidak
sengaja oleh kotoran manusia dan hewan yang dapat menulari produk. Perairan
yang memerlukan tindakan pengawasan karena perlakuan dengan bahan kimia,
biologis dan sebagainya. Bahan baku harus bersih, agar bebas dari bau yang
menandakan pembusukan, bebas dari dekomposisi, tidak membahayakan
22
produk tetapi juga untuk memperindah dan memberi daya tarik kepada pembeli.
Bahan pembungkus juga harus dapat menahan uap air agar dapat mencegah
penguapan produk selama penyimpanan. Pembungkus harus sesuai dengan poduk
yang dibungkus (Murniyati dan Sunarman, 2000).
6) Penyimpanan dan distribusi
Penyimpanan meliputi kegiatan penyimpanan bahan baku seperti es, bahan
kimia dan kemasan. Masing-masing memiliki sifat tersendiri. Kendaraan untuk
pengangkutan harus dapat mempertahankan suhu dingin atau beku yang
dibutuhkan. Pemuatan harus dilakukan dengan cepat, cermat dan terhindar dari
sinar matahari.