LP Asuhan Kebidanan Pranikah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA PRANIKAH

DI PUSKESMAS JAGIR SURABAYA

DISUSUN OLEH :

LADY WIZIA
011513243075

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

Menurut Potter&Perry, 2005 pernikahan merupakan salah satu tugas


perkembangan dewasa awal (Valentina, 2012 ). Tahap perkembangan dewasa
awal adalah menikah lalu membangun sebuah keluarga, mengelola rumah
tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tanggung jawab sebagai
warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu
serta melakukan suatu pekerjaan. Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir
batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk rumah tangga berdasarkan masing-masing agama
(Kementrian Agama RI, 1974).
Berdasarkan hasil survey Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRRI) tahun
2002-2003 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan
bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk mengenai cirri-ciri puberitas
sudah cukup baik, namun dalam hal pengetahuan tentang masa subur, risiko
kehamilan, dan anemia relative rendah. Menurut data SKRRI (2003-2004)
menunjukkan bahwa 60 % masalah para remaja serta dewasa awal mengaku
telah mempraktikkan seks pranikah. Selain itu jumlah penderita AIDS pada
usia remaja dan dewasa awal sampai September 2009 adalah sebesar 18.442
kasus (Valentina, 2012)
Menurut Siti (2008) dalam memasuki kehidupan pernikahan akan banyak
hal yang dilakukan untuk mencapai kehidupan pernikahan yang diharapkan
seperti rumah tangga yang harmonis, memiliki anak dan tidak ada perceraian.
Menurut Alkaf (2009) konseling pranikah bermanfaat sebagai bimbingan
untuk dewasa awal sebelum memasuki dunia pernikahan. Bimbingan ini bisa
erupa pemeriksaan kesehatan reproduksi, pengenalan lingkup pernikahan.
Sebesar 40 % kehamilan tidak direncanakan sebelumnya dan pemeriksaan
kesehatan sebelum hamil sangat penting agar kehamilan dapat berjalan dengan
baik namun kesadaran akan hal tersebut masih sangat rendah sehingga angka
kesakitan dan komplikasi kehamilan masih sangat tinggi. Selain itu wanita baru
sadar hamil jika sudah terlambat haid 1-2 minggu sedangkan organogenesis janin
mulai terjadi 17 hari setelah fertilisasi. Setelah organogenesis, organ sudah
terbentuk sehingga terlambat apabila ternyata terdapat paparan zat teratogen
yang berbahaya untuk janin (Diane Fraser, 2011). Peran bidan dalam hal ini
adalah memberikan edukasi kesehatan reproduksi serta perawatan bagi
pasangan yang memiliki masalah kesehatan dalam konseling pranikah
terutama prakonsepsi (Valentina, 2012).
Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) adalah proses untuk membangun
kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Vaksin
Tetanus Toksoid dipergunakan untuk pencegahan tetanus pada bayi yang baru
lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan juga untuk pencegahan
tetanus (Indanati Rukna,2005). Pengetahuan pasangan muda (calon
pengantin) mengenai imunisasi TT catin akan menunjang dan memotivasi
calon pengantin untuk mendapatkan imunisasi TT catin. Dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Priyoto,2014).

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan Asuhan Kebidanan Remaja/Pranikah
Fisiologis dan membandingkan teori dengan contoh kasus.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui konsep teori asuhan kebidanan
remaja/pranikah fisiologis
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar asuhan kebidanan
remaja/pranikah fisiologis
3. Mahasiswa mampu melakukan asuhan remaja/pranikah fisiologis pada
contoh kasus pemberian imunisasi TT calon pengantin.
4. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian asuhan
menggunakan SOAP pada remaja panikah. menggunakan pola
pendekatan 7 langkah Varney.
5. Mahasiswa mampu melakukan pembahasan mengenai remaja pranikah.
1.3 Pelaksanaan
Kegiatan praktek klinik dilakukan di Puskesmas Jagir Surabaya pada tanggal
14 Maret 2016 – 02 April 2016.

1.4 Manfaat
1. Manfaat bagi penulis
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada remaja pranikah
secara komprehensif.
2. Manfaat bagi klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan yang komprehensif dan terhindar
dari komplikasi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Remaja dan Dewasa Awal


Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.
Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi
kehidupan masa depan selanjutnya (bkkbn, 2012). Menurut Undang-Undang
No. 4 Tahun 1979, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun
dan belum menikah. Dalam tumbuh kembang remaja terdapat proses
pematangan secara fisik dan mental dalam mempersiapkan memasuki
individu dewasa dimana pada rentang usia 10 - 15 tahun pada perempuan
untuk mengalami menarche dan 11-13 pada laki-laki untuk mengalami
ejakulasi pertama kali (mimpi basah) sehingga sudah dapat terjadi fertilisasi
(Soetjieningsih, 2010).
Oleh Bank Dunia, 2007 masa transisi remaja dibagi menjadi 5 transisi
kehidupan (Youth Five Life Transitions) yaitu melanjutkan sekolah (continue
learning), mencari pekerjaan (start working), memulai kehidupan berkeluarga
(form families), menjadi anggota masyarakat (exercise citizenship),
mempraktikkan hidup sehar (practice healthy life). Dengan besarnya jumlah
remaja Indonesia sehingga remaja dipersiapkan untuk menjalankan masa
transisi tersebut dengan baik guna dapat menjadi generasi penerus bangsa
(bkkbn, 2012).
Menurut Potter&Perry (2005) masa dewasa awal merupakan periode
penuh tantangan, penghargaan dan krisisi. Tantangan yang dimiliki tersebut
dapat berupa tantangan kerja dan membentuk sebuah keluarga. Menurut
Santrosk(2002) yaitu masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan
menjalin hubungan dengan awan jenis dan terkadang menyisakan sedikit
wktu untuk hal yang lainnya (Valentina,2012).

2.2. Perkawinan
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
perkawinan iadalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan batas
usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.
Terdapat peningkatan usia median kawin pertama wanita dari 19,8 tahun
di tahun 2007 menjadi 20,4 tahun di 2012. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi median usia kawin pertama wanita diantaranya yaitu faktor
sosial, ekonomi, bidaya dan tempat tinggal (desa/kota) dengan faktor
ekonomi menjadi paling dominan terhadap median usia kawin pertama
perempuan (bkkbn, 2012).
Dalam Pelatihan Peer Konselor Kota Depok, persiapan pernikahan
meliputi kesiapan fisik, kesiapan mental/psikologis dan kesiapan sosial
ekonomi.
1. Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang individu dikatakan siap secara fisik apabila telah
selesai fase pertumbuhan tubuh yaitu sekitar usia 20 tahun.
2. Kesiapan Mental/Psikologis
Dalam sebuah pernikahan, individu diharapkan suda merasa siap untuk
mempunyai anak dan siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan
mendidik anak.
3. Kesiapan Sosial Ekonomi
Dalam menjalankan sebuah keluarga, anak yang dilahirkan tidak hanya
membutuhkan kasih sayang orang tua namun juga sarana yang baik untuk
membuatnya tumbuh dan berkembang dengan baik.

2.3. Pengelolaan Pranikah dan Remaja


Salah satu upaya dalam menurunkan AKI dan AKB adalah pengelolaan
pranikah/remaja
a. Mengadakan penyuluhan kepada calon pengantin tentang kehamilan
yang sehat
b. Melakukan pemeriksaan Hb pada saat pemeriksaan kesehatan calon
pengantin putri
c. melakukan penjaringan dan penanganan kasus anemia pada remaja putri
antara lain melalui kegiatan UKS dan Karang Taruna

2.4. Persiapan Pranikah dan prakonsepsi


Definisi pranikah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sebelum
menikah. Berdasarkan perundang-undangan Republik Indonesia tahun 1974 pasal
7 ayat 1 pernikahan hanya diziinkan apabila pihak pria mencapai usia 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun.
"Pemeriksaan dan konseling kesehatan bagi calon suami istri penting
dilakukan, terutama untuk mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang
akan dilahirkan. Dengan pemeriksaan itu, dapat diketahui riwayat kesehatan
kedua belah pihak, termasuk soal genetik, penyakit kronis, hingga penyakit infeksi
yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan” (Permadi, 2011).
Pemeriksaan kesehatan, dapat diketahui riwayat genetik dalam keluarga calon
mempelai pria dan wanita. Misalnya ada tidaknya penyakit kelainan darah seperti
thalassemia dan hemofilia. Kedua penyakit itu bisa diturunkan melalui pernikahan
dengan pengidapnya atau mereka yang bersifat pembawa (carrier). Setelah
pemeriksaan, dapat dilihat kemungkinan perpaduan kromosom yang timbul. Jika
memang ada penyakit keturunan dalam riwayat keluarga kedua atau salah satu
calon mempelai, dapat dilihat kemungkinan risiko yang timbul, seperti terjadinya
keguguran hingga kemungkinan cacat bawaan (kongenital) jika kelak memiliki
anak. Dari sini, calon pasangan suami istri (pasutri) akan punya pemahaman
bahwa bila orang tua atau garis keturunannya mengidap penyakit genetik, anak
yang akan lahir nanti pun berisiko mengidap penyakit yang sama (Permadi, 2011).
Penyakit lainnya yang perlu dideteksi pra pernikahan adalah penyakit kronis
seperti diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi),
kelainan jantung, hepatitis B hingga HIV/AIDS. Penyakit-penyakit itu dapat
memengaruhi saat terjadinya kehamilan, bahkan dapat diturunkan.
Penyakit lainnya yang penting diketahui sebelum pernikahan adalah infeksi
TORCH (pada wanita) dan penyakit menular seksual. TORCH merupakan
kepanjangan dari toksoplasmosis (suatu penyakit yang aslinya merupakan parasit
pada hewan peliharaan seperti kucing), rubella (campak jerman),
cytomegalovirus, Herpes virus I dan Herpes virus II. Kelompok penyakit ini
sering kali menyebabkan masalah pada ibu hamil (sering keguguran), bahkan
infertilitas (ketidaksuburan), atau cacat bawaan pada anak. Jika penyakit infeksi
itu diketahui sejak awal, dapat diobati sebelum terjadinya kehamilan. Dengan
demikian, risiko terjadinya kelainan atau keguguran akibat TORCH dapat
dieliminasi. Jangan sampai timbul penyesalan setelah menikah, hanya gara-gara
penyakit yang sebenarnya bisa disembuhkan jauh-jauh hari. Contohnya, setelah
menikah ternyata harus berkali-kali mengalami keguguran gara-gara
toksoplasmosis yang sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu.
Menurut Permadi (2011) ada tidaknya penyakit menular seksual (PMS) juga
penting untuk diketahui karena sebagian besar PMS termasuk sifilis, herpes, dan
gonorrhea bisa mengakibatkan terjadinya kecacatan pada janin. Bila salah satu
pasangan sebelumnya terdeteksi pernah melakukan seks bebas, sebaiknya kedua
pasangan melakukan pemeriksaan terhadap penyakit-penyakit ini, untuk
memastikan apakah sudah benar-benar sembuh sebelum melangsungkan
pernikahan. Secara non medis program konseling pranikah dirancang untuk
membuat pasangan calon pengantin meningkatkan perspektif perkawinan dan
interrelasi antarpasangan sebagai suatu yang serius. Tujuan utama dari konseling
pranikah bukan sekedar upaya prevensi terhadap kemungkinan gangguan relasi,
melainkan untuk meningkatkan kualitas relasi perkawinan demi tercapainya relasi
perkawinan yang stabil dan memuaskan kedua belah pihak pasangan. Dengan
demikian, disfungsi relasi dapat dihindari sedini mungkin. Pelatihan keterampilan
menjalin relasi interpersonal, seperti komunikasi dan resolusi konflik. Pasangan
perlu belajar cara efektif untuk mengatasi masalah sebelum masalah menumpuk
dengan masalah lain dan meledak dalam konteks pertengkaran yang hebat dan
parah yang bisa berakibat fatal.
Dalam hal ini, kedua pasangan harus belajar bahwa mengatasi permasalahan
yang masih ringan akan lebih mudah daripada menunggu masalah menjadi lebih
besar dan lebih besar lagi. Jadi melalui konseling pranikah, kedua pasangan akan
menyadari bahwa mereka mendapat kesempatan untuk mengukur kekuatan-
kekuatan dan kelemahan-kelemahan masing-masing serta menemukan area relasi
yang dapat dikembangkan serta mengidentifikasi hal-hal yang selama ini
mengganggu relasi di antara kedua pasangan atau salah satu pasangan (Sadarjoen,
2011).
Di Indonesia, sebagai salah satu syarat menikah adalah menyertakan surat
keterangan telah melakukan imunisasi bagi calon pengantin wanita. Surat
keterangan sehat (yang dibutuhkan calon mempelai) sebenarnya kurang lebih
berisi data diri calon mempelai, seperti nama, tempat tanggal lahir, usia, berat dan
tinggi badan, dan tekanan darah. Serta ditambah dengan pernyataan dokter/bidan
yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah menjalani pemeriksaan
kesehatan dan dinyatakan berbadan sehat. Sedangkan apabila si calon mempelai
meminta surat keterangan imunisasi, jenis imunisasi umum yang diberikan adalah
imunisasi TT (Tetanus Toxoid). Dan untuk imunisasi jenis lainnya, biasanya
dilakukan apabila si calon pengantin memintanya.
Masa Pranikah adalah masa dimana laki-laki dan perempuan perlu
mempersiapkan diri dari segala aspek yaitu fisik, jiwa, sosial ekonomi. Terutama
bagi calon pengantin wanita berupa gizi, jiwa, kesehatan reproduksi dalam
mempersiapkan diri menghadapi kehamilan, persalinan dan proses perawatan
anak termasuk menyusui. Sebelum menikah, individu berkewajiban
mempersiapkan diri menjadi reproduksi yang bertanggung jawab dengan
mempersiapkan fisik, mental, sosial ekonomi dengan baik. Wanita harus
memperhatikan siklus menstruasi untuk mempersiapkan kehamilannya. Pada
siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan
pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari
janin (proses kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat
berakibat gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari
sikluas menstruasi merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke
dokter.Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah
waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian
menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal hanyaterdapat pada 2/3
wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang ekstrim (setelah menarche
<pertama kali terjadinya menstruasi> dan menopause) lebih banyak mengalami
siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur.
Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Sikuls menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus
ovarium (indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi
menjadi 2 bagian, yaitu siklus folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus
dibagi menjadi masa proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi.Perubahan di
dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim terdiri dari
3 lapisan yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot
rehim, terletak di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim).
Endometrium adalah lapisan yang berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3
bagian endometrium disebut desidua fungsionalis yang terdiri dari
kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai desidua basalis.
Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis
merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada
umumnya hanya 1 folikel yang terangsang namun dapat perkembangan dapat
menjadi lebih dari 1, dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf
yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga
hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi hormon LH
maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan
hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan
balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan
LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang
mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari
endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai
terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan
menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH
(luteotrophic hormones, suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum
menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar
endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum
berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron.
Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan
dari endometrium. Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat
pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.Pada
tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:
1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu
endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan
hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah
2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14.
Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana
terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk
mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium
tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel
telur dari indung telur (disebut ovulasi)
3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya
ovulasi. Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi
pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk
implantasi (perlekatan janin ke rahim)
Siklus ovarium :
1. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel
telur yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan
siklus dan siap untuk proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung
telur). Waktu rata-rata fase folikular pada manusia berkisar 10-14 hari,
dan variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus menstruasi keseluruhan
2. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan
jangka waktu rata-rata 14 hari. Siklus hormonal dan hubungannya
dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus menstruasi normal:
a. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin
(FSH, LH) berada pada level yang rendah dan sudah menurun sejak
akhir dari fase luteal siklus sebelumnya
b. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan
setelah akhir dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai
pada fase folikular. Hal ini merupakan pemicu untuk pertumbuhan
lapisan endometrium
c. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada
pengeluaran FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai
akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi pada akhir dari fase
folikular level hormon LH meningkat drastis (respon bifasik)
d. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor
(penerima) hormon LH yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan
rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon progesteron
e. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu
yang menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam
kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi
ke sekresi, dari folikular ke luteal
f. Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat
sebelum ovulasi sampai fase pertengahan, dan kemudian
meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum
g. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan
penanda bahwa sudah terjadi ovulasi
h. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa
hidup korpus luteum dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan
siklus berikutnya
siklus menstruasi wanita dapat dilihat dari bagan dibawah ini :
Gambar 2.1 siklus menstruasi
Konseling pranikah adalah layanan pemberian bantuan yang dapat
diberikan kepada individu sebelum melangsungkan pernikahan. Pasangan
dapat memperoleh bimbingan dan bantuan melalui konselor dalam konseling
pranikah yang secara khusus bertujuan mencegah segala kesulitan yang akan
dihadapi di dalam pernikahan (Valentina,2012)."Pemeriksaan dan konseling
kesehatan bagi calon suami istri penting dilakukan, terutama untuk
mengetahui kemungkinan kondisi kesehatan anak yang akan dilahirkan.
Dengan pemeriksaan itu, dapat diketahui riwayat kesehatan kedua belah
pihak, termasuk soal genetik, penyakit kronis, hingga penyakit infeksi yang
dapat mempengaruhi kondisi kesehatan keturunan” (Permadi, 2011).
Konseling yang dapat diberikan diantaranya :
 Konseling spesifik tentang perawatan prakonsepsi
Konseling prakonsepsi dimulai tentang persiapan psikologis
seorang wanita atau pasangannya dalam mengasuh dan membesarkan
anak. Pembahasan ini mencakup topik-topik seperti kamar bagi anak,
mengasuh anak, kemapanan ekonomi dan kestabilan emosional wanita
dan pasangannya. Selain itu, pengaturan masa subur sehubungan
dengan upaya wanita atau pasangannya untuk menyelesaikan
pendidikan atau memulai suatu karir, stress karena aktivitasnya,
rencana melanjutkan sekolah, harus sangat difikirkan oleh pasangan
sebelum memiliki anak.
 Nutrisi
Mempertahankan status nutrisi yang baik sebelum mengalami
kehamilan sangatlah penting. Mencapai berat badan ideal, mengontrol
gangguan makan, dan mengembangkan kebiasaan diet nutrisi yang
seimbang merupakan persiapan bagi pertumbuhan bayi sehat dan
pencegahan berat lahir rendah. Perujukan ke ahli gizi diperlukan bagi
wanita yang mengahdapi defisit nutrisi utama atau obesitas. Bagi wanita
yang menghadapi gangguan makan, akan diperlukan evaluasi
psikologis, dan wanita tersebut disarankan untuk menunda kehamilan
sampai ia mendapatkan perawatan dan mengonsumsi diet sehat.
Wanita usia subur sebaiknya mengonsumsi suplemen asam folat
sekurang-kurangnya 0,4 mg setiap hari untuk mengurangi risiko
mendapatkan bayi yang mengalami spina bifida atau defek pada saluran
saraf lainnya (Varney, 2007). Konseling nutrisi pada calon ibu hamil
diantaranya stabilisasi kadar hemoglobin dalam tubuh. Kadar
hemoglobin yang rendah dapat mempengaruhi janin yang
dikandungnya. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan
kekurangan gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola makan
yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya
gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang
kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin. 1 Salah satu
masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia
gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit
diatasi di seluruh dunia. Anemia disebabkan karena defisiensi zat besi
dalam darah. Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi
tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoboesis
(pembentukan darah) yaitu sintesis hemoglobin (Hb). Hemoglobin
(Hb) yaitu suatu oksigen yang mengantarkan eritrosit berfungsi
penting bagi tubuh. Hemoglobin terdiri dari Fe (zat besi),
protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe).Bahan makanan
sumber besi didapatkan dari produk hewani dan nabati. Kebutuhan
Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada Masa Kehamilan rata-rata
800 mg – 1040 mg. Kebutuhan ini diperlukan untuk :
• ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.
• ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.
• ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa
haemoglobin maternal/
sel darah merah.
• ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
• ± 200 mg lenyap ketika melahirkan
Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan
menghasilkan sekitar 10–15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg
yang di absorpsi. 9 jika ibu mengkonsumsi 60 mg zat besi, maka
diharapkan 6-8 mg zat besi dapat diabsropsi, jika dikonsumsi
selama 90 hari maka total zat besi yang diabsropsi adalah sebesar
720 mg dan 180 mg dari konsumsi harian ibu. Masukan zat besi
setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui
tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-kira 14 ug per Kg
berat badan per hari atau hampir sarna dengan 0,9 mg zat besi pada
laki-laki dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa. 5,9 Kebutuhan zat
besi pada ibu hamil berbeda pada setiap umur kehamilannya, pada
trimester I naik dari 0,8 mg/hari, menjadi 6,3 mg/hari pada trimester III.
Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok kenaikannya. Dengan
demikian kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat
dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup
baik kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi
juga harus disuplai dari sumber lain agar supaya cukup. 7,9
Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira 1000 mg, karena
mutlak dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah
ibu. Sebagian dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat
besi dan peningkatan adaptif persentase zat besi yang diserap. Tetapi
bila simpanan zat besi rendah atau tidak ada sama sekali dan zat
besi yang diserap dari makanan sangat sedikit maka, diperlukan
suplemen preparat besi. 7,9 Untuk itu pemberian suplemen Fe
disesuaikan dengan usia kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap
semester . Besi dalam bentuk fero lebih mudah diabsorbsi maka
preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam berbagai bentuk
berbagai garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero
fumarat. Ketiga preparat ini umumnya efektif dan tidak mahal. Di
Indonesia, pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat
besi adalah ferrosus sulfat, senyawa ini tergolong murah dan dapat
diabsorbsi sampai 20%. Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat,
fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari
dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program
nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam
folat untuk profilaksis anemia. Dosis zat besi yang paling tepat untuk
mencegah anemia ibu masih belum jelas, tetapi untuk menentukan
dosis terendah dari zat besi untuk pencegahan defisiensi besi dan
anemia defisiensi besi pada kehamilan telah dilakukan penelitian Pada
wanita Denmark, suplemen 40 mg zat besi ferrous / hari dari 18 minggu
kehamilan tampaknya cukup untuk mencegah defisiensi zat besi pada
90% perempuan dan anemia kekurangan zat besi pada setidaknya
95% dari perempuan selama kehamilan dan postpartum.
Pemberian KIE yang tepat mengenai konsumsi zat besi sangat
diperlukan, karena efek samping pemberian Fe sangat mengganggu
wanita dan dapat menyebabkan wanita tersebut tidak mau minum Fe.
Efek samping Fe diantaranya pada saluran gastrointestinal pada
sebagian orang, seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah
dan diare. Frekuensi efek samping ini berkaitan langsung dengan dosis
zat besi. Tidak tergantung senyawa zat besi yang digunakan, tak
satupun senyawa yang ditolelir lebih baik daripada senyawa yang
lain. Zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan
ditolelir lebih baik
meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.
Pemberian suplementasi Preparat Fe, pada sebagian wanita,
menyebabkan sembelit. Penyulit Ini dapat diredakan dengan cara
memperbanyak minum, menambah konsumsi makanan yang kaya
akan serat seperti roti, serealia, dan agar-agar.
 Skrining genetik
Pemeriksaan kesehatan, dapat diketahui riwayat genetik dalam keluarga
calon mempelai pria dan wanita. Misalnya ada tidaknya penyakit
kelainan darah seperti thalassemia dan hemofilia. Kedua penyakit itu
bisa diturunkan melalui pernikahan dengan pengidapnya atau mereka
yang bersifat pembawa (carrier). Setelah pemeriksaan, dapat dilihat
kemungkinan perpaduan kromosom yang timbul. Jika memang ada
penyakit keturunan dalam riwayat keluarga kedua atau salah satu calon
mempelai, dapat dilihat kemungkinan risiko yang timbul, seperti
terjadinya keguguran hingga kemungkinan cacat bawaan (kongenital)
jika kelak memiliki anak. Dari sini, calon pasangan suami istri (pasutri)
akan punya pemahaman bahwa bila orang tua atau garis keturunannya
mengidap penyakit genetik, anak yang akan lahir nanti pun berisiko
mengidap penyakit yang sama (Permadi, 2011).
 Konseling kesehatan
Syarat Fungsi Reproduksi Sehat, yaitu :
1. Tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis
2. Kondisi kesehatan jiwa yang baik
3. Kehamilan yang aman
Penyakit lainnya yang perlu dideteksi pra pernikahan adalah
penyakit kronis seperti diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi
(tekanan darah tinggi), kelainan jantung, hepatitis B hingga HIV/AIDS.
Penyakit-penyakit itu dapat memengaruhi saat terjadinya kehamilan,
bahkan dapat diturunkan. Penyakit lainnya yang penting diketahui
sebelum pernikahan adalah infeksi TORCH (pada wanita) dan penyakit
menular seksual. TORCH merupakan kepanjangan dari toksoplasmosis
(suatu penyakit yang aslinya merupakan parasit pada hewan peliharaan
seperti kucing), rubella (campak jerman), cytomegalovirus, Herpes
virus I dan Herpes virus II. Kelompok penyakit ini sering kali
menyebabkan masalah pada ibu hamil (sering keguguran), bahkan
infertilitas (ketidaksuburan), atau cacat bawaan pada anak. Jika
penyakit infeksi itu diketahui sejak awal, dapat diobati sebelum
terjadinya kehamilan. Dengan demikian, risiko terjadinya kelainan atau
keguguran akibat TORCH dapat dieliminasi. Jangan sampai timbul
penyesalan setelah menikah, hanya gara-gara penyakit yang
sebenarnya bisa disembuhkan jauh-jauh hari. Contohnya, setelah
menikah ternyata harus berkali-kali mengalami keguguran gara-gara
toksoplasmosis yang sebenarnya bisa disembuhkan dari dulu.
Menurut Permadi (2011) ada tidaknya penyakit menular
seksual (PMS) juga penting untuk diketahui karena sebagian besar
PMS termasuk sifilis, herpes, dan gonorrhea bisa mengakibatkan
terjadinya kecacatan pada janin. Bila salah satu pasangan sebelumnya
terdeteksi pernah melakukan seks bebas, sebaiknya kedua pasangan
melakukan pemeriksaan terhadap penyakit-penyakit ini, untuk
memastikan apakah sudah benar-benar sembuh sebelum
melangsungkan pernikahan. Secara non medis program konseling
pranikah dirancang untuk membuat pasangan calon pengantin
meningkatkan perspektif perkawinan dan interrelasi antarpasangan
sebagai suatu yang serius. Tujuan utama dari konseling pranikah bukan
sekedar upaya prevensi terhadap kemungkinan gangguan relasi,
melainkan untuk meningkatkan kualitas relasi perkawinan demi
tercapainya relasi perkawinan yang stabil dan memuaskan kedua belah
pihak pasangan. Dengan demikian, disfungsi relasi dapat dihindari
sedini mungkin. Pelatihan keterampilan menjalin relasi interpersonal,
seperti komunikasi dan resolusi konflik. Pasangan perlu belajar cara
efektif untuk mengatasi masalah sebelum masalah menumpuk dengan
masalah lain dan meledak dalam konteks pertengkaran yang hebat dan
parah yang bisa berakibat fatal.
Dalam hal ini, kedua pasangan harus belajar bahwa mengatasi
permasalahan yang masih ringan akan lebih mudah daripada
menunggu masalah menjadi lebih besar dan lebih besar lagi. Jadi
melalui konseling pranikah, kedua pasangan akan menyadari bahwa
mereka mendapat kesempatan untuk mengukur kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan masing-masing serta menemukan area relasi
yang dapat dikembangkan serta mengidentifikasi hal-hal yang selama
ini mengganggu relasi di antara kedua pasangan atau salah satu
pasangan (Sadarjoen, 2011).

2.5. Imunisasi Tetanus Toxoid


a) Definisi Tetanus
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik
spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan
neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun
1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan
dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). Spora
Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit
oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali
pusat (Tetanus Neonatorum ).
b) Jenis dan Vaksinasi
Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan
sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus (Idanati, 2005). Vaksin
Tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian
dimurnikan (Setiawan, 2006). Vaksinasi yang digunakan untuk imunisasi
aktif kemasan tunggal vaksin tetanus texoid (TT) kombinasi defteri (DI)
kombinasi defteri tetanus pertusis (DPT) vaksin yang digunakan untuk
imunisasi aktif ATS (Anti Tetanus Serum) dapat digunakan untuk
pencegahan maupun pengobatan penyakit tetanus.
c) Tujuan Imunisasi Tetanus Toksoid
Tujuan diberikan imunisasi tetanus toksoid antara lain : untuk melindungi
bayi baru lahir tetanus Neonaturum, melindung ibu terhadap kemungkinan
tetanus apabila terluka, pencegahan penyakit pada ibu hamil dan bayi kebal
terhadap kuman tetanus, serta untuk mengeliminasi penyakit Tetanus pada
bayi baru lahir.
Tetanus toxoid ( TT ) akan merangsang pembentukan antibodi spesifik
yang mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu
hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk
antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan
imuno globulin G ( IgG ) yang mudah melewati plasenta, masuk dan
menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan
mencegah terjadinya tetanus neonatorum ( Saifuddin, 2006 ).
d) Jumlah dan Dosis Pemberian Imunisasi TT
Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin
dkk, 2001), dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan dalam
(Depkes RI, 2000).
e) Tempat Pelayanan Imunisasi TT
Pelayanan imunisasi TT bisa didapatkan di tempat – tempat berikut :
1. Puskesmas
2. Puskesmas pembantu
3. Rumah sakit
4. Rumah bersalin
5. Polindes
6. Rumah sakit swasta
7. Dokter praktik
8. Bidan praktik
f) Jadwal Pemberian Imunisasi TT CPW
Pada calon pengantin wanita 2 kali langsung terjadi kehamilan dengan
jarak waktu ≥ 2 tahun dilakukan TT ulang pada ibu hamil masing-masing
pada kehamilan ke 7 dan ke 8. Dimasa mendatang diharapkan setiap
perempuan telah menghadapi imunisasi tetanus 5 kali, sehingga daya
perlindungan terhadap tetanus seumur hidup, dengan demikian bayi yang
dikandung kelak akan terlindung dari penyakit tetanus neonatorum. Bentuk
vaksin TT cair agak putih keruh dalam vial dosis 0,5 ml/ dalam di olutus
maxi atau lengan.

Lama
Dosis Saat Pemberian % Perlindungan
Perlindungan
TT I Pada saat kunjungan pertama 0% 1 tahun
atau sedini mungkin pada
kehamilan
Minimal 4 minggu setelah TT
TT II I 80 % 3 tahun
Minimal 6 bulan setelah TT
TT III II atau selama kehamilan 95 % 5 tahun
berikutnya
Minimal setahun setelah TT
III kehamilan berikutnya
TT Minimal setahun setelah TT 99 % 10 tahun
IV kehamilan berikutnya

25 tahun/ selama
TT V 99% seumur hidup

Jarak waktu yang panjang antara pemberian imunisasi TT kedua


dengan saat kelahiran bayi dapat mempertinggi respon imunologik dan
diperoleh cukup waktu agar antibodi di dalam tubuh ibu berpindah ke tubuh
bayi ( Saifuddin, 2006 ). Dengan mengetahui status imunisasi TT bagi wanita
usia subur diharapkan dapat membantu program imunisasi dalam penurunan
kasus penyakit tetanus khususnya bagi bayi yang baru lahir.
g) Efek Samping Imunisasi TT
Biasanya hanya gejala-gejala ringan saja seperti nyeri, kemerahan dan
pembengkakan pada tempat suntikan. Hal inni akan berlangsung sekitar 1-2
hari dan akan sembuh tanpa dilakukan pengobatan. TT adalah antigen yang
sangat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin
apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT (Saifuddin dkk, 2001).
h) Tekhnik Penyimpanan
 Vaksin TT harus disimpan dan ditransportasikan pada suhu antara +2oC
sampai dengan +8oC.
 Vaksin DPT-HB-HiB TIDAK BOLEH DIBEKUKAN.
 Vaksin dari kemasan vial dosis ganda yang sudah diambil satu dosis atau
lebih dalam satu sesi imunisasi, dapat digunakan untuk sesi imunisasi
berikutnya selama maksimal sampai 4 minggu, jika kondisi berikut
terpenuhi :
a. Tidak melewati batas kadaluarsa
b. Vaksin disimpan dalam kondisi rantai dingin yang tepat
c. Tutup vial vaksin tidak terendam air
d. Semua dosis diambil secara aseptis
i) Imunisasi TT calon pengantin
Imunisasi TT memberikan kekebalan aktiv terhadap penyakit tetanus
ATS (Anti Tetanus Serum). vaksinasi TT juga salah satu syarat yang harus
dipenuhi saat mengurus surat-surat menikah di KUA (Kantor Urusan
Agama). Kepada calon pengantin wanita imunisasi TT diberikan sebanyak 2x
dengan interval 4 minggu. Imunisasi TT diberikan kepada calon pengantin
wanita dengan tujuan untuk melindungi bayi yang akan dilahirkan dari
penyakit Tetanus Neonetorum. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau
lengan dengan dosis 0,5mL. Efek samping pada imunisasi TT adalah reaksi
lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan, dan
rasa nyeri (Gunawan Rahman 2006) Banyak anggapan bahwa imunisasi TT
bisa membuat seseorang menjadi mandul dan ada juga orang-orang yang
beranggapan bahwa imunisasi TT merupakan alat kontrasepsi atau KB, akan
tetapi anggapan-anggapan itu adalah tidak benar. Pemerintah bermaksud
mencanangkan gerakan imunisasi TT untuk melindungi bayi baru lahir dari
risiko terkena Tetanus Neonatorum. Tetanus neonatorum merupakan salah
satu penyebab kematian neonatal di Indonesia, sekitar 40 persen kematian
bayi terjadi pada masa neonatal. Salah satu strategi Kemenkes RI untuk
mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah dengan melakukan
imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu hamil. Cakupan imunisasi TT
tampak cenderung menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2002, cakupan
imunisasi TT1 ibu hamil secara nasional mencapai 78,5 persen dan TT2
mencapai 71,6 persen. Tetapi, pada tahun 2003 cakupan imunisasi TT1
ibu hamil menurun menjadi 71,6 persen dan TT2 menjadi 66,1 persen.
Berdasarkan Ditjen PP&PL, Kemenkes RI dalam profil kesehatan
Indonesia tahun 2011, rata-rata cakupan imunisasi TT1 pada wanita usia
subur sebesar 8,84 persendan TT2 sebesar 8,03 persen. Sedangkan
cakupan imunisasi TT pada ibu hamil, untuk TT1 sebesar 40,5 persen dan
TT2 sebesar 37,7 persen.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa upaya pencegahan tetanus
neonatorum melalui pemberian imunisasi TT pada ibu hamil belum
menunjukkan hasil yang efektif, karena cakupan imunisasi TT justru
mengalami penurunan dan belum mencapai 100 persen. Oleh karena itu,
Kemenkes RI mulai mengembangkan intensifikasi imunisasi TT pada
wanita usia subur yaitu para calon pengantin. Namun sampai saat ini,
program tersebut dirasakan belum terlaksana dengan baik.
Pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin telah diatur dalam
ketetapan Kementerian Agama: No. 2 Tahun 1989 No.162-I/PD.0304.EI
tanggal 6 Maret 1989 tentang imunisasi TT calon pengantin bahwa setiap
calon pengantin sudah diimunisasi TT sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum
pasangan tersebut mendaftarkan diri untuk menikah di KUA dengan
dibuktikan berdasaran surat keterangan imunisasi/kartu imunisasi calon
pengantin (catin) dan merupakan prasyarat administratif pernikahan
2.6. Konsep dasar asuhan kebidanan pada remaja pranikah
Pengkajian Pranikah
Tanggal : Jam :
Tempat : Oleh:
(Untuk mengetahui tanggal dan waktu kedatangan calon pengantin).
1. SUBYEKTIF
1) Identitas calon pengantin dan calon suami pengantin
Umur :
Umur reproduksi sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun karena apabila
terjadi kehamilan dibawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat
menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia <20 tahun secara
biolois belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang
sehingga mudah mengalami goncangan yang mengakibatkan kurangnya
perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama
kehamilannya. Sedangkan pada usia >35 tahun terkait dengan kemunduran
dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering
menimpa di usia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat
hamil sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia (Amiruddin dan
Wahyuddin, 2004)
Pekerjaan :
Alasan :
Alamat :
Alasan :
2) Alasan Berkunjung :
Sebagai syarat menikah, calon pengantin wanita harus mendapat suntik
TT.
3) Riwayat Menstruasi :
Amenorea 1. Gangguan Kompartemen I : Gangguan pada
uterus (Sindrom asherman, endometritis
tuberkulosa, agenesis duktus muller, sindrom
insetivitas androgen)
2. Gangguan Kompartemen II : Gangguan pada
ovarium (sindrom turner, premature ovarian
failure, sindrom ovarium resisten gonadotropin,
sindrom sweyer)
3. Gangguan Kompartemen III : Gangguan pada
hipofisis (adenoma hipofisis sekresi prolaktin,
empty sella syndroma, sindroma sheehan)
4. Gangguan Kompartemen IV : Gangguan pada
hipotalamus/SSP (amenorea hipotalamus,
penurunan berat badan berlebih, sindroma
kallman)
Menoragia Interval normal teratur tapi jumlah darah dan durasi
lebih dari normal
Metroragia Interval tidak teratur dengan jumlah darah dan durasi
lebih dari normal
Oligomenorea Interval lebih dari 35 hari
Polimenorea Interval kurang dari 24 hari

Menarche :
HPHT :
Siklus :....... hari, teratur atau tidak
Disminorhea :
Disminorea Primer Disminorea Sekunder
Nyeri haid tanpa ditemukan Nyeri haid yang berhubungan
keadaan patologi pada panggul, hal dengan berbagai keadaan patologis
ini disebabkan kontraksi di organ genitalia seperti
miometrium akibat terjadi iskemia endometriosis, adenomiosis, mioma
karena adanya prostaglandin yang uteri, stenosis serviks, penyakit
diproduksi endometrium saat fase radang panggul, perlekatan
sekresi. panggul.

4) Riwayat Kesehatan :
a. Status vaksinasi
Imunisasi Status
Tetanus Toxoid
Hepatitis
HPV
TORCH, Rubella
Dll

b. Riwayat penyakit
Diabetes Melitus Lupus
Hipertensi Sickle Cell Disease
Fenilketonuria Renal Disease
Epilepsi Kelainan Jantung

c. Riwayat bedah
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Melitus Lupus
Hipertensi Sickle Cell Disease
Fenilketonuria Renal Disease
Epilepsi Kelainan Jantung

5) Riwayat Ginekologi
Kelainan kromosom seks Mulerian Inhibiting Substance
(MIS)
Kelainan kongenital pada organ Kelainan pertumbuhan seks
genetalia dengan kromosom seks (Ambigous genitalia,
normal (Hipertrofi Labialis, Himen pseudohermaprodite, disorders of
Imperforata, anomali pada sex development, sindrom
uterus/serviks/vagina) klinefelter, sindrom turner,
feminisasi genitalia eksterna)
6) Pola Fungsional Kesehatan
Nutrisi Gangguan makan, vegetarianisme
Aktifitas Rutinitas setiap hari
Olahraga Pola latihan, frekuensi
Kebersihan diri Rutinitas mengganti celana dalam,
mandi
Penggunaan obat / bahan
kimia dijual bebas
Merokok Pada wanita menyebabkan
menopause dini dan masalah
menstruasi. Pada kehamilan
meningkatkan risiko abortus
spontan, kelahiran premature, BBLR
Alkohol Dapat mengakibatkan sindrom
alkohol janin dengan gambaran
malformasi kongenital
Lingkungan Kerja Aluminium, Kadmium, Tembaga,
Timah, Merkuri

7) Riwayat Sosial
Alasan menikah, hubungan dengan keluarga, calon suami dan
keluarga calon suami. Sumber financial saat berumah tangga.
Rencana kehamilan setelah menikah. Hewan Peliharaan di rumah.
Persiapan kehamilan.
2. OBYEKTIF
1) Pemeriksaan Umum
a. Kesadaran : Composmentis.
b. Berat Badan :
c. Tinggi Badan :
d. Lingkar Lengan Atas :
e. Tekanan Darah :
f. IMT : Mengidentifikasi resiko KEK, obesitas
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛
Perhitungan Indeks Massa Tubuh = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛2

Tabel Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)


Berat badan kurang(KEK) <18,5 kg/m2
Berat badan normal 18,5-24,9 kg/m2
Berat badan berlebih 25-29,9 kg/m2
Obesitas Kelas 1 30-34,9 kg/m2
Obesitas kelas 2 35-39,9 kg/m2
Obesitas ekstrem (kelas 3) > 40 kg/m2
Sumber : National Institues of Health - National Heart, Lung, and
Blood Institute. The Practical Guide to Identification, Evaluation, and
Treatment of Overweight and Obesity in Adults, 2000 (Varney, 2007)
2) Pemeriksaan Fisik (jika ada keluhan)
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Urin Lengkap
2. Darah Lengkap
3. HBsAG, TORCH
4. USG (jika diperlukan)
5. Analisis Kromosom (jika diperlukan)

3. PERUMUSAN DIAGNOSA DAN MASALAH


Diagnosa (Aktual) : WUS, usia pro imunisasi TT CPW
Kebutuhan : suntik TT, imunisasi

4. ANTISIPASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Diagnosa : obesitas, KEK, diet berlebihan
Masalah : gangguan haid
Antisipasi : kolaborasi dengan dokter untuk terapi oral

5. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Tindakan yang dibutuhkankarena pernikahan segera dilaksanakan
Mandiri : Konseling
Kolaborasi : dengan dokter untuk advice pengobatan
Rujukan : pada fasilitas dengan peralatan lebih lengkap apabila ditemukan,
kelainan kromosom atau membutuhkan operasi.

6. PERENCANAAN
Penatalaksanaan dibuat harus sesuai dengan kebutuhan asuhan yang
diperlukan meliputi:
1) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, informasi yang
jelas mengoptimalkan asuhan yang diberikan
2) Terapi asam folat 4 mg untuk prakonsepsi
3) Konseling tentang
a. Persiapan dan Proses kehamilan
b. Kontrasepsi
c. Penyakit menular seksual

7. IMPLEMENTASI
Melakukan asuhan sesuai kebidanan sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat

8. EVALUASI
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan,
apakah telah sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Selain itu juga
memantau kemajuan dan kesejahteraan ibu terhadap dari asuhan yang
telah diberikan
DAFTAR PUSTAKA

Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 2007,


1205-1207.
Anwar, R. 2005. FungsidanKelainanKelenjarTiroid. FakultasKedokteran
UNPAD: Bandung.
Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders
Company, 2006, 815 -817.
Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds.
Nelson Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders
Company, 2007, 617 - 620.
digilib.unimus.ac.id/download.php?id=513 diakses pada Kamis, 5 Juni 2014
pukul16.00 WIB
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan
Neonatal. YBP. SP. Jakarta.
Puskesmassungkai. 2010. Tetabus Neonatorum : Penyebab Utama Kematian Bayi
di Indonesia. Dari http://puskesmassungkai.wordpress.com Diakses
tanggal 5 Juni 2014
Rosa, Valentina.2012. Persepsi Tentang Konseling Pranikah Pada Mahasiswa
Tingkat Akhir. UI. Jakarta
Soetjiningsih, 2011. TumbuhKembangRemajadanPermasalahannya. Jakarta : CV
SagungSeto
Varney, Helen, Jan M.kriebs, Carolyn L.Gegor. 2007. Buku Ajar Asuhan
kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai