SDP Joe

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

NAMA : Johannes Lumban Tobing

NIM : 1813521048
KELAS : MSP B

1. Ikan Pelagis Kecil


1.1 Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)

Gambar Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)


1.1.1 Klasifikasi Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)
Menurut Bleeker (1855) diacu dalam Prihatini (2006), ikan layang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Super Kelas : Pisces
Kelas : Actinopterygii
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus kurroides
1.1.2 Morfologi Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)
Ikan layang (Decapterus kurroides) memiliki ciri morfologi sebagai berikut,
ikan layang memiliki panjang total (TL) sekitar 45 cm, dan panjang cagak (FL)
sekitar 30 cm. Ikan layang memiliki ciri khas yaitu sirip ekor (caudal) yang
berwarna merah, sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan
terdapat gurat sisi (lateral line) (Nontji, 2002). Ikan layang hidup di perairan lepas,
dan ikan ini biasa memakan plankton-plankton kecil. Decapterus kurroides
memiliki ciri morfologi sebagai berikut, ikan ini memiliki dua sirip punggung
(dorsal), dorsal 1 memiliki 8 jari-jari keras dan dorsal 2 memiliki 1 jari-jari keras
dan 28-29 jari-jari lemah. Sirip dubur (anal) memiliki 3 jari-jari keras dan 22-25
jari-jari lemah. Tubuhnya memiliki warna hijau kebiruan di daerah atas dan 5
keperakan di daerah bawah, operculum memiliki bintik-bintik hitam kecil. Insang
dilindungi oleh membran halus.
1.1.3 Tingkah Laku Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)
Terhadap Cahaya
Ikan layang (Decapterus spp) mempunyai tingkah laku fototaksis positif
dimana ikan akan selalu mendekati cahaya ketika malam hari. Pada umumnya ikan
pelagis akan muncul ke lapisan permukaan sebelum matahari terbenam dan
biasanya ikan-ikan tersebut akan membentuk kelompok. Sesudah matahari
terbenam, ikan-ikan tersebut menyebar ke dalam kolom air dan mencari lapisan
yang lebih dalam (Prihatini, 2006).
1.1.4 Tingkah Laku Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)
Terhadap Arus
Ikan layang meskipun aktif berenang, namun terkadang tidak aktif pada saat
membentuk gerombolan di suatu daerah yang sempit atau disekitar benda-benda
terapung. Oleh karena itu nelayan payang dan purse seine di Jawa memasang
rumpon dalam aktivitas penangkapan mereka. Menurut Sumarto dalam Prihatini
(2006) sifat menggerombol ikan menentang arus. Sifat menggerombol ikan layang
tidak terbatas dengan ikan sejenisnya, bahkan kerap kali bergabung dengan jenis
lainnya, seperti bawal (Stromateus sp) , Selar (Caranx sp) , ikan Tembang
(Sardinella sp) dan lain-lainnya.
1.1.5 Kebiasaan Makan
Secara biologi ikan layang merupakan plankton feeder atau pemakan
plankton kasar yang terdiri dari organisme pelagis meskipun komposisinya berbeda
masing-masing spesies copepoda, diatomae,larva ikan. Sumber daya tersebut
bersifat multispecies yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara biologis
ataupun secara teknologis melalui persaingan (competition) dan atau antar
hubungan pemangsaan (predatorprey relationship). Secara ekologis sebagian besar
populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan layang menghuni habitat yangrelatif
sama, yaitu di permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai,
daerahdaerah pantai laut dalam , kadar garam tinggi dan sering tertangkapsecara
bersama (Prihartini, 2006).
1.1.6 Habitat dan Sebaran
Penyebaran ikan layang ini sangat menyebar di daerah Perairan Indonesia,
yaitu dari Pulau Seribu, P. bawean, P. Masalembo, Selat Makassar, Selat Karimata,
Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali, dan Perairan Selatan Pulau Jawa.
Decapterus kurroides termasuk jenis ikan layang yang agak langka yang terdapat di
perairan Palabuhanratu, Labuhan, Muncar, Bali dan Aceh (Wiews et al., 1968 diacu
dalam Genisa, 1988). Jenis ikan layang yang banyak di perairan Cisolok adalah
jenis layang Decapterus Kurroides dan masyarakat sekitar perairan Cisolok
menyebutnya ikan selayang.
Penyebaran ikan layang (Decapterus kurroides) di dunia antara lain
menyebar di perairan Pasifik Barat Indonesia, Perairan Afrika Timur sampai
Filiphina, Perairan Utara sampai selatan Jepang, Perairan Selatan sampai Barat
Australia (Bleeker, 1855 diacu dalam Saanin, 1984). Lingkungan ikan layang
(Decapterus kurroides) cukup berbeda dengan jenis genus decapterus lainnya, 8
ikan layang ini berada di kedalaman 100-300 m, dan biasanya berada di kedalaman
150-300 m, dan biasa berinteraksi di karang (Bleeker, 1855 diacu dalam Saanin,
1984). Ikan layang merupakan jenis ikan yang hidup dalam air laut yang jernih
dengan salinitas tinggi. Ikan layang bersifat stenohalin hidup di air laut yang
bersalinitas tertentu yaitu antara 32-33%, sehingga dalam kehidupannya
dipengaruhi oleh musim dan ikan ini selalu bermigrasi (Handenberg, 1937 diacu
dalam Nontji, 2002).
1.2 Ikan Layang (Decapterus russeli)

Gambar Ikan Layang (Decapterus russeli)


1.2.1 Klasifikasi Ikan Layang (Decapterus russeli)
Menurut Bleeker (1855) diacu dalam Prihatini (2006), ikan layang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Super Kelas : Pisces
Kelas : Actinopterygii
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus kurroides
1.2.2 Morfologi Ikan Layang (Decapterus russeli)
Ikan layang (D.russelli) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis
kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup
bergerombol. Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang bisa
mencapai 25 centimeter . Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layangialah
terdapatnya sirip kecil(finlet) di belakang sirip punggung dan sirip duburdan
terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi(lateral line)
(Nontji, 2002 ; Prihartini, 2006).
Deskripsi ikan layang biasa (D.russelli), badan memanjang, agak
gepeng.Dua sirip punggung.Sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1
meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30-32 lemah.
Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan 1 bergabung dengan 22-27 jari sirip
lemah. Baikdi belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip
tambahan (finlet) termasuk pemakan plankton, diatomae, chaetognatha,
copepoda,udangudangan, larva-larva ikan,juga telur-telur ikan teri (Stolephorus
sp.). Hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi membentuk gerombolan
besar. Dapatmencapai panjang 30 Cm, umumnya 20- 25 cm. Warna: biru kehijauan,
hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah (Prihartini, 2006).
1.2.3 Tingkah Laku Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)
Terhadap Cahaya
Ikan layang (Decapterus spp) mempunyai tingkah laku fototaksis positif
dimana ikan akan selalu mendekati cahaya ketika malam hari. Pada umumnya ikan
pelagis akan muncul ke lapisan permukaan sebelum matahari terbenam dan
biasanya ikan-ikan tersebut akan membentuk kelompok. Sesudah matahari
terbenam, ikan-ikan tersebut menyebar ke dalam kolom air dan mencari lapisan
yang lebih dalam (Prihatini, 2006).
1.2.4 Tingkah Laku Ikan Layang Ekor Merah (Decapterus kurroides)
Terhadap Arus
Ikan layang meskipun aktif berenang, namun terkadang tidak aktif pada saat
membentuk gerombolan di suatu daerah yang sempit atau disekitar benda-benda
terapung. Oleh karena itu nelayan payang dan purse seine di Jawa memasang
rumpon dalam aktivitas penangkapan mereka. Menurut Sumarto dalam Prihatini
(2006) sifat menggerombol ikan menentang arus. Sifat menggerombol ikan layang
tidak terbatas dengan ikan sejenisnya, bahkan kerap kali bergabung dengan jenis
lainnya, seperti bawal (Stromateus sp) , Selar (Caranx sp) , ikan Tembang
(Sardinella sp) dan lain-lainnya.
1.2.5 Kebiasaan Makan
Secara biologi ikan layang merupakan plankton feeder atau pemakan
plankton kasar yang terdiri dari organisme pelagis meskipun komposisinya berbeda
masing-masing spesies copepoda, diatomae,larva ikan. Sumber daya tersebut
bersifat multispecies yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara biologis
ataupun secara teknologis melalui persaingan (competition) dan atau antar
hubungan pemangsaan (predatorprey relationship). Secara ekologis sebagian besar
populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan layang menghuni habitat yangrelatif
sama, yaitu di permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai,
daerahdaerah pantai laut dalam , kadar garam tinggi dan sering tertangkapsecara
bersama (Prihartini, 2006).
1.2.6 Habitat dan Persebaran
Ikan layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia ada 5 jenis yakni
D.russeli, D.kurroides, D.lajang, D.macrosoma, dan D.maruadsi. Namun
darikelima spesies ikan layang hanya D.russeli yang mempunyai daerah
penyebaran luas di Indonesia, mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean
dan PulauMasalembo, D.lajang hidup di perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa
(termasuk Selat Sunda, Selat Madura, dan Selat Bali), Selat Makassar, Ambon,dan
Ternate (Manik, 2009).
Ikan layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak
menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di
perairan yang berkadar garam tinggi (32- 34 promil) dan menyenangi perairan
jernih. Ikan layang banyak tertangkap di perairan yang berjarak 20-30 mil dari
pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan, tetapi ada
kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan bergerak ke lapisan air yang
lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa
ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45-100 meter (Prihartini,2006).
1.3 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Gambar Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)


1.3.1 Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Klasifikasi ikan Tongkol menurut Collette, dkk., (2011) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus affinis
1.3.2 Morfologi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan Tongkol (Euthynnus affinis), juga dikenal sebagai tuna kecil, dari
family Scombridae yang meliputi tongkol, tuna dan cakalang (bonito). Ikan
Tongkol memiliki bentuk tubuh fusiform, memanjang dan penampang lintangnya
membundar. Bentuk tubuh yang demikian memungkinkan ikan berenang dengan
sangat cepat. Bentuk kepala meruncing, mulut lebar dan miring ke bawah dengan
gigi yang kuat pada kedua rahangnya, serta tipe mulut terminal. Bentuk sisiknya
sangat kecil dan termasuk tipe stenoid. Pada batang ekor ikan terdapat 3 buah “keel”
(rigi-rigi yang bagian tengahnya mempunyai puncak yang tajam). Keel tengah
berbentuk memanjang dan tinggi dibandingkan dengan dua keel lain yang
mengapitnya (Fishbase, 2014).
Ikan Tongkol adalah tuna kecil khas bergaris-garis gelap dengan pola pada
punggung dan bintik-bintik gelap 2-5 di atas sirip ventral. Ini dapat dibedakan dari
spesies yang sama dengan pola bergaris dengan bintik-bintik dan jika dibedakan
dengan Tongkol krai/tongkol abu (Auxis thazard), kurangnya ruang antara sirip
dorsal. Ikan Tongkol dapat tumbuh dengan panjang cagak (FL) 100 cm dan sekitar
20 kg bobot badan tetapi lebih sering sekitar 60 cm dan 3 kg. Makanan mereka
adalah ikan kecil, khususnya clupeids (ikan haring, pilchards) dan silversides, serta
cumi-cumi, krustasea dan zooplankton. Predator mereka termasuk billfish dan hiu
(NSW Government, 2008).
1.3.3 Makanan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Komposisi makanan yang terdapat pada lambung ikan tongkol dianalisis
sebagian dapat diidentifikasi sampai tingkat genus seperti euthynnus, sementara
sebagian lain hanya sampai tingkat famili misalnya scombridae, dan bahkan ada
taksa di atas famili antara lain Polychaeta. Hal ini terjadi karena proses pencernaan
sudah berjalan sehingga yang ditemukan adalah organisme yang tidak utuh lagi.
Dengan melihat jenis makanannya dapat ditarik satu kesimpulan bahwa ikan
tongkol termasuk ke dalam kelompok karnivor (Sjafei dan Robiyani, 2007)
1.3.4 Habitat Dan Penyebaran Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Gambar Peta Sebaran Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)


Sumber : (FAO, 2014)
Ikan Tongkol merupakan ikan pelagis, spesies yang mendiami perairan
neritik suhu berkisar 18–29°C Seperti scombridae lainnya, E. affinis cenderung
membentuk gerombolan multispesies berdasarkan ukuran, yaitu dengan Thunnus
albacares, Katsuwonus pelamis, Auxis sp., dan Megalaspis cordyla (carangidae),
yang terdiri dari 100 sampai lebih dari 5000 spesies. Meskipun ikan matang secara
seksual mungkin ditemui sepanjang tahun, ada puncak pemijahan musiman
bervariasi sesuai dengan daerah: contohnya Maret-Mei di perairan Filipina; selama
periode Monsun Timur Laut (Northeast Monsoon) (Oktober-November-April-Mei)
sekitar Seychelles; dari tengah periode Monsun Timur Laut (Northeast Monsoon)
ke awal Monsun Tenggara (Southeast Monsoon) (Januari-Juli) dari Afrika Timur;
dan dari bulan Agustus sampai Oktober di Indonesia (FAO, 2014).
Ikan Tongkol atau Kawakawa merupakan spesies tuna pelagis yang
bermigrasi secara luas di perairan tropis dan subtropis di wilayah Indo-Pasifik. Di
bagian barat Samudra Pasifik, spesies ini didistribusikan di sepanjang benua Asia
dari Malaysia timur laut melalui daratan Cina, Taiwan, dan ke selatan Jepang
(Yesaki, 1994). Kondisi oseanografi yang mempengaruhi migrasi ikan tuna yaitu
suhu, salinitas, kecerahan, arus, oksigen terlarut, kandungan fosfat, dan
ketersediaan makanan. Sedangkan faktor-faktor oseanografi yang langsung
mempengaruhi penyebaran tuna besar dan Tongkol adalah suhu, arus, dan salinitas
(Hela dan Laevastu, 1961).
Ikan Tongkol adalah spesies pelagis besar yang ditemukan di perairan tropis
Indo-Pasifik. Meskipun juga menghuni perairan laut, ikan Tongkol lebih memilih
untuk tetap dekat dengan pantai dan ukuran juvenil bahkan ditemukan di teluk dan
pelabuhan. Ini adalah spesies yang beruaya dan sering membentuk gerombolan
besar yang sering bercampur dengan spesies scombridae lainnya (NSW
Government, 2008).
2. Ikan Pelagis Besar
2.1 Ikan Mahi-mahi (Coryphaena hippurus)
Gambar Ikan Mahi-mahi (Coryphaena hippurus)
2.1.1 Klasifikasi Ikan Mahi-mahi (Coryphaena hippurus)
Klasifikasi ikan mahi-mahi (Coryphaena hippurus) adalah sebagai berikut
(Saanin,1984):
Kingdom:Animalia
Filum:Chordata
Subfilum:Vertebrata
Kelas:Actinopterygii
Ordo:Perciformes
Famili: Coryphaenidae
Genus:Coryphaena
Spesies: Coryphaena hippurus
2.1.2 Morfologi Ikan Mahi-mahi (Coryphaena hippurus)
Mahi-mahi memiliki tubuh yang terkompresi dan satu sirip punggung
panjang berbasis memanjang dari kepala hampir ke ekor. Jantan dewasa memiliki
dahi menonjol yang menonjol di atas tubuh. Wanita memiliki kepala bundar. Sirip
ekor dan sirip duburnya cekung dengan tajam. Mereka dibedakan oleh warna-warna
yang mempesona - keemasan di samping, dan biru cerah dan hijau di samping dan
belakang. Sirip dada mahi-mahi berwarna biru cerah. Sisi lebar dan emas. Keluar
dari air, ikan sering berubah warna (menimbulkan nama Spanyol mereka, dorado,
"emas"), melewati beberapa rona sebelum akhirnya memudar menjadi abu-abu
teredam setelah kematian. Mahi-mahi dapat hidup hingga lima tahun, meskipun
mereka jarang melebihi empat. Betina biasanya lebih kecil dari jantan. Tangkapan
biasanya 7 sampai 13 kg dan panjang satu meter. Mereka jarang melebihi 15 kg,
dan mahi-mahi lebih dari 18 kg luar biasa. Mahi-mahi adalah salah satu ikan yang
tumbuh paling cepat. Mereka bertelur dalam arus laut yang hangat sepanjang tahun,
dan anak-anak mereka umumnya ditemukan di rakit gulma Sargassum. Mahi-mahi
adalah karnivora, memakan ikan terbang, kepiting, cumi-cumi, mackerel, dan ikan
hijauan lainnya. Mereka juga dikenal makan zooplankton (Bray, 2011).
Jantan dan betina dewasa secara seksual di tahun pertama mereka, biasanya
pada usia 4-5 bulan. Pemijahan dapat terjadi pada panjang tubuh 20 cm (7,9 in).
Betina dapat bertelur dua hingga tiga kali per tahun, dan menghasilkan antara
80.000 dan 1.000.000 telur per peristiwa. Di perairan pada suhu 28 ° C / 83 ° F,
larva mahi-mahi ditemukan sepanjang tahun, dengan jumlah yang lebih besar
terdeteksi pada musim semi dan gugur. Ikan mahi-mahi kebanyakan ditemukan di
permukaan air. Daging mereka lembut dan berminyak, mirip dengan sarden. Tubuh
sedikit ramping dan panjang, membuat mereka perenang cepat; mereka dapat
berenang secepat 50 knot (92,6 km / jam, 57,5 mph) (Joshua, 2000).
2.1.3 Habitat Ikan Mahi-mahi (Coryphaena hippurus)
Lemadang, Coryphaena hippurus (Coryphaenidae); hidup diperairan lepas
pantai. daerah pantai yang berbatasan laut terbuka. Dapat mencapai panjang 200
cm, umurnnya 70-100 cm. Tergolong ikan pelagis besar, ikan buas makanannya
ikan, cumi-cumi, udang. Penangkapan dengan pancing tonda, purse seine, kadang-
kadang masuk sero, dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, harga sedang.
Daerah penyebaran; daerah pantai lepas, pantai seluruh Indonesia, perairan Indo-
Pasifik lainnya dan meluas sampai perairan sub-tropis (Joshua, 2000).
2.2 Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)

Gambar Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)


2.2.1 Klasifikasi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)
Berdasarkan penelitian dari Sheedy (2006) klasifikasi ikan tenggiri ini
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygi
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Scomberomorus
Spesies : : Scomberomorus Commerson
2.2.2 Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)
Secara morfologi, ikan Tenggiri memiliki tubuh panjang dan berbentuk
torpedo. Mulut lebar dan berujung runcing, gigi pada rahang gepeng dan tajam.
Sirip punggung ikan Tenggiri ada yang berjari-jari keras dengan jumlah 14-17 buah
dan ada pula sirip punggung yang berjari-jari lemah dengan jumlah 14-19 buah yag
diikuti dengan 8-10 sirip tambahan. Ikan Tenggiri memiliki garis rusuk lurus
kemudian membengkok tajam di bawah awal jari-jari sirip tambahan dan melurus
kembali sampai batang ekor. Garis rusuk ikan Tenggiri tidak terputus dan hanya
berjumlah satu, gelembung renang tidak ada, warna punggung biru gelap keabu-
abuan atau biru kehijauan. Sisi tubuh ikan Tenggiri berwarna putih perak dan pada
bagian perut dijumpai garis-garis (Guci, 1999).
2.2.3 Habitat dan Persebaran Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)
Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson)merupakan jenis ikan yang
tergolong ekonomis penting dan menjadi salah satu ikan yang digemari di dunia.
Ikan epipelagis dan bersifat migratory ini penyebarannya mencakup seluruh
wilayah Pasifik Barat dari Afrika Utara dan Laut Merah sampai ke perairan
Indonesia, Australia,dan Fiji ke utara sampai ke perairan China dan Jepang
(McPherson, 1993). Spesies ikan ini menyukai habitat dangkal di continental shelf
terutama dikaitkan dengan keberadaan terumbu karang sampai kedalaman 10-70 m
(McPherson, 1985; Myers, 1991). Ikan tenggiri juvenile dan masih muda hidup
dalam gerombolan kecil, sedangkan yang sudah dewasa sebagai individual
(Collette, 2001).
2.3 Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda)
Gambar ikan barakuda (Sphyraena barracuda)
2.3.1 Klasifikasi Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda)
Berdasarkan penelitian dari Klein (1778) klasifikasi ikan tenggiri ini adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Sphyraenidae
Genus : Sphyraena
Spesies : Sphyraena barracuda
2.3.2 Morfologi Ikan Barakuda (Sphyraena barracuda)
Barakuda besar (Sphyraena barracuda) merupakan spesies dari ikan
barakuda yang dapat ditemukan di laut tropis dan subtropis diseluruh dunia. Ikan
ini merupakan sejenis ikan bersirip kipas (Actinopterygii). Barakuda besar dapat
tumbuh sekitar 60–100 cm dan berat hingga 2.5-9.0 kilogram. Spesimen terbesar
dapat tumbuh sampai 1.5 meter dengan berat lebih dari 23 kilogram. Rekor ikan
terbesar yang tertangkap oleh kail pancing memiliki berat 46.72 kilogram dan
panjang 1.7 meter, dimana kemungkinan ada spesimen besar yang panjangnya
mencapai 2 meter (Edwars, 1771).
Ikan barakuda adalah pemangsa yang rakus dan berburu seperti ikan
lainnya yaitu menunggu mangsanya diam-diam lalu menangkapnya. Barakuda
mengandalkan serangan kejutnya dimana kecepatannya bisa mencapai hingga 27
mil/jam (43 km/jam) untuk menangkap mangsanya. Tidak seperti barakuda lainnya
yang membentuk kawanan besar, barakuda besar memilih hidup sendiri atau soliter.
Rentang umur barakuda besar hingga 14 tahun. Musim pemijahan telur biasanya
dilakukan antara bulan April hingga Oktober. Ikan betina melepas telur-telurnya
yang berjumlah 5.000 hingga 30.000 telur. Barakuda besar merupakan pemangsa
puncak dimana di wilayahnya ia biasa memangsa ikan, krustasea, dan moluska
(Edwars, 1771).
Penyebaran ikan barakuda besar dijumpai di perairan hangat dan dangkal di
samudra hindia, pasifik dan atlantik, dimana ikan ini biasanya hidup di perairan
hutan bakau hingga perairan terumbu karang, dengan kedalaman maksimal 110
meter (Edwars, 1771).

3. Ikan Demersal
3.1 Gurita (Octopus sp.)

Menurut Lane (1957) klasifikasi gurita adalah sebagai berikut :


Kingdom : Animalia
Filum : Molusca
Subfilm : Cephalopoda
Kelas : Cephalopoda
Ordo : Octopoda
Famili : Octopodidae
Genus : Octopus
Spesies : Octopus sp.
Gurita memiliki delapan lengan yang menempel pada kepala, memiliki
mulut berbentuk paruh, memiliki dua baris penghisap (suckers) di bawah tiap
lengan, dan memiliki lengan hectocotylus pada jenis jantan (Thomas 2014). Lengan
gurita merupakan struktur hidrostat muskuler yang hampir seluruhnya terdiri dari
lapisan otot tanpa tulang atau tulang rangka luar. Gurita dapat ditemukan di perairan
laut di seluruh dunia (Conners dan Jorgensen 2007), dengan habitat di dasar
perairan berkarang dan berpasir. Gurita memiliki penyebaran mulai dari perairan
pantai hingga kedalaman 1000 m (landas kontinen) (Evayani 2004).
3.2 Kepiting

Klasifikasi kepiting bakau Scylla serrta menurut (Kasry, 1996) adalah sebagai
berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Branchiura
Famili : Portunidae
Sub family : Lipilinae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla serrata
Kepiting bakau menurut Rosmaniar (2008), Famili portumudae merupakan
famili kepiting bakau yang mempunyai lima pasang kaki. Pasangan kaki kelima
berbentuk pipi dan melebar pada ruas terakhir.karapas pipi atau cagak cembung
berbentuk heksagonal atau agak persegi. Bentuk ukuran bulat telur memanjang atau
berbentuk kebulatan, tapi anterolateral bergigi lima sampai sembilan buah. Dahi
lebar terpisah dengan jelas dari sudut intra orbital, bergigi dua sampai enam buah,
bersungut kecil terletak melintang atau menyerong. Pasangan kaki terakhir
berbentuk pipih menyerupai dayung. Terutama ruas terakhir, dan mempunyai tiga
pasang kaki jalan. Kepiting bakau Scylla serrata memiliki bentuk morfologi yang
bergerigi, serta memiliki karapas dengan empat gigi depan tumpul dan setiap
margin anterolateral memiliki sembilan gigi yang berukuran sama. Kepiting bakau
memiliki capid yang kuat dan terdapat beberapa duri (Motoh 1979 dan Perry 2007).
Berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan terletak
pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi
dalam memegang makanan dan juga memompakan air dari mulut ke insang.
Kepiting memiliki rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka
lebar. Hal ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam
memperoleh makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan
sapit, kemudian baru dimakan (Shimek, 2008).Kepiting bakau (Scylla spp)
merupakan salah satu jenis dari Crustaceae dari famili Portunidae yang mempunyai
nilai protein tinggi dan dapat dimakan, (Scylla spp) merupakan salah satu spesies
yang mempunyai ukuran paling besar dalam genus Scylla (Kuntiyo dkk, 1994).
Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air tawar, payau
dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai kolom di setiap
perairan. Sebagaian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup di perairan payau terutama
di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang hidup dalam ekosistem ini
adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan kepiting bakau. Sebagian besar kepiting
merupakan fauna yang aktif mencari makan di malam hari (nocturnal) (Prianto, 2007).
3.3 IKAN HIU
Berikut merupakan klasifikasi dari Carcharhinus falciformis (Last & Seret,
1999; Allen & Erdmann, 2012):
Filum : Chordata
Kelas : Chondrichthyes
Subclass : Elasmobranchii
Ordo : Carcharhiniformes
Famili : Carcharhinidae
Genus : Carcharhinus
Spesies : Carcharhinus falciformis
Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas
Elasmobranchii. Kelompok Elasmobranchii terdiri dari hiu dan pari memiliki
tingkat keanekaragaman yang tinggi serta dapat ditemukan di berbagai kondisi
lingkungan, mulai dari perairan tawar hingga palung laut terdalam dan dari daerah
laut beriklim dingin sampai daerah tropis yang hangat (Compagno, 2001). Hiu
memiliki nilai ekonomis tinggi karena hampir semua dari bagian tubuhnya dapat
diolah menjadi produk. Meski diketahui memiliki protein tinggi daging hiu bukan
bahan konsumsi populer bagi para nelayan dan masyarakat Indonesia. Namun
sebaliknya hiu menjadi salah satu produk paling berharga di pasar 8 Internasional.
Daging hiu menjadi salah satu makanan penting di China, dan Hongkong
merupakan pusat perdagangan sirip hiu dunia (Widodo, 2000).
Ikan Hiu Mempunyai sirip 2 punggung, yang satu tegak menjulang ke atas dan
yang satunya lagi kecil/pendek terkadang hampir tak terlihat, Memiliki gigi-gigi
yang tajam, Bentuk tubuh seperti topedo yang memungkinkan ikan untuk berenang
dengan cepat, Sirip ekor berbentuk seperti hutup “V” terkadang seperti berbentuk
“bulan sabit”, Memiliki sirip pectoral, Memiliki sirip anal, Pada bagian kepala
berbentuk seperti moncong, dan umumnya berwarna abu-abu pada bagian tubuh
atas dan berawarna putih pada tubuh bagian bawah.
Hiu memiliki persebaran yang sangat luas dan hampir ditemukan di seluruh
perairan samudra. Sebagian besar hiu hidup pada perairan tropis yang hangat dan
beberapa spesies hiu hidup di perairan dingin. Hiu juga dapat ditemukan pada
daerah pantai hingga laut dalam serta di ekosistem terumbu karang (Ayotte, 2005).
4. Ikan Karang
4.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)

Gambar Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)


4.1.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Klasifikasi ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Saanin, 1968) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus sp.
4.1.2 Morfologi dan Anatomi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai ciri tubuh yang memanjang dan
melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini
umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taring-
taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi canin-nya
yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk
segitiga maupun bentuk “V” dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung
maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung
berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri dari jari
jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya ada yang berkesinambungan
dan berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak.
Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Ikan
kakap merah mempunyai bagian bawah penutup insang yang berduri kuat dan
bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi (Ditjen Perikanan, 1990).
Warna ikan kakap merah sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan,
kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Mempunyai garis-garis berwarna gelap dan
terkadang dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di
bawah awal sirip punggung berjari lunak. Umumnya berukuran panjang antara 25
– 50 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995)
4.1.3 Habitat Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) umumnya menghuni daerah perairan karang
ke daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus
sampai ke perairan tawar. Jenis kakap merah berukuran besar umumnya
membentuk gerombolan yang tidak begitu besar dan beruaya ke dasar perairan
menempati bagian yang lebih dalam dari pada jenis yang berukuran kecil. Selain
itu biasanya kakap merah tertangkap pada kedalaman dasar antara 40–50 meter
dengan substrat sedikit karang dan salinitas 30–33 ppt serta suhu antara 5-32oC
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1991). Jenis yang berukuran kecil
seringkali dijumpai beragregasi di dekat permukaan perairan karang pada waktu
siang hari. Pada malam hari umumnya menyebar guna mencari makanannya baik
berupa jenis ikan maupun crustacea. Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis
ikan kakap biasanya menempati daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah
yang ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap merah jarang ditemukan dalam
gerombolan besar dan cenderung hidup soliter dengan lingkungan yang beragam
mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah pantai sampai
daerah berkarang atau batu karang (Gunarso, 1995).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1983) Famili Lutjanidae utamanya
menghuni perairan tropis maupun sub tropis, walau tiga dari genus Lutjanus ada
yang hidup di air tawar. Penyebaran kakap merah di Indonesia sangat luas dan
hampir menghuni seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran kakap merah arah
ke utara mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan
serta Filipina. Penyebaran arah ke selatan mencapai perairan tropis Australia, arah
ke barat hingga Arfika Selatan dan perairan tropis Atlantik Amerika, sedangkan
arah keTimur mencapai pulau-pulau di Samudera Pasifik (Baskoro dkk. 2004).
Menurut Djamal dan Marzuki (1992) Daerah penyebaran kakap merah
hampir di seluruh Perairan Laut Jawa, mulai dari Perairan Bawean, Kepulauan
Karimun Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan Barat Kalimantan, Perairan
Sulawesi, serta Kepulauan Riau. Secara umum ikan kakap memiliki laju tumbuh
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan laut lainnya dan merupakan
komoditas perikanan yang mempunyai prospek mendukung pengembangan
budidaya di masa datang. Kelompok ikan dari Famili Lutjanidae pada umumnya
menempati wilayah perairan dengan substrat sedikit berkarang dan banyak
tertangkap pada ke dalaman antara 40-70 m terutama untuk yang berukuran besar,
ikan muda yang masih berukuran kecil biasa menempati daerah hutan bakau yang
dangkal atau daerah-daerah yang banyak ditumbuhi oleh rumput laut (Widodo dkk.,
1991 dalam Herianti dan Djamal, 1993). Grimes (1987) menyatakan kelompok ikan
kakap umumnya hidup di perairan dengan substrat dasar sedikit berkarang, pada
kedalaman antara 40-100 m, sedangkan ikan-ikan muda didapatkan di daerah hutan
bakau, rumput laut, dan karang-karang dangkal.
4.1.4 Reproduksi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Ikan Kakap tergolong diecious yaitu ikan ini terpisah antara jantan dan
betinanya. Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda nyata antara jenis
jantan dan betina baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam hal warna. Pola
reproduksinya gonokorisme, yaitu setelah terjadi diferensiasi jenis kelamin, maka
jenis seksnya akan berlangsung selama hidupnya, jantan sebagai jantan dan betina
sebagai betina. Jenis ikan ini rata-rata mencapai tingkat pendewasaan pertama saat
panjang tubuhnya telah mencapai 41–51% dari panjang tubuh total atau panjang
tubuh maksimum. Jantan mengalami matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil
dari betinanya.Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri dari sepuluh
ekor atau lebih, akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam hari di
bulan Agustus dengan suhu air berkisar antara 22,2–25,2oC. Ikan kakap jantan yang
mengambil inisiatif berlangsungnya pemijahan yang diawali dengan menyentuh
dan menggesek-gesekkan tubuh mereka pada salah seekor betinanya. Setelah itu
baru ikan-ikan lain ikut bergabung, mereka berputar - putar membentuk spiral
sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan air (Kungvankij, dkk. 1986
dalam Kadarwati. 1997). Secara umum ikan kakap merah yang berukuran besar
akan bertambah pula umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan
kakap yang berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar
antara 15–20 tahun, umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman
60–100 meter (Gunarso, 1995).
4.2 Ikan. Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

Gambar ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)


4.2.1 Morfologi dan Klasifikasi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus)
Ikan kerapu (Epinephelus sp) atau dikenal dengan nama dagang
groupers merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis
tinggi dan berpeluang dipasarkan baik di domestik maupun internasional. Ada
beberapa macam ikan kerapu di pasaran, diurut dari nilai ekonomis yang
tertinggi, yaitu ikan kerapu lodi, kerapu macan, kerapu lumpur, kerapu tikus,
kerapu bebek dan lainnya. Di pasaran ikan kerapu yang banyak dijumpai
adalah jenis ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) (Bahar, 2006). Ikan
kerapu macan dalam perdagangan internasional, dikenal dengan nama carped
cod. Ikan kerapu ini mirip dengan kerapu lumpur, namun ukuran tubuhnya
lebih tinggi dengan noda-noda pada tubuhnya yang lebih rapat dan berwarna
gelap. Seluruh tubuh berwarna cokelat kemerahan atau merah, termasuk sirip-
siripnya (Murtidjo, 2001). Menurut Andreas dan Soeharmoko (1997), ciri-
ciri morfologis dari ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bentuknya
agak bulat memanjang dan mempunyai ukuran badan lebih tinggi, sirip dada
berwarna kemerahan dan sirip lainnya mempunyai tepi kecoklatan. Menurut
Heemstra dan Randall (1993) sistematika pengklasifikasian ikan kerapu macan
adalah:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus
4.2.2 Tingkah Laku Makan Ikan Kerapu
Merupakan ikan yang bersifat nokturnal. Pada malam hari aktif bergerak
di kolom perairan untuk mencari makan sedangkan pada siang hari lebih banyak
bersembunyi di liang-liang karang (Valenciennes, 1828). Kemudian
Tampubolon dan Mulyadi (1989) yang dikutip oleh Maryati (2004)
menyatakan ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan malam
hari, namun lebih aktif lagi pada waktu fajar dan senja hari. Menurut
Indonesia Corel Reef Foundation (2004), kerapu termasuk ikan jenis crepuscular,
yang merupakan ikan yang aktif di antara waktu siang dan malam hari.Ikan kerapu
termasuk jenis karnivora. Kerapu dewasa memangsa ikan-ikan kecil, kepiting dan
udang-udangan, sedangkan pada saat larva memangsa larva moluska (trokofor),
rotifera, mikro crustacea, copepodadan zooplankton. Sebagai ikan karnivor,
kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di kolom air (Nybakken,
1988).Ikan kerapu biasanya mencari makan dengan cara menyergap mangsa
dari tempat persembunyiannya. Ikan kerapu juga bersifat kanibalisme jika
kekurangan makanan. Kanibalisme biasanya mulai terjadi pada larva berumur 30
hari, dimana pada saat itu cenderung berkumpul di suatu tempat dengan
kepadatan tinggi (Direktorat Jenderal Perikanan, 1999 yang dikutip oleh (Maryati,
2004)
4.3. Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
Gambar Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
4.3.1 Klasifikasi Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
Ikan napoleon (Cheilinus undulatus) adalah jenis ikan teleost dari kelas
LABRIDAE yang mempunyai bentuk unik tersendiri dan bertubuh besar di antara
jenis-jenis yang termasuk dalam kelas tersebut. Dalam sistematika nomenkalur
yang resmi (Russell 2004), ikan napoleon (Cheilinus undulatus) diklasifikasikan
sebagai berikut.
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Perciformes
Famili : Labridae
Genus : Cheilinus
Species : Cheilinus undulatus
4.3.2 Morfologi Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
Menurut Suharti (2009), ikan napoleon merupakan salah satu jenis ikan
karang yang memiliki banyak keunikan, tidak hanya mengalami perubahan jenis
kelamin saat usia dewasa, tetapi juga memiliki ciri-ciri morfologi yang berbeda
antara fase juvenil dan saat dewasa. Warna pun juga mengalami perubahan seiring
dengan bertambahnya umur ikan napoleon. Selain perbedaan ciri-ciri antara fase-
fase kehidupan ikan napoleon tersebut, di daerah terumbu karang yang merupakan
habitat ikan napoleon juga hidup berbagai jenis ikan lainnya yang mempunyai
kemiripan dengan ciri-ciri ikan napoleon. Pengetahuan tentang ciri-ciri tiap fase
kehidupan ikan napoleon dan kemiripannya dengan jenis-jenis ikan karang lainnya
adalah mutlak diperlukan bagi seorang peneliti sebelum melakukan survei potensi
ikan napoleon. Ikan napoleon dewasa mudah dikenali karena memiliki ciri-ciri
spesifik, seperti bibir yang tebal, tonjolan dahi di atas mata yang berubah menjadi
besar saat bertambahnya umur, dan gurat di atas serta di bawah mata. Ikan ini juga
memiliki sepasang gigi depan yang tajam dan sedikit menonjol keluar dari bibir
seperti kebanyakan ikan kakatua. Ikan napoleon yang masih gelondongan berwarna
terang dengan garis-garis berwarna gelap yang melintang sampai di bawah
matanya. Anakan yang sudah beranjak besar memiliki warna hijau terang.
Napoleon dewasa memiliki warna kehijauan yang degradasinya dari hijau terang ke
hijau gelap. Ketika napoleon masuk usia tua, berwarna antara hijau ke biru pastel
dan tumbuhnya jauh lebih besar. Perubahan bentuk tubuh dan warna sepanjang
perjalanan hidupnya menyebabkan sulit untuk mendeteksi kapan perubahan jenis
kelamin dari spesies ini terjadi, tetapi betina dapat dikenali sepintas lebih hijau.
4.3.3 Habitat Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
Ikan napoleon memiliki dua habitat yang berbeda sesuai dengan fase usia ikan
ini. Fase muda atau anakan lebih umum ditemukan di area dekat pantai (inshore)
atau goba, sedangkan fase tua umumnya menyukai area di luar terumbu karang
yang menghadap laut lepas (offshore), di lereng terumbu. Perbedaan tersebut lebih
pada masalah dangkal atau dalamnya perairan tempat tinggal atau habitat ikan
tersebut. Sepanjang hidup ikan napoleon mulai dari penetasan, juvenil, hingga
dewasa selalu berasosiasi dengan terumbu karang atau di habitat-habitat yang
berdekatan dengan terumbu karang, seperti padang lamun (seagrass beds) dan
mangrove (Russell 2004). Ikan napoleon yang masih stadium gelondongan
(juwana) hidup pada kedalaman ± 2–3 meter. Benih-benih atau gelondongan ikan
tersebut hidup di paparan terumbu yang dipenuhi oleh karang keras dan karang
lunak (soft coral) serta biota laut lainnya, seperti ganggang (macroalgae) dan lamun.
Anakan napoleon memiliki afinitas yang kuat sekali dengan karang keras,
ditemukan pada 4 jenis hardcoral dari 3 jenis Acropora dan1 jenis Porites
ylindricus), ganggang sargasum atau turbinaria (kelompok macroalgae), dan lamun
(Enhalus acroides) yang berfungsi sebagai relung ekologi (niches) bagi anakan
tersebut (Myers 1999; Russell 2004). Sebagaimana juga anakan ikan lain, anakan
napoleon membutuhkan tempat berlindung yang rimbun atau pada relungnya yang
spesifik di bagian pangkal karang Acropora. Oleh karena itu, anakan napoleon
sering luput dari penglihatan pengamat.Ikan napoleon sesungguhnya bukan
golongan kriptik seperti kerapu yang hidup tersembunyi. Beranjak dewasa,
napoleon muda dapat dijumpai di permukaan karang bercabang. Napoleon dewasa
umumnya hidup pada tempat-tempat yang dalam dan lebih mudah terlihat oleh
penyelam di tepi lereng terumbu (reef slopes) atau di dinding karang yang terjal
(reefs walls). Napoleon dewasa dapat hidup sampai kedalaman 100 meter dan
menempati gua-gua di dinding karang ketika merasa terancam.
Ikan napoleon cenderung terlihat individual (soliter) di area terumbu karang.
Meskipun terlihat berkelompok atau berpasangan, jumlah kelompok jarang lebih
dari 10 ekor. Kelompok ikan napoleon juga berasosiasi atau mengikuti mobilitas
gerombolan ikan karang lain di sekitar tubir terumbu karang, seperti ikan ekor
kuning, kakap, kerapu, lencam, kakatua, dan bibir tebal sebagai manisfesi dari sifat
pertahanan diri.Kebanyakan ikan karang berkorelasi dengan tingginya tutupan
karang batu, tetapi ikan napoleon tidak menunjukkan kecenderungan seperti itu.
Ikan napoleon dapat beradaptasi pada area karang dengan tutupan karang batu yang
rendah sampai tinggi, bahkan masih dijumpai pada area karang rusak. Rentang
habitat di mana ikan napoleon dijumpai mencakup campuran dari beragam bentuk
kehidupan bentik terumbu, seperti pasir, rubbles karang, sponge, coralium, sampai
karang keras submassive dan bercabang, dengan kolom air yang jernih.
4.3.4 Distribusi Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
Ikan napoleon tergolong kelompok ikan demersal dan dapat ditemukan pada
lokasi terumbu karang di perairan tropis dunia, terutama wilayah Indo-Pasifik, dari
Bagian Barat Samudra Hindia dan Laut Merah sampai ke Selatan Jepang, New
Caledonia dan tengah Samudera Pasifik (Sadovy et al. 2003). Di Australia, ikan ini
ada di perairan pantai yang berkarang dari bagian utara sampai ke bagian selatan
Australia dan Great Barrier Reef (Pogonoski et al. 2003). Ikan ini dilaporkan ada di
perairan teritorial dari 48 negara di dunia (Sadovy et al. 2003).Dari beberapa hasil
survei lapangan diketahui bahwa ikan Napoleon dijumpai di sebagian besar
perairan karang Indonesia yang luasnya diperkirakan 75.000 km2. Beberapa
lembaga pemerintah yang memiliki program inventarisasi dan monitoring, seperti
Pusat Penelitian Oseanografi–LIPI, Bakosurtanal Cibinong, Balai Penelitian
Perikanan Laut Jakarta, Balai Penelitian Pemulihan Stok dan Konservasi Sumber
Daya Ikan (BP2KSI) Jatiluhur, serta Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Laut-KP3K di Satker daerah masing-masing yang telah menemukan ikan napoleon
di perairan Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Di kawasan bagian barat Indonesia, ikan napoleon ditemukan di Kepulauan
Natuna, Anambas, Pulau Pongok Perairan Bangka, Perairan sekitar Pulau Belitung,
Pulau Nias, Kepulauan Mentawai, Kepulauan Seribu, dan Kepulauan Kangean. Di
kawasan tengah dan timur Indonesia, ikan napoleon juga ditemukan di Kepulauan
Bunaken, Kepulauan Selayar, Kepulauan Sembilan wilayah Sinjai dan Teluk Bone,
Perairan Banggai, Perairan Banggai Kepulauan, Kepulauan Wakatobi dan
Kepulauan Lucipara, serta Maluku dan Perairan sekitar Wetar Maluku Barat Daya.
Semua bagian wilayah ini memiliki sentra produksi masing-masing dengan satu
pengumpul utama. Oleh karena luasnya distribusi ikan napoleon dan banyaknya
titik-titik wilayah tangkap membuat pengawasannya menjadi lebih sulit dengan
beragam kendala.
4.3.5 Reproduksi Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
Ikan napoleon tergolong ikan berumur panjang dengan pola reproduksi yang
tertunda dan umur betina matang gonad berkisar antara umur 5–7 tahun, ukuran
pertama kali matang gonad 35 cm. Ikan napoleon betina memiliki tingkat harapan
hidup relatif lebih tinggi daripada jantan. Ikan napoleon betina dilaporkan dapat
hidup sampai 32 tahun, sedangkan napoleon jantan sedikit berumur lebih pendek.
Dalam masa perkembangbiakan napoleon yang diduga lebih dari 10 tahun, laju
pertumbuhan populasinya ternyata rendah (Myers 1999; Choat et al. 2006; Gillettt
2010).
Seperti layaknya ikan karang lainnya, ikan napoleon juga terlahir dengan
jenis kelamin jantan atau betina, tetapi ikan ini tergolong hewan yang unik dari sisi
siklus hidupnya. Ikan napoleon termasuk hewan hermaprodite protogynus. Artinya,
mereka dapat berubah jenis kelamin dari betina ke jantan. Tahap ini terjadi pada
saat ikan napoleon usia dewasa, di mana ukuran tubuh saat itu berkisar antara 55–
75 cm (Sadovy et al. 2007).
4.3.5 Kebiasaan Makan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
Ikan napoleon menduduki posisi piramida bagian atas dalam rantai makanan.
Napoleon tergolong predator dan termasuk pemakan segala (opportunis), yaitu
menyukai ikan, kekerangan, anakan kepiting (krustasea), bulu babi atau bintang
laut, belut laut (moa), dan ikan-ikan kecil yang hidup di atas dan meliang di dasar
laut (Myers 1999; Sadovy et al. 2010). Ikan napoleon juga dilaporkan oleh Randall
et al. (1978) mampu menetralisir racun dari jenis ikan laut yang menjadi
makanannya, seperti ikan buntal kota (Ograciidoe) dan sea hare (Aplysia).
Makanan kegemaran napoleon menurut hasil analisis lambung, antara lain
invertebrata (krustasea 29%, moluska 20%, dan ekinodermata 3%) serta ikan
belenid dan gobid 12% (Choat et al. 2006).
Ikan napoleon seperti juga jenis ikan kakatua dan kerapu adalah rezim
komunitas yang dianggap mampu dalam menjaga dan mengubah keseimbangan
dalam terumbu karang. Hal ini disebabkan oleh sifat kebiasaan makannya, terutama
ikan napoleon yang merupakan salah satu predator yang menyukai bintang laut
mahkota (Acanthaster planci) pemakan polip karang (Randall et al. 1978; Myers
1999). Dengan demikian, napoleon dapat mengendalikan populasi biota laut
tersebut sehingga berperan sebagai penyelamat karang batu.
DAFTAR PUSTAKA
Collette, B.B., 2001. Tunas (also, Albacore, Bonitos, Mackerels, Seerfishes and
Wahoo). In: FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes: The
Living Marine Resources of the Western Central Pacific, Carpenter, K.E.
and V. Niem (Eds.). Food and Agricultural Organization, Rome, pp: 3721-
3756.
Collette, B., S.K. Chang., W. Fox., J.M. Jorda., N. Miyabe., R. Nelson., dan Y.
Uozumi. 2011. Euthynnus affinis. The IUCN Red List of Threatened
Species.
Choat JH, CR Davies, JL Ackerman, BD Mapstone. 2006. Age structure and growth
in a large teleost, Cheilinus undulatus, with a review of size distribution in
labrid fishes. Marine Ecology Progress Series. 318: 237–246
Dahlan, Muh. Arifin. 2012. Keragaman Populasi dan Biologi Reprosuksi Ikan
Layang (Decapterus macrosoma Bleeker 1841) di Selat Makassar, Laut
Flores dan Teluk Bone. Universitas Hasanuddin. Makasar
Edward, C.H & J.R lofty. 1771. Biology of Earthworm. London. Chapman and
Hall. Pp. 77-221
Fishbase. 2014. Euthynnus affinis. [terhubung berkala]. http://www. fishbase. org/
species summary.htm. [20 Oktober 2019]
Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2014. Species Fact
Sheets: Euthynnus affinis (Cantor, 1849). FAO Fisheries and Aquaculture
Department.
Gillett R. 2010. Monitoring and Management of the Humphead Wrasse, Cheilinus
undulatus. FAO Fisheries and Aquaculture Circular. No. 1048, Rome.
62pp.
Guci N. 1999. Analisis Hasil Tangkapan (Catch) dan Upaya Penangkapan (Effort)
Tenggiri (Scomberomorus commerson) di Pantai Baron dan Sadeng
Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. [Skripsi]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 5-9
Joshua, Bostwick (2000). "Coryphaena hippurus". Animal Diversity Web.
Retrieved August 17, 2011.
Hela, I., dan T. Laevastu. 1961. The Influence of Temperatur on the Behaviour of
Fish. Archivum Societatis Zoologicae Botanicaae Fennicae Vanamo. 15 (5)
: 83-103.
Manik, N. 2009. Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Ikan Layang
(Decapterus russelli) dari Perairan Sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 35(1): 65-74
McPherson, G.R., 1985. Northern line fishery for mackerels still important. Aust.
Fish., 8: 12-14.
McPherson, G.R., 1993. Reproductive biology of the Narrow- Barred Spanish
Mackerel(Scomberomorus commerson) in Queensland waters. Asian
fisheries. Sci.. 6:169- 182.
Myers RF. 1999. Micronesian Reef Fishes. 3rd Edition. Barrigada: Coral Graphics.
298 pp.
Myers, R.F., 1991. Micronesian Reef Fishes: A Practical Guide to the Identification
of the Coral
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. PT. Djambatan. Jakarta
NSW Government. 2008. Mackerel Tuna (Euthynnus affinis). Wild Fisheries
research Program: Status of Fisheries Resources in New South Wales. 9:
195-196.
Pogonoski JJ, DA Pollard, JR Paxton. 2003. Conservation Overview and Action
Plan for Australian Threatened and Potentially Threatened Marine and
Estuarine Fishes. Canberra: Environment Australia. 375 pp.
Prihatini, Ambar. 2006. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus spp)
Hasil Tangkapan Purse Seine yang Didaratkan di PPN Pekalongan. Tesis.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Randall JE, SM Head, APL Sanders. 1978. Food Habits of The Giant Humphead
Wrasse (Cheilinus undulates, Labridae). Env. Biol. Fishes. 3: 335–338.
Russell B. 2004. Cheilinus undulatus. In: IUCN 2013. IUCN Red List of
Threatened Species. Version 2013.1. <www.iucnredlist.org>. Downloaded
on 26 August 2013.
Saanin H, 1984. Taksomomi dan Identifikasi Ikan. Buku 2. Bona Cipta. Bogor.
Sadovy Y, ACJ Vincent. 2003. Ecological issues and the trades in live reef fishes.
In: Coral reef fishes. Dynamics and diversity in a complex ecosystem. PF
Sale (Ed). Academic Press, San Diego, CA, p. 391–420
Sadovy Y. 2010. Wawancara pribadi. Mrs. Yvonne Sadovy adalah ketua tim dari
IUCN Groupers & Wrasses Specialist Group yang telah melakukan kegiatan
monitoring Napoleon di berbagai wilayah perairan Indonesia, termasuk
Karas tahun 2005.
Sjafei. Robiyani. 2007 . Introduction to tropical fish stock assessment. Part 1 –
Manual. FAO Fish. Tech. Pap. (306/1). 337 pp.
Suharti RS. 2009. Ikan Napoleon, Cheilinus undulates, ikan karang terbesar dari
Family Labridae. Oseana, Volume XXXIV, Nomor 3, Tahun 2009; 1–7.
Yesaki, M., 1994. A review of the biology and fisheries of kawakawa (Euthynnus
affinis) in the Indo-Pacific region. Interactions of Pacific tuna fisheries, vol.
2 papers on biology and fisheries, processing of the first FAO expert
consultation on interactions of Pacific tuna fisheries 3-11. 336 (2): 388-408.

Anda mungkin juga menyukai