Tugas Makalah Liak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Rhan (Gadai)

(FIQH MUAMALAH)

Disusun oleh: Kelompok 10


Lia kurniati

(1631700074)
Jerry Despriansyah
(1651700063)

Dosen Pengampu: Fatah Hidayat, S.Ag,, M.pd.I

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya


sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentukmaupun isinya
yang sangat sederhana.

Harapan saya semoga makalah ini membatu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Makalah ini saya akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.

Akhir kata yang kami ucapkan mohon maaf jika dalam proses penulisan
makalah ini banyak kekurangan disana dan disini. Pikiran kritis dan sumbang
saran sangat diharapkan demi perbaikan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1

.BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ar-Rahn ................................................................................ 2


B. Rukun dan Syarat Ar-Rahn .................................................................... 3
C. Ketentuan umum pelaksanaan Rahn dalam islam .................................. 4
D. Manfaat Rahn ......................................................................................... 6
E. Resiko Rahn ........................................................................................... 6
F. Berakhirnya Rahn ................................................................................... 7

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar
dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga
mu’amalah (hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi
dengan lainnya untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong
diantara mereka.

Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak


bermunculan fenomena ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dizaman
kiwari ini. Sehingga orang terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang
berharga dalam meminjamkan hartanya.

Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk
mencari uang dan salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama
berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi
syarat dan rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah
tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-asalan
tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu kami akan
mencoba sedikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya

B. Rumusan Masalah
a. Pengertian Ar-Rahn
b. Rukun dan Syarat Ar-Rahn
c. Ketentuan umum pelaksanaan Rahn dalam islam
d. Manfaat Rahn
e. Resiko Rahn
f. Berakhirnya Rahn

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Menurut etimologi ar-rahn berarti Atsuubutu wa dawamu artinya tetap dan


kekal, atau al Habsu wa luzumu artinya pengekangan dan keharusan dan juga bisa
berarti jaminan.

Adapun secara terminologi para ulama fiqh mendefinisikannya sebagai berikut :

1. Menurut sayyid sabiq, ar-rahn Adalah menjadikan barang berharga


menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang.
2. Menurut Masjfuq Zuhdi, ar-rahn adalah perjanjian atau akad pinjam
meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
3. Menurut Nasrun Haroen, ar-rahn adalah menjadikan suatu (barang)
sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai
pembayaran hak (piutang) itu, baik keseluruhannya ataupun sebagiannya.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa ar-rahn adalah menjadikan


barang berharga sebagai jaminan hutang. Dengan begitu jaminan tersebut
berkaitan erat dengan utang piutang dan timbul dari padanya. Sebenarnya
pemberian utang itu merupakan suatu tindakan kebajikan untuk menolong
orang yang sedang dalam keadaan terpaksa dan tidak mempunyai uang dalam
keadaan kontan.

Hukum meminta jaminan itu adalah mubah berdasarkan petunjuk Allah dalam
al-qur’an sebagai berikut:

(Al-Baqarah:283)

Yang artinya

“Apabila kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)


sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada

2
barang tanggungan (oleh yang berpiutang) akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya.”

Para ulama sepakat bahwa ar-rahn dibolehkan tetapi tidak diwajibkan, sebab
gadai hanya bersifat jaminan saja jika kedua belah pihak tidak saling
mempercayai.

B. Rukun dan Syarat-syarat

Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan rukun ar-rahn .


Menurut jumhur ulama rukun ar rahn itu ada empat, yaitu
1. Orang yang berakad (ar-rahin dan al murtahin)
2. Sighat (lafadz ijab dan qabul)
3. Utang (al-marhun bih)
4. Harta yang dijadikan jaminan (al-marhun)

Adapun syarat-syarat ar-rahn para ulama fiqh menyusunnya


sesuai dengan rukun ar-rahn itu sendiri , dengan demikian syarat-syarat ar-
rahn sebagai berikut :

1. Syarat yang terkait dengan orang berakad ar-rahin dan al-


murtahin) adalah cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak
hukum , menurut jumhur ulama adalah orang yang telah balig
dan berakal.
2. Syarat yang terkait dengan sighat, jumhur ulama mengatakan
bahwa syarat itu ialah syarat yang mendukung kelancaran akad
itu, maka syarat itu dibolehkan , tetapi apabila syarat itu
bertentangan dengan tabiat akad ar-rahn , maka syaratnya batal.

3
3. Syarat yang terkait dengan utang (al-marhun bih), (a)
merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada yang
memberi hutang , (b) utang itu boleh dilunasi dengan jaminan,
dan (c) utang itu jelas dan tertentu.
4. Syarat yang terkait dengan barang yang dijadikan jaminan (al-
marhun) , menurut ulama fiqh syarat syaratnya adalah sebagai
berikut: (a) barang jaminan itu boleh dijual dan nilainya
seimbang dengan utang, (b) berharga dan boleh dimanfaatkan,
(c) jelas dan tertentu (d) milik sah orang yang berhutang, (e)
tidak terkait dengan hak orang lain (f)merupakan harta utuh
dan (g) boleh diserahkan baik materinya maupun manfaatnya. 1

C. Ketentuan Umum Pelaksanaan Rahn dalam Islam

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ar-rahn


antara lain:

1. Kedudukan Barang Gadai.


Selama ada di tangan pemegang gadai, maka kedudukan barang gadai
hanya merupakan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak
penggadai.

2. Pemanfaatan Barang Gadai.


Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya baik oleh
pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang
tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi
penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang
bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Oleh karena itu
agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai atau
penerima gadai meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka

1
Abdul Rahman Ghazaly, fiqh Muamalah, (Jakarta:Prenada Media Group, 2010)

4
hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir.

3. Resiko Atas Kerusakan Barang Gadai


Ada beberapa pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang di
sebabkan tanpa kesengajaan murtahin. Ulama mazhab Syafi’i dan Hambali
berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak menanggung resiko
sebesar harga barang yang minimum. Penghitungan di mulai pada saat
diserahkannya barang gadai kepada murtahin sampai hari rusak atau
hilang.

4. Pemeliharaan Barang Gadai


Para ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya
pemeliharaan barang gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan
bahwa barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan
miliknya. Sedangkan para ulama’ Hanafiyah berpendapat lain, biaya yang
diperlukan untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai
menjadi tanggungan penerima gadai dalam kedudukanya sebagai orang
yang menerima amanat.

5. Kategori Barang Gadai


Jenis barang yang biasa digadaikan sebagai jaminan adalah semua
barang bergerak dan tak bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Benda bernilai menurut hukum syara’
b. Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi
c. Benda diserahkan seketika kepada murtahin

6. Pembayaran atau Pelunasan Utang Gadai.


Apabila sampai pada waktu yang sudah di tentukan, rahin belum juga
membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhun

5
untuk menjual barang gadaianya dan kemudian digunakan untuk melunasi
hutangnya.

7. Prosedur Pelelangan Gadai

Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh


menjual atau menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima gadai
dibolehkan menjual barang tersebut dengan syarat pada saat jatuh tempo
pihak penggadai tidak dapat melunasi kewajibanya

D. Manfaat Rahn

Manfaat yang dapat di ambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah:

1. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main


dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan.

2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang


deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja. Jika nasabah
peminjam ingkar janji, ada suatu asset atau barang (marhun) yang
dipegang oleh bank.

3. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, maka akan sangat


membantu saudara kita yang kesulitan dana terutama didaerah-daerah.

E. Resiko Rahn

Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan


sebagai produk adalah:

1. Resiko tak terbayarnya hutang nasabah (wanprestasi)

6
2. Resiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.2

F. Berakhirnya Rahn

Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, dalam gadai tidak
boleh ada syarat-syarat, semisal ketika akad gadai diucapkan “apabila
rahin tidak mampu melunasi utangnya hingga waktu yang telah
ditentukan, maka marhun (jaminan) menjadi milik murtahin sebagai
pembayaran utang”, sebab ada kemungkinan pada waktu pembayaran
telah ditentukan untuk membayar utang harga marhun akan lebih kecil
dari pada utang rahin (orang yang memberikan jaminan) yang harus
dibayar, yang mengakibatkan kerugian pada pihak murtahin. Sebaliknya
ada kemungkinan juga harga marhun pada waktu pembayaran lebih besar
jumlahnya dari pada utang yang harus dibayar, yang akibatnya akan
merugikan rahin.

Apabila syarat diatas diadakan dalam akad gadai, akad gadai tetap sah
tetapi syarat-syaratnya batal dan tidak perlu diperhatikan. Apabila pada
waktu pembayaran yang telah ditentukan, rahin belum membayar
utangnya, hak murtahin adalah menjual jaminan atau marhun,
pembeliannya boleh murtahin (orang yang menerima) itu sendiri atau
yang lain tetapi harus dengan harga yang umum berlaku pada waktu itu.
Hak murtahin hanyalah sebesar piutangnya, dengan akibat apabila harga
penjualan marhun lebih besar dari jumlah utangnya, sisanya
dikembalikan pada rahin. Sebaliknya, harga penjualan marhun kurang
dari jumlah utang, rahin masih menanggung pembayaran kekurangannya.

2
Muhammad dan Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta:Salembadiyah, 2003)
http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/makalah-fiqh-muamalah-gadai-rahn.html?m=1
jum’at 14september2018 pukul 23:02

7
Berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang artinya
“Rahn itu tidak boleh dimiliki, rahn itu milik orang yang menggadaikan.
Ia berhak atas keuntungan dan kerugiannya.”

Dapat disimpulkan bahwa akad rahn berakhir dengan hal-hal sebagai


berikut [13]:

a) Barang gadai telah diserahkan kembali pada pemiliknya

b) Rahin telah membayar hutangnya

c) Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan


pemindahan oleh murtahin

d) Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari


pihak rahin

e) Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahi

Setiap ada awal pasti ada akhir, setiap permasalahan pasti ada
penyelesaian. Begitu juga dengan gadai pasti akan ada pula
hapus atau berakhirnya hak gadai. Berakhirnya persetujuan
gadai adalah merupakan rentetan, setelah terlaksananya
persetujuan.3

3
Abdul Grofur Anshor, Gadai Syariah di indonesia, (Yogyakarta:UGM Press)

Ariyantiputri7blogspot.com/2015/10/makalah-rahn-gadai,html?m=1

8
BAB III

Kesimpulan

Rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut


pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, sehingga orang yang bersangkutan
boleh mengambil sebagian manfaat barangnya itu.

Dalam ikatan gadai tidak dibolehkan ada perjanjian melebihkan jumlah


pembayaran hutang sebagai keuntungan orang yang meminjamkan uang. Jadi
dalam hal gadai inipun terdapat riba yang dilarang. Dari Ali ra.. ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah saw : “Setiap hutang yang menarik manfaat (keuntungan)
maka ternasuk riba

9
BAB IV

Daftar pustaka

Abdul Rahman Ghazaly, fiqh Muamalah, (Jakarta:Prenada Media Group, 2010)

Muhammad dan Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, (Jakarta:Salembadiyah, 2003)

http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/makalah-fiqh-muamalah-gadai-
rahn.html?m=1 jum’at 14september2018 pukul 23:02

Abdul Grofur Anshor, Gadai Syariah di indonesia, (Yogyakarta:UGM Press)

Ariyantiputri7blogspot.com/2015/10/makalah-rahn-gadai,html?m=1

10

Anda mungkin juga menyukai