Labes DBT Siap Fix
Labes DBT Siap Fix
Labes DBT Siap Fix
Oleh :
Kelompok I1
Asisten:
Fandyka Yufriza Ali, S.P.
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2019
i
LEMBAR DATA ANGGOTA
PRAKTIKUM DASAR BUDIDAYA TANAMAN
Kelompok : I1
Asistem : Fandyka Yufriza Ali, S.P.
2019
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Kelompok : I1
Kelas : I
Disetujui Oleh:
2019
iii
LEMBAR KRITIK DAN SARAN
Asisten Penguji :
2019
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya yang berupa nikmat sehat dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan dasar budidaya pertanian. Dalam proses
penyusunan laporan ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan, arahan, serta
dukungan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Tim Asisten Praktikum Dasar Budidaya Pertanian, yang telah membantu
membimbing dan mengarahkan selama pelaksanaan praktikum,
2. Kak Fandyka Yufriza Ali, selaku Asisten Praktikum Dasar Budidaya
Tanaman Kelas I yang telah membantu dalam membimbing dan
mengarahkan selama pelaksanaan praktikum, tutorial serta penyusunan
Laporan Akhir Praktikum ini,
3. Rekan-rekan mahasiswa khususnya kelas I Agroekoteknologi yang telah
memberikan semangat serta dukungan selama penyusunan Laporan Akhir
Praktikum Dasar Budidaya Tanaman ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan baik segi penyusunan, bahasa maupun penulisannya sehingga penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan dasar
budidaya pertanian ini menjadi lebih bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok I1
v
DAFTAR ISI
COVER LUAR
COVER DALAM ................................................................................................... i
LEMBAR DATA ANGGOTA ............................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
LEMBAR KRITIK DAN SARAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vix
1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
2.1 Tanaman Jagung Manis ........................................................................... 3
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Manis .................................................. 4
2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis ............................................ 6
2.4 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Tanaman Jagung Manis ..................... 7
2.5 Pengaruh Pola Tanam Terhadap Tanaman Jagung Manis ....................... 8
3. BAHAN DAN METODE ................................................................................ 10
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 10
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 10
3.3 Metode Pelaksanaan .............................................................................. 10
3.4 Parameter Pengamatan ......................................................................... 13
3.5 Analisis Data .......................................................................................... 15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 16
4.1 Hasil ....................................................................................................... 16
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 21
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38
LAMPIRAN ........................................................................................................ 41
vi
DAFTAR TABEL
No. Hal
Teks
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
Teks
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
Teks
1. Deskripsi Varietas ............................................................................................... 41
2. Petak Praktikum.................................................................................................. 44
3. Perhitungan Pupuk ............................................................................................. 45
4. Data Pengamatan Jagung Manis ........................................................................ 48
5. Logbook .............................................................................................................. 52
6. Dokumentasi Hasil Panen ................................................................................. 652
ix
1
1. PENDAHULUAN
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang
dikonsumsi dan sangat disukai masyarakat Indonesia serta memiliki kandungan
karbohidrat tinggi selain padi dan gandum. Tanaman jagung manis memiliki rasa
yang lebih manis dibandingkan dengan jagung biasa dan umur produksinya yang
lebih singkat. Jagung manis mempunyai ciri-ciri biji yang masih muda bercahaya dan
berwarna jernih seperti kaca sedangkan biji yang telah masak dan kering akan
menjadi keriput/berkerut. Perbedaan jagung manis dan jagung biasa pada umumnya
jagung manis berambut putih sedangkan jagung biasa berambut merah. Umur
jagung manis antara 60 sampai 70 hari, namun pada dataran tinggi yaitu 400 mdpl
atau lebih, biasanya bisa mencapai 80 hari. Bagi para para petani, tanaman jagung
manis merupakan peluang usaha di pasar, karena nilai jualnya lebih tinggi.
Berdasarkan hitungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP)
Kementan, produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 12,49 persen
per tahun. Itu artinya, tahun 2018 produksi jagung diperkirakan mencapai 30 juta
ton. Hal ini juga didukung oleh data luas panen per tahun yang rata-rata meningkat
11,06 persen, dan produktivitas rata-rata meningkat 1,42 persen. Oleh karena itu,
usaha untuk mengatasi ketersediaan pangan dan peningkatan produksi jagung
adalah dengan mengatur jarak dan pola tanam. Jarak tanam sangat penting untuk
diperhatikan, agar antara tanaman satu dengan tanaman lainnya tidak saling
berkompetisi sehingga nutrisi dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dapat
tercukupi dan tanaman dapat tumbuh secara optimal. Pengaturan kerapatan
tanaman bertujuan untuk meminimalkan kompetisi antar tanaman agar kanopi dan
akar tanaman dapat memanfaatkan lingkungan secara optimal. Jumlah tanaman
yang berlebihan akan menurunkan hasil karena terjadi kompetisi terhadap unsur
hara, air, radiasi matahari, dan ruang tumbuh sehingga akan mengurangi jumlah biji
pertanaman. Selain itu, syarat tumbuh tanaman jagung juga perlu diperhatikan
terutama iklim dan juga kondisi tanah. Pertumbuhan jagung manis paling baik yaitu
pada musim panas, tetapi sebagian besar areal pengolahan jagung manis berada di
daerah yang dingin. Jagung manis dapat tumbuh hampir semua di tipe tanah
dengan pengairan yang baik. Tanaman jagung manis dapat beradaptasi di kondisi
2
iklim yang luas, yaitu pada iklim tropis-subtropis dengn rentang ketinggian sampai
dengan 3000 mdpl. Kondisi temperatur, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan
panjang hari untuk pertumbuhan jagung manis yang optimum tidak jauh berbeda
dengan kondisi yang diperlukan jagung biasa.
Selain jarak tanam, pola tanam yang tepat dapat meningkatkan produksi
tanaman jagung manis. Pola tanam dibagi menjadi dua, pola tanam tumpang sari
dan monokultur. Kedua pola tanam tersebut harus memperhatikan kondisi lahan dan
tanaman yang dibudidayakan serta mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-
masing. Pola tanam monokultur adalah cara budidaya di lahan pertanian dengan
menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Monokultur menjadikan penggunaan
lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat
dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja. Kelemahan
utamanya adalah tanaman monokultur relative mudah terserang hama maupun
penyakit. Sedangkan tumpangsari adalah bentuk pola tanam yang membudidayakan
lebih dari satu jenis tanaman dalam satuan lahan, tumpangsari merupakan upaya
dari program intensifikasi pertanian dengan tujuan memperoleh hasil produksi yang
optimal, dan menjaga kesuburan tanah. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan
pengamatan lebih lanjut melalui kegiatan tanam agar dapat diketahui pengaruh jarak
dan pola tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.
1.2 Tujuan
2. TINJAUAN PUSTAKA
ton/ha/musim tanam. Potensi ini dapat dilihat dari kualitas buah yang baik, seperti
ukuran, tampilan, biji dan rasa. Selain produktivitas, sifat utama jagung manis yang
dikembangkan adalah rasa manis. Konsumen jagung manis menginginkan rasa
manis yang tinggi dan menginginkan jagung manis itu tetap manis setelah disimpan
beberapa hari. Setelah itu, karakteristik unggul pada tanaman jagung adalah umur
panen. Umur panen merupakan salah satu karakter yang digunakan untuk
mengukur keunggulan suatu varietas. Varietas yang banyak diinginkan adalah
varietas yang memiliki umur panen lebih awal. Umur tanaman berkaitan dengan
lamanya tanaman di lahan. Umumnya umur panen pada jagung manis adalah 70-80
HST di dataran menengah dan 60-70 di dataran rendah. Jagung manis umumnya
dikonsumsi dalam keadaan segar sehingga harus tersedia dalam kondisi segar
setiap saat dan tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Jagung manis
umumnya langsung dijual setiap selesai panen, karena mutu akan turun setelah 2-3
hari disimpan.
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Manis
Menurut Syukur dan Rifianto (2013), pertumbuhan jagung manis paling baik
yaitu pada musim panas, tetapi sebagian besar areal pengolahan jagung manis
berada di daerah yang dingin. Jagung manis dapat tumbuh hampir semua di tipe
tanah dengan pengairan yang baik. Tanaman jagung juga cocok ditanam pada
tanah yang gembur. Tanaman jagung manis dapat beradaptasi di kondisi iklim yang
luas, yaitu pada iklim tropis-subtropis dengn rentang ketinggian sampai dengan 3000
mdpl. Kondisi temperatur, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan panjang hari
untuk pertumbuhan jagung manis yang optimum tidak jauh berbeda dengan kondisi
yang diperlukan jagung biasa. Pertumbuhan bibit dan tanaman dapat berlangsung
pada kisaran suhu antara 21-30ºC.
Tanaman jagung dapat tumbuh optimal pada lahan terbuka. Ketinggian tempat
yang yang cocok untuk tanaman jagung dari 0 sampai 1300 m di atas permukaan
laut. Temperatur udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah
23-27°C. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jaguung pada umumnya antara 200
sampai dengan 300 mm per bulan atau yang memiliki curah hujan tahunanantara
800 sampai dengan 1200 mm. Tingkat kemasaman tanah atau pH tanah yang
optimal untuk oertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung sekitar 5,6 sampai
5
dengan 6,2. Saat tanam jagung tidak tergantung musim, namun tergantung pada
ketersediaan air yang cukup. Ketika pengairannya cukup, penanaman jagung pada
musim kemarau akan menyebabkan pertumbuhan jagung yang baik (Riwandi et al.,
2014).
Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung biasanya tumbuh di tanah
kering yang mempunyai aerasi dan ketersediaan air yang cukup baik. Tanah
bertekstur lempung atau liat berdebu merupakan jenis tanah terbaik untuk
pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung akan tumbuh dengan optimal pada
tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus. Menurut Wirosoedarmo et al.
(2011), tanaman semusim seperti jagung umumnya menghendaki lahan yang
memiliki kemiringan datar sampai agak landai atau kemiringan lereng 0-8 %.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) menyatakan bahwa,
jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik. Hal ini
dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N),
phospor (P), dan kalium (K) dalam jumlah yang tidak sedikit. Sehingga penggunaan
pupuk di tanah yang miskin hara dan rendah bahan organik sangat diperlukan.
Selain itu pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang juga perlu diaplikasikan
untuk membantu meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan jumlah akar.
Pada kondisi tanah yang subur dan gembur, jumlah akar tanaman jagung sangat
banyak. Sementara pada tanah yang kurang baik akar yang tumbuh jumlahnya
terbatas.
Pertumbuhan, produksi dan mutu hasil jagung manis dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan seperti kesuburaan tanah. Selain
memperhatikan pemilihan benih yang unggul, juga perlu diperhatikan kondisi lahan.
Masa tanam jagung tidak tergantung pada musim, namun tergantung pada
kesediaan air yang cukup. Tanaman jagung dapat tumbuh baik pada musim
kemarau jika kebutuhan air tercukupi. Secara fisiologis tanaman jagung termasuk
tanaman C4 sehingga memerlukan cahaya penuh dalam pertumbuhannya.
Golongan tanaman C4 ini juga lebih efisien dalam memanfaatkan CO 2 yang
diperlukan dalam proses fotosintesis (Riwandi et al., 2014).
6
Pertumbuhan tanaman jagung manis terbagi menjadi dua fase yaitu fase
vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif adalah fase yang berkaitan dengan
penambahan ukuran dan jumlah sel pada suatu tanaman, sedangkan fase generatif
adalah fase yang berkaitan dengan kematangan organ reproduksi suatu tanaman.
Pada fase vegetatif, parameter yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah
daun. Sedangkan pada fase generatif parameter pengamatan adalah waktu
berbunga, jumlah tongkol dan panjang tongkol (Ekowati dan Nasution, 2011).
Menurut Nur et al. (2018), fase vegetatif pada tanaman jagung yang diamati adalah
luas daun, jumlah penyerapan intensitas cahaya matahari dan indeks klorofil daun.
Sedangkan fase generatif tanaman jagung manis berkaitan dengan organ reproduksi
pada tanaman dan membutuhkan sumberdaya lingkungan yang optimal sebagai
pendukung dalam reproduksi.
2.4 Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Tanaman Jagung Manis
Jarak tanam merupakan pola pengaturan jarak antar tanaman dalam bercocok
tanam, meliputi jarak antar baris dan deret. Penggunaan jarak tanam ialah untuk
memberikan ruang pada tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami
banyak persaingan dalam hal mendapatkan air, unsur-unsur hara dan cahaya
matahari. Jarak tanam yang tepat penting dalam pemanfaatan cahaya matahari
secara optimal untuk proses fotosintesis. Dalam jarak tanam yang tepat, tanaman
akan memperoleh ruang tumbuh yang seimbang (Magfiroh et al., 2017).
Jarak tanam yang baik dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor terssebut
diantarnya bentuk wilayah (topografi), dan kerapatan tanaman. Pada lahan yang
datar dan agak landai digunakan jarak tanam yang biasa jarak tanamannya, tetapi
untuk daerah yang miring, harus digunakan sistem kontur supaya tidak terjadi
kompetisi antar tanaman (Setyamidjaja, 2000). Selain itu menurut Barbieri et al.
(2000), faktor iklim mempengaruhi produksi jagung pada jarak tanam yang berbeda.
Dengan curah hujan yang lebih banyak akan menghasilkan produksi jagung lebih
tinggi pada jarak yang lebih sempit.
Menurut Joseph dan Mike (2004), kelebihan menggunakan jarak tanam sempit
ialah sebagian benih yang tidak tumbuh atau tanaman muda yang mati dapat
terkompensasi, sehingga tanaman tidak terlalu jarang dan tidak menimbulkan jarak
renggang antar tanaman, jumlah tanaman per hektar merupakan komponen hasil
sehingga dari jumlah tanaman yang tinggi dapat diperoleh hasil yang tinggi.
Kekurangan untuk jarak tanam yang sempit ialah, tongkol per tanaman menjadi
berkurang sehingga hasil per hektar menjadi rendah, ruas batang tumbuh lebih
panjang sehingga tanaman kurang kokoh dan mudah rebah, benih yang diperlukan
lebih banyak. Jarak tanam berpengaruh nyata pada bobot segar tongkol berkelobot
dan tanpa kelobot.
8
Menurut Purwono dan Hartono (2005), jarak tanam yang sempit akan
memberikan ruang yang lebih sehingga daun yang tumpang tindih lebih sedikit.
Tanaman jagung manis membutuhkan sinar matahari terutama intensitas cahaya.
Tanaman jagung yang ternaungi pertumbuhannya akan terhambat, sehingga hasil
biji yang terbentuk kurang baik dan tidak dapat terbentuk tongkol. Pengaturan jarak
tanam berpengaruh pada produksi tanaman, produksi per hektar akan meningkat
dengan bertambahnya jumlah tanaman (Karimuna dan Halim, 2011). Pertumbuhan
dan produktivitas jagung sangat nyata dipengaruhi oleh jarak tanam dan varietas.
Hasil jagung tertinggi diperoleh pada jarak tanam sedang yaitu 50 cm x 40 cm,
karena ia konsisten untuk semua varietas (Yulisma, 2011).
2.5 Pengaruh Pola Tanam Terhadap Tanaman Jagung Manis
penyerapan unsur hara antar tanaman dan organisme penggaunggu tanaman (OPT)
yang beragam.
Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara
tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai
perakaran relatif dangkal. Menurut Turmudi (2002), terbatasnya ketersediaan air
akibat kemarau panjang kemungkinan menyebabkan persaingan yang kuat pada
pemanfaatan air dan hara. Tanaman kedelai yang perakarannya dalam
kemungkinan dapat memperoleh air dan hara yang cukup dibandingkan dengan
tanaman jagung yang perakarannya dangkal.
Antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko
serangan hama maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari. Sebaiknya ditanam
tanam-tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak
menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan.
Menurut Adrianto dan Indarto (2004), penanaman kedelai dengan menggunakan
sistem tumpangsari yang tepat dapat juga menghindarkan tanaman dari serangan
hama. Menurut hasil penelitian Setiawan (2005), bahwa tumpangsari jagung manis
dan kacang tanah mendapatkan perbandingan 1:3 yang kualitas lahannya lebih baik
dibandingkan dengan tanaman monokultkur.
10
Alat yang dibutuhkan yaitu kertas label, spray atau gelas air mineral, kantung
plastik berukuran sedang, ember, cetok/cangkul, meteran, kayu/tusuk sate, gayung,
gunting, tray, dan alvaboard. Bahan yang dibutuhkan yaitu benih jagung varietas
talenta, bibit bunga matahari, bibit bunga kertas, pupuk kandang, pupuk kompos,
pupuk SP36, pupuk urea, pupuk KCL, PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria), air, dan tanah.
3.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 Penyemaian
Penyemaian merupakan tahap penyiapan benih hingga menjadi tanaman
muda yang siap di tanam di lahan. Dalam penanaman komoditas jagung,
penyemaian dilakukan di dalam tray. Tray berisi 128 lubang, diamana setiap lubang
berisikan campuran tanah daan kompos, dan setiap lubang disemaikan dengan dua
benih jagung. Penyemaian mulai dilaksanakan dengan durasi sepuluh hari dalam
tray sebelum dipindahkan ke lahan. selama sepuluh hari tersebut, tray diletakan di
dalam Green House dan disiram setiap harinya. Penyemaian dilakukan dalam tray
mengingat bibit jagung memiliki ukuran yang kecil, sehingga akan sulit tumbuh saat
langsung ditanam di lahan.
memperbaiki sifat fisik tanah yang keras, sehingga saat penanaman pertumbuhan
akar tidak mengalami kesulitan untuk tumbuh.
Setelah penggemburan tanah telah selesai, tanah diberikan pupuk kandang
dengan dosis 7,8 kg/bedengan. Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan cara
ditaburkan secara merata ke seluruh area bedengan, kemudian dicampurkan
kembali dengan tanah. Pemberian pupuk kandang dilakukan agar tanah
mendapatkan kandungan unsur hara yang lebih untuk diserap tanaman. Dalam
persiapan lahan kali ini, dilakukan juga pencabutan gulma agar tidak terjadi
persaingan dalam pembagian nutrisi dengan tanaman utama nantinya. Pencabutan
gulma dilakukan secara manual dengan tangan.
Dalam persiapan lahan juga dilakukan penanaman tanaman refugia, yaitu
tanaman bunga kertas dan tanaman bunga matahari. Penanaman tanaman refugia
dilakukan dengan menugal tanah sedalam 5 cm dan menaburkan benih bunga
kertas dan bunga matahari secara selang-seling, dengan total 5 tanaman refugia.
Kemudian tempat tumbuh tanaman refugia ditandai dengan tusuk sate. Tanaman
refugia akan menjadi musuh alami dari berbagai jenis serangga.
3.3.3 Penamanan
Penanaman merupakan usaha penempatan biji atau benih ke dalam tanah
dengan kedalaman tertentu. Penanaman komoditas jagung dengan perlakuan
monokultur dilakukan dengan memindahkan tanaman muda yang telah tumbuh
dalam tray selama sepuluh hari ke bedengan. Langkah pertama dalam penanaman
dimulai dengan pembuatan lubang tanam dengan kedalaman 5 cm, dengan jarak
tanam 30 cm x 70 cm. Kemudian penanaman dilanjutkan dengan pemindahan
tanaman muda dari tray ke dalam lubang tanam. Setiap lubang tanam berisikan dua
tanaman muda. Penanaman komoditas jagung dengan perlakuan tumpangsari
dilakukan dengan menanam pula tanaman kedelai diantara tanaman jagung dalam
baris.
3.3.4 Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan memberikan pupuk pada tanah bertujuan
untuk meningkatkan tingkat kesuburan tanah sehingga produktivitas tanaman akan
meningkat. Pemupukan dalam komoditas jagung monokultur dilakukan tiga kali,
12
dengan jenis pupuk yang berbeda. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk
organik maupun pupuk anorganik.
Pemupukan pertama dilakukan saat kegiatan penanaman. Pupuk yang
diberikan merupakan pupuk kandang dan pupuk SP-36. Pemberian pupuk kandang
dilakukan dengan disebarkan secara merata di seluruh area bedengan, dan
pemberian pupuk SP-36 dilakukan dengan menaburkan nya pada lubang tanam.
Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 5 cm dengan jarak 5 cm dari lubang tanam
tanaman utama, kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pupuk SP-36 dilakukan
dengan dosis 2,92 gram/tanaman.
Pemupukan kedua dan ketiga dilakukan pada saat tanaman berusia 2 minggu
dan 4 minggu. Pupuk yang diberikan merupakan pupuk urea dan pupuk KCl.
Pemberian pupuk urea dan pupuk KCl dilakukan dengan menaburnya pada lubang
tanam yang sama. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman 5 cm dengan jarak 5
cm dari tanaman utama. Pemberian pupuk urea bertujuan untuk meningkatkan
unsur Nitrogen (N), karena unsur N yang sangat tinggi (sebesar 46%) akan
meningkatkan produktivitas tanaman. Menurut pemberian pupuk KCl dengan dosis
yang tepat akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman jagung, terutama dalam
pertumbuhan batang dan jumlah polong tanaman. Pemberian pupuk urea di minggu
kedua dilakukan dengan dosis 2,27 gram/tanaman, sedangkan sebanyak 4,55
gram/tanaman di minggu keempat. Sedangkan pemberian pupuk KCl dilakukan
dengan dosis 1,46 gram/tanaman baik diminggu kedua maupun di minggu keempat
setelah tanam.
3.3.5 Perawatan
Perawatan tanaman merupakan kegiatan penting yang dilakukan agar
tanaman budidaya dapat tumbuh dengan baik. Perawatan tanaman dilakukan
dengan berbagai kegiatan, seperti penyiraman, pemupukan, pembersihan gulma,
penjarangan dan pembumbunan tanah. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari
dimulai saat kegiatan penanaman. Penyiraman dilakukan pada tanaman utama dan
tanaman refugia. Penyiraman dilakukan satu kali sehari, pagi atau sore hari.
Pemupukan tanaman dilakukan guna meningkatkan produktivitas tanaman.
Pembersihan gulma dilakukan guna menghindari perebutan nutrisi dengan tanaman
utama. Penjarangan dilakukan untuk pengurangan banyaknya tanaman yang kecil
13
3.3.6 Pengamatan
Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman merupakan tahap penting
sebagai tindakan kontrol terhadap pertumbuhan tanaman. Pengamatan pada
komoditas jagung meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot jagung dengan
kelobot. Pengamatan dilaksanakan pada 5 tanaman sampel yang telah ditentukan
secara acak dalam satu bedengan, kecuali tanaman border. Pengamatan rutin
dilakukan setiap seminggu sekali.
3.3.7 Panen
Pemanenan jagung dilakukan setelah umur jagung sekitar 82 hst. Pemanenan
dapat dilakukan apabila tongkol jagung memiliki rambut berwarna coklat, tongkol
berisi biji yang telah lunak dan mengeluarkan cairan putih seperti susu dan keruh
apabila ditekan dengan kuku. Pemanenan dilakukan dengan cara mematahkan
tongkol jagung namun tidak mematahkan batang utama. Setelah tongkol dipatahkan,
tongkol sedikit diputar agar mudah terlepas dari batangnya. Tongkol beserta klobot
ditimbang satu per satu kemudian dihitung rata-rata bobot tongkol jagung dan
mengukur diameter tongkol jagung.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada komoditas jagung manis dibagi menjadi dua
pengamatan, yaitu parameter pertumbuhan dan parameter hasil tanaman jagung.
Parameter pertumbuhan yang diamati adalah jumlah daun, tinggi tanaman, dan
waktu munculnya malai. Parameter hasil tanaman yang diamati adalah berat tongkol
14
jagung dengan kelobot, panjang tongkol dengan kelobot, diameter jagung dengan
kelobot. Setiap parameter kemudian dicatat hasilnya kemudian didokumentasikan.
kelilingnya. Kemudian hasil dari keliling dibagi dengan π=3,14 untuk mendapatkan
diameternya
3.5 Analisis Data
pertumbuhan sebesar 314% dan pertumbuhan tinggi tanaman jagung paling lambat
terjadi pada perlakuan monokultur 70x40 cm dengan presentase pertumbuhan
sebesar 53%. Begitu pula pada minggu ke 8 tinggi tanaman jagung yang tertinggi
terdapat pada perlakuan tumpangsari 70x40 cm dengan rata-rata tinggi 109 cm.
Selain itu pertumbuhan tinggi tanaman jagung tercepat terjadi pada perlakuan
tumpangsari 70x30 dengan presentase pertumbuhan sebesar 2167% dan
pertumbuhan tinggi tanaman jagung paling lambat terjadi pada perlakuan
monokultur 70x40 cm dengan presentase pertumbuhan sebesar 341%.
Pada pengamatan jumlah daun, satuan yang digunakan adalah helai. Sesuai
dengan tabel diatas telah didapatkan bahwa pada minggu ke 4 jumlah daun
tanaman jagung terbanyak terjadi pada perlakuan monokultur 70x40 cm dengan
rata-rata jumlah daun sebesar 6. Selain itu pertumbuhan jumlah daun tanaman
jagung tercepat terjadi pada perlakuan tumpangsari 70x30 dengan presentase
pertumbuhan sebesar 59% dan pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung paling
18
sedangkan yang paling lambat pada perlakuan pola tanam tumpangsari dengan
jarak 70x30 cm dan monokultur jarak 70x30cm yaitu waktu muncul malai 52 HST.
Selisih antara kedua waktu muncul malai tersebut adalah 5 hari.
Tabel 4. Perbandingan Bobot Tongkol Jagung dengan Kelobot pada Setiap Perlakuan
Tabel 5. Perbandingan Panjang Tongkol Jagung dengan Kelobot pada Setiap Perlakuan
Panjang Tongkol
Perlakuan Kelas Jagung Dengan Kelobot
(cm)
Jarak Tanam 70x30 cm + Monokultur A1 30,2
Tabel 6. Perbandingan Diameter Tongkol Jagung dengan Kelobot pada Setiap Perlakuan.
Diameter Tongkol
Perlakuan Kelas Jagung Dengan Kelobot
(cm)
Jarak Tanam 70x30 cm + Monokultur A1 5,47
4.2.1 Pengaruh Pola Tanam dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Jagung Manis
Salah satu pengamatan yang diamati adalah tinggi tanaman pada tanaman
sampel. Tinggi tanaman yang diukur merupakan tinggi dari tangkai dasar hingga titik
tumbuh. Tinggi tanaman kemudian dibandingkan pada setiap perlakuan komoditas
sesuai dengan jenis tanam dan jarak tanamnya. Kemudian dilakukan perbandingan
berdasarkan hasil yang didapatkan pada setiap perlakuan.
Pada umumnya tanaman memiliki dua fase pertumbuhan yaitu fase
pertumbuhan vegetatif dan fase pertumbuhan generatif. Tanaman jagung juga
mengalami dua fase pertumbuhan yang dapat diamati, yaitu fase pertumbuhan
vegetatif dan generatif. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan tanaman yang
terlihat pada perkembangan batang, akar, cabang dan daun. Sedangkan fase
generatif merupakan fase pemebentukan biji, bunga dan buah. Menurut Ekowati dan
Nasir (2011), pengamatan pada fase vegetatif menggunakan parameter tinggi
tanaman dan jumlah daun, sedangkan pada pengamatan fase generatif
menggunakan parameter munculnya malai. Pengamatan dilakukan pada dua jenis
pola tanam dan jarak tanam yang berbeda untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman jagung manis. Berikut ini adalah grafik dari pengamatan
tinggi tanaman
22
Tinggi Tanaman
120
100
80
Jumlah Daun
Monokultur 70⨯30
60 Tumpangsari 70⨯30
40 Monokultur 70⨯40
Tumpangsari 70⨯40
20
0
3 4 5 6 7 8
Minggu Setelah Tanam
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada tanaman jagung manis
pada perlakuan tumpangsari 70x30 lebih rendah dibandingkan monokultur 70x30.
Hal tersebut dikarenakan pada pola tanam tumpangsari terdapat tanaman legum
sebagai tanaman sampingan yang menyebabkan terjadinya kompetisi antar
tanaman. Kompetisi yang terjadi salah satunya terkait tentang radiasi matahari yang
diterima pada saat awal pertumbuhan. Disaat radiasi matahari berkurang maka
pertumbuhan tanaman akan berkurang karena laju fotosintesisnya terhambat. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Muhuria et al. (2006), yang menyatakan bahwa
intensitas cahaya rendah menyebabkan laju fotosintesis berkurang terlebih saat
daun tanaman sudah menguning, dimana klorofil pada tanaman berkurang.
Selain terkait dengan radiasi matahari yang diterima dengan intensitas yang
lebih rendah pada pola tanam tumpangsari, kompetisi juga terjadi pada kandungan
air yang tersedia. Air merupakan komponen utama penyusun tumbuhan, bahan
fotosintesis, dan pengangkut unsur hara. Disaat kadar air yang diterima kurang
maka tanaman akan kekeringan. Selain fotosintesis yang terhambat, unsur hara
yang diterima juga akan terhambat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Jumin
(2002), air sangat berfungsi dalam pengangkutan unsur hara dari akar ke jaringan
tanaman, sebagai pelarut garam-garaman, mineral, serta sebagai penyusun jaringan
tanaman
23
Jumlah Daun
12
10
Jumlah Daun
8
Monokultur 70⨯30
6 Tumpangsari 70⨯30
4 Monokultur 70⨯40
Tumpangsari 70⨯40
2
0
3 4 5 6 7 8
Minggu Setelah Tanam
Jumlah daun pada perlakuan tumpangsari 70x40 memiliki jumlah daun yang
lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan tumpangsari 70x30. Hal tersebut
dikarenakan unsur nitrogen yang dihasilkan oleh tanaman legum dapat diterima
dengan baik oleh jarak tanam 70x40 dibandingkan dengan jarak tanam 70x30. Jarak
tanam yang semakin sempit akan mengakibatkan terjadinya kompetisi unsur hara
pada tanaman. Unsur hara nitrogen yang diberikan tanaman legum akan diterima
pula oleh tanaman utama sebagai hara tambahan.
Pengaruh tanaman legum pada tumpangsari juga berpengaruh pada tinggi
tanaman. Perlakuan tumpangsari 70x40 didapatkan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan monokultur 70x30. Hal tersebut diakibatkan adanya nutrisi tambahan
yang diberikan oleh tanaman legum bagi tanaman utama. Akar tanaman legum akan
bersimbiosis dengan bakteri tanah dan akan memfiksasi nitrogen di udara menjadi
senyawa nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman. Hasil dari tanaman legum juga
diterima oleh tanaman utama sebagai nutrisi tambahan untuk pertumbuhannya. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Ma’arif (2012), yang menyatakan bahwa
tanaman legum yang diberikan pada pola tumpangsari memberikan unsur Nitrogen
tambahan bagi tanaman utama sehingga tingkat pertumbuhan dan produktivitasnya
meningkat Selain itu adanya jarak tanam yang lebih luas akan meminimalisir
kompetisi pada tanaman. Jarak tanaman yang lebih luas juga memungkinkan
tanaman dapat leluasa untuk tumbuh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Fujimori (2001), yang menyatakan bahwa jarak tanam yang semakin sempit
memungkinkan kompetisi hara antar tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan
terganggu dan produksi per tanaman akan menurun.
Namun unsur nitrogen tambahan dari tanaman legum tidak berpengaruh
terhadap perlakuan tumpangsari 70x30, hal tersebut dikarenakan jarak tanam yang
terlalu sempit memungkinkan terjadinya kompetisi unsur hara antar tanaman. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Kartika (2018), yang menyatakan bahwa
populasi yang semakin rapat, cenderung menurunkan hasil tanaman. Terjadinya
penurunan hasil tanaman pada jarak tanam yang rapat disebabkan karena daun-
daun pada populasi tersebut saling menaungi, sehingga hanya daun bagian atas
yang mendapatkan sinar matahari.
Jarak tanam juga berpengaruh pada pertumbuhan daun. Jumlah rata-rata
daun pada perlakuan monokultur 70x30 memiliki jumlah daun yang lebih banyak
25
etiolasi dapat terjadi karena aktifnya hormon auksin yang menunjang pertumbuhan
tanaman menjadi lebih cepat akibat kekurangan cahaya pada tanaman tersebut.
Perlakuan tumpangsari 70x30 juga memiliki jumlah rata-rata daun yang lebih
sedikit dibandingkan dengan perlakuan monokultur 70x40 dan tumpangsari 70x40.
Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan pada jarak tanam.
Perlakuan jarak tanam yang lebih sempit akan mengakibatkan kandungan air pada
tanaman berkurang. Pertumbuhan tanaman akan terhambat saat kandungan air
pada tanaman kurang. Hal tersebut karena air merupakan salah satu komponen
utama penyusun tanaman, bahan baku fotosintesis dan sebagai pelarut bagi unsur
hara pada tanah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Felania (2017), bahwa
kekurangan air menjadi alasan utama pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.
Hal tersebut akan mengakibatkan transportasi unsur hara ke daun menjadi
terhambat.
Pengaruh utama dari banyak atau sedikitnya jumlah daun adalah faktor
genetik dari varietas yang ditanam. Penggunaan komoditas jagung manis varietas
talenta pada seluruh perlakuan mengakibatkan tidak ditemukannya perbedaan
jumlah daun yang signifikan. Menurut Mustofa et al. (2013), sifat genetik yang
dimiliki tanaman akan berpengaruh pada sifat tanaman yang tampak (kuantitatif)
maupun sifatnya yang tidak tampak (kualitatif). Hal tersebut akan sulit diubah hanya
dengan perbedaan perlakuan tanam terkait pola tanam dan jarak tanam yang
berbeda.
Selain pengamatan pada pertumbuhan vegetatif tanaman jagung, juga
dilakukan pengamatan pada pertumbuhan generatif yaitu waktu muncul malai.
Munculnya malai dihitung ketika dalam satu petak sudah 50% tumbuh malai.
Kemunculan malai kemudian dibandingkan pada setiap perlakuan komoditas sesuai
dengan pola tanam dan jarak tanamnya. Berikut ini adalah grafik pertumbuhan rata-
rata jumlah daun pada setiap perlakuan.
27
53
52
Waktu Muncul Malai 51
50
49
48
47
46
45
44
Monokultur 70 x 30 Tumpangsari 70 x 30 Monokultur 70 x 40 Tumpangsari 70 x 40
Perlakuan
4.2.2 Pengaruh Pola Tanam dan Jarak Tanam Terhadap Hasil Tanaman Jagung
Manis
Pertumbuhan generatif ditandai dengan adanya penyerbukan antara bunga
jantan dengan bunga betina. Hasil dari penyerbukan tersebut berupa tongkol yang
tumbuh di ketiak daun. Parameter yang diamati pada hasil tanaman jagung manis
adalah berat tongkol, panjang tongkol, dan diameter tongkol.
Parameter yang digunakan dalam perhitungan hasil panen jagung yang
pertama adalah berat atau bobot tongkol. Berat bobot jagung yang digunakan ialah
berat pada tanaman sampel, atau menggunakan tongkol jagung tanaman lain jika
tongkol tanaman sampel belum siap untuk dipanen. Hasil panen jagung ditimbang
dengan menggunakan timbangan analitik dan didapatkan berat tongkolnya. Berat
tongkol jagung kemudian dibandingkan pada setiap perlakuan tanam. Berikut
didapatkan hasil berat tongkol jagung pada setiap perlakuan tanam dalam bentuk
grafik.
29
400
Berat Tongkol Jagung
350
30,5
30
produktivitas lahan dan sebagai langkah antisipasi terhadap kegagalan salah satu
komoditi yang ditumpangsarikan. Adisarwanto (2001) juga mengatakan bahwa
nitrogen sangat esensial sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein, dan
klorofil yang penting dalam proses fotosintesis dan penyusun komponen yang
menentukan kualitas dan kuantitas hasil jagung.
Panjang tongkol jagung dengan perlakuan tumpangsari 70x30 dan
tumpangsari 70x40 memiliki panjang yang lebih besar dibandingkan dengan
monokultur 70x40. Hal tersebut terkait dengan adanya tanaman legum pada
perlakuan tumpangsari. Adanya tanaman legum akan memberikan unsur hara
tambahan bagi tanaman utama. Akar tanaman legum akan bersimbiosis dengan
tanaman bakteri Rhizobium sp. sehingga akan memfiksasi nitrogen di udara di
sekitar akan tanaman. Nitrogen yang difiksasi kemudian akan diserap oleh akar
tanaman, termasuk juga akar tanaman jagung sebagai tanaman utama. Fiksasi
tersebut juga akan membentuk bintil akar pada tanaman legum. Hal tersebut akan
mengakibatkan unsur hara tambahan bagi tanaman utama, sehingga pada
perlakuan pada tumpangsari dapat tumbuh lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Fuskhah (2009), yang menyatakan bahwa fiksasi nitrogen yang
dihasilkan oleh tanaman legum akan memberikan hara tambahan bagi tanaman
utama, sehingga pertumbuhannya lebih baik. Selain itu aktivitas mikroba tanah yang
bersimbiosis pada tanaman legum akan memperbaiki sifat tanah
Panjang tongkol pada perlakuan tumpangsari 70x30 memiliki panjang yang
lebih kecil dibandingkan dengan tumpangsari 70x40. Hal tersebut tidak sesuai
dengan perlakuan terkait jarak tanam yang lebih besar namun hasilnya lebih kecil.
Hal tersebut dikarenakan jarak tanam tidak cukup besar pengaruhnya dalam
merubah sifat genetik pada jagung. Genetik pada jagung memungkinkan pula tidak
terjadinya perbedaan yang signifikan pada hasil panjang tongkol yang dihasilkan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sustiprijanto (2011), yang menyatakan
bahwa genetik pada tanaman menghasilkan sifat yang tertentu dan rekayasanya
dibuat bertujuan untuk membantu pertumbuhannya dalam kendala pertumbuhannya.
Perlakuan jarak tanam yang berbeda bertujuan untuk membantu pertumbuhannya
agar lebih baik.
Selain bobot dan panjang tongkol jagung yang berbeda pada sampel jagung
monokultur dan tumpangsari, perbedaan juga terletak pada diameter tongkol
34
5,8
Diameter Tongkol Jagung (cm)
5,6
5,4
5,2
4,8
4,6
70x30 cm + 70x30 cm + 70x40 cm + 70x40 cm +
Monokultur Tumpangsari Monokultur Tumpangsari
daun pada populasi tersebut saling menaungi, sehingga hanya daun bagian atas
yang mendapatkan sinar matahari. Hal ini menyebabkan aktifitas fotosintesis pada
populasi yang optimum akan menurun, sehingga berpengaruh pada proses-proses
metabolisme tanaman dan akibatnya translokasi hasil-hasil fotosintesis pada biji
berkurang.
Diameter tongkol jagung pada perlakuan tanam monokultur 70x30 cm lebih
besar dibandingkan dengan perlakuan tanam tumpangsari 70x30 cm. Hal tersebut
disebabkan pada perlakuan tanam tumpangsari 70x30 cm terdapat tanaman
sampingan atau tanaman legum yang berdampak pada persaingan area tumbuh
tanaman. Saat area tumbuh semakin sempit maka unsur hara yang ada di dalam
tanah semakin berkurang, sehingga hasil tanaman kurang optimal. Unsur lain yang
mempengaruhi hasil tanaman yaitu radiasi matahari. Radiasi matahari yang
diperoleh pada perlakuan pola tanam tumpangsari 70x30 cm akan berkurang
karena radiasi matahari juga diserap oleh tanaman legum. Saat radiasi matahari
yang diterima berkurang hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Radiasi matahahari yang kurang akan mengakibatkan laju fotosintesis terhambat,
sehingga mempengaruhi proses pemasakan pada tumbuhan. Menurut Despani
(2012), tanaman yang menerima intensitas cahaya matahari akan mengakibatkan
laju fotosintesis yang lebih rendah dan laju suplai hasil fotosintesisnya juga
berkurang. Fotosintesis merupakan faktor dasar yang mempengaruhi proses
produksi suatu tanaman.
Pada perlakuan tanam Tumpangsari 70x40 cm memiliki diameter tongkol
jagung lebih besar dibandingkan dengan Monokultur 70x40 cm. Hal ini disebabkan
karena karena pada pola tanam tumpangsari memperoleh tambahan nutrisi dari
tanaman legum. Tanaman legum ini dapat memberikan unsur N pada tanaman
sehingga pertumbuhan tanaman akan optimal. Selain itu, jarak tanam yang
renggang akan mengurangi persaingan pada tanaman. Sehingga unsur hara akan
terpenuhi secara optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Catharina (2009), yang
menyatakan tumpangsari tanaman jagung dengan tanaman legum akan
memberikan nutrisi tambahan bagi tanaman jagung, hal tersebut dikarenakan bintil
yang dapat mengikat nitrogen bebas. Selain itu jarak tanam yang luas
memungkinkan kurang terjadinya kompetisi dalam perubatan nutrisi pada tanaman
utama. Jarak tanam yang semakin lebar antar tanaman berkurangnya kompetisi
36
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Erawati, Tri Baiq., Hipi, Awaludin. 2016. Pengaruh Jarak Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Jagung Hibrida di Kawasan
Pengembangan Jagung Kabupaten Sumbawa. Jurnal Balai Pengkajian
Tekonologi Pertanian NTB. Vol 2(3)
Felania, Chairida. 2017. Pegaruh Ketersediaan Air terhadap Pertumbuhan Kacang
Hijau (Phaceolus radiatus). Jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Biologi. Vol 3(1)
Fujimori T. 2001. Ecological and Silvicultural Strategies for Sustainable Forest
Management. Elsevier, Amsterdam
Fuskhah, Eny., Soetrisno, R.D., Budhi, S.P.S., Maas, A. 2009. Pertumbuhan dan
Produksi Leguminosa Pakan Hasil Asosiasi dengan Rhizobium pada Media
Tanam Salin. Jurnal Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Vol 2(3).
Handayani, Alfani. 2010. Pengaruh Model Tumpang Sari terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Gandum dan Tembakau. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Jawa Tengah. Vol 4(2).
Haryanti, Sri. 2012. Respon Pertumbuhan Jumlah dan Luas Daun Nilam
(Pogostemon cablin Benth) pada Tingkat Naungan yang Berbeda. Jurnal
Biologi Fungsi Tanaman. Vol 1(2)
Herdiawan, Iwan., Krisnan, R. 2014. Produktivitas dan Pemanfaatan Tanaman
Leguminosa Pohon Indigofera zollingeriana pada Lahan Kering. Jurnal
Wartazoa. Vol 24(2)
Hermawati, D. T. 2016. Kajian Ekonomi Antara Pola Tanam Monokultur Dan
Tumpangsari Tanaman Jagung, Kubis, Dan Bayam. Inovasi XVIII (01).
Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Indra,
Hudaiah. 2012. Fisiologi Tumbuhan Pertumbuhan Generatif. Yogyakarta: Fakultas
Kehutanan UGM
Jumin, H. B. 2002. Agroekologi: Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta. Rajawali
Press.
Kartika. 2018. Analisis pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.), pergeseran
komposisi gulma pada beberapa jarak tanam dan pengolahan tanah. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perta-nian Indonesia. Vol.3. No. 1. hal. 25-31.
Larosa, O. L., Simanugkali T., dan Damanik S. 2014. Pertumbuhan dan Produksi
Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) Pada Beberapa Persiapan
Tanah dan Jarak Tanam. Jurnal Online Agroekoteknologi 3 (1) : 01-07.
Ma’arif, Bahrul. 2012. Peran densitas tanaman jagung (Zea mays L. ) pada sistem
tumpangsari deret penggantian dengan kacang tanah (Arachis hipogaea)
terhadap hasil. Surakarta: UNS press
40
LAMPIRAN
Jarak tanam = 70 cm x 40 cm
Populasi = 40 tanaman
a. Pupuk SP-36
Rekomendasi Dosis = 150 kg/ha
= m2 x
: Jumlah Populasi
: 40 tanaman
b. Pupuk Urea
= 7,8m2
=
46
X=
: Jumlah Populasi
: 40 tanaman
Pemberian 2mst ( )
= x
Pemberian 4mst ( )
= x
c. Pupuk KCl
= m2 x
=
47
= : Jumlah Populasi
= : 40 tanaman
Pemberian 2mst ( )
= x
Pemberian 4mst ( )
= x
=
48
Tabel 2. Data Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Monokultur Jarak Tanam 70 cm x 40
cm
Sampel 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
1 6 6 7 8 10 11
2 6 6 7 7 9 10
3 6 6 6 7 9 10
4 6 6 7 8 9 10
5 6 7 7 8 9 9
Rata-Rata 6 6,2 6,8 7,6 9,2 10
Tabel 3. Data Waktu Muncul Malai Tanaman Jagung Manis Monokultur Jarak Tanam 70 cm
x 40 cm
Perlakuan Umur Tanaman
Jarak Tanam 70 cm x 40 cm Monokultur 47 HST
Tabel 4. Data Pengamatan Panen Tanaman Jagung Manis Monokultur Jarak Tanam 70 cm
x 40 cm
Pengamatan
TS Bobot Jagung dengan Panjang Tongkol Diameter Tongkol
Kelobot (g) dengan Kelobot (cm) dengan Kelobot (cm)
1 281 26 4,94
2 300 30 5,41
3 274 27,7 4,9
4 268 27,6 5,38
5 275 27,6 5,1
Rata- 279,6 22,24 5,14
Rata
Tabel 6. Data Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Tumpangsari Jarak Tanam 70 cm x 40
cm
Sampel 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
1 7 9 9 11 10 9
2 7 8 8 9 9 8
3 4 6 8 10 9 8
4 5 6 9 10 9 9
5 6 8 8 9 9 10
Rata-Rata 5,8 7,4 8,4 9,8 9,2 8,8
Tabel 7. Data Waktu Muncul Malai Tanaman Jagung Manis Tumpangsari Jarak Tanam 70
cm x 40 cm
Perlakuan Umur Tanaman
Jarak Tanam 70 cm x 30 cm Monokultur 51 HST
Tabel 8. Data Pengamatan Panen Tanaman Jagung Manis Tumpangsari Jarak Tanam 70
cm x 40 cm
Pengamatan
TS Bobot Jagung dengan Panjang Tongkol Diameter Tongkol
Kelobot (g) dengan Kelobot (cm) dengan Kelobot (cm)
1 358 30 6,21
2 293 31 5,57
3 253 28,5 5,57
4 311 31 5,73
5 280 31 5,73
Rata- 299 30,3 5,76
Rata
Tabel 10. Data Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Monokultur Jarak Tanam 70 cm x 30
cm
Sampel 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
1 4 5 6 6 9 10
2 4 5 6 7 9 9
3 4 4 4 5 6 9
4 5 5 5 6 9 10
5 5 5 5 6 7 9
Rata-Rata 4,4 4,8 5,2 6 8 9,4
Tabel 11. Data Waktu Muncul Malai Tanaman Jagung Manis Monokultur Jarak Tanam 70
cm x 30 cm
Perlakuan Umur Tanaman
Jarak Tanam 70 cm x 30 cm Monokultur 52 HST
Tabel 12. Data Pengamatan Panen Tanaman Jagung Manis Monokultur Jarak Tanam 70 cm
x 30 cm
Pengamatan
TS Bobot Jagung dengan Panjang Tongkol Diameter Tongkol
Kelobot (g) dengan Kelobot (cm) dengan Kelobot (cm)
1 350 33 5,35
2 390 30 5,48
3 340 30 5,73
4 350 29 5,41
5 340 29 5,38
Rata- 354 30,2 5,47
Rata
Tabel 14. Data Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Tumpangsari Jarak Tanam 70 cm x
30 cm
Sampel 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
1 3 4 5 6 7 8
2 4 6 6 7 8 10
3 2 6 6 7 8 9
4 4 6 6 7 7 8
5 4 5 6 6 7 8
Rata-Rata 3.4 5,4 5,8 6,6 7,5 8,6
51
Tabel 15. Data Waktu Muncul Malai Tanaman Jagung Manis Tumpangsari Jarak Tanam 70
cm x 30 cm
Perlakuan Umur Tanaman
Jarak Tanam 70 cm x 40 cm Monokultur 52 HST
Tabel 16. Data Pengamatan Panen Tanaman Jagung Manis Tumpangsari Jarak Tanam 70
cm x 30 cm
Pengamatan
TS Bobot Jagung dengan Panjang Tongkol Diameter Tongkol
Kelobot (g) dengan Kelobot (cm) dengan Kelobot (cm)
1 210 27 4,78
2 280 28 4,78
3 275 27 5,41
4 280 29 4,78
5 250 28 5,41
Rata- 259 28 5,03
Rata
52
Lampiran 5. Logbook
Penyemaian benih
dilakukan dengan
Penyemaian
1 1 Februari 2019 menanam benih
Refugia
pada media tanam
kompos pada tray.
Penyemaian benih
dilakukan dengan
Penyemaian
2 6 Februari 2019 menanam benih
Jagung
pada media tanam
kompos pada tray.
Pengolahan
dilakukan dengan
Pengolahan menggemburkan
3 9 Februari 2019
lahan tanah, memberi
pupuk kandang dan
penyiraman
Penanaman
dilakukan dengan
mengukur jarak
Penanaman
4 9 Februari 2019 tanam, menanam
Refugia
bibit yang telah
disemai pada setiap
lubang tanam.
53
Penanaman
dilakukan dengan
mengukur jarak
tanam, menanam
Penanaman bibit yang telah
5 16 Februari 2019 Komoditas disemai pada setiap
Jagung lubang tanam. Dan
sekaligus
menambahakan
pupuk SP36 serta
penyiraman
Penyiraman dan
6 19 Februari 2019 Perawatan
penyiangan gulma
Pemberian pupuk
Urea dan KCl saat
umur tanaman 1
Pemupukan 1
MST, dilakukan pula
MST,
7 26 Februari 2019 penyiraman dan
pengamatan,
penyiangan. Serta
dan perawatan
melakukan
pengamatan tinggi
dan jumlah daun.
Aplikasi PGPR
dilakukan dengan
menyiram ke sekitar
Aplikasi PGPR tanaman jagung dan
8 2 Maret 2019 dan refugia dan
penjarangan. penjarangan
dilakukan dengan
memotong tanaman
yang lebih kecil.
54
Pemberian pupuk
urea dan KCl pada
Pemupukan 2
saat umur 2 MST
MST,
9 5 Maret 2019 serta dilakukan
pengamatan dan
pengamatan,
perawatan
penyiraman dan
Penyiangan
Penyiraman dan
penyiangan gulma
Perawatan dan serta melakukan
10 26 Maret 2019 pengamatan pengamatan tinggi
tanaman, jumlah
daun, dan malai
Aplikasi PGPR
dilakukan dengan
menyiram ke sekitar
Aplikasi PGPR tanaman jagung dan
11 30 Maret 2019 dan refugia dan
penjarangan. penjarangan
dilakukan dengan
memotong tanaman
yang lebih kecil.
Penyiraman dan
penyiangan gulma
Perawatan dan serta melakukan
12 2 April 2019 pengamatan pengamatan tinggi
tanaman, jumlah
daun, dan malai
55
Penyiraman dan
penyiangan gulma
Perawatan dan serta melakukan
13 9 April 2019 pengamatan pengamatan tinggi
tanaman, jumlah
daun, dan malai
Penyiraman dan
penyiangan gulma
Perawatan dan serta melakukan
14 16 April 2019 pengamatan pengamatan tinggi
tanaman, jumlah
daun, dan malai
Pemanenan jagung
serta melakukan
pengamatan bobot
15 23 April 2019 Pemanenan dan diameter tongkol
jagung pada sampel
tanaman.
Pengamatan
Pengamatan
bobot jagung,
dilakukan dengan
16 23 April 2019 diameter dan
menimbang jagung
panjang tongkol
dan mengukurnya
jagung
dengan meteran jahit
56
C D