Ikan Demersal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

TUGAS II : MK ANALISIS DAERAH PENANGKAPAN IKAN

IKAN DEMERSAL
DAERAH PENANGKAPAN IKAN KAKAP MERAH
(Lutjanus malabaricus)

OLEH
NAMA :RONY
NO. STAMBUK : G2M118011

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU PERIKANAN


FAKULTAS ILMU PERIKANAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
SULAWESI TENGGARA
2019

1
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sumberdaya perikanan merupakan salah satu kekayaan alam yang harus
dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Sumberdaya
ini mempunyai karakteristik yang unik yaitu merupakan sumberdaya milik bersama/umum
(common property). Karakteristik ini memungkinkan pemanfaatannya bersifat terbuka
(open access) artinya semua orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu
Pada umumnya daerah penangkapan ikan tidak ada yang bersifat tetap, akan
berubah sesuai kondisi kegiatan penangkapan. Perbedaan juga dapat bergantung pada jenis
alat tangkap yang digunakan, misalnya penangkapan untuk daerah karang tidak dapat
menggunakan alat tangkap trawl, tetapi alat tangkap yang dapat digunakan adalah pole and
line, long line atau gillnet dasar (Nomura, 1991).
Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) alasan utama sebagian spesies berkumpul
pada suatu wilayah perairan disebabkan beberapa hal, sebagai berikut :
- Ikan akan memilih lingkungan hidupnya yang sesuai dengan kondisi tubuhnya.
- Ikan akan mencari sumber makanan yang banyak.
- Ikan akan mencari tempat yang cocok untuk pemijahan dan perkembangbiakan.
Keberhasilan operasi penangkapan ikan pada suatu lokasi penangkapan sangatlah
kompleks, hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang saling mempengaruhi kegiatan
operasi penangkapan ikan. Faktor-faktor tersebut secara garis besar adalah sumberdaya
ikan, teknologi penangkapan ikan, serta kondisi lingkungan. Interaksi ketiga faktor tersebut
yang menentukan apakah suatu lokasi perairan laut dapat disebut sebagai daerah
penangkapan (fishing ground), dengan demikian untuk mengembangkan suatu perairan
menjadi daerah penangkapan ikan harus mempertimbangkan ketiga aspek utama tersebut
agar tujuan pengembangan suatu perairan untuk menjadi daerah penangkapan ikan dapat
tercapai.
Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources)
dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang berada
pada lapisan permukaan hingga kolom air dan mempunyai ciri khas utama, yaitu dalam

2
beraktivitas selalu membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi untuk
berbagai kebutuhan hidupnya. Sedangkan ikan demersal adalah ikan-ikan yang berada pada
lapisan yang lebih dalam hingga dasar perairan, dimana umumnya hidup secara soliter
dalam lingkungan spesiesnya.
Ikan demersal adalah kelompok ikan yang mendiami atau mempunyai habita
tberada antara kolom air hingga dekat dasar perairan. Ikan-ikan ini umumnya aktif mencari
makan pada malam hari, dan juga bersifat pasif dalam pergerakannya, karena tidak ada
mobilitas dalam jarak yang jauh. Kelompok ikan ini adalah termasuk jenis-jenis ikan
karang.
Ikan demersal merupakan ikan yang hidup di dekat atau di dasar perairan aptojo
2008). Ikan demersal merupakan salah satu obyek kajian deteksi bawah karena sebagian
besar jenis ikan ini merupakan komoditas penting di sektor rikanan tangkap (Suawardiyono
2007). Ikan demersal yang mampu dideteksi ngan baik oleh perum gema adalah ikan
demersal yang berada di atas paparan dasar laut, sedangkan ikan yang terkubur di dasar laut
tidak terdeteksi rusawa 2011).
Ikan kakap termasuk golongan ikan demersal (dasar) yang dapat hidup pada
daerah perairan dangkal sampai laut dalam. Ikan kakap merah cukup banyakterdapat di
perairan pantai seluruh Indonesia dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Ikan kakap
dapat dipasarkan dalam keadaan hidup dan keadaan mati atau olahan berupa fillet. Daerah
penyebaran ikan kakap merah adalah sekitar pantai seluruh Indonesia meluas ke utara
sampai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina.

B. Batasan Masalah
Makalah ini akan membahas tentang Daerah penangkapan ikan demersal khususnya
Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus).
C. Tujuan
Untuk mrngrtahui factor pendukung yang mempengaruhi daerah penangkapan Ikan
kakap merah (Lutjanus malabaricus).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

3
A. Biogeografi Lutjanus malabaricus
Prisantoso dan Badrudin (2010) menyatakan ikan kakap merah adalah salah satu
jenis ikan demersal ekonomis penting yang cukup banyak tertangkap diperairan Indonesia.
Seluruh jenis ikan kakap merah merupakan anggota family Lutjanidae, namun hanya
jenis-jenis ikan dari famili Lutjanidae yang berwarna merah kekuningan sampai merah
gelap kehitaman yang disebut kakap merah. Druzhinin (1971) menyatakan bahwa
perairan Indonesia memiliki keberagaman jumlah spesies kakap merah genus Lutjanus
yang terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 32 jenis termasuk L. bohar.
Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) dikenal dengan nama two-spot red
snapper di pasar internasional. Ikan ini memiliki bentuk tubuh pipih dengan panjang
maksimal mencapai 75 cm. Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) memiliki lekukan di
antara lubang hidung hingga depan rongga mata, yang membedakannya dengan ikan
kakap merah (L. argentimaculatus) yang merupakan jenis ikan kakap merah paling
umum di Indonesia. Tubuh ikan kakap merah (L. bohar) berwarna merah dengan bagian
punggung dan ekor berwarna lebih merah gelap. Umumnya terdapat dua bintik berwarna
putih keperakan pada bagian punggung ikan dewasa. Ikan ini tersebar di area perairan
Indo-Barat Pasifik dari timur Afrika hingga Australia, dan umum terdapat di perairan
Indonesia. Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) umumnya hidup soliter di perairan
karang dengan kedalaman 10 sampai 70 meter. Ikan ini termasuk ikan karnivora yang
memangsa ikan, udang, kepiting, stomatopoda, amphipoda dan gastropoda (Allen 1985).
Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga genus yaitu
Lutjanus, Latidae dan Labotidae. Jenis-jenis yang termasuk Lutjanidae biasanya disebut
kakap merah, dan jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang termasuk suku Latidae
umumnya disebut kakap putih dan Lobotos surinamensis yang termasuk suku Lobotidae
disebut kakap batu (Hutomo et al. 1986). Ikan kakap merah keluarga Lutjanidae
mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Saanin, 1984) :

 Filum : Chordata

4
 Sub filum : Vertebrata
 Kelas : Pisces
 Sub kelas : Teleostei
 Ordo : Percomorphi
 Sub ordo : Perciodea
 Famili : Centroponidae
 Sub family : Lutjanidae
 Genus : Lutjanus
 Spesies : Lutjanus malabaricus

Gambar. Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus)

Ikan Kakap Merah merupakan ikan yang termasuk ke dalam Ordo Perciformes,
Family Laboridae, dan genud Lutainus dan Spesies Lutianus erythropterus.Ikan ini
merupakan ikan air laut yang mempunyai sirip punggung yang sempurnayang terletak di
depan sirip perut atau di belakang kepala bagian anterior badan pada ikan tersebut. Sirip
dada pada ikan merah oblique dan terletak di bawah linea literalis di bawah sudut
operculum. Sirip perut ikan ini berbentuk thorcic,sedangkan sirip anus terpisah dengan
sirip ekor dan bagian pangkalnya diliputi oleh sisik. Bentuk ekor ikan ini adalah
berlekuk tunggal. Ikan merah (Lutjanus malabaricus) adalah ikan yang berada di perairan
luat.bentuk tubuh bilateral simetris dengan klasifikasinya adalah Ordo Percomorphi,
Famili Lucanidae, Genus lutjanus, Spesies Lutjanus malabaricus. Pada ikan merah
mulutnya besar, dapat disembulkan kedepan, ujung belakang dari rahang atas terletak

5
dibawah sudut dari depan bola mata. Ikan merah ini mempunyai empat buah sirip, yaitu
sirip punggung, sirip dada, sirip perut, dan ekor. Warna sirip tersebut bewarna merah
kelam (Djuhanda, 1981).
Mempunyai tubuh yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala
cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok
ke muka, gigi konikel pada taring-taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan
serangkaian gigi caninnya yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami
pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan
pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi
dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri
dari jari-jari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya ada yang
berkesinambungan dan berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang
berduri lunak. Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul.
Warna sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga
kecoklatan. Mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya
bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah awal sirip punggung berjari
lunak. Umumnya berukuran panjang antara 25–50 cm (Manickchand et al, 1996).
Ikan kakap termasuk salah satu jenis ikan yang hidup dan banyak dijumpai di
perairan pantai, perairan karang, dan muara-muara sungai di seluruh di dunia terutama
pada daerah subtropis. Habitat ikan merah (Lutjanus malabaricus) ditemukan di habitat
karang, sehingga disebut juga sebagai ikan demersal (McPherson, 1992).
Ciri-ciri kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh yang memanjang dan
melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini
umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taring
taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi caninnya yang
berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk segitiga
maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung maupun penajaman.
Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung berbentuk tonjolan yang
tajam.

6
Kakap merah adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang cukup
banyak tertangkap di perairan Indonesia. Jenis ikan tersebut biasanya tertangkap di
perairan paparan (continental shelf). Beberapa Jenis diantaranya berada pada habitat
perairan yang sedikit berkarang. Adapun ciri – ciri Ikan kakap merah sebagai berikut :
1. Badan memanjang melebar, gepeng kepala cembung, bagian bawah penutup
insang bergerigi.
2. Gigi-gigi pada rahang tersusun dalam ban-ban, ada gigi taring pada bagian
terluar rahang atas, sirip punggung berjari-jari keras 11 dan lemah 14, sirip dubur
berjari-jari keras 3 lemah 8-9, termasuk ikan buas, makannya ikan kecil dan
invertebrata dasar laut.
3. Hidup menyendiri di daerah pantai sampai kedalaman 60 m. Dapat mencapai
panjang 45-50 Cm.
4. Warna bagian atas kemerahan/merah kekuningan, di bagian bawah merah
keputihan. Garis-garis kuning kecil diselingi warna merah pada bagian punggung di
atas garis rusuk.

B. Kebiasaan Makan Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus)


Makanan merupakan faktor pengendali yang penting dalam menghasilkan
sejumlah ikan disuatu perairan, karena merupakan faktor yang menentukan bagi populasi,
pertumbuhan dan kondisi ikan di suatu perairan. Di alam terdapat berbagai jenis makanan
yang tersedia bagi ikan dan ikan telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus
dan telah dikelompokkan secara luas sesuai dengan cara makannya, walaupun dengan
macam-macam ukuran dan umur ikan itu sendiri. Ikan dapat dikelompokkan berdasarkan
jumlah dan variasi makanannya menjadi euryphagous yaitu ikan yang memakan berbagai
jenis makanan; stenophagous yaitu ikan yang memakan makanan yang sedikit jenisnya;
dan monophagous yaitu ikan yang hanya memakan satu jenis makanan saja (Effendi,
1997).
Jenis ikan kakap merah umumnya termasuk ikan buas, karena pada umumnya
merupakan predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal).
Aktivitas ikan nokturnal tidak seaktif ikan diurnal (siang hari). Gerakkannya lambat,
cenderung diam dan arah geraknya tidak dilengkapi area yang luas dibandingkan ikan

7
diurnal. Bola mata yang besar menunjukkan ikan nocturnal menggunakan indera
penglihatannya untuk ambang batas intensitas cahaya tertentu, tetapi tidak untuk
intesitas cahaya yang kuat (Iskandar dan Mawardi, 1997).
Ikan kakap merah lebih suka memangsa jenis-jenis ikan, kepiting, udang, jenis
crustacea, gastropoda serta berbagai jenis plankton utamanya urochordata. Umumnya
kakap merah yang berukuran besar, baik panjang maupun tinggi tubuhnya, memangsa
jenis-jenis ikan maupun invertebrata berukuran besar yang ada di dekat permukaan di
perairan karang. Jenis kakap merah ini biasanya menghuni perairan pantai berkarang
hingga kedalaman 100 meter, hidup soliter dan tidak termasuk jenis ikan yang
berkelompok. Umumnya dilengkapi dengan gigi kanin yang merupakan adaptasi
sehubungan dengan tingkah laku makannya, agar mangsa tidak mudah lepas. Ikan
dewasa umumnya berwarna merah darah pada punggungnya dan berwarna putih pada
bagian perutnya (Gunarso, 1995).
Ikan kakap pada umumnya merupakan jenis ikan karnivora, makanannya terdiri
dari ikan-ikan kecil, krustasea, invertebrate lainnya. Makanan utama ikan kakap merah
adalah ikan kecil. tetapi sering didapatkan makan udang, kepiting, stomatopoda,
amphipoda dan gastropoda. Namun kebiasaan makan sangat dipengaruh oleh umur ikan
(bukaan mulut), sehingga dugaan kuat terhadap ikan yang mengkonsumsi planton
merupakan jenis ikan yang bukaan mulutnya masih kecil atau anakan ikan, sebelum
merubah makanan utamanya sabagai karnivor.
Perbedaan kebiasaan makan pada umumnya dipengaruhi oleh umur dan panjang
ikan, terutama pada ikan-ikan akan mengalami perubahan diet umur dan ukuran
tubuh,ukuran kecil cenderung memakan alga renik dan pada saat ukuran besar maka
kebiasaan makan akan berubah. Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) menerima berbagai
informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui beberapa inderanya, seperti melalui
indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, linea lateralis dan sebagainya.
Kebiasaan makan (food habit) berhubungan dengan jenis, kuantitas dan kualitas
makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan (feeding habits)
berhubungan dengan waktu, tempat dan bagaimana cara ikan memperoleh
makanannya. Effendi (1997) dalam Priyadi, A., dkk (2009) menambahkan bahwa faktor-

8
faktor yang menentukan jenis ikan memakan suatu organisme adalah ukuran,
ketersediaan, warna, rasa, tekstur makanan dan selera ikan terhadap makanan. Selanjutnya
dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
oleh suatu spesies ikan adalah umur, tempat dan waktu.
Hamamoto et al. (1992) mengamati perilaku reproduksi dan sejarah hidup awal
ikan kakap berbintik putih, Lutjanus stellatus Akazaki, berdasarkan pengamatan di
akuarium. Pemijahan terjadi di antara seekor betina dan 2 -12 ikan jantan pada jam-jam
pertama setiap sore sejak pertengahan Mei sampai pertengahan Juni 1984. Enam pola
tingkah laku mudah dibedakan dalam urutan pemijahan :
a. bergerombol;
b. mencari-cari;
c. menyungkur;
d. berenang cepat ke permukaan;
e. memijah; dan
f. pasca memijah.

C. Pengembangan Daerah Penangkapan Ikan


Pengembangan daerah penangkapan ikan mutlak dilakukan apabila pada suatu
area sumberdaya perikanan telah mengalami kemunduran produksi atau dibutuhkan
jumlah produksi dalam jumlah yang besar. Sehubungan dengan hal tersebut maka
diperlukan adanya survei terhadap kondisi lingkungan dan pengamatan biologi untuk
menentukan lokasi pengembangan daerah penangkapan ikan yang baru. Survei uintuk
pembukaan daerah penangkapan ikan yang baru akan memberikan informasi tentang
ukuran sumberdaya ikan dan kondisi lingkungan yang berhubungan dengan fluktuasi
keberadaan sumberdaya ikan di daerah penangkapan ikan. Faktor lain yang juga perlu
dipertimbangkan dalam melakukan pengembangan daerah penangkapan ikan adalah batas-
batas teritorial suatu negara disamping berbagai regulasi dalam negeri tentang pemanfaatan
sumberdaya perikanan.
Pengembangan daerah penangkapan ikan juga membutuhkan pertimbangan aspek
lainnya disamping yang telah disebutkan. Aspek lainnya adalah sosial dan ekonomi. Aspek
sosial adalah menyangkut kemampuan nelayan untuk mencapai suatu lokasi penangkapan
ikan dengan segala sarana yang dimiliki. Sedangkan aspek ekonomi adalah menyangkut

9
usaha penangkapan, dimana dibutuhkan sarana pendukung lainnya,yaitu pelabuhan
perikanan sebagai tempat untuk mendaratkan ikan dan sarana ini terletak tidak jauh dari
lokasi penangkapan ikan, sehingga tidak dibutuhkan biaya yang besar untuk
menjangkaunya.

D. Keadaan Umum Yang Di Sukai Oleh Ikan


Kolom air di estuaria merupakan habitat untuk plankton (fitoplankton dan
zooplankton), neuston (organisme setingkat plankton yang hidup di lapisan permukaan air)
dan nekton (organisme makro yang mampu bergerak aktif). Di dasar estuaria hidup
berbagai jenis organisme baik mikro maupun makro yang disebut bentos. Setiap kelompok
organisme dalam habitanya menjalankan fungsi biologis masing-masing, misalnya
fitoplankton sebagai produser melakukan aktivitas produksi melalui proses fotosintesa,
bakteri melakukan perombakan bahan organik (organisme mati) menjadi nutrien yang dapat
dimanfaatkan oleh produser dalam proses fotosintesa. Dalam satu kelompok organisme
(misalnya plankton atau bentos) maupun antar kelompok organisme (misalnya antara
plankton dan bentos_ terjalin suatu hubungan tropik (makan-memakan) satu sama lain,
sehingga membentuk sautu hubungan jaringan makanan.
tiga bagian terbesar dalam rantai makanan yaitu: phytoplankton, zooplankton, dan
infauna benthic. Sebab phytoplankton dan zooplankton adalah komponen rantai makanan
utama dan penting, dimana bagian ini berisi informasi yang mendukung keberadaan
organisme tersebut. Sedangkan, infauna benthic adalah proses yang melengkapi pentingnya
rantai makanan di dalam ekosistem pantai berlumpur. Selanjutnya, pembahasan ini
penekananya pada bagaimana mata rantai antara rantai makanan dan tempat berlindungnya
(tidal flat; pantai berlumpur).(Johannessen et al, 2005)
Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat
tumbuh mendominasi. Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora
dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada
ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat untuk
pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian menjadi sumber makanan penting bagi
organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan bahan makanan yang

10
dimanfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari detritus ini. Fauna di
estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling
terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks (Bengen, 2002).
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi secara
horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu
merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan
penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang secara kolektif disebut
metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang relative sempit biasanya antara 0-
40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru mampu mentolerir suhu
sampai 85°C. Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan,
karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme
tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan
yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap
suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat
euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai
contoh ikan di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan
ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan
untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan
yang lebih baik.
Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :
 Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang
mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan
sumber daya hayati laut pada umumnya.
 Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut
mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu
optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan,
yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.
 Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh
dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.

11
BAB III. PEMBAHASAN

A. Tingkah Laku Kakap Merah (Lutjanus malabaricus)


Ikan Kakap tergolong diecious yaitu ikan ini terpisah antara jantan dan betinanya.
Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda nyata antara jenis jantan dan betina

12
baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam hal warna. Pola reproduksinya gonokorisme,
yaitu setelah terjadi diferensiasi jenis kelamin, maka jenis seksnya akan berlangsung selama
hidupnya, jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina. Jenis ikan ini rata-rata mencapai
tingkat pendewasaan pertama saat panjang tubuhnya telah mencapai 41–51% dari panjang
tubuh total atau panjang tubuh maksimum. Jantan mengalami matang kelamin pada ukuran
yang lebih kecil dari betinanya.
Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri dari sepuluh ekor atau lebih,
akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam hari di bulan Agustus dengan
suhu air berkisar antara 22,2–25,2ºC. Ikan kakap jantan yang mengambil inisiatif
berlangsungnya pemijahan yang diawali dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan
tubuh mereka pada salah seekor betinanya. Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung,
mereka berputarputar membentuk spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan
air. Secara umum ikan kakap merah yang berukuran besar akan bertambah pula umur
maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap yang berukuran besar akan
mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15–20 tahun, umumnya menghuni
perairan mulai dangkal hingga kedalaman 60–100 meter (Gunarso, 1995). Gunarso W.
1995. Mengenal Kakap Merah, Komoditi Ekspor Baru Indonesia. Diktat Kuliah Fakultas
Perikanan Institut Pertanian Bogor.
Ikan kakap pada umumnya merupakan jenis ikan karnivora, makanannya terdiri dari
ikan-ikan kecil, krustasea, invertebrate lainnya (FAO, 1974). Makanan utama ikan merah
adalah ikan, tetapi sering didapatkan makan udang, kepiting, stomatopoda, amphipoda dan
Gastropoda. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Allen, 1985) menyimpulkan bahwa
kelompok ikan Famili Lutjanidae merupakan ikan pemakan plankton (flankton feeder) yang
bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Biki (1988) yang menemukan ikan-
ikan Famili Lutjanidae merupakan ikan karnivor yang makanan utamanya adalah krustase.
Namun kebiasaan makan sangat dipengaruh oleh umur ikan (bukaan mulut), sehingga
dugaan kuat terhadap ikan yang mengkonsumsi planton merupakan jenis ikan yang bukaan
mulutnya masih kesil atau anakan ikan, sebelum merubah makanan utamanya sabagai
karnivor (Michelle R. Heupel et al, 2009, Monteiro, D. P et al, 2009).

13
Perbedaan kebiasaan makan pada umumnya dipengaruhi oleh umur dan panjang
ikan, terutama pada ikan-ikan akan mengalami perubahan diet umur dan ukuran tubuh,
ukuran kecil cenderung memakan alga renik dan pada saat ukuran besar maka kebiasaan
makan akan berubah ). Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) menerima berbagai informasi
mengenai keadaan sekelilingnya melalui beberapa inderanya, seperti melalui indera
pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, linea lateralis dan sebagainya (Michelle R.
Heupel, et al, 2010).

B. Sebaran Ikan Demersal


Secara umum kondisi Oseanografis perairan Indonesia dipengaruhi oleh musim
timur dan barat sebagai akibat pergantian sistem tekanan udara di daratan Asia dan
Australia. Kondisi perairan yang berubah – ubah sesuai musim tersebut baik langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas perairan yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap perilaku pengelompokkan ikan.
Menurut Badrudin (1985) dalam Widodo et. al. (1998) pada musim timur ada
kecenderungan penggerombolan ikan di sebelah barat Tanjung Selatan dan Tanjung
Puting, Selatan Kalimantan sedangkan pada musim barat ada kecenderungan
penggerombolan ikan demersal di pantai timur Sumatera Selatan/Lampung. Belum
diketahui secara pasti apakah kebiasaan menggerombol secara musiman tersebut lebih
berkaitan dengan ketersediaan makanan atau mencari tempat untuk memijah atau untuk
berlindung.
Menurut Widodo (1980), kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor
terpenting yang berpengaruh terhadap penyebaran Ikan Demersal. Ikan Demersal
mempunyai aktifitas rendah ruayanya tidak jauh dan gerombolannya tidak terlalu besar.
Menurut Laveastu dan Hayes (1987) pada umumnya Ikan Demersal melewatkan
waktu siang di dasar perairan dan menyebar pada kolom air, hal ini dilakukan untuk
menghindari konsentrasi pytoplankton yang pada waktu siang hari mengeluarkan zat
beracun. Substrat dasar sangat mempengaruhi kelimpahan populasi Ikan Demersal.
1. Pengaruh Dasar Perairan

14
Hasil tangkap Ikan Demersal pada lokasi sampling selama penelitian berlangsung,
komposisinya tidak jauh berbeda. Hal ini membuktikan bahwa perairan Kendal
merupakan satu komunitas yang didukung dengan perilaku Ikan Demersal yang
mempunyai aktifitas gerak rendah dan beruaya tidak terlalu jauh dari garis pantai dengan
kedalaman yang tidak jauh berbeda.
Ikan Demersal muda tidak bisa bertahan pada lingkungan yang demikian.
Akibatnya Ikan Demersal muda atau juvenile berupaya secepat mungkin menyebar ke dasar
perairan tersebut. Juga ditemukan tempat sampah plastik sehingga menutupi sebagian
besar dasar perairan.
2. Pengaruh Hutan Mangrove
Menipisnya komuitas mangrove juga berpengaruh terhadap rendahnya
kelimpahan individu Ikan Demersal pada kedalaman ≤ 10 m karena perairan sekitarnya
merupakan feeding area, mursery area dan sebagai penahan sedimen. Di dalam sedimen
terkandung unsur deposit berupa mineral yang berfungsi sebagai nutrien trap yang
bersifat absolut terhadap unsur N (Nitrogen) dan P (Posphat) yang sangat dibutuhkan dalam
fotosintesis organisme mikroskopis (phytoplankton); organisme tersebut merupakan
parameter utama produktifitas primer perairan (Hutabarat ; 2000)
3. Pengaruh Suhu
Perubahan suhu pada perairan berpengaruh terhadap sebaran Ikan Demersal,
sebagai efek dari sifat material cair yang lamban melepas energi, menyebabkan antara
suhu permukaan air dan dasar air terjadi perbedaan. Meskipun permukaan perairan suhunya
turun tetapi di kolam–kolam air yang lebih dalam biasanya temperaturnya masih hangat.
Akibatnya Ikan Demersal berukuran besar bergerak menuju dasar perairan yang lebih
dalam terutama ikan yang mampu beradaptasi terhadap suhu misalnya dari famili
Apogonidae spesies, Apogon sp dan famili Synodontidae yaitu spesies Saurida tumbil.

4. Pengaruh Kedalaman

15
Perairan yang subur dimanfaatkan oleh organisme mikroskopis berklorofil untuk
melakukan fotosintesa dimana pada saat perairan panas, penetrasi sinar matahari optimal
dapat menjangkau dasar perairan dangkal dan berair jernih.
Tertangkapnya ikan berukuran kecil terdapat pada hampir semua kedalaman
disebabkan karena rusaknya hutan bakau yang berfungsi sebagai feeding ground, nursery
ground, pengaruh sampah plastik yang menutupi dasar dari perairan dangkal. Sedang
ketersediaan makanan untuk suatu spesies adalah salah satu faktor pendukung dalam
menjaga kelangsungan hidupnya, yang meliputi tumbuh, mempertahankan dan
berkembang biak.

C. Penyebaran dan Musim Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus)


Ikan kakap termasuk salah satu jenis ikan yang hidup dan banyak dijumpai di
perairan pantai, perairan karang, dan muara-muara sungai di seluruh di dunia terutama pada
daerah subtropis. Habitat ikan merah (Lutjanus boutton) ditemukan di habitat karang,
sehingga disebut juga sebagai ikan demersal (Manickchand, et al, 1996, McPherson, 1992).
Michelle R. Heupel, et al, (2010) menemukan pada tujuh jenis terumbu karang
dapat dimanfaatkan oleh Lutjanid, dibandingkan dengan tingkat variasi intrafamili pada
sejarah hidup untuk beberapa spesies yang siap panen. Di Hawai ikan kakap yang di
introduksi pada tahun 1950an-1960an pada perairan dangkal dapat hidup dan berkembang,
dari tiga jenis kakap yang di introduksi dapat berkembang dengan baik hingga saat ini
(Randall, 1987). Keberhasilan introduksi dari kakap ini terdokumentasi berdasarkan waktu
awal hingga menyusuri pada setiap jalur lintasan sepanjang pesisir Hawai. Jalur yang
dilintasi oleh salah satu jenis kakap putih ini dapat dilihat pada gambar 2. Sekitar 3.170
ekor kakap putih menyusuri kepulawan Marquesas ke Hawai pada tahun 1955, dan 2.435
ekor pada tahun 1958 yang dirilis oleh Kaneohe Bay dan Oahu, (Oda dan Parrish, 1981;
Randall, 1987).
Menurut Djamal dan Marzuki (1992), Djamal R. dan S. Marzuki. 1992. Analisis
Usaha Penangkapan Kakap Merah dan Kerapu dengan Pancing Prawe, Jaring Nylon,
Pancing Ulur dan Bubu. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan
Laut. Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Daerah penyebaran kakap merah

16
hampir di seluruh Perairan Laut Jawa, mulai dari Perairan Bawean, Kepulauan Karimun
Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan Barat Kalimantan, Perairan Sulawesi,
Kepulauan Riau. Secara umum ikan kakap memiliki laju tumbuh relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan laut lainnya dan merupakan komoditas perikanan yang
mempunyai prospek mendukung pengembangan budi daya di masa datang.
Kelompok ikan dari famili Lutjanidae pada umumnya menempati wilayah perairan
dengan substrat sedikit berkarang dan banyak tertangkap pada ke dalaman antara 40-70 m
terutama untuk yang berukuran besar, ikan muda yang masih berukuran kecil biasa
menempati daerah hutan bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang banyak ditumbuhi
oleh rumput laut (Widodo et al., 1991 dalam Herianti dan Djamal, 1993). Grimes (1987)
menyatakan kelompok ikan kakap umumnya hidup di perairan dengan substrat dasar sedikit
berkarang, pada kedalaman antara 40-100 m, sedangkan ikan-ikan muda didapatkan di
daerah hutan bakau, rumput laut, dan karang-karang dangkal.

BAB IV. KESIMPULAN

17
1. Seluruh jenis ikan kakap merah merupakan anggota famili Lutjanidae.
2. Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) dikenal dengan nama two-spot red
snapper di pasar internasional.
3. Ciri-ciri kakap merah (Lutjanus malabaricus) mempunyai tubuh yang memanjang
dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung.
4. Jenis ikan kakap merah umumnya termasuk ikan buas, karena pada umumnya
merupakan predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari
(nokturnal).
5. Ikan kakap merah lebih suka memangsa jenis-jenis ikan, kepiting, udang, jenis
crustacea, gastropoda serta berbagai jenis plankton utamanya urochordata.
6. Lutjanus malabaricus dianggap sebagai pemijah kelompok. Telur yang telah
dibuahi berbentuk bulat, transparan, mengapung dan tak berpigmen.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, B.R. 1985. Snappers of The World. FAO Press. New York.

18
Baskoro, M. S., Ronny. I.W, dan Arief Effendy. 2004. Migrasi dan Distribusi Ikan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gunarso, W. 1995. Mengenal Kakap Merah Komoditi Ekspor Baru Indonesia
Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Mayunar dan Genisan AS. 2002. Budidaya Ikan Kakap Putih. Grasindo. Jakarta. Moyle,
P.B. dan J.J. Chech, JR.1988. Fishes an Introduction to Ichthyology 2 nd
ed. Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. USA. Nikolsky, G.V. 1963. The
Ecology of Fishes. Academy Press. New York.
Saanin. H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta. Bogor.
Sunyoto P dan Mustahal. 2002. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis: Kerapu. Kakap,
Baronang. Penebar Swadaya. Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai