Taksonomi Evaluasi Pembelajaran

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MATERI 3

TAKSONOMI DALAM PENDIDIKAN

1. Arti dan Letak Taksonomi dalam Pendidikan


Sejak lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang kemudian
disusul oleh lahirnya kurikulum tahun 1975, telah mulai tertanam kesadaran pada para guru
bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar berlangsung.
Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada para siswa. Jadi, tujuan tersebut bukanlah sesuatu
yang perlu dirahasiakan. Apabila dalam pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak
akan tahu mana pelajaran yang penting dan mana yang tidak.
Kesadaran seperti ini diharapkan dapat mendarah daging, seperti halnya jika orang
mau pergi ke suatu tempat sudah mempunyai bayangan letak tempat tersebut sehingga
dengan mudah menentukan jalan mana yang harus dilalui. Apabila setiap guru memahami
kegunaan perumusan tujuan ini maka mereka dapat mengusahakan kegiatan mengajar secara
efektif.
Kepentingan hubungan antara kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan, oleh seorang
ahli bernama Scriven (1967) dikemukakan bahwa harus ada hubungan erat antara:
a. Tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran.
b. Bahan pelajaran dengan alat-alat evaluasi.
c. Tujuan kurikulum dengan ala-alat evaluasi.
Tujuan kurikulum yang dimaksud adalah tujuan yang dapat diukur. Ebel (1963)
berpendapat bahwa jika hasil pendidikan merupakan sesuatu yang penting tetapi tidak dapat
diukur maka tujuan itu harus diubah. Jika tujuan telah dirumuskan secara operasional maka
hasilnya akan dapat diukur. Suatu tanda bahwa seseorang telah mencapai tujuannya, akan
terlihat pada perubahan tingkah lakunya.
Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan. Pertama tujuan umum
pendidikan. Tujuan ini menentukan perlu dan tidaknya sesuatu program diadakan. Di dalam
praktek sehari-hari di sekolah, tujuan ini dikenal sebagai TIU (Tujuan Instruksional Umum).
Kedua tujuan yang didasarkan atas tingkah laku. Dalam periode 20 tahun terakhir ini, banyak
usaha yang telah dilakukan untuk mencari metode yang dapat digunakan untuk menganalisis
atau mengklasifikasikan sebuah pandangan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan
sehari-hari. Yang dimaksud adalah berhasilnya pendidikan dalam bentuk tingkah laku. Inilah
yang dimaksud dengan taksonomi (taxonomy). Ada 3 macam tingkah laku yang dikenal
umum, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor ( yang dalam hal ini penulis gunakan istilah
keterampilan). Ketiga, tujuan yang lebih jelas yang dirumuskan secara operasional. Kaum
behavioris (kaum yang mengutamakan tingkah laku), berpendapat bahwa taksonomi yang
dikemukakan oleh Bloom dan kawan-kawan, adalah sangat bersifat mental. Mereka tidak
menjelaskan kepada para pendidik secara konkret dan dapat diamati.
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, ketiga tujuan ini harus ada. Tetapi prakteknya
memang sulit karena dalam beberapa hal., penafsirannya lalu menjadi subjektif. Kesulitan
lain adalah bahwa sulit untuk menjabarkan tujuan umum ini menjadi tujuan yang lebih
terperinci.
Beberapa ahli telah mencoba memberikan cara bagaimana menyebut ketiga tingkatan
tujuan ini, yang akhirnya oleh Viviane De Landshere disimpulkan bahwa ada 3 tingkatan
(termasuk taksonomi), yaitu:
a. Tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan.
b. Taksonomi.
c. Tujuan yang operasional.

2. Taksonomi Bloom
Bloom dan Krathwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang yang
melahirkan taksonomi lain. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan oleh 2 orang ini ada 4 buah,
yaitu:
a. Prinsip metodologis
Perbedaan-perbedaan yang besar telah merefleksikan kepada cara-cara guru dalam
mengajar.
b. Prinsip psikologis
Taksonomi hendaknya konsisten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang.
c. Prinsip logis
Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten.
d. Prinsip tujuan
Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai. Tiap-
tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral.
Atas dasar prinsip ini maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan yang
menunjukkan tingkatan kesulitan. Sebagai contoh, mengingat fakta lebih mudah daripada
memberikan pertimbangan. Tingkatan kesulitan ini juga merefleksi kepada kesulitan dalam
proses belajar dan mengajar.
Sudah banyak diketahui bahwa mula-mula taksonomi Bloom terdiri dari dua bagian yaitu
kognitif domain dan afektif domain (cognitive domain and affective domain). Pencipta dari
kedua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada psikomotor domain karena mereka melihat
hanya ada sedikit kegunaanya di Sekolah Menengah atau Universitas (Bloom, 1956).
Akhirnya Simpson melengkapi dua domain yang ada dengan psikomotor domain (1966).
Namun sebenarnya pemisahan antara ketiga domain ini merupakan suatu kebulatan yang
tidak dapat dipecah-pecah sehingga segala tindakannya juga merupakan suatu kebulatan.
Saat ini sudah banyak diketahui oleh umum bahwa apa yang dikenal sebagai taksonomi
Bloom (1956) sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari
B.S. Bloom Editor M.D. Engelhart, E. Furst, W.H. Hill, dan D.R. Krathwohl, yang kemudian
didukung pada oleh Ralp W. Tyler.
Secara garis besar, Bloom bersama kawan-kawan merumuskan tujuan-tujuan pendidikan
pada 3 (tiga) tingkatan:
a. Kategori tingkah laku yang masih verbal.
b. Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan.
c. Tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas (taks) dalam pertanyaan-
pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
Ada 3 (tiga) ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke-2 yang selanjutnya
disebut taksonomi yaitu:
a. Ranah kognitif (cognitive domain).
b. Ranah afektif (affective domain).
c. Ranah psikomotor (psychomotor domain).
Keterangan lebih lanjut aladal sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif
1). Mengenal (recognition)
Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih Satu dari dua atau lebih jawaban.
Contoh:
Hasil bumi yang terkenal dari daerah Temanggung adalah:
a). padi
b). tebu
c). tembakau
Mengungkap/mengingat kembali (recall)
Berbeda dengan mengenal maka dalam mengingat kembali ini siswa diminta untuk
mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.
Contoh:

Tempat keluarnya air dari dalam tanah disebut…


Mengenal dan mengungkap kembali, pada umumnya dikategorikan menjadi satu jenis, yakni
ingatan. Kategori ini merupakan kategori yang paling rendah tingkatnya karena tidak terlalu
banyak meminta energi.

2). Pemahaman (comprehension)


Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang
sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.

Contoh:

Di antara gambar-gambar di bawah ini yang dapat disebut sebagai segitiga siku-siku adalah:

Untuk dapat menentukan gambar yang mana yang dapat dinamakan segitiga siku-siku maka
ia harus menghubungkan konsep segitiga dan konsep siku-siku.

3). Penerapan atau aplikasi (application)


Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau
memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hokum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat
untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

Contoh:

Untuk menyelesaikan hitungan 51 × 40 = n, maka paling tepat kita gunakan


a. hukum asosiatif,
b. hukum komutatif,
c. hukum distributif.

4). Analisis (analysis)


Dalam tugas analisis ini siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang
kompleks atas konsep-konsep dasar.

Contoh:

Siswa disuruh menerangkan apa sebab pada waktu mendukung dan ada angin kencang tidak
segera turun hujan.
5). Sintesis (synthesis)
Apabila penyusun soal tes bermaksud meminta siswa melakukan sintesis maka pertanyaan-
pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta siswa untuk menggabungkan atau
menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifikasi agar dapat mengembangkan suatu
struktur baru. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini siswa diminta
untuk melakukan generalisasi.

Contoh:

“Dengan mengetahui situasi daerah milik dalam hal kekayaan bahan mentah serta semangat
penduduk di suatu daerah yang kini dapat berkembang pesat menjadi kota pelabuhan yang
besar maka kota-kota kecil di tepi pantai mana yang mempunyai potensi untuk menjadi
sebuah kota pelabuhan yag besar?”

6). Evaluasi (evaluation)


Apabila penyusun soal bermaksud untuk mengahui sejauh mana siswa mampu menerapkan
pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai sesuatu kasus yang diajukan
oleh penyusun soal.

Mengadakan evaluasi dalam pengukuran aspek kognitif ini tidak sama dengan mengevaluasi
dalam pengukuran aspek afektif. Mengevaluasi dalam aspek kognitif ini menyangkut masalah
“benar/salah” yang didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan, sedangkan
mengevaluasi dalam aspek afektif menyangkut masalah “benar/salah” berdasarkan nilai atau
norma yang diakui oleh subjek yang bersangkutan.

Sejak tahun 1983 istilah “aspek” inilebih populer dengan istilah yakni “ranah”. Untuk ranah
kognitif. Bloom menemukan adanya tingkatan-tingkatan ranah, tersusun dalam urutan
meningkat (hierarki) yang bersifat linear. Namun dan beberapa studi lanjutan yang dilakukan
oleh ahli-ahli lain antara lain Madaus dikemukakan bahwa ranah-ranah tersebut tidak
seharusnya dalam urutan linear.

Untuk ranah yang lebih tinggi, yakni analisis, dan evaluasi terletak pada satu garis horizontal
dan terlihat sebagai cabang.
Apabila dibandingkan akan tergambar sebagai berikut ini:

Beberapa aspek kejiwaan yang telah disebutkan, sebagaian hanya cocok diterapkan di
Sekolah Dasar (Ingatan, Pemahaman, dan Aplikasi), sedangkan analisis dan sintesis baru
dapat dilatihkan di SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi secara bertahap. Dengan urutan yang
ada, memang menunjukkan usaha yang makin ke bawah makin berat. Sebagai contoh, untuk
melakukan pemahaman, siswa harus terlebih dahulu dapat mengingat atau mengenal kembali.
Dan untuk pemahaman, memang dibutuhkan unsure mengenal atau mengingat kembali.
b. Ranah Afektif

1). Pandangan atau pendapat (opinion)


Apabila guru mau mengukur aspek afektif yang berhubungan dengan pandangan siswa maka
pertanyaan yang disusun menghendaki respons yang melibatkan ekpresi, perasaan atu
pendapat pribadi siswa terhadap hal-hal yang relative sederhana tetapi bukan fakta.

Contoh:

“Bagaimana pendapat Anda tentang keputusan yang diambil oleh Bapak Lurah dalam situasi
di atas? Bagaimana tindakan Anda jika seandainya yang menjadi lurah itu Anda?

2). Sikap atau nilai (attitude, value)

Dalam penilaian afektif tentang sikap ini, siswa ditanya mengenai respon yang melibatkan
sikap atau nilai telah mendalam di sanubarinya, dan guru meminta dia untuk
mempertahankan pendapatnya.

Contoh:

“Bagaimana pendapat Anda seandainya semua penjahat yang merugikan masyarakat dan
negara, baik yang proletar maupun yang elite diberi hukuman mati saja? Mengapa pendapat
Anda demikian?”

c. Ranah Psikomotor
Perkataan psikomotor berhubungan dengan kata “motor, sensory-motor atau perceptual-
motor”. Jadi, ranah psikomotor berhubungan erat dengan erat kerja otot sehingga
menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk ke dalam klasifikasikan
gerak di sini mulai dari gerak yang paling sederhana, yaitu melipat kertas sampai dengan
merakit suku cabang televisi serta computer. Secara mendasar perlu dibedakan antara dua hal,
yaitu keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities).

Contoh:

“Seberapa terampil para siswa dalam menyiapkan alat-alat.” “Seberapa terampil para siswa
menggunakn alat-alat.”

Taksonomi untuk ranah psikomotorik antara lain dikemukakan oleh Anita Harrow
(1972). Menurut Harrow kebanyakan para guru tidak dapat menuntut pencapaian 100 dari
tujuan yang dikemukakan kecuali hanya berharap bahwa keterampilan yang dapat dicapai
oleh siswa-siswanya akan sangat mendukung mempelajari keterampilan lanjutan atau
gerakan-gerakan yang lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah dikemukakan tersebut,
Harrow juga memberikan saran mengenai bagaimana melakukan pengukuran terhadap ranah
psikomotor ini. Menurutnya, penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan siswa harus
dilakukan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kurang dari waktu tersebut
diperkirakan para penilai belum dapat menangkap gambaran tentang pola keterampilan yang
mencerminkan kemampuan siswa.
Garis besar taksonomi yang dikemukakan oleh Harrow adalah sebagai berikut:

Tingkat Uraian dan contoh


1. Gerak reflex Respon gerakan yang tidak disadari yang dimiliki
(reflex movement) sejak lahir.

1.1. Segmental reflexes Kesemuanya berhubungan dengan gerakan-gerakan


1.2. Intersegmental reflexes yang dikoordinasikan oleh otak dan bagian-bagian
1.3. Suprasegmental reflexes sumsum tulang belakang.
2. Dasar gerak-gerakan Gerak-gerakan, yang menuntun kepada keterampilan
(basic fundamental movement) yang sifatnya kompleks.

2.1. Locomotor movement Gerak-gerakan yang mendahului kemampuan berjalan


(tengkurap, merangkak, tertatih-tatih, berjalan, lari,
melompat, menggelinding, memanjat).

2.2. Nonlocomotor movement Gerak-gerakan dinamis di dalam suatu ruangan yang


tertumpu pada sesuatu sumbu tertentu.

2.3. Manipulative movement Gerak-gerakan yang terkoordinasikan seperti dalam


kegiatan bermain piano, menggambar, naik sepeda,
mengetik, dan sebagainya.
3. Perceptual abilities Kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan.

3.1. Kinethetic discrimination Menyadari akan gerakan-gerakan tubuh seserorang.

3.1a. Body awareness Menyadari gerakan pada dua sisi tubuhnya, pada satu
sisi, keberat-sebelahan, dan keseimbang.

3.1b. Body image Perasaan-perasaan tentang adanya gerakan yang


berhubungan dengan badannya sendiri.

3.1c. Body relationship to Konsep tentang arah adanya kesadaran badan dalam
surrounding objects in space hubungan dengan lingkungan ruang sekitar.

3.2. Visual discrimination Visual acuity (kemampuan membedakan bentuk dan


bagian), visual tracking (kemampuan mengikuti
objek), visual memory (mengingat kembali
pengalaman visual), figure ground differentiation
(membedakan figure yang dominan di antara latar
belakang yang kabur), dan consistency (pengalaman
konsep visual).

3.3. Auditory discrimination Meliputi auditory acuity, auditory tracking, auditory


memory.

3.4. Tactive discrimination Kemampuan untuk membedakan dengan sentuhan.

3.5. Coordinated activities Koordinasi antara mata dengan tangan dan sentuhan.
4. Physical abilities Kemampuan yang diperlukan untuk mengembangkan
gerakan-gerakan keterampilan tingkat tinggi.

4.1. Ketahanan (Endurance) Kemampuan untuk melanjutkan aktivitas, termasuk


ketahana otot dan denyut jantung.
4.2. Kekuatan (Strength) Kemampuan menggunakan otot untuk mengadakan
perlawanan.

4.3. Flexibility Rentangan gerakan dan sendi.

4.4. Kecerdasan otak (Agility) Kemampuan untuk bergerak cepat termasuk


kemampuan untuk megubah arah, memulai atau
berhenti, mengurangi waktu tenggang antara reaksi
dan respons (tampak dalam kecelakaan), dan
meningkatkan dexterity (meningkatkan ketangkasan =
deftness).
5. Skilled movements Gerakan-gerakan yang memerlukan belajar misalnya
keterampilan dalam menari, olahraga, dan rekreasi.

5.1. Simple adaptive skills Setiap adaptasi yang berhubungan dengan dasar
gerakan dasar nomor 2.2.

5.2. Compound adaptive skills Gerakan kombinasi untuk menggunakan alat-alat


seperti raket, parang, dan sebagainya.

5.3. Complex adaptive skills Menguasai mekanisme seluruh tubuh seperti dalam
senam (gymnastic).
6. Nondiscoursive Kemampuan untuk berkomunikasi dengan
communication menggunakan gerakan misalnya ekspresi wajah
(mimik), postur, dan sebagainya.

6.1. Expresisve movements Gerakan-gerakan yang digunakan dalam kehidupan


sehari-hari seperti sikap dan gerak tubuh, isyarat,
ekspresi wajah.

6.2. Interpretive movements Gerakan sebagai bagian dari bentuk seni termasuk
gerakan estesis, gerakan-gerakan kreatif (improvisasi)
dan sebagainya.

3. Lain-lain Taksonomi
Banyak kritik telah dilemparkan kepada Bloom cs, tentang pembagian taksonomi ini,
sehingga timbul teori-teori sebagai adaptasi, modifikasi atau kategori baru.

a). McGuire (1963), Klickman (1963) telah menyusun taksonomi untuk bidang Biologi,
Wood (1968) untuk matematika, Leuis (1965) untuk ilmu Pengetahuan Alam. Sebagai
contoh, dihasilkan oleh The National Longitudinal Study of Mathematical Abilities
(NLSMA).
1). knowledge of facts,
2).computation,
3).comprehension,
4).application,
5).analysis.
Alasannya adalah:
1). Computation (komputasi, perhitungan) merupakan satu keterampilan khusus yang tidak
mempunyai tempat dalam taksonomi Bloom. Padahal aspek ini perlu dinilai pula.
2). Synthesis and evaluation (sintesis dan evaluasi) hanya sedikit mempunyai peranan di
dalam kurikulum matematika.
b). Guilford telah menciptakan pola yang menggambarkan struktur intelek dalam bentuk
kubus.

Selanjutnya Guilford juga telah berbicara lebih luas tentang implikasi model ini bidang
pendidikan. Dikatakannya bahwa untuk melatih kemampuan intelektual tertentu dibutuhkan
latihan tertentu pula.
c). Gagne dan Merrill juga mengemukakan taksonomi lain. Di dalam bukunya The
Conditions of Learning (1965), Gagne menyebutkan adanya 8 buah kategori, yang oleh
Merrill (1971) ditambah 2 (dua) kategori lagi.

Delapan hierarki tingkah laku menurut Gagne adalah:


1). signal learning,
2). stimulus-response learning,
3). chaining,
4). verbal assoclation,
5). discrimination learning,
6). concept learnin,.
7). rule learning,
8). problem solving.

d). Garlach dan Sullivan beranggapan bahwa taksonomi Bloom mempunyai kegunaan tang
terbatas sebagai alat untuk perencanaan dan pengembagan kurikulum. Mereka mencoba
mengganti gambaran tentang proses dalam rumusan yang umum menjadi tingkah laku siswa
yang dapat diamati.

Kategori yang diajarakan adalah:


1). identify,
2). name,
3). describe,
4). construct,
5). order,
6). demonstrate.

e). De Block mengatakan bahwa taksonomi Bloom diilhami oleh masalah evaluasi. Jika
Gagne dan Merrill bertitik tolak pada kondisi belajar maka De Block (1972) mengemukakan
model yang didasarkan pada tujuan-tujuan mengajar.

Ia mengajukan 3(tiga) arah dalam kegiatan mengajar:

1). from partical to more integral learning,

2). from limited to fundamental learning,


3). from special to general learning.

1. Taksonomi Bloom Ranah Kognitif


Taksonomi Bloom mengklasifikasikan perilaku menjadi enam kategori, dari yang
sederhana (mengetahui) sampai dengan yang lebih kompleks (mengevaluasi). Ranah
kognitif terdiri atas (berturut-turut dari yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks), ialah:
a. Pengetahuan (Knowledge ) / C – 1
Pengetahuan dalam pengertian ini melibatkan proses mengingat kembali hal-hal yang
spesifik dan universal, mengingat kembali metode dan proses, atau mengingat kembali
pola, struktur atau setting. Pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga, yakni: (1)
pengetahuan tentang hal-hal pokok; (2) pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal
pokok; dan (3) pengetahuan tentang hal yang umum dan abstraksi. Pengetahuan tentang
hal-hal pokok yaitu mengingat kembali hal-hal yang spesifik, penekanannya pada simbol-
simbol dari acuan yang konkret. Pengetahuan tentang hal-hal pokok dibagi menjadi dua
yakni: (1) pengetahuan tentang terminologi; dan (2) pengetahuan mengenai fakta-fakta
khusus. Pengetahuan tentang terminologi yaitu pengetahuan tentang acuan simbol yang
diterima banyak orang, misalnya kata-kata umum beserta makna-maknanya yang lazim.
Pengetahuan tentang fakta yang spesifik yaitu pengetahuan tentang tanggal, peristiwa,
orang, tempat.
Pengetahuan tentang cara memperlakukan hal-hal pokok yaitu pengetahuan tentang
cara-cara untuk mengorganisasi, mempelajari, menilai, dan mengkritik. Pengetahuan
tentang cara memperlakukan hal-hal pokok dibagi menjadi lima yakni: (1) pengetahuan
tentang konvensi; (2) pengetahuan tentang kecenderungan atau urutan; (3) pengetahuan
tentang klasifikasi dan kategori; (4) pengetahuan tentang tolok ukur; dan (5) pengetahuan
tentang metodologi. Pengetahuan tentang konvensi yaitu pengetahuan tentang cara-cara
yang khas untuk mempresentasikan ide dan fenomena misalnya cara untuk
mempresentasikan puisi, drama, dan makalah ilmiah. Pengetahuan tentang kecenderungan
atau urutan yaitu pengetahuan tentang proses, arah, dan gerakan suatu fenomena dalam
kaitannya dengan waktu misalnya pengetahuan tentang perkembangan kebudayaan
Indonesia.
Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori yaitu pengetahuan tentang kelas, divisi,
dan susunan yang dianggap fundamental bagi suatu bidang, tujuan, argumen, atau masalah.
Pengetahuan tentang tolak ukur (kriteria) yaitu pengetahuan tentang kriteria-kriteria untuk
menguji atau menilai fakta, prinsip, pendapat, dan perilaku. Pengetahuan tentang
metodologi yaitu pengetahuan tentang metode-metode penelitian, teknik-teknik, dan
prosedur-prosedur yang digunakan dalam suatu bidang dan untuk menyelidiki suatu
masalah dan fenomena.
Pengetahuan tentang hal yang umum (universalitas) dan abstraksi dalam suatu bidang
yaitu pengetahuan tentang skema-skema dan pola-pola pokok untuk mengorganisasi
fenomena dan ide. Pengetahuan tentang hal yang umum dan abstraksi dibagi menjadi dua
yakni: (1) pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi; dan (2) pengetahuan tentang teori
dan struktur. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi yaitu pengetahuan tentang
abstraksi-abstraksi tertentu yang merupakan rangkuman atas hasil pengamatan terhadap
suatu fenomena.
Pengetahuan tentang teori dan struktur yaitu pengetahuan tentang sekumpulan prinsip
dan generalisasi beserta interelasi yang membentuk suatu pandangan yang jelas, utuh, dan
sistematis mengenai sebuah fenomena, masalah, atau bidang yang kompleks.
b. Pemahaman (Comprehension) / C – 2
Pemahaman bersangkutan dengan inti dari sesuatu, ialah suatu bentuk pengertian atau
pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan,
dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang dikomunikasikan itu tanpa harus
menghubungkannya dengan bahan lain. Pemahaman dibedakan menjadi tiga, yakni: (1)
penerjemahan (translasi) yaitu kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan
dengan cara lain dari pada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya; (2) penafsiran
(interpretasi) yaitu penjelasan atau rangkuman atas suatu komunikasi, misalnya
menafsirkan berbagai data sosial yang direkam, diubah, atau disusun dalam bentuk lain
seperti grafik, tabel, diagram; dan (3) ekstrapolasi yaitu meluaskan kecenderungan
melampaui datanya untuk mengetahui implikasi, konsekuensi, akibat, pengaruh sesuai
dengan kondisi suatu fenomena pada awalnya, misalnya membuat pernyataan-pernyataan
yang eksplisit untuk menyikapi kesimpulan-kesimpulan dalam suatu karya sastra.
c. Penerapan (Application) / C – 3
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, prinsip di dalam berbagai situasi. Sebagai contoh: agar teh dalam
gelas cepat mendingin, maka tutup gelas harus dibuka (bidang fisika), orang perlu
menyirami tanaman agar tidak layu (bidang biologi); dan jari yang terlukai harus diberi
obat merah (bidang kesehatan).
d. Analisis (Analysis) / C – 4
Analisis diartikan sebagai pemecahan atau pemisahan suatu komunikasi (peristiwa,
pengertian) menjadi unsur-unsur penyusunnya, sehingga ide (pengertian, konsep) itu relatif
menjadi lebih jelas dan/atau hubungan antar ide-ide lebih eksplisit. Analisis merupakan
memecahkan suatu isi komunikasi menjadi elemen-elemen sehingga hierarki ide-idenya
menjadi jelas. Kategori analisis dibedakan menjadi tiga, yakni: (1) analisis elemen yaitu
analisis elemen-elemen dari suatu komunikasi; (2) analisis hubungan yaitu analisis koneksi
dan interaksi antara elemen-elemen dan bagian-bagian dari suatu komunikasi; dan (3)
analisis prinsip pengorganisasian yaitu analisis susunan dan struktur yang membentuk
suatu komunikasi.
e. Sintesis (Synthesis) / C – 5
Sintesis adalah memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian untuk membentuk suatu
kesatuan. Sintesis bersangkutan dengan penyusunan bagian-bagian atau unsur-unsur
sehingga membentuk suatu keseluruhan atau kesatuan yang sebelumnya tidak tampak
jelas. Kategori sintesis dibedakan menjadi tiga yakni: (1) penciptaan komunikasi yang
unik, yaitu penciptaan komunikasi yang di dalamnya penulis atau pembicara berusaha
mengemukakan ide, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain; (2) penciptaan rencana
yaitu penciptaan rencana kerja atau proposal operasi; dan (3) penciptaan rangkaian
hubungan abstrak yaitu membuat rangkaian hubungan abstrak untuk mengklasifikasikan
data tertentu.
f. Evaluasi (Evaluation) / C – 6
Evaluasi adalah menentukan nilai materi dan metode untuk tujuan tertentu. Evaluasi
bersangkutan dengan penentuan secara kuantitatif atau kualitatif tentang nilai materi atau
metode untuk sesuatu maksud dengan memenuhi tolok ukur tertentu. Kategori evaluasi
dibedakan menjadi dua, yakni: (1) evaluasi berdasarkan bukti internal yaitu evaluasi
terhadap ketetapan komunikasi berdasarkan logika, konsistensi, dan kriteria-kriteria
internal lain misalnya, menunjukkan kesalahan-kesalahan logika dalam suatu argumen;
dan (2) evaluasi berdasarkan bukti eksternal yaitu evaluasi terhadap materi berdasarkan
kriteria yang ditetapkan atau diingat, misalnya membandingkan teori-teori, generalisasi-
generalisasi, dan fakta-fakta pokok tentang kebudayaan tertentu.

Taksonomi Bloom ranah kognitif berturut-turut dari yang paling sederhana sampai
yang paling kompleks diilustrasikan seperti pada Gambar 1.

2. Taksonomi Bloom Revisi


Tingkatan-tingkatan dalam Taksonomi Bloom tersebut telah digunakan hampir
setengah abad sebagai dasar untuk penyusunan tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes,
dan kurikulum di seluruh dunia. Kerangka pikir ini memudahkan guru memahami, menata,
dan mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut Taksonomi
Bloom menjadi sesuatu yang penting dan mempunyai pengaruh yang luas dalam waktu
yang lama. Namun pada tahun 2001 terbit sebuah buku A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl Objectives yang
disusun oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl.
Mungkin banyak orang bertanya mengapa buku hebat Taksonomi Bloom harus
direvisi? Ada beberapa alasan mengapa Handbook Taksonomi Bloom perlu direvisi, yakni:
pertama, terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik pada
handbook, bukan sekedar sebagai dokumen sejarah, melainkan juga sebagai karya yang
dalam banyak hal telah “mendahului” zamannya (Rohwer dan Sloane, 1994). Hal tersebut
mempunyai arti banyak gagasan dalam handbook Taksonomi Bloom yang dibutuhkan oleh
pendidik masa kini karena pendidikan masih terkait dengan masalah-masalah desain
pendidikan, penerapan program yang tepat, kurikulum standar, dan asesmen autentik.
Alasan kedua adalah adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan
dan pemikiran-pemikiran baru dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan.
Masyarakat dunia telah banyak berubah sejak tahun 1956, dan perubahan-perubahan ini
mempengaruhi cara berpikir dan praktik pendidikan.
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan ini mendukung keharusan untuk merevisi
handbook Taksonomi Bloom. Alasan yang ketiga adalah taksonomi merupakan sebuah
kerangka berpikir khusus yang menjadi dasar untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan
pendidikan. Sebuah rumusan tujuan pendidikan seharusnya berisikan satu kata kerja dan
satu kata benda. Kata kerjanya umumnya mendeskripsikan proses kognitif yang
diharapkan dan kata bendanya mendeskripsikan pengetahuan yang diharapkan dikuasai
oleh siswa. Taksonomi Bloom hanya mempunyai satu dimensi yaitu hanya kata benda.
Menurut Tyler (1994) rumusan tujuan yang paling bermanfaat adalah rumusan yang
menunjukkan jenis perilaku yang akan diajarkan kepada siswa dan isi pembelajaran yang
membuat siswa menunjukkan perilaku itu. Berdasarkan hal tersebut rumusan tujuan
pendidikan harus memuat dua dimensi yaitu dimensi pertama untuk menunjukkan jenis
perilaku siswa dengan menggunakan kata kerja dan dimensi kedua untuk menunjukkan isi
pembelajaran dengan menggunakan kata benda.
Alasan keempat yaitu proporsi yang tidak sebanding dalam penggunaan taksonomi
pendidikan untuk perencanaan kurikulum dan pembelajaran dengan penggunaan
taksonomi pendidikan untuk asesmen. Pada taksonomi Bloom lebih memfokuskan
penggunakan taksonomi pada asesmen. Alasan yang kelima adalah pada kerangka pikir
taksonomi karya Benjamin Bloom lebih menekankan enam kategorinya (pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) daripada sub-subkategorinya.
Taksonomi Bloom menjabarkan enam kategori tersebut secara mendetail, namun kurang
menjabarkan pada subkategorinya sehingga sebagian orang akan lupa dengan sub-
subkategori taksonomi Bloom.
Alasan keenam adalah ketidakseimbangan proporsi subkategori dari taksonomi Bloom.
Kategori pengetahuan dan komprehensi memiliki banyak subkategori namun empat kategori
lainnya hanya memiliki sedikit subkategori. Alasan ketujuh adalah taksonomi Bloom versi
aslinya lebih ditujukan untuk dosen-dosen, padahal dalam dunia pendidikan tidak hanya
dosen yang berperan untuk merencanakan kurikulum, pembelajaran, dan penilaian. Oleh
sebab itu dibutuhkan sebuah revisi taksonomi yang dapat lebih luas menjangkau seluruh
pelaku dalam dunia pendidikan. Perubahan dari kerangka pikir asli ke revisinya diilustrasikan
pada Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui perubahan taksonomi dari kata benda


(dalam taksonomi Bloom) menjadi kata kerja (dalam taksonomi revisi). Perubahan ini
dibuat agar sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan-tujuan pendidikan
mengindikasikan bahwa siswa akan dapat melakukan sesuatu (kata kerja) dengan sesuatu
(kata benda). Kategori pengetahuan dalam taksonomi Bloom berubah menjadi
mengingat. Bentuk kata kerja mengingat mendeskripsikan tindakan yang tersirat dalam
kategori pengetahuan aslinya; tindakan pertama yang dilakukan oleh siswa dalam belajar
pengetahuan adalah mengingatnya. Kategori pemahaman menjadi memahami.
Pemahaman merupakan tingkat memahami yang paling rendah. Pemahaman terbatas pada
hanya memahami tentang apa yang sedang dikomunikasikan tanpa menghubungkannya
dengan materi lain. Perubahan dari pemahaman menjadi memahami karena dalam
pemilihan nama-nama kategori, mempertimbangkan keluasan pemakaian istilah tersebut
oleh banyak guru.
Kategori aplikasi menjadi mengaplikasikan. Dalam kategori ini hanya terjadi
perubahan dari kata benda menjadi kata kerja. Kategori analisis menjadi menganalisis.
Dalam kategori ini hanya terjadi perubahan dari kata benda menjadi kata kerja. Kategori
sintesis menjadi mencipta. Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen
menjadi sebuah kesatuan yang koheren dan fungsional yang akhirnya dapat menghasilkan
sebuah produk baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sintesis hanya terbatas pada
memadukan elemen-elemen dan bagian-bagian untuk membentuk satu kesatuan dengan
melibatkan proses mengolah potongan-potongan, bagian-bagian, elemen-elemen dan
mengatur serta memadukan sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah pola atau
struktur yang sebelumnya tidak jelas. Kategori evaluasi menjadi mengevaluasi. Dalam
kategori ini hanya terjadi perubahan dari kata benda menjadi kata kerja.
Perubahan pengetahuan dalam taksonomi Bloom menjadi dimensi tersendiri yaitu
dimensi pengetahuan dalam taksonomi revisi. Pengetahuan tetap dipertahankan dalam
taksonomi revisi namun berubah menjadi dimensi tersendiri karena diasumsikan bahwa
setiap kategori-kategori dalam taksonomi membutuhkan pengetahuan sebagai apa yang
harus dipelajari oleh siswa. Taksonomi revisi memiliki dua dimensi yaitu dimensi
pengetahuan dan dimensi kognitif proses. Interelasi antara proses kognitif dan pengetahuan
disebut dengan Tabel Taksonomi.
Konsep-konsep pembelajaran yang berkembang terfokus pada proses-proses aktif,
kognitif dan konstruktif dalam pembelajaran yang bermakna. Pembelajar diasumsikan
sebagai pelaku yang aktif dalam aktivitas belajar; mereka memilih informasi yang akan
mereka pelajari, dan mengonstruksi makna berdasarkan informasi. Ini merupakan
perubahan dari pandangan pasif tentang pembelajaran ke pandangan kognitif dan
konstruktif yang menekankan apa yang siswa ketahui (pengetahuan) dan bagaimana
mereka berpikir (proses kognitif) tentang apa yang mereka ketahui ketika aktif dalam
pembelajaran. Dimensi proses kognitif berisikan enam kategori yaitu: mengingat,
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Dimensi
pengetahuan berisikan empat kategori yaitu faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif.
Urutan sintesis dan evaluasi ditukar. Taksonomi revisi mengubah urutan dua
kategori proses kognitif dengan menempatkan mencipta sebagai kategori yang paling
kompleks. Kategori-kategori pada taksonomi Bloom disusun menjadi sebuah hierarki
kumulatif yang berarti penguasaan kategori yang lebih kompleks mensyaratkan
penguasaan semua kategori di bawahnya yang kurang kompleks. Penelitian-penelitian
kemudian memberikan bukti-bukti empiris bahwa hierarki kumulatif hanya berlaku pada
tiga kategori tengahnya yakni pemahaman, aplikasi, dan analisis, tetapi tidak pada dua
kategori terakhir (sintesis dan evaluasi). Penelitian membuktikan sintesis merupakan
kategori yang lebih kompleks daripada evaluasi.
Sehingga Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi Anderson dan
Krathwohl (2001:66-88) yakni: mengingat (remember), memahami/mengerti (understand),
menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan
(create).
a. Mengingat (Remember)
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau
ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama
didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses
pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah (problem
solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang
jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali
(recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang
berkaitan dengan hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia,
sedangkan memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan
pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat.
b. Memahami/mengerti (Understand)
Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari
berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti berkaitan
dengan aktivitas mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan (comparing).
Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang siswa berusaha mengenali pengetahuan
yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu.
Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang spesifik
kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya. Membandingkan merujuk pada
identifikasi persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih obyek, kejadian, ide,
permasalahan, atau situasi. Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif menemukan
satu persatu ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan.
c. Menerapkan (Apply)
Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau mempergunakan
suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan.
Menerapkan berkaitan dengan dimensi pengetahuan prosedural (procedural knowledge).
Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan
mengimplementasikan (implementing).
Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif siswa dalam menyelesaikan
masalah dan melaksanakan percobaan di mana siswa sudah mengetahui informasi tersebut
dan mampu menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika siswa
tidak mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan permasalahan
maka siswa diperbolehkan melakukan modifikasi dari prosedur baku yang sudah
ditetapkan.
Mengimplementasikan muncul apabila siswa memilih dan menggunakan prosedur
untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih asing. Karena siswa masih merasa asing
dengan hal ini maka siswa perlu mengenali dan memahami permasalahan terlebih dahulu
kemudian baru menetapkan prosedur yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses kognitif yang lain yaitu
mengerti dan menciptakan.
Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari siswa menyelesaikan
suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/standar yang sudah diketahui. Kegiatan
ini berjalan teratur sehingga siswa benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan
mudah, kemudian berlanjut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang asing
bagi siswa, sehingga siswa dituntut untuk mengenal dengan baik permasalahan tersebut
dan memilih prosedur yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan.
d. Menganalisis (Analyze)
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan
tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut
dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.
Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak dituntut dari
kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran menuntut siswa
memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap siswa untuk memiliki
kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses
kognitif yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian
besar mengarahkan siswa untuk mampu membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan
kesimpulan dari suatu informasi pendukung.
Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing) dan
mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut akan muncul apabila siswa menemukan
permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi
permasalahan. Kegiatan mengarahkan siswa pada informasi-informasi asal mula dan
alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan. Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi
unsur-unsur hasil komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur
ini dapat menghasilkan hubungan yang baik. Mengorganisasikan memungkinkan siswa
membangun hubungan yang sistematis dan koheren dari potongan-potongan informasi
yang diberikan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh siswa adalah mengidentifikasi
unsur yang paling penting dan relevan dengan permasalahan, kemudian melanjutkan
dengan membangun hubungan yang sesuai dari informasi yang telah diberikan.
e. Mengevaluasi (Evaluate)
Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan
kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas,
efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri
oleh siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan
sendiri oleh siswa. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan
dimensi mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan
penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa dengan penilaian yang
merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh siswa. Jika standar
atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan dibandingkan
dengan perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang dilakukan
siswa merupakan kegiatan evaluasi.
Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing). Mengecek
mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu
operasi atau produk. Jika dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan
mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan sejauh mana suatu
rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi mengarah pada penilaian suatu produk atau
operasi berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan
berpikir kritis. Siswa melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif dan positif dari suatu
hal, kemudian melakukan penilaian menggunakan standar ini.
f. Menciptakan (Create)
Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara
bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk
menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi
bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan
pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan mengarah
pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan siswa
untuk menciptakan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan
dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa. Perbedaan menciptakan ini
dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti,
menerapkan, dan menganalisis siswa bekerja dengan informasi yang sudah dikenal
sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan menghasilkan sesuatu yang
baru.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi
(producing). Menggeneralisasikan merupakan kegiatan merepresentasikan permasalahan
dan penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan
dengan berpikir divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi
mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu pengetahuan
faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognisi.
LAMPIRAN

HAL : 127-140

Anda mungkin juga menyukai