Vapor Recovery Unit VRU PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 98

BAB I

GAS OIL RATIO (GOR)

I.1 Proses Flash Vaporisasi

Jika terdapat dua atau lebih tahapan pemisahan komponen hidrokarbon yang
berkesetimbangan maka proses tersebut biasanya disebut dengan “stage separation
(pemisahan bertahap)”. Tangki simpan minyak (stock tank) biasanya dioperasikan
pada tekanan 1 atm pada temperatur ambient. Tentunya pada saat penyimpanan
minyak di tangki telah terjadi penguapan hydrokarbon, dimana proses penguapan ini
sendiri merupakan proses pemisahan gas-liquid. Proses pemisahan ini bila
dilakukan secara berlanjut dengan menurunkan tekanan operasi secara bertahap
pula maka akan terjadi pemisahan gas-liquid. Sebagian orang menyebut proses
pemisahan ini dengan istilah “differential liberation”. Proses differential liberation ini
akan memaksimalkan perolehan liquid yang terlarut di gas. Jika proses pemisahan
ini dilakukan dengan penurunan tekanan yang cukup besar (secara bertahap) maka
proses pemisahan ini disebut dengan “flash liberation”.
Flash vaporisasi berbeda dari differensial vaporisasi. Pada proses pemisahan
differensial vaporisasi atau “differential liberation”, uap hidrokarbon sudah terbentuk
dan tidak perlu suatu pengkondisian khusus. Contoh dari proses differensial
vaporisasi ini adalah uap hidrokarbon yang terbentuk di bagian ullage tangki simpan
minyak. Pada proses pemisahan flash liberation, liquid dan uap tetap kontak sampai
akhirnya tercapai kesetimbangan antara uap-liquid. Flash vaporisasi ini biasanya
disebut pula “equilibrium vaporization” atau “flash equilibrium vaporization”. Contoh
proses flash vaporization ini adalah proses pemisahan liquid-gas di scrubber pada
suhu dan tekanan tertentu sehingga dihasilkan gas kering dan liquid.
Flash vaporisasi ini dapat terjadi bila liquid atau gas/uap dilewatkan suatu valve
sehingga tekanannya menjadi turun sehingga yang fasa uap/gas segera menguap
dan yang fasa liquid segera terkondensasi, uap dan liquid yang terkondensasi ini
sebelum diambil sebagai produk terlebih dahulu berkontak di dalam scrubber supaya
terjadi kesetimbangan, sehingga gas yang keluar dari scrubber benar-benar bersih
dari liquid. Sedangkan, liquid yang keluar dari bottom scrubber benar-benar bersih
dari gas sehingga liquid ini lebih stabil bila disimpan (sedikit sekali menghasilkan uap

1
ketika disimpan di tangki). Kondisi operasi yang perlu diperhatikan pada proses
pemisahan flash vaporisasi ini adalah tekanan (P), temperatur (T) dan komposisi.
Berikut contoh uap hidrokarbon yang dihasilkan dari tangki simpan yang lepas
sebagai emisi di udara :

2
I.2 Penentuan GOR

Penentuan GOR ini didasarkan atas perhitungan flash vaporisasi minyak di dalam
tangki simpan. Perhitungan GOR ini berguna untuk memprediksi banyaknya uap
hidrokarbon yang terbentuk di dalam tangki simpan dengan diketahui kondisi
operasinya (P, T) dan komposisinya :

Gas/Uap HC
yang lepas = V

P, T
Gambar 1.1 : Proses
Flash Vaporisasi di
Minyak + tangki simpan
Gas (gas
yang terlarut)

Dihitung
dengan
Liquid yang tidak
GOR
menguap = L

Jika diketahui gas/uap hidrokarbon yang keluar pada bagian atas tangki simpan
sebesar V dan liquid yang tertinggal (tidak menguap) pada bagian bottom scrubber
sebesar L, maka dapatlah disusun suatu persamaan material balance dalam sistem
tangki pada gambar 1.1 diatas sebagai berikut :
L + V = 1 ..............(1.1)
zi = xi L + yi V ..............(1.2)
substitusi persamaan (2.1) dengan (2.2) menghasilkan persamaan :
zi = xi ( 1 – V ) + yi V .................(1.3)
Dalam proses pemisahan uap-cairan ini selalu menggunakan hukum Roult’s.
Dimana hukum Roult’s yang digunakan pada proses flash vaporisasi ini adalah :
yi = Ki . xi .......................(1.4)
dimana K dikenal dengan “K – value” yang di dapat dari persamaan :
= ⁄ ..................................(1.5)

adalah tekanan uap jenuh untuk masing-masing komponen. Harga tekanan uap
ini didapatkan dari persamaan antoine sebagai berikut :
3
ln = − .............................(1.6)

Dimana :

Psat = tekanan uap jenuh


T = Temperatur
A, B dan C = konstanta antoine
Konstanta antoine untuk setiap komponen uap hidrokarbon yang terdapat di bagian
ullage tangki simpan minyak bumi adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 : Konstanta Antoine untuk komponen uap


hidrokarbon yang terdapat di ullage tangki simpan
minyak bumi

Konstanta Antoine ini juga bisa dilihat di beberapa refferensi seperti :

1. _________API Technical Data Book - Petroleum Refining, 6th ed, 1997


2. Robbert H. Perry, “PERRY’S CHEMICAL ENGINEER’S HANDBOOK”.

Sedangkan harga “K-Value” ini juga dapat dicari dengan menggunakan


nomograph/grafik “Kellog and DePriester Chart” berikut ini :

4
Grafik 1.1 : konstanta “K-value” untuk sistem light hidrokarbon
pada range temperatur rendah

5
Grafik 1.2 : konstanta “K-value” untuk sistem light hidrokarbon
pada range temperatur tinggi

Karena adalah fungsi dari temperatur ( T ), sedangkan K adalah fungsi dari


temperatur ( T ) dan tekanan ( P ), maka substitusi persamaan (1.3) dan (1.4)
menghasilkan persamaan :

6
= .............(1.7)
( )

= ..............(1.8)
( )

Dimana i = 1,2,3,.....,N

Karena ∑ = 1 , maka :

∑ = 1 .....................(1.9)
( )

Pada perhitungan flash vaporisasi ini, harga T, P dan zi adalah sesuai dengan data
lapangan. Satu-satunya variabel yang tidak diketahui pada persamaan (1.9) ini
adalah harga V. Maka untuk mencari harga V ini perlu dilakukan trial and error. Jika
harga V ini telah didapatkan maka harga yi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (1.7) dan harga xi dihitung dengan persamaan (1.4). Setelah didapatkan
harga L dan V, maka GOR dihitung dengan cara : V/L.

Ada beberapa metode dalam menghitung banyaknya uap yang terbentuk di bagian
ullage tangki ini, antara lain :

1. Vasquez-Beggs Equation (VBE);


2. Environmental Consultants and Research, Inc. (EC/R) Equation;
®
3. An equation of state (EOS) calculation program such as E&P Tank , Flash
Calculation, Redlich-Kwong Equation, Rubbin-Bennedict Equation, Peng
Robinson Equation, dll.
® ® ® ®
4. Process simulators (HYSIM , HYSYS , WINSIM , PROSIM , etc.)
5. Direct measurement of emissions.
6. API MPMS CH 19.4

7
BAB II

VAPOR RECOVERY UNIT (VRU) OVERVIEW

II.1 Pendahuluan

Tangki umumnya digunakan untuk menyimpan minyak bumi dalam kurun


waktu yang cukup lama sebelum minyak bumi tersebut akan di pipanisasi untuk
disalurkan/didistribusikan. Selama menyimpan minyak bumi, akan terbentuk uap di
bagian ullage dari tangki, dimana uap ini bila tekanannya berlebihan (melebihi
tekanan dari vent atau PV Valve) maka uap hidrokarbon ini akan di venting/dibuang
di udara. Tekanan di dalam tangki simpan ini umumnya disebabkan karena
meningkatnya temperatur operasi tangki atau adanya peningkatan level minyak di
dalam tangki. Tentunya pelepasan uap hydrokarbon ini akan menyebabkan emisi
udara di area penyimpanan tangki minyak bumi. Hidrokarbon (kondensat) yang
terlarut di minyak bumi ini – termasuk didalamnya komponen seperti methane, atau
VOC (volatile Organic Compound) lainnya, gas alam yang terlarut di minyak bumi,
Hazardous Air Pollutants (HAP), dan beberapa gas inert lainnya – akan teruapkan
(flash out) dan terkumpul di ruang kosong antara cairan dan tutup tangki (ullage
tangki).

Gambar 2.1 : Penguapan


Hydrocarbon di bagian Ullage
Tangki

8
Untuk mengatasi uap hidrokarbon yang terlepas di udara akibat peristiwa
venting dari tangki, maka suatu unit penyimpan minyak umumnya dilengkapi dengan
unit penangkap uap atau disebut dengan Vapor Recovery Unit (VRU) disekitar
tangki penyimpan. VRU ini merupakan suatu sistem sederhana penangkap uap
hidrokarbon yang dihasilkan dari tangki simpan minyak, yang mana kemampuan dari
suatu VRU untuk menghasilkan gas kering dari uap hidrokarbon rata-rata adalah 70
– 300 MSCFD (data dari HY- BON Company,) atau dari uap hidrokarbon dapat
dihasilkan gas kering sebesar 95% (data dari Natural Gas Star).
Secara keekonomian, pemasangan VRU ini akan meningkatkan Total Gas
Sales sehingga keberadaan VRU ini bisa dianggap menguntungkan. Berikut adalah
data dari HY-BON Engineering Co.

Sebelum pemasangan VRU :

9
Setelah Pemasangan VRU :

II.2 Vapor Recovery Systems

Tujuan utama dari VRU ini sebenarnya adalah untuk memenuhi standard dari
EPA (Environment Protection Association), dimana setiap perusahaan penghasil
minyak harus melengkapi sistem penyimpan minyaknya dengan VRU guna
mengurangi emisi uap hidrokarbon (VOC = Volatile Organic Compound) yang
dihasilkan dari tangki simpan minyak. Umumnya uap hidrokarbon ini terdiri atas gas :
methan, ethane, propane, butan, pentan, isopentan, dan komponen C6+ lainnya.
Dimana dari komponen-komponen tersebut yang berpotensi untuk bisa di ambil
liquidnya sehingga dihasilkan suatu gas bersih yang bernilai jual tinggi (karena gas
yang telah bersih dari komponen fraksi berat akan memiliki nilai BTU yang tinggi).

10
Standard sistem VRU yang umumnya ada saat ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 : Typical System VRU

Dimana peralatan utama dari VRU ini meliputi :


a. Suction Scrubber
b. Kompresor
c. Pompa liquid
d. Gas metering
e. Control system
Seiring dengan perkembangan yang ada saat ini, maka sistem untuk VRU terbagi
atas dua model, yaitu :
1. Single Stage VRU
2. Two Stage VRU

II.2.1 Single Stage VRU


Single stage VRU ini seperti pada gambar 2.2 diatas, atau seperti gambar
berikut :

11
Gambar 2.3 : Single Stage VRU

Pada gambar 2.3 diatas nampak bahwa uap hidrokarbon yang berasal dari tangki
simpan minyak dialirkan ke suction scrubber melalui pipa single gas vent line. Uap
hidrokarbon yang berada di dalam suction scrubber ini akan dipisahkan dari liquid
hidrokarbon. Uap hidrokarbon (gas basah atau wet gas) dari tangki simpan ini dapat
mengalir ke suction scrubber karena tekanan pada suction scrubber ini cukup
vacuum, sehingga akibat adanya perbedaan tekanan ini menyebabkan uap
hidrokarbon yang berada di bagian ullage tangki simpan mengalir ke suction
scrubber. Kondisi tekanan vacuum dari suction scrubber ini dijaga oleh sebuah
kompressor. Tekanan suction dari kompressor ini bisa sampai 15 PSIG, sedangkan
tekanan discharge dari kompressor bisa mencapai 30 – 175 PSIG dengan volume
gas yang dihasilkan mencapai 5 – 300 MCF. Setelah liquid hidrokarbon terpisah dari
gas, maka liquid ini selanjutnya di pompa kembali menuju tangki simpan minyak.
Sedangkan gas yang telah kering dari liquid hidrokarbon untuk selanjutnya di kirim
ke gas gathering sistem.

12
Automated Bypass Valve

Gambar 2.4 : Automated Bypass Valve System

Automated bypass valve pada sistem VRU ini diperlukan untuk mengontrol tekanan
yang terdapat di dalam scrubber dan tangki simpan minyak. Automated bypass
valve ini adalah normally closed, jika terjadi tekanan gas yang berkurang di scrubber
maka valve bypass ini akan otomatis terbuka untuk mensirkulasikan gas dari
kompressor ke dalam scrubber. Jika valve bypass ini tidak bekerja saat tekanan gas
berkurang di scrubber maka yang terjadi adalah liquid pada bagian bottom scrubber
akan terikut gas yang menuju ke kompressor. Liquid yang terikut gas menuju
kompressor ini akan mengencerkan pelumas kompressor sehingga kompressor
menjadi aus. Disamping itu, jika tekanan yang terdapat di dalam scrubber berubah-
ubah maka proses pemisahan liquid hidrokarbon dari gas di dalam scrubber tidaklah
efektif, karena suction scrubber akan menghisap udara yang terdapat di ruang ullage
tangki simpan jika tidak ada uap hidrokarbon yang dihisap. Keberadaan udara di
sistem VRU ini sangat dihindari karena dapat menyebabkan bahaya ledakan dan
kebakaran.

13
Automated Liquid Transfer System

Gambar 2.5 :
Automated Liquid
Transfer System

Automated Liquid Transfer System sangatlah diperlukan karena alat ini akan selalu
menjaga level liquid di bagian bottom scrubber. Alat ini terintegrasi dengan alat liquid
level control. Hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap level liquid di bagian bottom
scrubber adalah sebagai berikut :
a. Jika liquid level melebihi dari design scrubber maka akan terjadi flooding.
Jika flooding terjadi maka proses pemisahan liquid hidrokarbon dari gas
tidaklah efektif. Disamping itu, liquid ini akan terbawa gas menuju kompressor
sehingga akan memperpendek usia kompressor karena liquid yang terikut di
gas akan mengencerkan pelumas dari kompressor.
b. Jika liquid level kurang dari desain yang direncanakan maka proses
pemisahan liquid hidrokarbon dari gas tidaklah efektif karena tidak terjadi
kesetimbangan gas-cairan. Disamping itu, akan memperpendek usia pompa
liquid karena akan terbentuk vortex yang menyebabkan terikutnya gas
terhisap di pompa sehingga terjadi kavitasi.

II.2.2 Two Stage VRU


Two stage VRU ini seperti pada gambar 2.2 diatas, atau seperti gambar
berikut :

14
Gambar 2.6 : Two Stage VRU

Pada two stage VRU (Gambar 2.6), terdapat beberapa peralatan yang diperlukan
untuk mengkondensasikan liquid hidrokarbon, antara lain :
a. dua scrubber
b. dua heat exchanger
c. dua kompressor
d. satu pompa
Dua stage VRU ini diperlukan bila tekanan gas yang diperlukan untuk di kirim ke
gathering sistem kurang besar. Pada sistem ini, jika tekanan gas pada stage
pertama ditingkatkan dan kemudian gas didinginkan pada HE stage pertama, maka
sebagian gas (atau seluruhnya) akan terkondensasi menjadi liquid. Liquid slug yang
dihasilkan dari stage pertama ini akan merusak kompressor yang berada pada stage
ke dua, karena liquid ini akan mengencerkan viskositas dari kompressor stage
kedua sehingga kemampuan pelumas untuk melumasi kompressor stage kedua
semakin berkurang. Oleh sebab itu, pada sistem ini diperlukan satu lagi scrubber
untuk mengurangi liquid slug yang terbentuk akibat proses penekanan yang tinggi
pada kompressor stage yang pertama. Disamping itu, penambahan HE pada stage
pertama ini diperlukan untuk mengurangi pembentukan foam di scrubber kedua
akibat naiknya temperatur dari gas yang dihasilkan dari kompressor stage pertama.

15
Liquid yang dihasilkan baik dari scrubber yang pertama maupun pada scrubber yang
kedua, untuk selanjutnya di pompa menuju stock tank.

Cooling Unit (Heat Exchanger)

a. Air Cooling System

Gambar 2.7 : Compact Air Heat


Exchanger

Umumnya temperatur gas setelah mengalami penekanan dari kompressor akan


meningkat, begitu pula temperatur kompressornya itu sendiri. Cooling unit ini mirip
denga radiator kendaraan. Bagian dari cooling unit ini terdiri dari circular coil yang
dilengkapi dengan sirip sirip pendingin (Fin). Media pendingin dari cooling unit ini
adalah udara.

Gambar 2.8 : Bagian bagian dari


Cooling Unit

Mekanisme kerja dari cooling unit ini adalah :


Gas panas/uap hidrokarbon yang panas akan masuk di cooling unit ini di bagian coil
yang melingkar, sementara di satu sisi coil yang panas ini didinginkan oleh media
udara sehingga terjadi proses perpindahan panas. Tentunya untuk mempercepat

16
proses pendinginan ini, diperlukan sirip-sirip pendingin (Fin) yang mirip dengan sirip
sirip pendingin pada radiator kendaraan. Fungsi dari sirip sirip pendingin ini adalah
untuk memperluas bidang permukaan yang panas sehingga panas yang terdapat di
bodi coil akan diteruskan ke sirip sirip tersebut. Sedangkan sirip sirip tersebut akan
menyalurkan panas ke udara dengan bantuan hembusan angin. Dengan mekanisme
ini proses perpindahan panas menjadi lebih cepat sehingga uap hidrokarbon panas
dapat dengan cepat pula diturunkan suhunya sesuai dengan suhu operasi di
scrubber. Yang perlu diperhatikan dalam proses pendinginan ini adalah :
a. Kecepatan aliran udara pendingin
b. Kecepatan aliran media yang didinginkan
c. Faktor pengotor di pipa dan di fin
d. Suhu Udara ambient

b. Water Cooling System

Gambar 2.9 : Double pipe water


cooling system

Pada sistem pendinginan ini digunakan media pendingin air. Seperti tampak pada
gambar 2.9, bahwa prinsip pendinginan yang digunakan adalah prinsip pendinginan
double pipe. Dimana pada proses pendinginan prinsip double pipe ini media
pendingin, air, masuk pada bagian annulus. Perhatikan gambar berikut :

17
Gambar 2.10 : Basic Sistem Double Pipe Exchanger

Pada gambar 2.10 tersusun dua pipa, yaitu pipa luar, yang disebut dengan outer
pipe, dan pipa dalam, yang disebut dengan inner pipe. Sedangkan ruang kosong
antara pipa luar dan pipa dalam disebut dengan annulus. Untuk media pendingin,
yaitu air, akan masuk di pipa pada bagian annulus, dan untuk media yang panas,
yaitu gas, akan masuk pada bagian pipa dalam. Dua media yang tidak saling kontak
ini akan melakukan proses perpindahan panas antara media pendingin dengan
media yang didinginkan. Yang perlu diperhatikan pada proses pendinginan ini
adalah :
a. Kecepatan aliran air pendingin
b. Kecepatan aliran media yang didinginkan
c. Pressure drop
d. Faktor pengotor di pipa

18
II.3 Blanket Gas pada Tangki Simpan Minyak

Gambar 2.11 : Sistem Blanket


Gas di Tangki Simpan

Operasi yang stabil pada unit VRU adalah sangat penting, hal ini diperlukan untuk
menghindari kompressor yang dalam kondisi on-off selama proses. Tentunya kondisi
on-off pada kompressor ini akan menyebabkan permasalahan pada kompressor.
Disamping itu, kestabilan proses di VRU ini juga harus menghindari terhisapnya
udara yang masuk ke suction scrubber, karena udara akan menyebabkan
terganggunya proses pemisahan liquid hidrokarbon dari uap hidrokarbon. Udara
yang terhisap masuk ke tangki simpan lewat lubang vent atau thieft hatch (karena
untuk mengkompensasi tekanan di tangki supaya tangki tidak collaps). Udara ini
juga akan terhisap ke suction scrubber dan akan mengubah komposisi dari uap
hidrokarbon yang diproses di suction scrubber sehingga kondisi operasi di suction
scrubber akan berubah pula. Selain itu, keberadaan udara ini dapat menyebabkan
bahaya ledakan.
Salah satu cara untuk menghindari problem diatas adalah dengan menggunakan
Blanket Gas pada tangki simpan seperti pada Gambar 2.11. Peralatan kontrol yang
terdapat pada sistem Gas Blanket ini adalah :
a. Automatic Regulating Valves (ARV)
b. Pressure Regulator (untuk mengatur tekanan gas blanket yang akan
diinjeksikan ke dalam tangki)
c. Gas blanket meter

19
Pada Gambar 2.11 diatas nampak bahwa fungsi dari ARV adalah untuk menginjeksi
gas blanket ke dalam tangki ketika tekanan uap hidrokarbon yang ada di bagian
ullage tangki berkisar antara 1 atm – 0,5 WIG (water in gauge). Jika setting tekanan
gas blanket berada pada range tekanan pilot control, maka tekanan tangki pada
kondisi stabil dan sistem pada VRU unit dapat berjalanan dengan normal. VRU
control biasanya di setting otomatis akan mati bila tekanan mencapai 0,5 WIG.
Sistem VRU unit tidak bisa membedakan antara gas blanket dan uap hidrokarbon
yang berasal dari tangki simpan minyak, jika setting tekanan gas blanket terlalu
tinggi maka akan menyebabkan pada sistem VRU unit akan berjalan sia-sia dan
membuang-buang horsepower dari kompressor. Untuk mencegah terbuangnya
secara sia-sia horse power dari kompressor, maka tekanan gas blanket yang
diinjeksikan ke tangki simpan harus di setting dibawah tekanan shutt-off VRU
(setting tekanan shutt off di VRU pada control pilot pressure, yang terletak pada
kompressor dan bypass, biasanya berada pada range 0,5 – 2,0 WIG).
Fungsi lain dari gas blanket ini adalah untuk membantu menstabilkan tekanan di
tangki simpan ketika dilakukan kegiatan unloading minyak dari tangki simpan.
Sehingga tekanan di bagian ullage tangki tetap stabil dan tidak mengganggu proses
di VRU unit.

II.4 Tank Battery System

Gambar 2.12 : Sistem tank Battery


Battery

20
Pada sistem Tank Battery ini, yang perlu diperhatikan adalah :

a. Pipa yang menuju ke VRU unit harus miring membentuk sudut slope. Hal ini
dimaksudkan supaya kondensat yang terkondensasi di pipa langsung masuk
menuju ke scrubber selama perjalanan menuju ke VRU unit.
b. Diperlukan perhitungan yang akurat untuk menentukan jumlah uap dan
tekanannya yang akan dikirim ke VRU unit.

21
BAB III

SCRUBBER

III.1 Pengertian

Scrubber didefinisikan sebagai suatu peralatan yang menggunakan liquid sebagai


media untuk mengambil partikel-pertikel yang tidak diinginkan di gas. Peralatan
scrubber ini tidaklah jauh berbeda dengan separator, kecuali jika suatu scrubber di
desain untuk memisahkan sejumlah kecil volume dari gas dan liquid, dan biasanya
menggunakan fluida cair seperti minyak untuk mengambil partikel-partikel yang tidak
diinginkan dari gas. Penambahan fluida cair dalam proses scrubber ini dimaksudkan
agar terjadi proses transfer massa sehingga terjadi kesetimbangan uap-cairan di
dalam scrubber. Proses terjadinya transfer massa ini akan menyebabkan gas yang
dihasilkan dari scrubber sesuai dengan spesifikasi gas sales yang diinginkan.
Seperti halnya separator, scrubber di lapangan tidak pernah difungsikan sebagai
peralatan pemisahan gas-liquid. Scrubber dilapangan lebih difungsikan sebagai
peralatan pembersih gas. Pada lapangan gas, scrubber lebih difungsikan sebagai
peralatan untuk membersihkan gas dari partikel-partikel ikutan seperti : liquid
hidrokarbon, pertikel kotoran, uap air, debu dan beberapa partikel inert lainnya. Jika
gas tidak dibersihkan dari partikel ikutan ini maka gas yang akan diproses di proses
lanjutan (seperti : gas dehydrasi) akan terganggu prosesnya.
Ada 3 type scrubber yang digunakan untuk proses gas cleaning (pembersihan gas),
yaitu :
1. Dry scrubber
2. Oil bath scrubber
3. Catridge type scrubber
Dry scrubber sama halnya dengan peralatan centrifuge, yaitu peralatan yang
menggunakan efek gaya sentrifugal untuk memisahkan padatan dan liquid dari gas.
Oil bath scrubber adalah jenis yang paling banyak digunakan karena scrubber jenis
ini menggunakan oil (minyak) untuk menscrub partikel-partikel dan liquid hidrokarbon
dari gas sehingga partikel-partikel dan liquid hidrokarbon terbawa larut bersama-
sama dengan minyak scrub. Jika menggunakan Oil Bath Scrubber di lapangan,
maka dipastikan adanya peralatan tambahan untuk membersihkan minyak yang

22
telah digunakan untuk menscrubb partikel-partikel dan liquid hydrikarbon dari gas.
Proses pembersihan minyak kembali dari partikel-partikel kotoran gas ini disebut
dengan proses regenerasi, sehingga setelah minyak dipastikan terlah bersih dari
kotoran-kotoran partikel, maka minyak dapat digunakan kembali untuk menscrubb
partikel-partikel kotoran gas yang ada di oil bath scrubber. Scrubber jenis Dry
Scrubber dan Oil Bath Scrubber efektif bisa membersihkan gas dari partikel-partikel
yang berukuran hampir 4 micron.
Scrubber yang paling efektif untuk membersihkan gas dari partikel-partikel adalah
scrubber jenis Catridge Type. Scrubber ini menggunakan catridge yang disusun
secara paralel dengan konfigurasi yang berbeda-beda. Catridge scrubber ini dapat
mengambil partikel-partikel padatan dari gas sampai ukuran 0,3 micron, sedangkan
untuk mengambil partikel-partikel liquid hydrokarbon, catridge jenis ini dilengkapi
dengan mist extractor. Tentunya, scrubber jenis ini diperlukan maintenance khusus
dalam menanganinya. Biasanya maintenance scrubber jenis ini harus mengikuti
instruction manual dari pabrikan pembuat scrubber tersebut.
Berikut gambar desain Wet Scrubber :

Gambar 3.1 : wet scrubber dengan vane Gambar 3.2 : wet scrubber dengan packing

23
Perbedaan antara wet scrubber dan dry scrubber adalah penggunaan liquid
pengekstrak, dimana pada dry scrubber tidak digunakan liquid pengekstrak, tetapi
pemisahannya didasarkan atas ukuran partikel seperti pada gambar berikut :

Gambar 3.3 : dry scrubber dengan packing

III.2 Suction Scrubber

Desain suction scrubber adalah seperti pada gambar 2.2, dimana kompressor
tersebut digunakan untuk menarik uap hidrokarbon ke dalam scrubber atau disebut
juga dengan negative pressure system scrubber. Posisi pipa yang berasal dari
tangki simpan minyak menuju ke suction scrubber di VRU unit harus berposisi miring
seperti pada gambar 2.12, jika tidak berposisi miring maka akan terdapat minyak
yang terjebak di sepanjang pipa.

Gambar 3.4 : uap hidrokarbon


yang terkondensasi di sepanjang
pipa

24
Jika posisi pipa yang berasal dari tangki simpan menuju ke suction scrubber terlanjur
horisontal maka untuk mengatasinya sebaiknya dipasang slug catcher diantara
tangki simpan dan suction scrubber seperti gambar berikut ini :

Gambar 3.5 : Desain pemasangan slug


chatcher

Cara Kerja Suction Scrubber

25
BAB IV

DASAR-DASAR PRESSURE DROP GAS DI FLOW LINE

Ketika gas mengalir melalui suatu pipa, kehilangan energi akan terjadi dikarenakan
adanya friksi antara molekul gas dan dinding pipa. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya gradient tekanan di sepanjang pipa. Berikut beberapa parameter yang harus
diketahui terkait dengan perhitungan volume flow rate gas dan pressure drop :
1. density gas
2. viscousity gas
3. compressibility factor
4. velocity
5. bilangan Reynold
tetapi dalam diktat ini parameter yang akan dibahas cukup velocity dan bilangan
Reynold.

IV.1 Velocity (kecepatan)


Ketika gas mengalir denga flowrate Q didalam pipa yang memiliki diameter D,
maka kecepatan gas dapat dihitung sebagai berikut :

Q
v
A ………………….(4.1)
Karena flow rate Q merupakan fungsi dari tekanan dan temperatur gas, maka
kecepatan gas terhadap volume gas diukur pada kondisi standard. Jika density gas
yang mengalir di pipa adalah ρ dan density gas pada kondisi standard adalah ρb,
maka laju massa gas pada kondisi standard sesuai dengan hukum kekekalan massa
ditulis sbb :

 b Qb  Q ……………………(4.2)

26
Dengan menggunakan persamaan gas real, dapat dituliskan kembali sebagai berikut
:

………………….(4.3)

………………….(4.4)

………………….(4.5)

Dimana :

Contoh penggunaan persamaan diatas :

Hitunglah kecepatan gas yang bertekanan 1000 psig dengan temperatur 80 oF di


dalam pipa NPS 16 (ketebalan 0,250 in. Dimana flowrate gas = 80 MMSCFD.
(gunakan harga Z = 0,89).

IV.2 Bilangan Reynold


Bilangan Reynold dari aliran gas adalah bilangan yang tak berdimensi.
Dimana bilangan Reynold ini bergantung pada flow rate, diameter pipa, dan
propertis dari gas, seperti : densitas gas dan viskositas gas. Bilangan Reynold ini
digunakan untuk mengetahui jenis aliran fluida yang mengalir di pipa, yaitu apakah
fluida tersebut mengalir secara laminer, turbulen, atau transisi antara laminer dan
turbulen. Bilangan Reynold dituliskan sebagai berikut :
vD
Re  ......................(4.7)

27
Dimana :

Dialiran gas, bilangan Reynold yang digunakan adalah sebagai berikut :

Pb GQ
Re  0,0004778 .........................(4.8)
Tb D

Dimana :

Jika menggunakan SI unit, maka bilangan Reynold ditulis sebagai berikut :

Pb GQ
Re  0,5134 ...........................(4.9)
Tb D

Dimana :

Aliran fluida di dalam pipa dikatakan :


1. laminer, bila : Re < 2000 - 2100
2. turbulen, bila : Re > 4000
3. critical flow, bila : 2000 < Re < 4000

28
Contoh Penggunaan Bilangan Reynold

Hitunglah Bilangan Reynold suatu aliran gas yang memiliki flowrate 150 MMSCFD
didalam pipa NPS 16 (ketebalan pipa 0,375 in). Temperatur gas = 80 oF, densitas
gas = 0,6, viskositas gas = 0,000008 lb/(ft.s), base pressure = 14,73 psia, dan base
temperatur = 60 oF

IV.3. Persamaan Pressure Drop Gas


Beberapa persamaan pressure drop yang bisa digunakan di aliran gas adalah
1. General Flow Equation (persamaaan umum aliran)
2. Colebrook-White Friction Factor Equation
3. Modified Colebrook-White friction Factor Equation
4. AGA Friction factor Equation
5. Panhandle A equation
6. Panhandle B equation
7. Weymouth equation

Untuk general flow equation, yang juga dikenal sebagai fundamental flow
equation, menggunakan beberapa parameter yang terkait antara lain flowrate gas,
propertis gas, ukuran pipa, dan temperatur aliran gas, tekanan upstream dan
downstream gas di setiap segment pipa. Sedangkan internal roughness pipa
digunakan untuk menghitung friction factor. Dimana friction factor ini dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan : Colebrook-White, Modified Colebrook-White,
atau AGA Equation.
Aliran gas di pipa pada kondisi Steady-State, pressure loss terjadi
dikarenakan adanya friksi antara dinding pipa dan gas yang mengalir didalamnya.
General Equation dapat digunakan untuk menghitung besarnya pressure drop yang
dikarenakan friksi, antara dua titik acuan di sepanjang pipa. Dikarenakan propertis
gas dapat berubah akibat tekanan dan temperatur, maka general flow equation ini
hanya bisa diaplikasikan pada segment yang pendek di satu waktu (artinya
persamaan ini tidak mempertimbangkan distribusi tekanan dan temperatur gas
didalam pipa).

29
IV.3.1 General Flow Equation (Persamaan Umum Aliran)

General Flow Equation untuk kondisi aliran isothermal steady state gas
didalam pipa adalah sebagai berikut :

………………..(4.10)

Dimana :

Transmission Factor F disini terkait sengan friction factor yang akan dibicarakan
lebih lanjut. Dikarenakan di dalam satu segment pipa terdapat tekanan di bagian
inlet P1 dan pada outlet P2, maka tekanan rata-rata gas di dalam satu segment pipa
dituliskan sebagai berikut :

………………….(4.11)

Tekanan gas rata-rata yang ada di satu segment pipa ini digunakan untuk
menghitung compressibility factor Z pada temperatur rata-rata Tf.
Perlu diperhatikan disini bahwa persamaan (4.10) tidak memperhitungkan
pengaruh elevasi dari pipa. Tentunya elevasi di sepanjang pipa berbeda-beda antara
daerah upstream sampai dengan downstream di satu segment pipa. Untuk itu pada
persamaan (4.10) perlu dilakukan modifikasi. Modifikasi persamaan (4.10) adalah
sebagai berikut :
Jika elevasi di upstream adalah H1 dan di downstream adalah H2, maka panjang
pipa di satu segment yaitu L diganti dengan panjang equivalent, yaitu L e, dimana :

30
……………….(4.12)

Dan :

Parameter s disini bergantung pada perbedaan elevasi H 2 – H1, dan di USCS unit s
dituliskan sebagai berikut :

………(4.13)

Perhitungan Le pada persamaan (4.12) adalah benar jika hanya digunakan untuk
satu slope (satu segment panjang pipa dari upstream sampai ke downstream bisa
saja naik turun sehingga muncul banyak slope). Bila terdapat beberapa slope dalam
satu segment panjang pipa mulai dari upstream sampai dengan downstream, maka
muncullah parameter j sebagai berikut :

……………………(4.14)

j ini adalah term yang harus dihitung untuk setiap slope di satu segment panjang
pipa mulai dari upstream sampai dengan downstream, sehingga panjang equivalent
Le menjadi sebagai berikut :

…….(4.15)

Dimana j1, j2, j3 dst dihitung untuk setiap naikan atau setiap turunan di satu segment
panjang pipa yang memiliki elevasi dari mulai upstream sampai dengan
downstream. Sedangkan parameter s1, s2, s3 dst dihitung dengan mneggunakan
persamaan (4.13).
Transmission factor F di persamaan (4.10) bisa diganti dengan Darcy Friction Factor
f, yang didefinisikan sebagai berikut :

31
...............................(4.16)

Sebagaian literatur menyebut Fanning Friction Factor adalah ¼ dari Darcy Friction
Factor. Di diktat ini hanya digunakan Darcy friction Factor. Persamaan Umum Aliran
(general flow equation) (4.10) bila dikombinasikan dengan persamaan (4.16)
menjadi :

…………………(4.17)

Jika mempertimbangkan koreksi elevasi karena adanya banyak slope di satu


segment panjang pipa dari mulai upstream sampai dengan downstream, maka
persamaan (4.10) menjadi :

…………………..(4.18)

Dan bila persamaan (4.18) menyertakan persamaan (4.16) maka persamaan (4.18)
menjadi :

.....................(4.19)

Untuk satuan SI, persamaan (4.18) menjadi :

...............(4.20)

Untuk satuan SI, persamaan (4.19) menjadi :

........(4.21)

32
Untuk satuan SI, persamaan (4.13) menjadi :

...............(4.22)

Dan :

Contoh penggunaan persamaan diatas

Hitunglah flowrate gas yang ditransmisikan lewat pipa NPS 20 (ketebalan pipa 0,500
in) dengan menggunakan persamaan general flow equation. Jika diketahui gravity
gas = 0,6, flowing temperatur = 80 oF, inlet pressure = 1000 psig, outlet pressure =
800 psig, compressibility factor = 0,85, base temperatur (Tb) = 60 oF, dan base
pressure (Pb) = 14,7 psia. Asumsikan friction factor = 0,2

IV.3.2. Bilangan Reynold dan Friction Factor

Friction factor f seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, besarnya


bergantung pada type aliran (seperti laminer atau turbulen), diameter pipa, dan
internal roughness dari pipa. Untuk aliran laminer dimana Re ≤ 2000, maka friction
factor dapat dihitung sbb :

.................(4.23)

Bergantung pada nilai Re, untuk laminer dan turbulen mengikuti aturan sbb :

33
Region untuk Re yang berada diantara dua nilai diatas disebut dengan critical flow
regime. Sedangkan untuk region turbulen flow dibagi menjadi 3 region lagi, yaitu :
1. turbulen flow di di pipa halus
2. turbulen flow di pipa yang kasar
3. transition flow di antara pipa halus dan pipa kasar

region-region ini ditampilkan di Moody Diagram berikut :

Friction factor pada zone turbulen flow di pipa halus tidak dipengaruhi oleh internal
roughness pipa. Friction factor di region ini bergantung hanya pada bilangan
Reynold saja, dan dituliskan sbb :

..............(4.24)

Sedangkan, Friction factor pada zone turbulen flow di pipa kasar dipengaruhi oleh
internal roughness pipa dan Diameter pipa. Friction factor di region ini dituliskan sbb
:

............(4.25)

34
Dimana :

Tabel 4.1 : tabel roughness pipa

Dan di transistion zone, friction factor dihitung dengan menggunakan persamaan


Colebrook-White sebagai berikut :

…………(4.26)

IV.3.3 Transmission Factor dan Friction Factor

Transmission factor F adalah suatu ukuran berapa banyak gas yang


dapat di transportasikan/dipindahkan di dalam pipa. Disini, harga F berbanding
terbalik terhadap harga friction factor f. Jika friction factor meningkat, maka harga
transmission factor menurun dan flow rate pun berkurang. Sebaliknya, jika
transmisssion factor nya besar, maka friction factornya menurun dan flowratenya
meningkat.
Transmission factor F dan friction factor f memiliki hubungan sebagai berikut :

………..(4.27)

Friction factor f sebenarnya adalah Darcy friction factor yang umum dibahas di buku
mekanika fluida. Friction factor yang serupa yang disebut dengan Fanning friction

35
factor juga sering digunakan di industri-industri dalam perancangan sistem distribusi.
Darcy friction factor dan Fanning friction factor memiliki keterkaitan sbb :

Darcy friction factor = 4 x Fanning friction factor

IV.3.4 Persamaan Colebrook-White

Untuk mendapatkan friction factor bisa juga menggunakan persamaan


Colebrook-White, dimana persamaan Colebrook-White ini banyak digunakan di
sistem perpipaan gas. Friction factor f untuk type aliran turbulen dituliskan sbb :

untuk Re > 4000………….(4.29)

Dimana :

Untuk transmission factor F dimana Re > 4000 dituliskan sbb :

………………….(4.30)

Nampak bahwa pada persamaan (4.29) dan (4.30) untuk bisa mendapatkan friction
factor f dan transmission factor F tidak bisa langsung dihitung semudah itu. Kedua
persamaan tersebut bersifat implisit, sehingga untuk mendapatkan harga friction
factor f dan transmission factor F harus melalui hitungan iterasi.

Contoh penggunaan persamaan

Hitunglah friction factor dan transmission factor dengan menggunakan persamaan


Colebrook-White untuk pipa transmisi gas dengan ukuran 16 in (ketebalan pipa
0,250 in) dengan flow rate gas sebesar 100 MMSCFD. Jika diketahui flowing
temperatur = 80 oF, gas gravity = 0,6, viscousity gas = 0,000008 lb/(ft.s), base

36
temperatur = 14,73 psia, dan base temperatur = 60 oF. Asumsikan internal
roughness pipa = 600 microinches (μ in).

IV.3.5 Persamaan Modified Colebrook-White

Pada tahun 1956, biro pertambangan Amerika Serikat (U.S Bureau of Mines)
mempublikasikan suatu hasil modifikasi dari persamaan Colebrook-White.
Persamaan hasil modisfikasi persamaan Colebrook-White ini cenderung
menghasilkan nilai friction factor yang lebih tinggi. Persamaan friction factor hasil
modifikasi dari persamaan Colebrook-White adalah sbb :

…………….(4.31)

untuk aliran turbulen Re > 4000

Sedangkan untuk transmission factor dituliskan sbb :

..............(4.32)

Untuk aliran turbulen Re > 4000

Contoh Penggunaan Persamaan diatas

Hitung friction factor dan transmission factor dengan menggunakan persamaan


Modified Colebrook-White suatu gas yang ditransmisikan lewat pipa berukuran 16 in
(ketebalan pipa 0,250 in). Flowrate gas = 100 MMSCFD, Flowing temperatur = 80
oF, gas gravity = 0,6, viscousity gas = 0,000008 lb/(ft.s), base temperatur = 60 oF,
base pressure = 14,73 psia. Asumsikan internal roughness pipa = 600 μ in

IV.3.6 Persamaan AGA

Persamaan Metode AGA NB – 13 ini didasarkan atas laporan publikasi ilmiah


yang di sponsori oleh American Gas Association (AGA) pada tahun 1964 dan tahun
1965. Berdasarkan laporan publikasi tersebut, transmission factor F dihitung dengan
menggunakan dua persamaan yang berbeda.

37
Persamaan yang pertama didasarkan atas pipa yang kasar(rough pipe flow), dan
persamaan yang kedua didasarkan atas pipa yang halus (smooth pipe flow). Nilai
transmission factor F yang terkecil dari hasil perhitungan dua persamaan tersebut
dimasukkan ke persamaan general flow equation (persamaan umum aliran) untuk
menghitung pressure drop.

Untuk aliran turbulen, ditulis :

…………(4.33)

Untuk aliran yang sebagian saja turbulen, ditulis :

………..(4.34)

Dimana ;

Ft = smooth pipe transmission factor


Df = pipe drag factor yang bergantung pada nilai bend index (BI) pipa

Drag factor Df digunakan untuk memperhitungkan adanya bend, fitting, dll. Range
harga Df ini berkisar antara 0,90 – 0,99.

Sedangkan Bend Index (BI) adalah penjumlahan dari keseluruhan lekukan dari
semua bend di satu segment panjang pipa transmisi. Besarnya drag factor dapat
dilihat di tabel berikut :

Tabel 4.2 : Bend Index dan drag Factor

38
Contoh Penggunaan Persamaan AGA

Hitunglah transmission factor dengan menggunakan metode AGA gas yang mengalir
di pipa ukuran 20 in (ketebalan 0,5 in) dengan flowrate 250 MMSCFD. Absolute pipe
roughness = 0,0007 in, bend index = 60 o, gravity gas = 0,6, viscousity gas =
0,000008 lb/(ft.s), base pressure = 14,73 psia, base temperatur = 60 oF

IV.3.7 Persamaan Panhandle A

Persamaan Panhandle A untuk flow rate dan pressure drop gas didalam pipa
tidak menggunakan internal roughness atau friction factor sebagai parameter
perhitungan, tetapi menggunakan effisiensi factor E sebagai berikut :

……….(4.36)

Dimana :

Persamaan Panhandle A dalam satuan SI ditulis sbb :

......(4.37)

39
Dimana :

Contoh Penggunaan Persamaan

Dengan menggunakan persamaan Panhandle A, hitunglah pressure drop gas yang


mengalir di pipa ukuran 16 in (ketebalan pipa = 0,250 in) sepanjang 10 mil segment
dengan flowrate gas = 100 MMSCFD dengan tekanan awal 1000 psia. Jika gravity
gas = 0,6, viscousity gas = 0,000008 lb/(ft.s), base pressure = 14,73 psia, base
temperatur = 60 oF, flowing temperatur = 80 oF. Untuk menghitung compressibility
factor Z digunakan metode CNGA. Effisiensi pipa = 0,95. (asumsikan awal P 2 = 800
psia)

IV.3.8 Persamaan Panhandle B

Sama halnya dengan persamaan Panhandle A, persamaan Panhandle B ini


digunakan untuk menghitung flowrate gas di dalam pipa tanpa menggunakan
parameter internal roughness pipa atau friction factor, tetapi menggunakan effisiensi
factor E, yaitu sebagai berikut :

………….(4.38)

Persamaan Panhandle b dalam satuan SI, sbb :

.......(4.39)

40
Dimana :

Contoh penggunaan persamaan

Dengan menggunakan persamaan Panhandle A, hitunglah pressure drop gas yang


mengalir di pipa ukuran 16 in (ketebalan pipa = 0,250 in) sepanjang 10 mil segment
dengan flowrate gas = 100 MMSCFD dengan tekanan awal 1000 psia. Jika gravity
gas = 0,6, viscousity gas = 0,000008 lb/(ft.s), base pressure = 14,73 psia, base
temperatur = 60 oF, flowing temperatur = 80 oF. Untuk menghitung compressibility
factor Z digunakan metode CNGA. Effisiensi pipa = 0,95. (asumsikan awal P 2 = 800
psia)

IV.3.9 Persamaan Waymouth

Persamaan ini biasanya digunakan untuk sistem perpipaan gas yang pendek
dan di gathering system. Seperti halnya persamaan Panhandle, persamaan ini juga
menggunakan effisiensi factor. Persamaan Waymouth inii sbb :

................(4.40)

P1 = tekanan di daerah upstream, psia


P2 = tekanan didaerah downstream, psia

Jika persamaan Waymouth ini ditulis denga satuan SI, sbb :

...........(4.41)

41
IV.3.10 Menentukan Volume Gas di Dalam Pipa

Anggaplah suatu pipa dari titik A sampai dengan titik B. Dimana pada upstream titik
A tekanan gas adalah P1 psia dan pada downstream titik B tekanan gas adalah P 2
psia. Sedangkan panjangsegment pipa adalah L dan temperatur gas didalam pipa
adalah Tf. Diketahui pula bahwa diameter dalam pipa = D in. Maka volume gas
didalam pipa pada tekanan rata-rata adalah sebagai berikut :

Tekanan rata-rata gas didalam pipa :

Dan persamaan untuk menentukan volume gas di pipa dituliskan sbb :

Dimana :

Vb = volume gas di pipa


Const1 = 36,6667 (dalam satuan USCS)
= 0,001 (dalam satuan SI)

Harga compressibility factor Zb dan Zavg dihitung pada kondisi standard dengan
menggunakan persamaan standing Katz atau CNGA, dan kondisi di pipa adalah T f
dan Pavg.

Contoh Penggunaan Persamaan

Pipa berketebalan 10 mm jenis DN 500 berisi gas alam yang beroperasi pada
tekanan 7000 kPa dan temperatur gas 20 oC. Perkirakan isi gas dalam pipa tersebut
yang panjangnya 1 km bila : base temperatur = 15 oC, base pressure = 101 kpa.
Komposisi gas di dalam pipa sbb :

42
komponen y

C1 0,780

C2 0,005

C3 0,002

N2 0,013

CO2 0,016

H2S 0,184

43
BAB V

KOMPRESI GAS

Klasifikasi kompressor gas dapat di bedakan menjadi beberapa tipe kompresor,


yaitu :

1. Kompresor dinamik meliputi :


a. Kompresor sentrifugal
b. Kompresor axial
c. Kompresor mixed flow
2. Kompresor perpindahan posisitf (positive displacement), meliputi :
a. Kompresor piston (Reciprocating compressor) :
 Kompresor piston aksi tunggal
 Kompresor piston aksi ganda
 Kompresor piston diafragma
b. Kompresor putar (rotary compressor) :
 Kompresor ulir putar (rotary screw compressor)
 Lobe compressor
 Vane compressor
 Liquid ring compressor
 Scroll compressor
3. Ejector

V.1 Typical Kompressor Vapor Recovery

Ada beberapa typical compressor yang digunakan pada operasi VRU, antara lain :

44
a. Rotary Vane Compressor untuk Tekanan Rendah

Gambar 5.1 : Rotary Vane


Compressor

Kompressor ini memiliki bagian utama vane yang terintegrasi denga rotornya.
Kompressor ini bekerja berdasarkan gaya sentrifugal untuk menghisap dan
mengompres gas. Dimana gas dipaksa ke ruang yang memiliki volume yang kecil
sehingga menyebabkan adanya suatu tekanan. Sebagai media pendingin dari untuk
kompressor jenis ini adalah dengan sistem jacket water cooling. RPM dari
kompressor ini berkisar antara 400 sampai dengan 1600.

Gas masuk ke bagian suction flange


pada tekanan rendah. Rotor yang
terintegrasi secara eksentric ke bagian
bottom kompreessor. Gaya sentrifugal di
berikan ke gas ketika rotor memutar
Gambar 5.2 : prinsip kerja Rotary blade menuju ke arah outlet.
Vane Compressor

Gas selanjutnya dikirim oleh blade meniju ruang yang bervolume kecil secara terus
menerus sehingga gas terkompresi diruang yang bervolume kecil tersebut, yang
kemudian gas dengan tekanan yang lebih tinggi ini keluar pada bagian outlet
kompressor. Clearance dari rotor di bagian bottom umumnya berkisar 0,005 in, yang
mana daerah clearance terdapat seal berupa pelumas, sehingga disebut dengan
clossed system.

45
Typical Parameter Operasi Rotary Vane Compressor

 Differensial pressure sama


dengan atau kurang dari 60 Psig
(untuk model single stage)
 Volume perkiraan yang bisa
dihasilkan antara 15 - 2 MSCFD
(untuk satu unit kompresor)
 Temperatur pada tekanan
suctionnya relative rendah, yaitu
lebih kecil dari 120 oF

Keuntungan dan Kelebihan Menggunakan Rotary Vanes Compressor

 Keuntungan
 Cukup bagus volume gas yang besar
 Differensial tekanannya cukup rendah
 Effisien pada tekanan rendah
 Dapat menangani gas yang basah (wet gas)
 Biaya maintenance dan biaya pasang awal lebih murah

46
 Kelemahan
 Tekanan gas discharge nya terbatas
 Terbatas pada temperatur suction yang rendah
 Free liquid menyebabkan kerusakan pada blade

b. Flooded Screw Compressor Pada Tekanan Rendah


 Memiliki rotor ganda yang
berbentuk helix.
 Pelumas yang terdapat di
kompresor ini digunakan
sebagai media pendingin dan
sebagai media pelumas
kompresornya sendri.
 Gas dan pelumas akan
bercampur di kompresor ini,
sehingga diperlukan proses
separasi setelah proses
kompresi berlangsung.

Typical Parameter Operasi Oil Flooded Screw Compressor

 Differensial pressure sama dengan atau lebih kecil dari 300 psig untuk single
stage model
 Volume gas yang dihasilkan bisa mencapai 20 – 2,5 MMSCFD untuk satu unit
kompressor
 Beroperasi pada temperatur kurang dari 180 oF
47
Keuntungan dan Kelebihan Oil Flooded Screw Compressor

 Keuntungan :
 Excellent pada range differensial pressure besar ataupun medium
 Dapat menangani wet gas lebih baik daripada rotary vane compressor
 Memiliki kontrol temperatur yang baik untuk mengontrol adanya
kondensat
 Kelemahan :
 Biaya maintenancenya tinggi
 Biaya operasinya tinggi, seperti : pelumas, filter dll

48
c. Liquid Ring Compressor

Prinsip kerja Liquid Ring Compressor :

Liquid ring kompreosr ini masih dalam katagori Positive Displacement Compressor.
Kompressor ini menggunakan suatu liquid untuk menciptakan suatu kondisi vacum
di bagian casing compressor.

Casing yang berbentuk elips ini diisi dengan suatu liquid, yang disebut dengan “seal
liquid”, sampai dengan batas rotor centerline.

49
Ada 3 phase proses kompresi di Liquid Ring Compressor, yaitu :

Suction
scrubber

PHASE 1: gas yang akan dikompres dan seal liquid memasuki kompressor melalui
conical distributor.

PHASE 2: setelah melakukan kompresi gas dan seal liquid, kedua fluida ini
kemudian memasuki tangki separator.

PHASE 3: Di tangki separator, gas dan liquid seal yang telah terkompresi di
pisahkan dengan metode gravity, yang kemudian liquid seal ini dipompa kembali ke
dalam kompresor. Sebelum memasuki ke kompresor lagi, seal liquid ini didinginkan
di “seal liquid cooler” untuk menurunkan temperatur seal liquid seperti saat suhu
awal, sehingga proses yang terjadi pada kompresor ini adalah isothermal
compression (berlangsung pada suhu tetap).

Jenis-jenis liquid seal yang digunakan untuk kompresor ini adalah bergantung dari
fluida yang akan di kompres. Berikut tabel jenis-jenis liquid yang digunakan sebagai
seal liquid ring berdasarkan fluida yang dikompres :

50
Tipikal parameter operasi dari kompresor ini adalah :

 Differensial pressure sama dengan atau kurang dari 25 psig untuk model
single stage
 Volume gas yang dihandle yaitu berkisar antara 15 – 2,5 MMSCFD
 Temperatur suction < 180 oF

Keuntungan dan kerugian menggunakan kompresor jenis ini adalah :

 Keuntungan :
o High volumetric efficiency
o Gesekan antar material kompresor sangat minim sekali sehingga tidak
menimbulkan friksi
 Kerugian :
o Discharge pressurenya sangat terbatas
o Digunakan khusus untuk pemvakuman
o Biaya maintenance dan operasinya sangat mahal

d. Reciprocating Compressor

Reciprocating compressor adalah kompresor dengan menggunakan silinder dan


piston dan dilengkapi dengan automatic spring controlled inlet and exhaust valve.
Reciprocating compressor ini biasanya mengkompres udara, tapi juga bisa
digunakan untuk mengkompres gas ataupun superheated vapor (tapi untuk

51
superheated vapor tidak bisa dianggap sebagai gas, sehingga hukum hukum gas
tidak bisa digunakan sebagai dasar perhitungan HP kompresor). Pada kompresor
ini, terdapat clearance antara piston crown dan bagian Top dari silinder. Pada
daerah clearance ini, gas atau udara akan terjebak pada volume yang kecil.
Semakin banyak gas/udara yang terjebak di dalam daerah clearance ini maka
tekanan gas/udara yang berada di daerah clearance ini semakin besar dan akhirnya
tekanan yang besar ini akan membuka valve outlet untuk melepaskan gas/udara
dengan tekanan yang tinggi.

Berikut gambaran proses siklus kerja di


kompresor reciprocating :

 Differensial pressure
berkisar antara 2000
– 3000 psig untuk
model multi stage
 Volume gas yang bisa
dihandle adalah 20
MMSCFD
(bergantung pada
suction pressure)
 Temperatur suction
yang bisa ditangani
yaitu bisa mencapai <
200 oF

52
Keuntungan dan kerugian kompresor jenis ini adalah :
 Keuntungan :
o High volume/ high pressure
o Dapat menangani tekanan yang besar
o Maintenancenya rendah
 Kerugian :
o low suction pressure mengakibatkan ukuran silinder pada stage
pertamanya besar
o tidak efisien pada low pressure
o ring dan valve sering bermasalah bila digunakan untuk menangani wet
gas

e. Dry Screw Compressor


 Memiliki desain yang sama dengan jenis
flooded screw compressor
 Injeksi oli pelumas sangat sedikit sekali
diperlukan. Biasanya hanya diperlukan
untuk mencegah kebocoran
 Memiliki RPM yang sangat tinggi serta
memiliki sistem seal yang cukup baik

 Diperlukan suatu sistem untuk meredam kebisingan


 Tidak direkomendasikan untuk menangani volume gas yang lebih dari 2
MMSCFD
 Tekanan discharge bisa mencapai 600 psi

f. Vapor Jet Compressor

 Menggunakan air bertekanan


sebagai media penghasil tekanan
 Tidak ada bagian dari peralatan
yang bergerak

53
 Biasanya menggunakan produced water bila digunakan di lapangan produksi
 Diperlukan separator untuk memisahkan gas dari air

Sistem Jet Vapor Recovery Technology

V.2 Dasar Dasar Perhitungan HP Kompresor

Kompresor diperlukan untuk memberikan tekanan gas yang ditransmisikan di


dalam pipa dengan volume gas yang telah ditentukan. Selama proses kompresi gas
dari kondisi inlet sampai dengan outlet (pada tekanan outlet), maka terjadi
peningkatan temperatur gas seiring dengan meningkatnya tekanan.

Umunya kompresor sentrifugal yang paling umum digunakan untuk transmisi


gas. Hal ini dikarenakan kompresor sentrifugal itu flexible dan ringan di biaya
operasinya. Driver dari kompresor bisa berupa mesin pembakaran dalam, motor
elektrik, steam turbin atau gas turbin.

”Kerja” yang diperlukan untuk mengkompres/menekan sejumlah gas tertentu


dari titik suction (hisap) ke titik discharge (outlet) didasarkan atas isothermal
compression atau adiabatic compression.

V.2.1 Isothermal Compression (kompresi pada suhu tetap)

Besarnya ”kerja” yang dilakukan pada isothermal compression gas sebesar 1


lb ditulis dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

...........(5.1)

54
Dimana :

Besarnya rasio P2/P1 disebut dengan kompresi rasio.

Jika ditulis dalam satuan SI maka persamaan (5.1) menjadi :

...........(5.2)

Dimana :

V.2.2 Adiabtic Compression

Pada proses adiabatic compression, tekanan dan volume gas mengikuti


persamaan adiabatik PV  = konstan, dimana  adalah rasio dari specific heat

C p dan Cv sedemikian rupa sehingga :

...............(5.3)

Besarnya ”Kerja” yang dilakukan pada proses kompresi adiabatik ini untuk gas
sebesar 1 lb adalah :

..........(5.4)

55
Dimana :

Jika persamaan (5.4) dituliskan dalam satuan SI menjadi :

...........(5.5)

Dimana :

Contoh Penggunaan Persamaan :

Suatu kompresor digunakan untuk mengkompresi gas alam (G = 0,6), dimana pada
bagian suction temperaturnya adalah 60 oF dan bertekanan 800 psia. Pada bagian
discharge tekanan yang terukur adalah 1400 psia. Jika kompresinya adalah
isothermal, maka berapa ”Kerja” yang dilakukan oleh kompresor ?

Jika kompresor bekerja secara adiabatic (  = 1,29) maka berapa ”Kerja” yang
dilakukan kompresor per lb gas?

56
V.2.3 Temperatur Pada Bagian Discharge dari Gas Yang Terkompresi

Ketika gas di kompresi secara adiabatik, maka temperatur gas pada bagian
discharge (outlet) di tuliskan sebagai berikut :

..........(5.6)

Dimana :

Contoh Penggunaan Persamaan :

Berapa temperatur akhir dari gas yang dikompresi secara adiabatik (G = 0,6),
dimana pada bagian suction temperaturnya adalah 60 oF dan bertekanan 800 psia.
Pada bagian discharge tekanan yang terukur adalah 1400 psia. (  = 1,29) ?

V.2.4. Horsepower (HP) Kompresor

Head kompresor yang terukur dalam (ft.lb)/lb gas adalah energi yang
ditambahkan ke gas oleh kompresor. Pada satuan SI sering ditulis J/kg.

Horsepower kompresor ditulis sbb :

............(5.7)

Seara umum pada prakteknya, ditulis HP per MMSCFD gas. Dengan menggunakan
persamaan gas ideal yang mana di modifikasi lagi dengan menggunakan
compressibility factor Z, maka HP kompresor ditulis sbb :

........(5.8)

57
Dimana :

Jika menggunakan satuan SI, maka HP kompresor ditulis sbb :

........(5.9)

Dimana :

Effisiensi adiabatik  a umumnya antara 0,75 – 0,85. Jika dalam effisiensi mekanis
dari unit drivernya maka effisiensi dihitung dengan menyertakan BHP (brake
horsepower) dari drivernya, yaitu :

..................(5.10)

58
Effisiensi dari drivernya  m bisa diantara 0,95 – 0,98. Effisiensi adiabatik  a bisa
didapatkan dengan mengetahui tekanan dan temperatur pada suction dan
discharge, serta specific rasio gas.

..........(5.11)

Contoh Penggunaan Persamaan :

Hitunglah Hp dan BHP gas yang dikompresi secara adiabatik (G = 0,6), dimana
pada bagian suction temperaturnya adalah 60 oF dan bertekanan 800 psia. Pada
bagian discharge tekanan yang terukur adalah 1400 psia. (  = 1,29) dan (Z1 = 1,0
dan Z2 = 0,85)?

59
BAB VI

FIN FAN COOLER

VI.1 Dasar Dasar Heat Transfer Pada Fin

Jika perpindahan panas dari sebuah Fin dengan luas area melintang yang sama
seperti dibawah ini :

Gambar 6.1 : Proses Perpindahan Panas Pada Sebuah Fin

Diperlukan suatu analisis pada arah sumbu x sebagai berikut :

Qcond,x – Qcond,x+Δx – Qconv = 0 .....................(6.1)

60
Penjabaran persamaan laju heat transfer diatas sebagai berikut :

dt
Qcond , x   kAx ....................................................(6.2)
dx x

dt
Qcond , x  x   kAx ……………………..…….(6.3)
dx x  x

Qconv  hA f (T  T f )  hpx(T  T f ) ………….…..(6.4)

Dimana :

Ax = luas area melintang dari Fin

Af = luas permukaan dari Fin

P = garis keliling dari Fin

Maka bila ke tiga persamaan diatas bila disubstitusikan menjadi :

 dT dT 
 dx 
dx x  hp
 x  x
 T  T f   0 ....................(6.5)
 x  kAx
 
 

Jika limit Δx → 0 maka persamaan diatas menjadi :

d 2T hp
 T  T f   0 ......................................(6.6)
dx 2 kAx

Jika persamaan (6.6) disederhanakan dengan asumsi sebagai berikut :

 ( x)  T ( x)  T f , dimana θ adalah Excess Temperatur dan

hp
m2  , maka persamaan (6) menjadi sebagai berikut :
kAx

d 2
 m 2  0 .....................................................(6.7)
dx 2

Maka persamaan (6.7) dikenal dengan persamaan Differensial Order Dua, dan bila
persamaaan (6.7) diselesaikan oleh seorang ahli matematika maka persamaan (6.7)
menjadi :

 ( x )  C 1 e mx  C 2 e  mx ........................................(6.8)

61
Untuk bisa menyelesaikan persamaan (6.8) terdapat dua konstanta yang
harus di tentukan terlebih dahulu. Untuk menentukan harga konstanta
diperlukan suatu batasan kondisi dari suatu Fin.

Bila panas awalnya merambat dari base (plat tempat menempelnya Fin sebagai
sumber panas lihat gambar 6.1 diatas) maka x = 0, kemudian panas terus merambat
di Fin dengan beberapa kasus berikut ini :

Kasus A : bila panas merambat dari base kemudian merambat di Fin dan tidak mengalami
peristiwa konveksi, maka terjadi peristiwa konduksi saja (tanpa ada konveksi) dan ujung dari Fin
dijaga secara Adiabatis.

Kasus B : bila panas merambat dari base kemudian merambat di Fin dan mengalami peristiwa
konveksi pada ujung fin maka terjadi penurunan temperatur seperti gambar dibawah ini.

Kasus C : bila panas merambat dari base kemudian merambat di Fin dan temperature ujung dari
Fin dijaga selalu tetap.

Kasus D : bila Fin dianggap sangat panjang

62
Maka penyelesaian temperatur distribusi, laju heat transfer Fin dan effisiensi Fin
untuk masing-masing kasus dapat ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 6.1

Kasus Batasan Kondisi ujung Fin Thermal Peformance

A Adiabatic Tip cosh[ m( L  x )]


T ( x )  T f  (Tb  T f )
cosh( mL )

Q  (Tb  T f ) hpkAx tanh( mL )


dt 0
dx xL

tanh(mL)
f 
mL

B Konveksi dari ujung fin cosh[ m( L  x )]  ( h / mk ) sinh[ m( L  x )]


T ( x )  T f  (Tb  T f )
cosh( mL )  ( h / mk ) sinh mL

dt
h[T ( L)  T f ]   k sinh mL  ( h / mk ) cosh mL
dx Q  (Tb  T f ) hpkAx
xL cosh( mL )  ( h / mk ) sinh mL

sinh mL  (h / mk ) cosh mL  1 
f   
cosh(mL)  (h / mk ) sinh mL  mL 

C Temperatur ujung fin  TL  T f 


tetap   sinh( mx )  sinh[ m( L  x)]
T T 
T ( x)  T f  (Tb  T f ) 
b f 

sinh( mL )

 TL  T f 
cosh( mL )   
T T 
T ( L)  TL (diketahui )  b f 
Q  (Tb  T f ) hpkAx
sinh( mL )

 TL  T f 
cosh( mL )   
T T 
f   b f 
mL sinh( mL )

D Fin yang sangat panjang T ( x)  T f  (Tb  T f ) exp(mx)

63
T ( L)  T f Q  (Tb  T f ) hpkAx

1
f 
mL

VI.1.1 Fin Effisiensi

Fin effisiensi didefinisikan sebagai :

Qact , fin
f  .........................................(6.9)
Qideal , fin

Dimana :

Qideal , fin  laju transfer panas maksimum yang masih memungkinkan untuk bisa
terjadi, yang mana arah rambatan dimulai dari base fin (x = 0)

= hA f (Tb  T f )

Qact , fin = Q actual yang dihitung sesuai dengan kasus yang dimaksud seperti pada
Tabel 6.1

Maka efisiensi fin untuk setiap kasus (untuk luas area melintang yang sama =
uniform cross sectional area) dapat di tabelkan seperti pada tabel 6.1 diatas.

Persamaan efisiensi fin yang mengalami konveksi adalah sulit untuk digunakan dan
tidak praktis bila dibandingkan dengan persamaan fin yang adiabatis. Bila dilakukan
pendekatan untuk persamaan fin yang mengalami konveksi, maka pendekatannya
adalah fin dianggap mengalami peristiwa seperti fin yang adiabatis. Dengan
adanya anggapan adiabatis tersebut maka untuk peristiwa yang dianggap adiabatis
terdapat koreksi panjang fin dan luas area fin. Koreksi untuk berbagai macam luas
area melintang tersebut telah ditabelkan dan digrafiskan seperti tabel dan grafik
berikut dibawah ini :

64
Tabel 6.2

STRAIGHT FIN

Rectangular

A f  2wLc
Lc  L  (t / 2)

(uniform cross sectional area)

m 2 h / kt

Triangular

A f  2w L2  (t / 2) 2

(non uniform cross sectional area)

m 2 h / kt

Parabolic

A f  w[C1 L  ( L2 / t ) ln(t / L  C1 )]
C1  1  (t / L) 2

(non uniform cross sectional area)


m 2 h / kt

CIRCULAR FIN

Rectangular

A f  2 (r22c  r12 )
r2c  r2  (t / 2)

(uniform cross sectional area)


m 2 h / kt

65
PIN FIN

Rectangular

A f  DLc
Lc  L  (D / 4)

(uniform cross sectional area)


m 4 h / kD

Triangular

D 2
Af  L  ( D / 2) 2
2

m 4 h / kD

Parabolic

L3  L 
Af   C3C 4  ln[(2 DC 4 / L)  C 3 ] 
8D  2D 
C 3  1  2( D / L ) 2
C 4  1  ( D / L) 2

m 4 h / kD

66
Tetapi kenyataannya, jumlah fin yang digunakan tidaklah satu (single fin) seperti
pembahasan diatas tetapi banyak fin (array fin) dan Qloss bukan hanya dari fin tetapi
juga dari permukaan base. (contoh : micro chip) atau seperti gambar berikut :

Maka total heat transfer dari base dan fin dengan jumlah fin N dirumuskan sbb :

 NA f 
Qtot  1  (1   f ) hAtot (Tb  T f ) ...............(6.10)
 Atot 

Dimana :

Atot  Ab  NA f .................................................................................(6.11)

67
VI.1.2 Overall Surface Effisiensi

Qtot
o  ............................................................(6.12)
Qmaks

Dimana :

Qmaks  hAtot (Tb  T f ) ..........................................(6.13)

Persamaan (6.13) adalah transfer panas maksimum yang masih memungkinkan dari
total permukaan base dan fin.

Jika disubstitusikan maka persamaan (6.12) menjadi :

NA f
o  1  (1   f ) ............................................(6.14)
Atot

VI.1.3 Fin Thermal Resistent dan Fin Effectiveness

Fin thermal resistent di rumuskan sebagai berikut :

Tb  T f 1
R fin   ......................................(6.15)
Qtot  o hAtot

Fin effectiveness dirumuskan sebagai berikut :

 f hA f (Tb  T f ) Af
f    f …………………(6.16)
hAx (Tb  T f ) Ax

Untuk fin yang panjang, fin effectiveness nya adalah :

 kp 
 f ,longfin    .................................(6.17)
 hAx 

VI.2 Aerial Cooler


Aerial coolers menjadi terkenal dalam semua industri karena ditemukan
banyak kesulitan sehubungan dengan suplai air di unit berpendingin air (water-
cooled unit). Dalam aerial cooler, fluida didinginkan atau dikondensasikan karena
sirkulasi di dalam tube sementara udara atmosferik dipaksa melewati bagian koil
tersebut. Tipe cooler ini dasarnya merupakan heat exchanger konveksi tanpa
kontak yang diadaptasikan dengan hembusan (draft) induce atau paksa (forced).

68
Air-cooled exchanger disebut pula finned tube exchanger karena fin terpasang pada
tube agar efisiensi bertambah. Fin dapat dilas pada tube, dililitkan atau diekpansi
agar pas dengan tube. Tinggi, tebal, dan jumlah fin pada pada tiap tube berdasarkan
pemakaiannya.

Aerial cooler dipilih untuk proses dimana temperatur fluida yang akan didinginkan
minimal 55°C. Cooler ini juga dipakai dimana fouling dari tubes pada sisi air
pendingin dalam cooler dengan air menjadi perhatian. Jika aliran fluida pada
temperatur tinggi membutuhkan pendinginan di bawah temperatur ambien,
kombinasi aerial cooling diikuti water-cooling akan selalu terbukti efisien dan
ekonomis karena sebagian besar panas dilepas sebelum air dipakai.

VI.2.1 Forced dan Induced Draft Cooler


Cooler hembusan udara induce (Induced draft air cooler) memakai kipas
berpenggerak motor di puncak (top-mounted). Kipas ini menginduce aliran udara
melewati kumpulan (bank) tube horisontal dan membuang udara ke atas. Tube
membawa fluida dalam sirkuit tertutup. Ujung akhir tube ditutup dengan kotak,
disebut header, satu untuk inlet dan yang lain sebagai outlet.

Cooler hembusan paksa (forced draft cooler) memiliki kipas terletak di bawah tube.
Udara dibuang vertikal melalui tube. Gambar 6.2 menunjukkan layout dari forced
draft dan induced draft aerial coolers. Gambar 6.3 menunjukkan forced draft dan
induced draft aerial cooler. Gambar ini memperlihatkan komponen-komponen
dasarnya. Motor penggerak dan koneksinya dengan kipas diperlihatkan. Plenum
ialah saluran yang mengarahkan aliran air melalui kipas dan koil pendingin.

69
Gambar 6.2: Forced Draft dan Induced Draft Aerial Cooler

Gambar 6.3a : Forced Draft dan Induced Draft Aerial Cooler

70
Gambar 6.3b : Induced dan forced draught untuk type Box dan Transition Plenum

VI.2.2 Susunan Air Cooler


Forced draft cooler dalam Gambar 6.4 diatur dalam satu bagian dan memiliki
dua kipas. Terminologi untuk layout cooler ditampilkan dalam Gambar 6.5 dan
sebagai berikut:
 Bay didefinisikan sebagai satu atau lebih tube bundle, memiliki dua atau lebih
kipas, lengkap dengan struktur dan perlengkapan tambahan (auxiliary).
 Unit ialah satu atau lebih tube bundle, dalam satu atau lebih bay untuk
pemakaian individual atau proses.
 Bank ialah kumpulan satu atau lebih bay, termasuk satu atau lebih unit, diatur
dalam struktur tunggal atau kontinyu.

71
Gambar 6.4 : 3 Dimensi dari Forced Draft Aerial Cooler

Gambar 6.5 : Tampak atas air cooler

72
Gambar 6.5a: Coolers Arranged dalam Bay

VI.2.3 Aerial Cooler Control


Untuk mengontrol temperatur outlet fluida proses, dari aerial cooler,
kecepatan kipas divariasikan, atau kipas mungkin dihentikan dan dijalankan (start).
Saat temperatur ambien tinggi, unit sering dijalankan maksimum, dengan bingkai
(louver) terbuka lebar dan kecepatan kipas pada top speed.

Aliran udara melalui aerial cooler mungkin dibatasi oleh bulu-bulu halus (fluff) atau
sisa-sisa reruntuhan (debris) dalam udara. Gambar 6.6 mengilustrasikan bagaimana
koil yang telah tertutup oleh debris yang naik di udara (airborne) dapat menghambat
aliran udara. Koil harus dibersihkan untuk mendapatkan aliran udara dan
pendinginan maksimum.

73
Gambar 6.6 : Coils Plugging With Airborne Debris

VI.3 Komponen Tube Bundle


Tube bundle memiliki komponen yang terdiri dari tube, tube supprt, side frame
yang terpasang sebagai area masuk dan keluarnya fluida atau gas ke dalam tube
untuk proses pendinginan. Biasanya, permukaan tube memiliki fin yang terbuat dari
material aluminium. Berikut gambar typical susunan tube bundle beserta
komponennya :

Gambar 6.7a :
komponen Tube Bundle

74
Air-cooled bundles berbentuk horisontal, vertikal dan bingkai-A (A-frame), seperti
diperlihatkan dalam Gambar 6.7b. Tipe horisontal merupakan tipe yang paling
umum dipakai. Susunan vertikal dipakai bila memerlukan sedikit tempat untuk
pijakan kaki karena ukuran lantainya terbatas. Performa unit vertikal dipengaruhi
oleh arah angin. Unit paket yang kecil seringkali berbentuk vertikal.

Susunan V Frame dan A Frame bundle membutuhkan sedikit ruangan dibandingkan


dengan tipe horisontal, dan sedikit dipengaruhi oleh angin daripada tipe vertikal. Tipe
A Frame sering dipakai untuk aplikasi kondensasi steam.

Gambar 6.7b : Air-Cooled Exchanger Bundle Configuration

75
Gambar 6.8 : Air-Cooled Exchanger Bundle Configuration

Konfigurasi bundle dari aerial condenser memiliki kotak header (Gambar 6.8),
tempat dimana tube terhubung. Tube memiliki sirip (fin) untuk meningkatkan
permukaan heat transfer. Penyumbat (plug) pada sisi berlawanan dari kotak header
dipakai untuk membersihkan tube. Tube dapat buka secara manual, atau
dibersihkan dengan kimia. Jika digunakan untuk kondensasi steam (steam
condenser), maka campuran steam/water yang jarang terdapat pengotor akan
ditempatkan di dalam tube sehingga tube jarang membutuhkan pembersihan. Tetapi
jika uap tersebut itu uap hidrokarbon, maka yang perlu diperhatikan adalah korosi
pada tube, sehingga dimungkinkan tube akan bocor.

76
Gambar 6.9 : Headers dan Finned Tubes

Tampilan belakang (end view) dari box header diperlihatkan dalam Gambar 6.10.
Titik hitam mewakili threaded cleaning plug seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.9.
Plug-plug ini merupakan sumber kebocoran bila sebagian besarnya dicabut untuk
membersihkan tube.

Welded header Screw bolted header Studded header Plug type header

Gambar 6.10 : End View dari Header Box

77
VI.4 Basic Maintenance

Fin Fan Cooler adalah alat pendingin dengan menggunakan media udara
dimana peralatan ini terdapat beberapa komponen seperti belt, bearing, fan, dan
motor. Beberapa peralatan ini perlu dilakukan beberapa maintenance terkait dengan
kinerja dari fan cooler tersebut. Maintenance yang umumnya dilakukan adalah :

a. Periodic inspection di seluruh komponen cooler


b. Pelumasan bearing dan penggantian
c. Ketegangan dari belt dan penggantian
d. Perbaikan motor dan penggantian
e. Pembersihan fan

VI.4.a Belt Inspection

Fan yang digerakkan dengan menggunakan belt biasanya selalu mengalami


pengurangan power transmission dikarenakan melonggarnya ketegangan dari belt
jauh dari desainnya. Hal ini akan menimbulkan suara yang berisik jika ketegangan
dari belt kurang

VI.4.b Pelumasan Bearing

Bearing yang mengalami keausan dapat menyebabkan suara berisik yang


berlebihan pada Fan dan berkurangnya power secara drastis yang mana power dari
motor tersebut seharusnya digunakan untuk memutar fan. Pelumasan bearing
sangatlah penting, dan pelumasan bearing harus mengikuti manual dari pabrikan
Fan tersebut, misalnya high speed fan pada kondisi lingkungan yang extreme
diperlukan pelumasan bearing setiap minggu atau bahkan lebih sering.

Yang perlu dilakukan adalah :

 Untuk pelumas bearing, yang perlu dicek adalah quality dari pelumas, apakah
sudah sesuai dengan persyaratan pabrik pembuat fan, masa penggantian
dan analisis pelumas apa yang diperlukan untuk pengecekan.
 Untuk bearing yang dilumasi dengan menggunakan grease, cek kualitas dari
grease yang digunakan, apakah sudah sesuai dengan ketentuan dari pabrik
pembuat fan. Yang perlu diperhatikan adalah, jangan sampai terlalu banyak

78
mengaplikasikan grease di bearing di bagian ball dan roller karena dapat
menyebabkan overheating
 Pastikan bahwa bearing terlindungi dari beberapa material kontaminasi
seperti pasir atau akumulasi kotoran di bagian ball dan roller nya.
 Pada axial fan, anti friction bearing (ball, roller type) adalah yang paling utama
digunakan karena diperlukan bearing dengan daya dorong yang kuat untuk
menangani beban axial thrust (dorongan axial)
 Lakukan predictive maintenance secara berkala dengan menggunakan
metode vibrasi analisis atau analisis pelumas.
 Lakukan penggantian bearing jika perlu

VI.4.c Pembersihan Fan

Pada beberapa fan, performanya akan turun secara siknifikan bila terdapat
beberapa kontaminan/kotoran yang melekat pada blade. Kotoran yang terbentuk
pada permukaan fan yang tidak merata akan menyebabkan suatu putaran fan yang
tidak seimbang sehingga akan menyebabkan beberapa keausan. Fan yang bekerja
pada kondisi lingkungan yang tingkat kelembabannya tinggi maka harus sering
dibersihkan, karena kotoran-kotoran yang dibawa oleh angin akan lengket di body
fan dan susah dibersihkan bila tidak segera dibersihkan. Kerusakan umum pada fan
adalah korosi.

VI.4.d Motor

Meskipun maintenance yang tepat terhadap motor akan menghasilkan usia motor
yang tertentu (bisa ditentukan masa gantinya) tetapi bila kondisi lingkungan yang
berangin dengan temperatur yang tinggi menyebabkan cepatnya suatu motor
menjadi rusak akibat tingginya kelembaban udara. Jika diperlukan suatu
penggantian motor maka yang perlu diperhatikan adalah ukuran motor, type motor,
jam operasi, dan biaya kelistrikan yang digunakan.

79
BAB VII
SLIDING VANE COMPRESSOR

VII.1 Siklus Kompresi

Gambar 7.1 : Penampang melintang sliding


vane compressor

Kompresor sliding vane terdiri dari single rotor yang tergabung secara eksentris
dengan silinder yang lebih besar dari rotor. Rotor ini memiliki slot yang berbentuk
radial dan tersusun secara seri. Rotor ini menyangga beberapa vane kompresor.
Vane yang berada di dalam slot rotor ini dapat bergerak bebas secara radial, dan
berputar ketika rotor bergerak.
Ruang kosong antara sepasang vane dan rotor dan dinding silinder membentuk
seperti bulan sabit (lihat gambar 7.1). Ketika rotor berputar dan sepasang vane
mendekati daerah inlet, gas mulai mengisi bagian cell. Putaran dan pengisian gas
berikutnya berlangsung terus menerus. Ketiga gas mencapai pada volume yang
kecil, tekanan gas menjadi lebih besar dan kemudian di keluarkan di bagian outlet
kompressor.

VII.2 Sizing

Volume yang dipindahkan dari vane yang berputar dapat dihitung jika data
geometric tertentu tersedia. Sayangnya, katalog yang ada di vendor tidak
memberikan ukuran yang bisa dihitung dengan teori yang ada. Tetapi literatur yang

80
umumnya diberikan oleh vendor untuk bisa dihitung adalah kapasitas udara/gas
pada berbagai tekanan, yang meliputi volume gas yang dipindahkan dan efisiensi
volumetrik. Informasi geometrik dari kompressor ini biasanya didapatkan di name
plate. Desain ratio yang tersedia bisa digunakan untuk memutuskan penggunaan
dari kompresor tersebut, seperti : diameter rotor, panjang cylinder, jumlah vane dan
ketebalannya, dan perhitungan untuk menentukan kapasitas gas yang dipindahkan
per putaran. Dengan menggunakan estimasi effisiensi volumetrik untuk menentukan
displacement value , maka kecepatan putar untuk jumlah output tertentu dapat
dihitung. Jika kecepatan putar masih berada di batasan yang diijinkan, dan rasio
tekanan berada di range harga originalnya, makla kompressor tersebut dapat
digunakan. Berikut perhitungan estimasi Qr, volume yang dipindahkan per putaran,
adalah sebagai berikut :

Sedangkan untuk mencari jumlah gas/udara yang dipindahkan adalah :

Qd = Q r x N

Dimana :

Qd = jumlah gas yang dipindahkan


N = compressor speed

81
Dan jika untuk mengetahui volume inlet aktual (actual inlet volume) adalah :
Qi = Q d x E v
Dimana :
Qi = actual inlet volume
Ev = Volumetrik effisiensi

Beberapa kompresor vane memiliki rasio geometry r/R = 0,88 dan e = 0,12R.
Range harga L/R berkisar antara 4,5 – 5,8; meningkatnya harga L/R ini seiring
dengan meningkatnya ukuran kompresor. Effisiensi volumetrik berkisar antara 0,90
pada 10 psig sampai dengan 0,85 pada 30 psig (untuk kompresor udara).
Volumetrik effisiensi akan memiliki harga yang cukup baik untuk gas yang memiliki
density besar, serta akan memiliki harga yang rendah untuk gas yang memiliki
ringan. Umumnya kecepatan vane, bila dihitung dengan menggunakan cylinder
bore sebagai diameternya, adalah 50 fps.
Kebutuhan tenaga (power requirement) dan temperatur discharge dihitung dengan
cara yang sama seperti pada compressor helical lobe. Mechanical loss untuk sliding
vane compressor adalah lebih tinggi dari pada jenis compressor rotary lainnya.
Mechanical loss umumnya bergantung pada gas, pelumasan, dan beberapa faktor
lainnya.

Power requirement dan temperatur discharge dihitung dengan menggunakan


persamaan :

a. Power requirement

82
b. Temperatur discharge

Umumnya temperature rise efficiency adalah 0,9

Contoh :

Hitung performance dari kompresor yang menggunakan udara dengan kondisi


kompresor sebagai berikut :

d = 10,5 in rotor diameter


L/d = 1,5 length diameter ratio
MW = 23
Q1 = 2500 acfm inlet volume
t1 = 100 oF inlet temperatur
P1 = 14.5 psia inlet pressure
P2 = 43,5 psia discharge pressure
rp = 3,0 pressure rasio
k = 1,23
W = 138,8 lbs/min weight flow

83
VII.3 Aplikasi

Sliding vane compressor (SVC) dapat digunakan sampai 50 psig untuk single stage,
tetapi untuk multistage bisa mencapai 125 psig. Sliding vane compressor ini banyak
digunakan untuk operasi vaccum, jika dioperasikan single stage maka dapat
menangani sampai dengan 28 inHg. Volume pada kondisi vaccum bisa mencapai
5000 cfm. Untuk tekanan rendah, volume yang bisa dicapai adalah 4000 cfm dan
turun sekitar 2000 cfm ketika tekanan discharge melebihi 30 psig.

Sliding vane compressor digunakan di gas gathering sistem dan gas boosting.
Effisiensi dari sliding vane compressor ini tidak sebaik reciprocating compressor.
Kompresor SVC ini kasar dan ringan, dan umumnya tidak memiliki pondasi atau skid
weight requirement reciprocator. Kompresor SVC ini banyak digunakan untuk vapor
recovery system, sperti halnya turbin condensor yang banyak digunakan untuk
merecover udara.

Keausan dari vane/blade harus menjadi perhatian dan terus di monitor secara
terjadwal sebelum akhirnya vane menjadi lebih mengecil ukurannya (lebar
blade/vane berkurang) dan merusak slot rotor. Jika vane mengalami keausan dan
ukuran lebarnya menjadi lebih pendek dan patah sehingga membentuk ujung yang
runcing terus berputar maka vane yang runcing ini akan menggores dan merusak
silinder. Shear pin coupling atau equivalent torque limiting couplings terkadang
digunakan untuk mencegah kerusakan akibat vane yang rusak mendadak.

Gambar 7.2 : Shear coupling dengan 2 atau 3 pin

84
Sebagian besar driver yang digunakan untuk sliding vane compressor adalah
electric motor. Untuk putaran rendah, sekitar 100 hp, biasanya digunakan V-belt.

VII.4 Compressor Drive

Ada dua jenis compressor drive yaitu :

a. Direct Drive
b. Belt drive

Gambar 7.3 a : Direct drive

Gambar 7.3 b : Belt Drive dengan pedestal


bearing dan jackshaft

VII.5 Maintenance

Kondisi operasi kompresor seperti temperatur, tekanan, kecepatan, gas proses, dan
sebagainya secara langsung akan mempengaruhi masa usia operasi dari kompresor
tersebut. Dikarenakan banyaknya variabel yang menyebabkan turunnya
kemampuan suatu kompresor, maka tidaklah mungkin melakukan schedule
penentuan awal inspeksi, maintenance, dan perbaikan.

Inspeksi kompressor lebih mengarah kepada general maintenance atau perlunya


kompresor tersebut dilakukan perbaikan. Ketika kompresor dioperasikan dengan
benar, maka yang umum mengalami keausan adalah rotor blade dan vane, tetapi
tetap disarankan untuk meninspeksi secara keseluruhan untuk mengidentifikasi
unusual atau premature wear. Compresor reliability dapat dicapai dengan
mengembangkan comprehensive preventive maintenance (PM) schedule untuk
setiap pemasangan kompresor.

85
VII.6 Preventive Maintenance (PM)

Program maintenance yang baik harus memiliki periodic inspection (inspeksi


berkala) terhadap kompresor. Komposisi gas, temperatur operasi, kecepatan
operasi, dan tekanan differensial akan menentukan perlunya dilakukan preventive
maintenance. Berikut preventive maintenance yang umum dilakukan :

a. Inspeksi harian
Yang dilakukan saat melakukan inspeksi harian adalah :
 Memonitor kondisi operasi kompresor, seperti : tekanan gas proses dan
temperatur, temperatur pendingin, dst. Perubahan yang tiba-tiba bisa
mengindikasikan ada ya masalah pada kompresor
 Pastikan temperatur gas discharge selalu berada pada range temperatur
operasi yang diijinkan oleh manual kompresornya
 Lakukan drain pada semua titik yang terdapat akumulasi liquid pada
sistem gas, seperti : receiver, control line, drop-leg, interconnecting pipe,
separator, dsb)
 Selalu pantau level minyak lumas dari lubricator pump sight glass
 Selalu isi tangki minyak lumas sesuai dengan levelnya, dan yakinkan
bahwa sistem pelumasan berjalan dengan benar
 Pantau temperatur gas discharge agar selalu berada pada range
temperatur desain
 Selalu cek pendingin kompresor, minyak lumas, atau adanya kebocoran
gas
 Perhatikan pula warna dari cat kompresor, yang mungkin saja bisa
berubah akibat panas yang berlebihan.
 Jika kompresor dilengkapi dengan mechanical seal, pastikan bahwa level
seal reservoir oil selalu pada posisinya, serta cek selalu tekanan buffer
gas supply

b. Maintenance setelah 4000 Jam Kerja


 Selain melakukan inspeksi harian, setelah 4000 jam lakukan juga inspeksi
terhadap coupling alignment atau belt tension
 Lakukan evaluasi terhadap blade, apakah blade masih bisa digunakan
kembali atau tidak.

86
c. Maintenance setelah 8000 Jam Kerja
 Lakukan overhaul terhadap kompresor dan lakukan inspeksi terhadap
beberapa item komponen berikut :
o Gasket dan O – ring (perlu diganti)
o Seal ring (perlu diganti)
o Mechanical seal
o Blade
o Rotor
o Bearing
o Cylinder
o Cylinder Head

VII.6.1 Inspeksi Terhadap Komponen Kompresor

a. Evaluasi Blade/Vane

Pemantauan terhadap rotor blade adalah sangat penting ketika komponen ini
sedang mengalami keausan. Yang sering terjadi Keausan dari blade ini adalah lebar
blade sebagai akibat dari rubbing action terhadap dinding cylinder.

Gambar 7.4 : dimensi blade dan


rotor

Contoh batasan keausan blade yang ditampilkan oleh merek tertentu :

87
Keausan blade yang normal biasanya disebabkan akibat perbedaan tekanan,
temperatur, kecepatan operasi, serta kondisi dari gas. Semakin tinggi tekanan
differensialnya, semakin tinggi temperatur kerjanya, semakin cepat putaran
operasinya, dan adanya kontaminan di gas, maka akan mempercepat laju keausan
dari blade.

Penggantian blade direkomendasikan jika terdapat keadaan sebagai berikut :

 Adanya kerusakan pada pinggiran blade ketika kontak dengan silinder


 Adanya cupang pada bodi blade atau pinggiran blade
 Muncul adanya carbon deposit (hangus) pada bodi blade

Inspeksi Blade Awal

Inspeksi awal blade dapat dilakukan dengan mengevaluasi chamfer yang ada pada
tepi blade. Jika kondisi chamfer telah aus maka, lebar blade harus diukur kembali
dan dicocokkan denga standarnya.

88
Gambar 7.5 : Dimensi Blade
yang mengalami keausan
dengan berkurangnya lebar
Blade

b. Bearing Evaluation

Pengantian bearing dilakukan bila :

 Adanya perubahan warna


 Adanya pitting
 Adanya keausan yang ganjil

Beraing bagian dalam dan luar sudah di setting dengan cosentris sekali, maka jika
ada bagian bearing yang diganti sebaiknya diganti semua. Melepaskan bearing
bagian dalam dengan cara dipanaskan dengan cepat.

Seal Ring dan Bearing Spacing

Seal ring diganti bila :

 Rusak
 Usang
 Rapuh
 Spasi ring sudah lebar (biasanya berjarak ¼ in)

Bearing Spacing ring diganti bila :

 Ada bekas luka gores


 Adanya pitting

89
c. Cylinder Evaluation

Lakukan inspeksi terhadap coolant jacket jikalau terdapat solid dan atau korosi. Jika
terdapat solid, maka bersihkan segera sehingga tidak menghambat laju alir coolant.
Tetapi jika ditemukan adanya korosi, maka lakukan evaluasi terhadap penggunaan
aditif dari coolant tersebut, atau lakukan inspeksi terhadap katodik proteksi yang
digunakan. Lakukan pula inspeksi terhadap keausan terhadap cylinder bore.

d. Rotor Evaluation

Keausan dari rotor dapat di cek dengan menggunakan dial indicator reading pada
setiap ujung dari rotor dan shaft extentionnya. Contoh pengecekan rotor pada suatu
merk kompresor tertentu :

BEARING BEARING
JOURNAL JOURNAL
SHAFT SHAFT
EXTENSION BODY EXTENSION

Gambar 7.6 : Rotor Terminologi

90
VII.6.2 Pelumasan

Pelumasan kompresor umumnya menggunakan metode pelumasan Forced Feed


Lubricator. Pelumasan terhadap kompresor ini biasanya dilakukan di beberapa titik
di kompresor. Berikut contoh titik pelumasan pada kompresor merk tertentu seperti
pada gambar 7.6 berikut.

Jika kondisi operasi atau gas yang di tangani berubah, maka ada beberapa yang
juga ikut berubah, yaitu :

a. Viskositas pelumas, bergantung pada temperatur gas discharge


b. Type pelumas dan additive yang digunakan, bergantung pada sifat kimia gas
atau uap yang ditangani oleh kompresor tersebut
c. Laju pelumasan, bergantung pada ukuran kompresor, kecepatan operasi, dan
sifat fisika dan kimia dari gas atau uap yang ditangani oleh kompresor
tersebut.

Gambar 7.7 :
a. Adalah titik injeksi pelumas di
kompresor
b. Titik injeksi setiap model kompresor
berbeda beda
91
Pemilihan karakteristik pelumas kompresor adalah sebagai berikut :
1. Jika gas yang ditangani berkecenderungan untuk terkondensasi dan melarut
di pelumas, maka pilihlah pelumas dengan grade viskositas yang tinggi
2. Pelumas multi grade umumnya direkomendasikan untuk inlet temperatur
dibawah 0 oC. Tentunya pada bagian reservoir akan dilengkapi dengan heater
dan thermostat.
3. Jika digunakan kompresor multi stage, maka gunakan temperatur discharge
tertinggi untuk memilih grade viskositas pelumas yang akan digunakan
4. Jika inlet dan atau discharge temperatur memiliki temperatur jauh lebih
rendah dari yang ada di manual kompresor (misal : 21 oC lebih rendah dari
“Performance Data Sheet”), maka gunakan pelumas dengan grade viskositas
lebih rendah dari sebelumnya.
Pertimbangan lainnya tentang pelumas kompresor :
a. Pelumas yang mengandung detergent selama ini telah dianggap sebagai
penyebab terbentuknya foam saat pelumas tersebut bertemu dengan gas
yang mengandung air (water saturated gas)
b. Pelumas yang dihasilkan dari minyak tumbuhan telah diketahui banyak
mengakibatkan deposit yang berbahaya yang menyebabkan kerusakan
prematur.

VII.7 Troubleshooting
Permasalahan Kemungkinan Penyebab Cara Mengatasi
Temperatur gas discharge Mesin beroperasi pada rasio Operasikan kompresor pada
terlalu tinggi tekanan tinggi dari yang tekanan yang datar
diperlukan
Temperatur suction berlebihan Kurangi temperatur suction
Temperatur inlet water terlalu Bersihkan water jacket dan filter
tinggi atau tidak sesuai atau lakukan treatment
terhadap air yang disuplai
Buntu pada intake filter Bersihkan intake filter
Unloading valve tidak fully open Bersihkan valve dan ganti
atau macet setiap bagian yang usang atau
yang rusak
Suction valve tidak fully open Buka suction valve
Salah pelumas atau pelumas Gunakan pelumas sesuai

92
tidak sesuai dengan rekomendasi pabrikan
Rotor blade memuai atau Ganti rotor blade
mengkerut
Clearance tidak sesuai Bongkar dan benahi clearance
Rasio dari panas spesifik lebih Komposisi gas yang ditangani
tinggi dari yang diharapkan tidak sesuai

Blade aus Jumlah pelumas yang Jika kompresor tersebut


digunakan tidak sesuai menggunakan V belt, maka
inspeksilah lubricator v-beltnya
Cek laju pelumasan dan
naikkan menjadi beberapa tetes
per menit
Inspeksilah lubricator sight
glass, gantilah bila pecah
Inspeksilah cylinder lube check
valves, bersihkan atau ganti bila
perlu
Inspeksilah lubang pemasukan
pelumas di silinder, bersihkan
bila kotor
Viskositas pelumas tidak sesuai Gunakan viskositas pelumas
yang sesuai manual
Gas yang di hisap kotor Bersihkan filter atau cek kondisi
scrubber
Temperatur Discharge
berlebihan
Floating ring macet Bongkar dan benahi
Tekanan gas discharge terlalu Operasikan pada tekanan
tinggi normal
lube oil check valve gagal Ganti check valve

Temperatur Jacket outlet water Temperatur inlet water terlalu Naikkan laju alir air pendingin
terlalu tinggi tinggi
Water temperatur flow regulator Bersihkan, perbaiki, atau ganti
gagal valve regulatornya
Supplai valve tidak fully open Buka atau bersihkan. Cek
solenoidnya dan kabel
automatic type valve

93
Inlet water strainer buntu bersihkan
Terdapat scale atau residu di Bersihkan water jacket
water jacket

Air drain muncul dari port utama Kebocoran pada head gasket Ganti gasket
atau port inspeksi Kebocoran dari after cooler atau Ganti cooler dan lakukan test
inter cooler hidrostatis kebocoran. Ganti
atau perbaiki kebocoran cooler

Bising, bergetar atau knocking Bearing aus Ganti bearing


secara periodik Blade aus Ganti blade dan cek pelumasan
Silinder aus berat Lakukan re-bore, re-dowel, dan
cek pelumasan
Pelumasan tidak baik
Rotor kontak dengan silinder Cek temperatur dan kondisi
head tekanan, cek pula internal
clearance
Misalignment Realign
Compressor unloaded Cek sistem pada VRU
Fondasi tidak sesuai perbaiki

Kapasitas rendah atau tidak Suction line terganggu Perbaiki penyebabnya


ada sama sekali Inlet filter buntu bersihkan
Bypass loop tidak bekerja Perbaiki valve nya atau control
otomatisnya
Kecepatannya tidak sesuai Operasikan pada kecepatan
yang sesuai
Clearance internal berlebihan perbaiki
Blade menggores silinder head Ganti blade
Blade tersangkut di slot Ganti blade

Tekanan rendah atau bahkan Blade rusak Ganti blade


tidak ada Automated bypass loop rusak Perbaiki atau ganti
Blade tersangkut di slot Bersihkan blade atau slotnya,
atau ganti blade, atau kurangi
temperatur operasinya
Kebocoran di pipa Perbaiki kebocoran
Discharge piping pada bagian Bersihkan yang menghalangi
upstream terganggu aliran

94
Penggunaan tenaga listrik Blade mengembang atau Ganti blade
(power) berlebihan mengkerut
Kompresor beroperasi pada Operasikan pada tekanan rasio
tekanan rasio yang keliru yang benar
K-value (rasio panas spesifik) Kurangi tekanan rasio
terlalu tinggi
Pelumasan yang kurang
Clearance yang tidak sesuai Perbaiki clearance
Kecepatan terlalu tinggi Kurangi kecepatan
Adanya scale atau residu di Bersihkan water jacket
water jacket
Adanya partikel yang abrasive Cek kondisi scrubber
di aliran gas

95
SKETS DIAGRAM KOMPRESOR ROTARY VANE

96
NOMENKLATUR GAMBAR SKETS DIAGRAM KOMPRESOR ROTARY VANE

97
DAFTAR PUSTAKA

1. Adrian Bejan and D. Krauss, “Heat Transfer Handbook”, 2003, Jhon Wiley &
Sons Inc, USA
2. Air Movement and Control, ”Improving Fan System Performance : a
sourcebook for industry”, U.S Department of Energy, Energy Efficiency and
Renewable Energy,............................
3. API Standard 661, 5th edition, march 2002
4. Ernest E. Ludwig, “Applied Process Design for Chemical and Petrochemical
Plants Vol : 1”, 3rd edition, 1999, Gulf Professional Publishing, USA
5. Howell Training API 1565WB, “Vapor Recovery Systems”, 2nd printing, 1988,
API Profit USA
6. Kansas Department of Health & Environment, “Calculation of Flashing
Losses/VOC Emission from Hydrocarbon Storage Tanks”, 2006, USA
7. Larry S. Richards, “Fundamentals of Vapor Recovery”, Hy-Bon Engineering
Co Presentation...................................
8. Royce N. Brown, “Compressors : selection and sizing”, 2nd edition,1997, Gulf
Publishing Company, USA

9. Ro – Flo Compressors, “Installation, Operation, & Maintenance Manual”,


Nopember 2013
10. Shasi Menon. E, “Piping Calculation Manual”, 2005, McGraw-Hill Book, USA
11. Sanjay Kumar, “Gas Production Engineering”, Vol. 4, 1987, Gulf Publishing
Company, USA.

98

Anda mungkin juga menyukai