Om Fahri
Om Fahri
Om Fahri
Fahri Amrulloh
1858011012
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Jas (2009), resep harus mengikuti format penulisan yang terdiri dari
enam bagian yaitu inscriptio, invocatio, prescriptio/ordonantio, signatura,
subscriptio dan pro. Identitas dokter dicantumkan di dalam bagian inscriptio
sedangkan identitas pasien di dalam bagian pro. Di bagian invocatio dicantumkan
singkatan latin resipe (R/). Nama, jumlah, dan bentuk sediaan obat dituliskan
pada bagian prescriptio/ordonantio. Cara pakai, dosis, rute, dan interval
pemberian terdapat pada bagian signatura. Resep tersebut legal bila telah
ditandatangani oleh dokter pada bagian subscriptio.
Di dalam resep, nama obat ditulis menurut suatu pola tertentu yaitu diawali
dengan penulisan nama obat untuk terapi utama (remediumcardinal), kemudian
obat penunjang obat utama (remediumadjuvantia), dan terakhir robansia yaitu
obat yang dapat memicu metabolisme (Jas, 2009).
Resep telah ditulis secara rasional bila memenuhi kriteria tepat, aman dan logis.
Pertama, peresepan harus tepat indikasi, tepat obat, tepat bentuk sediaan, tepat
dosis, tepat interval pemberian, dan tepat pasien. Kedua, peresepan juga harus
aman atau tidak berbahaya bagi pasien. Efek samping dan kontraindikasi
pemberian obat juga harus diwaspadai. Ketiga, resep tersebut harus logis dalam
susunan dan komposisi obat. Bentuk sediaan harus sesuai dengan rute pemberian
obat. Beberapa obat dapat berinteraksi secara adisi, potensiasi, sinergis, dan
antagonis (Jas, 2009).
Peresepan obat yang rasional sangat didambakan berbagai pihak, baikoleh dokter,
apoteker, maupun pasien, sehingga diperoleh peresepan obat yangefektif dan
efisien (Mundariningsih, dkk., 2007). Salah satu indikator keberhasilanperesepan
obat rasional di rumah sakit antara lain persentase penggunaanantibiotik,
persentase penggunaan obat generik, dan persentase penggunaan obatesensial
(ketaatan penggunaan formularium) benar-benar diterapkan sesuai
aturan(Anonim, 2006). Menetapkan kriteria evaluasi penggunaan obat amat
sangat penting, dan merupakan tanggung jawab dari PFT. Evaluasi kriteria
penggunaan obat menjelaskan tentang penggunaan obat dengan benar dan
mengamati berbagai macam komponen. Komponen yang digunakan untuk
menilai kriteria penggunaan obat adalah indikasi obat yang tepat, obat yang tepat
untuk kondisi klinik, dosis yang sesuai dengan indikasi, ada tidaknya interaksi,
langkah yang berkaitan dengan pemberian obat, menginstruksikan penggunaan
obat kepada pasien, keadaan klinik dan laboratorium dari pasien (WHO dan
MSH, 2003).
Penggunaan obat yang rasional merupakan suatu upaya yang penting dalam
rangka peningkatan mutu pelayanan obat. Proses pemilihannya yang senantiasa
dilakukan secara konsisten mengikuti standar baku, akan menghasilkan
penggunaan obat yang sesuai dengan kriteria kerasionalannya (Sastramihardja,
1997). Penelitian terhadap penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap di
Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta, kebanyakan pengobatan pneumonia
dilakukan melalui pendekatan secara empiris yaitu menggunakan antibiotika
spektrum luas dengan tujuan agar antibiotika yang dipilih dapat melawan
beberapa kemungkinan antibiotika penyebab infeksi. Padahal penggunaan
antibiotika spektrum luas secara tidak terkendali sangat memungkinkan
timbulnya masalah yang tidak diinginkan seperti timbulnya efek samping obat
maupun potensi terjadinya resistensi (Prasetya, 2006).
Pada kenyataannya, masih ada penulisan resep yang belum sesuai dengan
pedoman pengobatan yang telah ditetapkan. Pihak rumah sakit perlu mengadakan
evaluasi terhadap penulisan resep apakah sesuai dengan formularium atau tidak.
Hal ini untuk meningkatkan pelayanan pada pasien khususnya dalam penggunaan
obat yang sesuai dengan formularium (Fitriani, 2015).Hal ini biasa nya di
sebabka oleh kesalahan medis (Medicationerrors).
Medicationerrorsmerupakan kejadian yang dapat dicegah yang dapat
menyebabkan atau menyebabkan pengobatan yang tidak tepat menggunakan atau
membahayakan pasien saat obat berada dalam kendali kesehatan profesional
perawatan, pasien, atau konsumen. Peristiwa semacam itu mungkin terkait
denganpraktik profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem,
termasuk resep, komunikasi pesanan, label produk, kemasan, dan nomenklatur,
peracikan, pengeluaran, distribusi, administrasi, pendidikan, pemantauan, dan
penggunaan Dari definisi trsebut menunjukkan bahwa kesalahan dapat dicegah
pada tingkat yang berbeda.Kesalahan pengobatan juga telah didefinisikan sebagai
pengurangan dalam kemungkinan perawatan tepat waktu dan efektif, atau
peningkatan risiko kerusakan yang berkaitan dengan obat-obatan dan resep
dibandingkan dengan praktik yang diterima secara umum.(WHO, 2016)
Peresepan obat yang rasional sangat didambakan berbagai pihak, baik oleh
dokter, apoteker, maupun pasien, sehingga diperoleh peresepan obat yangefektif
dan efisien (Mundariningsih, dkk., 2007). Salah satu indikator
keberhasilanperesepan obat rasional di rumah sakit antara lain persentase
penggunaanantibiotik, persentase penggunaan obat generik, dan persentase
penggunaan obatesensial (ketaatan penggunaan formularium) benar-benar
diterapkan sesuai aturan(Anonim, 2006). Menetapkan kriteria evaluasi
penggunaan obat amat sangat penting, dan merupakan tanggung jawab dari PFT.
Evaluasi kriteria penggunaan obat menjelaskan tentang penggunaan obat dengan
benar dan mengamati berbagai macam komponen. Komponen yang digunakan
untuk menilai kriteria penggunaan obat adalah indikasi obat yang tepat, obat yang
tepat untuk kondisi klinik, dosis yang sesuai dengan indikasi, ada tidaknya
interaksi, langkah yang berkaitan dengan pemberian obat, menginstruksikan
penggunaan obat kepada pasien, keadaan klinik dan laboratorium
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Sebagai masukan dan evaluasi bagi rumah sakit, dokter, dan apoteker untuk
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan dengan penulisan resep
yang rasional.
Putra Lum yang tak disebutkan namanya itu mulanya terserang penyakit batuk
yang kemudian membuat sang ibu memutuskan untuk membawanya ke sebuah
klinik. Perempuan berusia 33 tahun itu kemudian membawa buah hatinya ke
sebuah klinik yakni YSL BedokClinicandSurgery.
Seorang dokter yang memeriksa putra lim kemudian memberikan obat berupa
sebotol sirup dengan instruksi minum 3 kali sehari masing-masing 10 mililiters.
Sebagaimana disitat dari The Star, Rabu (29/11/2017), usai meminum obat
mengikuti intruksi dokter tersebut, putra Lum langsung jatuh tertidur nyenyak.
Namun Lum kemudian merasa ada yang tidak beres ketika putranya tak kunjung
terbangun. Pada keesokan harinya, Lum memutuskan untuk melarikan putranya
ke Rumah Sakit Mount Elizabeth Orchard untuk diperiksa oleh ahli syaraf.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, terbukti jika dokter telah memberikan resep
melebihi dosis yang seharusnya.
Putra Lum diketahui mendapatkan dosis obat 4 kali lebih banyak daripada
seharusnya. Menanggapi hal ini, Lum langsung menemui dokter yang
sebelumnya memeriksa putranya tersebut. Di hadapan Lum, sang dokter
mengaku jika kesalahan penulisan dosis obat itu dilakukan oleh asistennya.
Dokter tersebut telah berjanji untuk memberi kompensasi atas kerugian yang
dialami Lum dan meminta maaf secara publik. Lum kemudian membagikan
kisahnya ini ke media sosial dengan harapan jika orangtua lain akan lebih teliti
dan berhati-hati tentang pemberian obat pada anak serta agar mereka tak
mengalami hal serupa dengannya.
Dokter Yik Keng Yeong menyebut, seorang anak seusia putra Lum seharusnya
diberi hanya 1,5ml sampai 2,5 ml obat sirup. "10ml adalah dosis orang dewasa.
Overdosis bisa berbahaya karena menyebabkan palpitasi jantung (kondisi ketika
detak jantung Anda terasa tidak seperti biasanya) dan sedasi (kehilangan tingkat
kesadaran)," ujar Dokter Yik.
Putra Lum total tertidur selama 44 jam lamanya. Dan guna menghindari
dehidrasi, Lum dengan setia menyuapkan air minum ke putranya dalam kurun
waktu tertentu. Atas insiden ini, Lum telah mengajukan laporan keluhan ke
SingaporeMedicalCouncil.
KASUS 2
Mulanya warga yang berprofesi sebagai petani ini memeriksakan diri dengan
keluhan sakit dibagian kepalanya. Namun, dokter yang menjelaskan cara
pemakaian kepada pasiennya dengan mengoleskan salep kulit dengan tempat obat
warna putih dan coklat yang diresepkan itu di bagian pinggir mata atas dan
bawah. "Setiba dirumah, saya oleskan salep kulit itu ke bagian mataku, tidak
lama kedua mata saya terasa panas dan tidak melihat sama sekali," ujar Sakura
yang ditemui dengan kondisi kedua matanya merah.
"Saya sangat sesalkan oknum dokter itu, adik saya hanya sakit kepala kenapa
dikasi obat salep kulit. Dia harus bertanggung jawab terhadap kesembuhan adik
saya" keluhnya.
Ros mengungkapkan, oknum dokter itu juga telah mengambil bukti obat untuk
menutupi kesalahannya, karena menurutnya kadar dosis di dalam obat tersebut
tinggi.
"Yang jelas jika kesalahan memang karena dokter ataupun perawatnya kita akan
berikan sanksi sesuai undang-udang kesehatan," jelas Alimuddin.
KASUS 3
Antibiotik adalah obat penting yang sering kali digunakan secara berlebihan. Satu
dari empat resep antibiotik sebenarnyatidakdiperlukan.
Para peneliti menemukan satu dari tujuh anak-anak dan orang dewasa yang belum
lanjut usia diberi resep antibiotik yang mungkin tidak perlu padatahun2016.
Ternyata 23 persen dari resep antibiotik rawat jalan secara medis tidak
diperlukan. Sementara 28 persen lainnya dikeluarkan tanpa ada diagnosis tercatat.
Para peneliti menemukan, hanya 36 persen pasien yang menerima resep antibiotik
yang mungkin bermanfaat secara medis.
Misal, readmisi pasien rumah sakit serta proses pengobatan semakin lama. Lebih
fatal lagi, resistansi terhadap antibiotik dapat pula menyebabkan kematian.
''Jika dirasa tidak diperlukan, untuk apa diberikan resep antibiotik,'' tegas Menteri
Kesehatan NilaMoeloek.
1.5. Perundang-Undangan
2.1 Pengertian
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker untuk membuat atau menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus
ditulis secara jelas dan lengkap, apabila resep tidak bisa dibaca dengan jelas atau
tidak lengkap, apoteker atau asisten harus menanyakan kepada dokter penulis
obat. Ukuran lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran
ideal lebar 10-12 cm dan panjang 15-20 cm (Jas, 2009).
Resep telah ditulis secara rasional bila memenuhi kriteria tepat, aman dan logis.
Pertama, peresepan harus tepat indikasi, tepat obat, tepat bentuk sediaan, tepat
dosis, tepat interval pemberian, dan tepat pasien. Kedua, peresepan juga harus
aman atau tidak berbahaya bagi pasien. Efek samping dan kontraindikasi
pemberian obat juga harus diwaspadai. Ketiga, resep tersebut harus logis dalam
susunan dan komposisi obat. Bentuk sediaan harus sesuai dengan rute pemberian
obat. Beberapa obat dapat berinteraksi secara adisi, potensiasi, sinergis, dan
antagonis (Jas, 2009)
Penulisan resep adalah suatu wujud akhir kompetensi dokter dalam pelayanan
kesehatan yang secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan keahlian
di bidang farmakologi dan teraupetik secara tepat, aman dan rasional kepada
pasien khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya. Sebagian obat tidak
dapat diberikan langsung kepada pasien atau masyarakat melainkan harus melalui
peresepan oleh dokter. Berdasarkan keamanan penggunaannya, obat dibagi dalam
dua golongan yaitu obat bebas (OTC = Otherofthecounter) dan Ethical(obat
narkotika, psikotropika dan keras), dimana masyarakat harus menggunakan resep
dokter untuk memperoleh obat Ethical.
Penyimpanan resep tidak boleh sembarangan. Kertas resep perlu dijaga jangan
sampai digunakan orang lain. Kertas resep dokter kadang mudah ditiru sehingga
perlu pengamanan agar kita tidak terlibat dalam pemberian resep palsu yang
dilakukan orang lain. Selain itu, resep obat asli harus disimpan di apotek dan
tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali oleh yang berhak. Pihak –
pihak yang berhak melihat resep antara lain:
Menurut Jas A. (2009) Resep terdiri dari enam bagian, antara lain:
1. Inscriptioterdiri dari nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter,
tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota
provinsi. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan
resep pada praktik pribadi.
6. Pro (diperuntukkan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan
berat badan pasien.
2.5 Tujuan Penggunaan Resep Rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas; penentuan dosis, cara, dan lama
pemberian yang keliru, serta peresepan obat yang mahal merupakan sebagian
contoh dari ketidakrasionalanperesepan. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak
rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar
dibanding manfaatnya. Dampak negatif di sini dapat berupa:
Tujuan identifikasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional adalah untuk
mengetahui masalah-masalah yang terjadi dan penyebabnya dalam penggunaan
obat yang tidak rasional( Kemekes RI,2011).
dianjurkan.
- Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang di- Pemberian obat
berlebihan memberi resiko lebih besar untuk timbulnya efek yang
tidak diinginkan seperti:
- Intoksikasiperlukan
- yang diare
- Amoksisilin,
- Parasetamol, -
Gliserilguaiakolat
,
- Deksametason,
- CTM, dan -
Luminal.
Dalam kenyataannya masih banyak lagi praktek penggunaan obat yang tidak
rasional yang terjadi dalam praktek sehari-hari dan umumnya tidak disadari oleh
para klinisi. Hal ini mengingat bahwa hampir setiap klinisi selalu mengatakan
bahwa pengobatan adalah seni, oleh sebab itu setiap dokter berhak menentukan
jenis obat yang paling sesuai untuk pasiennya. Hal ini bukannya keliru, tetapi jika
tidak dilandasi dengan alasan ilmiah yang dapat diterima akan menjurus ke
pemakaian obat yang tidak rasional.
d. Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas lebih besar, sementara obat
lain dengan manfaat yang sama tetapi jauh lebih aman tersedia.
Contoh: Pemberian metilprednisolon atau deksametason untuk mengatasi sakit
tenggorok atau sakit menelan.padahal tersedia ibuprofen yang jelas lebih aman
dan efficacious.
e. Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis dengan mutu
yang sama dan harga lebih murah tersedia.
Contoh: Kecenderungan untuk meresepkan obat bermerek yang relative mahal
padahal obat generik dengan manfaat dan keamanan yang sama dan harga lebih
murah tersedia.
2.8 Upaya dan Intervensi Untuk Mengatasi Masalah Penggunaan Obat yang
Tidak Rasional
Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak tepat secara medik. Artinya,
tidak sesuai dengan indikasi, diberikan dalam dosis yang tidak tepat, cara dan
lama pemberian yang keliru hingga kurang tepatnya pemberian informasi
sehubungan dengan pengobatan yang diberikan. Untuk mengatasi masalah
penggunaan obat yang tidak rasional diperlukan beberapa upaya perbaikan dan
intervensi, baik di tingkat provider yaitu peresep (prescriber) dan penyerah obat
(dispenser) dan pasien/masyarakat (consumer) hingga sistem kebijakan obat
nasional.
6. Pengaturan pembiayaan.
Bentuk pengaturan ini dapat merupakan pembiayaan berbasis kapitasi dan
cost-sharing.
Strategi regulasi dilakukan dalam bentuk kewajiban registrasi obat bagi obat jadi
yang beredar, peraturan keharusan peresepan generik, pelabelan generik, dan
lainlain.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELITUS
Tn. Akim, 43 tahun, mengeluh sering buang air kecil di malam hari. Ia
berkata bahwa dalam satu malam bisa dua sampai tiga kali buang air kecil.
Tempo hari Tn. Akim juga mengeluhkan rasa mudah lelah walaupun beliau
tidak banyak beraktivitas serta mudah berkeringat meskipun suasana sedang
tidak panas. Kakinya pun sering dirasa kesemutan dan napsu makannya
meningkat namun ia merasa badannya malah menjadi lebih kurus dari
sebelumnya.
1.1.Kelainan Hormon
Seorang perempuan Ny. Yusi usia 40 tahun datang dengan keluhan utama
jantung berdebar-debar. Keluhan dirasakan hilang timbul tanpa dipengaruhi
aktivitas.Keluhan ini disertai dengan sesak napas yang sering kambuh.Sesak
tidak dipengaruhi posisi, tidak disertai dengan bunyi ngik (mengi) dan
dirasakan memberat dengan aktivitas dan berkurang jika istirahat.Keluhan ini
tanpa disertai dengan nyeri dada.Pasien juga mengeluhkan adanya sakit
kepala berdenyut.Bila serangan timbul, pasien merasa mual, dan bahkan
muntah setiap kali makan.Muntah berisi makanan yang dimakan pasien.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan mudah lelah dan sering berkeringat
walaupun tidak sedang berada dibawah matahari ataupun saat beraktivitas
berat.Pasien juga mengalami penurunan berat badan sedangkan nafsu makan
meningkat dan pasien sering merasa lapar.Pasien mengalami penurunan berat
badan dari 70 kg menjadi 55 kg dalam waktu 6 bulan terakhir. Dengan tinggi
badan beliau 157cm.Namun sejak akhir-akhir ini pasien mengalami
penurunan nafsu makan dan makan lebih sedikit.Pasien juga merasa lemas
dan sedikit gemetar didaerah jari kedua tangan.
1.2.Gangguan Gizi
Diga, seorang anak laki-laki usia 15 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan
demam dan batuk berulang selama lebih kurang 3 bulan. Anak tampak sangat
kurus. Batuk saat ini disertai dengan sesak nafas. Nafsu makan sangat kurang.
Kaki, tungkai serta perut, membesar secara berangsur-angsur selama bulan
terakhir. Anak juga mengalami diare berulang, kadang tinja tua disimpulkan
disertai darah dan lendir.
Setelah digali lebih lanjut pada anamnesis dengan bahwa kondisi sosial
ekonomi keluarga tergolong kurang mampu. Dari riwayat makan didapatkan
data bahwa pasien jarang makan. Kontak dengan penderita TBC paru tidak
jelas Dari pemeriksaan fisik anak tampak sakit berat, apatis. BB 7 kg, PB 76
cm. Nampak sesak pernafasan cuping hidung, takipneu, retraksi, sianosis.
Pemeriksaan paru didapatkan ronkhi basah halus namun tidak jelas.
Pemeriksaan jantung dalam batas normal. Tampak wajah, telapak tangan dan
kaki pucat. Pemeriksaan hepar teraba 3 cm bawah arcus costae, lmpa
Schuffner I. Edema dorsum pedis, pretibial dan tungkai atas.
BAB IV
PEMBAHASAN
S 2 dd tab 1 d.c
k
S 2 dd tab 1 a.c
k
2. Tepat dosis : pada dewasa dapat diberikan metformin dengan jumlah dosis
500-850mg yang diminum 1-2 kali sehari.Dosis yang diresepkan adalah
dosis dewasa (1000 mg/hari) yang tidak melebihi dosis maksimumnya
(250-3000mg/hari) sehingga memiliki efek terapi.
5. Tepat waktu pemberian : pada saat makan, karena fungsi metformin untuk
menghambat glukosa yang masuk. Sedangkan glipzid diberikan sebelum
makan untuk kontrol gula dalam darah dan membantu pankreas
memproduksi insulin.
6. Tepat pasien : pasien diberi obat yang sesuai dengan kondisi fisiknya. Dari
segi ekonomi pun pasien masih mampu membelinya karen obat yang
diberikan dirasa tidak mahal.
1.2.Penulisan Resep Rasional pada Kasus Kelainan Hormon
S 3 dd tab 1 a.c
k
2. Tepat dosis : pada PTUtablet 50mg biasanya diberikan dengan dosis 100
mg setiap 8 jam. Sedangkan dosis awal yang direkomendasikan pada
propanolol adalah 50mg dengan pemberian 1-2 kali sehari.
6. Tepat pasien : pasien diberi obat yang tidak mahal dan sesuai dengan
kondisi pasien.
1.3.Penulisan Resep Rasional pada Kasus Gangguan Gizi
Dari hasil anamnesis yang telah diberikan, dokter memberikan saran untuk
makan makanan yang bergizi dan menjaga kebersihan diri serta lingkungan
rumah. Hal ini diberitahukan kepada orang tua pasien dan kemudian
melakukan peresepan obat yang sesuai dengan kondisi pasien.
dr. , S. Ked.
SIP : 113.5.571.09.XI.2018
Alamat : Jalan Badak No. 309, Kecamatan Way Hui,
Kota Bandar Lampung
HP : +62 811 2233 4455 Jam praktek : 18.00-21.00
S 2 dd c.orig 1 a.c
k
2. Tepat dosis : pada PTUtablet 50mg biasanya diberikan dengan dosis 100
mg setiap 8 jam. Sedangkan dosis awal yang direkomendasikan pada
propanolol adalah 50mg dengan pemberian 1-2 kali sehari.
3. Tepat bentuk sediaan obat : pasien merupakan orang anak yang masih
sukar apabila diberikan obat dengan sediaan tablet. Diberikan obat dalam
bentuk sirup juga memudahkan ia untuk menelan dan rasanya yang tidak
terlalu pahit.
6. Tepat pasien : pasien diberi obat yang tidak mahal dan sesuai dengan
kondisi pasien.