Panduan Penulisan Resep

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB I

DEFINISI

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, yang diberi izin
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek
untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien
(Syamsuni, 2006). Resep ini dibuat sesuai dengan kebutuhan pasien, setelah dokter
melakukan pemeriksaan medis dan menentukan diagnosis. Secara hukum, hanya dokter
umum, dokter spesialis, dan dokter gigi yang berwenang untuk menulis resep. Resep obat
dari dokter ini ada yang boleh diulang, artinya resep tersebut dapat digunakan kembali untuk
menebus obat, dan ada juga yang tidak bisa diulang, artinya resep hanya untuk satu kali
pengambilan obat. Setiap pasien berhak meminta salinan resep, namun pasien disarankan
untuk tetap berkonsultasi ke dokter yang meresepkan obat jika ingin menebus obat dengan
salinan resep obat tersebut.
Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis
jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana permintaan tersebut
disampaikan kepada farmasi atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk
sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak.
Dengan kata lain :
1. Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan dokter dalam memberikan obat
kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku,
diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai dengan
yang tertulis. Pihak apoteker berkewajiban melayani secara cermat, memberikan
informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan mengkoreksinya bila
terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian obat lebih rasional,
artinya tepat, aman, efektif, dan ekonomis.
2. Wujud akhir kompetensi dokter dalam medical care, secara komprehensif menerapkan
ilmu pengetahuan dan keahliannya di bidang farmakologi & teraupetik secara tepat,
aman dan rasional kepada pasien khususnya masyarakat pada umumnya (Jas, 2009).
Pemberian obat yang ditujukan untuk pengobatan suatu penyakit/kumpulan gejala
(sindrom) merupakan salah satu langkah dalam pengobatan terhadap pasien, dimana langkah
ini harus benar-benar mengutamakan penggunaan obat yang yang rasional. Dalam konteks
pengobatan, rasional berarti tepat diagnosa, tepat indikasi, tepat dosis, tepat waktu pemberian
dan juga tepat harga obatnya. Pilihan ini mencakup jenis obat dan ketepatan kondisi pasien,
dosis, waktu pemberian, rute pemberian, kombinasi obat dan lamanya pengobatan.
Tindakan/terapi dimulai setelah pemberian obat dan penggunaan obatnya oleh pasien
dan hasilnya harus dipantau serta diverifikasi apakah telah sesuai dengan tujuan terapi.
Dalam penggunaan obatnya, pasien harus diberikan penjelasan tentang obat yang diminum,
indikasi/tujuan obat, waktu minum obat, rute minum obat, efek samping obat, hal apa saja
yang harus dihindari selama minum obat dan lama obat tersebut diminum. Apabila hasil
menunjukkan perbaikan atau sesuai dengan tujuan terapi maka terapi bisa diteruskan atau
kalau tidak berhasil, dihentikan, terapi perlu dikaji ulang.
Kesalahan terapi (medication errors) sering terjadi di praktik umum maupun rumah
sakit. Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulit dibaca
merupakan faktor yang bisa meningkatkan kesalahan terapi. Setiap langkah mulai
pengumpulan data pasien (anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang
lainnya) berperan penting untuk pemilihan obat dan akhirnya penulisan resep.
Penulisan resep yang benar harus mengacu pada tatanan atau aturan yang baku sesuai
dengan kebijakan rumah sakit sehingga meminimalkan kesalahan dalam pembacaan resep
oleh apoteker/farmasi. Agar terdapat keseragaman pada penulisan resep oleh dokter, maka
seluruh dokter harus mengikuti standar penulisan resep yang benar yang berdasarkan
peraturan dari direktur rumah sakit.
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan penulisan resep ini adalah sebagai acuan bagi semua dokter umum, dokter
gigi, dokter spesialis dan dokter subspesialis di lingkungan RSU Bunda Thamrin Medan
dalam menulis resep bagi pasien.
Pada dasarnya obat akan diresepkan apabila memang diperlukan, dan dalam setiap
kasus, pemberian obat harus dipertimbangkan berdasarkan manfaat dan resikonya secara
(cost-benefit rasio). Kebiasaan peresepan obat yang tidak rasional akan berdampak buruk
bagi pasien seperti kurangnya efektifitas obat, kurang aman, dan biaya pengobatan tinggi.
Dokter dalam mewujudkan terapi yang rasional, memerlukan langkah yang sistematis dengan
moto 5T (Tepat obat, Tepat dosis, Tepat cara dan jadwal pemberian serta tepat bentuk
sediaan obat dan untuk penderita yang tepat). Preskripsi yang baik haruslah ditulis dalam
blanko resep secara lege artis, ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi
peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku.

Langkah-langkah pengobatan secara rasional:


Langkah 1 : Tetapkan masalah pasien
Sedapat mungkin diupayakan menegakkan diagnosis secara akurat berdasarkan Anamnesis,
pemeriksaan fisik yang seksama, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain
yang tepat. Diagnosis yang akurat serta identifikasi masalah yang jelas akan mempermudah
rencana penanganan.

Langkah 2 : Tentukan tujuan Terapi


Tujuan terapi disesuaikan untuk setiap masalah atau diagnosis yang telah dibangun
berdasarkan patofisiologi penyakit yang mendasarinya.

Langkah 3 : Strategi Pemilihan Obat


Setiap pemilihan jenis penanganan ataupun pemilihan obat obat harus sepengetahuan dan
kesepakatan dengan pasien. Pilihan penanganan dapat berupa penanganan non farmakologik
maupun farmakologik. Pertimbangan biaya pengobatan pun harus dibicarakan bersama-sama
dengan pasien ataupun keluarga pasien.
a. Penanganan Non Farmakologi
Perlu dihayati bahwa tidak semua pasien membutuhkan penanganan berupa obat.
Sering pasien hanya membutuhkan nasehat berupa perubahan gaya hidup, diet
tertentu sekedar fisioterapi atau psikoterapi. Semua instruksi tersebut perlu dijelaskan
secara rinci dan dengan dokumen tertulis.

b. Penanganan Farmakologik
Berdasarkan pemahaman patofisiologi penyakit serta farmakodinamik obat dilakukan
pemilihan jenis obat dengan mempertimbangkan efektivitas keamanan, kenyamanan,
dan harga obat.

Langkah 4 : Penulisan Resep Obat


Sebuah resep obat berisi perintah dari penulisnya kepada apoteker sebagai pihak yang
menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus ditulis dengan jelas, mudah dibaca, dan
memuat informasi nama dan alamat penulis resep, tanggal peresepan, nama dan kekuatan
obat, dengan singkatan dan satuan yang baku, bentuk sediaan dan jumlahnya, cara pemakaian
dan peringatan. Nama, umur, dan tanggal lahir pasien, serta alamat juga dicantumkan,
kemudian dibubuhi tanda tangan dokter.

Langkah 5 : Penjelasan tentang Obat, Cara Pakai, Peringatan


Pasien memerlukan informasi, instruksi dan peringatan yang akan memberinya pemahaman,
sehingga ia mau menerima dan mematuhi pengobatan dan mempelajari cara minum obat
yang benar. Informasi yang jelas akan meningkatkan kepatuhan pasien. Informasi yang
diberikan antara lain :
1) Efek/indikasi obat: Efek utama obat yang menjadi dasar pilihan kita untuk mengatasi
permasalahan/diagnosis perlu dijelaskan kepada pasien, misalnya gejala demam dan
pusing akan berkurang atau hilang.
2) Efek samping: Demikian pula efek samping yang mungkin muncul akibat
menggunakan obat. Namun perlu bijaksana, agar pasien tidak justru menjadi takut
karenanya, yang penting pasien tahu dan bisa mengantisipasi bila efek samping itu
muncul, misalnya hipoglikemia akibat obat anti diabetes, mengantuk akibat anti-
histamin, dll.
3) Instruksi pemakaian: Pasien harus jelas tentang saat minum obat, cara minum obat,
misalnya obat diminum 3 kali (pagi, siang dan malam, sesudah/sebelum makan,
dengan cukup air, dst.), cara menyimpannya, apa yang harus dilakukan bila ada
masalah dst. Antibiotika misalnya harus diminum sampai habis sesuai dengan jumlah
yang diresepkan, sedangkan beberapa obat digunakan hanya bila diperlukan saja. Ada
obat yang diminum secara bertahap dengan dosis berangsur-angsur naik dan setelah
itu berangsur-angsur turun (kortikosteroid).
4) Peringatan: terkait dengan efek samping, misalnya tidak boleh mengemudi dan
menjalankan mesin karena efek kantuk obat.
5) Kunjungan berikutnya: jadwal kunjungan berikutnya ke dokter (untuk evaluasi dan
monitor terapi).
6) Sudah jelaskah semuanya: Pasien perlu ditanya apakah semua informasi yang
diberikan telah dimengerti dengan baik. Pasien bisa diminta untuk mengulang
segenap informasi yang telah disampaikan.

Langkah 6 : Pemantauan Pengobatan


Pemantauan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan dan sekaligus menilai apakah
diperlukan tambahan upaya lain. Pemantauan dapat dilakukan secara pasif maupun aktif.
Pemantauan pasif artinya dokter menjelaskan kepada pasien tentang apa yang harus
dilakukan bila pengobatan tidak manjur. Pemantauan aktif berarti pasien diminta dating
kembali pada waktu yang ditentukan untuk dinilai hasil pengobatan terhadap penyakitnya

Pengobatan yang rasional diawali dengan penulisan resep oleh dokter secara rasional,
dengan langkah-langkah :
 Diagnosis yang tepat.
 Memilih obat yang terbaik dari pilihan yang tersedia.
 Memberi resep dengan dosis dan jangka waktu yang cukup.
 Berdasarkan pada pedoman pengobatan yang berlaku saat itu.
 Resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana komunikatif profesional dari dokter
dan penyedia obat, untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan kebutuhan
medis yang telah ditentukan.

Dalam suatu resep harus terkandung unsur-unsur informasi mengenai pasien,


pengobatan yang diberikan dan siapa dokter yang menuliskan resep. Apabila seorang dokter
akan menuliskan resep, pertanyaan yang muncul adalah apakah resep akan ditulis dengan
nama generik atau dengan nama dagang. Penulisan resep melibatkan beberapa keputusan
yaitu : kapan dan berapa banyak yang harus diresepkan dan bagaimana meresepkan yang
meliputi masalah teknis, medis, kefarmasian dan ekonomi.
Penulisan resep yang rasional yang berarti penggunaan obat secara rasional.
Penggunaan obat secara rasional adalah pasien yang mendapatkan pengobatan sesuai dengan
kebutuhan klinisnya, dosis yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, untuk
periode waktu yang cukup dan dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Faktor yang mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep :
a. Masalah diagnosis, proses penegakkan diagnosis yang lebih ditentukan oleh kebiasaan
dari deduksi ilmiah menggiring dokter ke pengobatan yang irrasional. Bila diagnosis
belum dapat diterapkan, sering terjadi bahwa berbagai kemungkinan diagnosis
diferensial kemudian diobati dan disebut sebagai defensive therapy dan berarti
penggunaan obat secara polifarmasi untuk menutupi berbagai kemungkinan itu.
b. Pengaruh industri, pengaruh promosi sangat efektif, walaupun dilakukan dengan cara
yang tidak menyolok, misalnya dengan mengadakan seminar atau memberi
kepustakaan yang tentunya mendukung produknya sertatidak memperlihatkan segi-
segi lainnya yang kurang mendukung. Pendidikan berkelanjutan seperti ini lebih
bersifat komersil.
c. Farmasi (Dispenser). Pemberian informasi mengenai obat khususnya kepada dokter
mempengaruhi penulisan resep, hal ini berkaitan dengan pendidikan. Informasi dapat
diberikan secara aktif melalui pelayanan informasi obat atau pasif misalnya melalui
bulletin atau newsletter. Peran farmasi juga terlihat mulai dari perencanaan,
pengadaan dan pendistribusian obat di rumah sakit.
d. Pasien/masyarakat. Salah satu dasar pengobatan rasional adalah penggunaan bukti
ilmiah yang sahih (valid) dan ini didapatkan lewat penelitian yang dirancang secara
seksama. Pembuktian efektifitas obat dilakukan lewat uji klinik (clinical trial).
Standard tertinggi uji klinik adalah uji klinik tersamar (Randomised clinical
trials/RCTs). Dalam RCT obat bisa dibandingkan dengan plasebo, atau “head-to-
head” dengan obat “kompetitor”. Sedangkan opini para ahli memiliki tingkatan bukti
“terendah”. Uji laboratorium pada sel, organ dan binatang sering disebut juga uji pre-
klinik, sebagai saringan pertama calon obat dari segi toksisitas, farmakokinetik, dan
farmakodinamik (mekanisme kerja obat). Systematic reviews atau meta-analisis
adalah studi yang dilakukan terhadap kumpulan RCT dengan tujuan utama
mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang suatu obat atau pengobatan
terhadap berbagai kondisi.
BAB III
TATA LAKSANA

A. PENGERTIAN UMUM TENTANG RESEP


1. Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan yang berlaku.

2. Ukuran Lembaran Resep


Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10-12
cm dan panjang 15-20 cm.

3. Jenis-Jenis Resep
1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan
dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep
sesuai dengan buku standar.
2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau
diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam
pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.
3. Resep medicinal. Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun
generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi : Organisasi
Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS),
Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan lain-lain.
4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk
sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami
peracikan.

4. Penulis Resep
Yang berhak menulis resep adalah tenaga medis yang memiliki izin praktik di RSRP dan
mempunyai kewenangan untuk menulis resep, yaitu :
a. Dokter Umum.
b. Dokter Spesialis dan Subspesialis
c. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.
5. Latar Belakang Penulisan Resep
Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar
dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical
(obat narkotika, psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian
obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep
dokter (on medical prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter
sebagai “medical care” dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh
masyarakat, apotek sebagai organ distributor terdepan berhadapan langsung dengan
masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan sebagai “pharmaceutical care” dan informasi
obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas kesehatan seperti apotek/rumah
sakit. Di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini harus berada dalam
satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan menyembuhkan
pasien.

6. Tujuan Penulisan Resep


Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di
bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Umumnya,
rentang waktu buka instalasi farmasi dalam pelayanan farmasi jauh lebih panjang daripada
praktik dokter, sehingga dengan penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam
mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep
pula, peran, dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat
dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masyarakat
secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat lebih rasional
dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat
secara tepat, ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan
berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan material oriented. Resep itu sendiri dapat
menjadi medical record yang dapat dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia.

7. Kerahasiaan dalam Penulisan Resep


Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian, oleh
karena itu tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak. Resep
diperlukan untuk menjaga hubungan dan komunikasi kolegalitas yang harmonis di antara
profesional yang berhubungan, antara lain: medical care, pharmaceutical care & nursing
care, rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita, khusus beberapa
penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Oleh karena itu
kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep.
Resep asli harus disimpan di instalasi farmasi dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang
berhak, yaitu :
1. Dokter yang menulis atau merawatnya.
2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.
3. Paramedis yang merawat pasien.
4. Apoteker .
5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan
untuk memeriksa.
6. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran.

8. Format Penulisan Resep


Resep terdiri dari 6 bagian :
1. Inscriptio : Sebagai identitas dokter penulis resep. Penulisan identitas dokter harus
lengkap, meliputi: Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal
penulisan resep, serta tanda tangan dokter, jika resep berisi narkotika/psikotropika
maka harus mencantumkan nomor surat ijin praktik (SIP) dan alamat
dokter yang menulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon. Untuk obat
narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Format inscriptio suatu resep dari
rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya
ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di
apotek/rumah sakit. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep,
diperlukan penulisan R/ lagi.
3. Prescriptio/ Ordonatio : merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan
jumlah obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas. Cara penulisan (dengan
singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang digunakan.
Contoh:
a. m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
b. m.f.l.a. sol
c. m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.
Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah
makan)
5. Subscriptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas
dan keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Penulisan identitas
pasien harus lengkap, meliputi : nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, dan
umur, berat badan dan tinggi badan pasien, ruang/poli dan diagnosis atau tindakan.
untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke
Dinkes setempat).
9. Tanda-tanda pada resep
1. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda
segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep,
yaitu:
- Cito! = segera
- Urgent = penting
- Statim = penting sekali
- PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda
Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.
2. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang,
dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan
berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2
x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3 x. Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika,
harus resep baru.
3. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar resepnya
tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48 WG ayat (3);
SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh diulang adalah
resep yang mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah
ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes Republik Indonesia.
4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika
dokter sengaja memberi obat dosis maksimum dilampaui.
5. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada
iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk
dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya
diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat
lainnya.

10. Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya


Syarat – syarat dalam penulisan resep mencakup :
1. Resep ditulis jelas dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya
dan pemberian obat kepada pasien.
2. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
3. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan
signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik.
4. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu
setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II.
5. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.
6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.
7. Nama pasien dan tanggal lahir harus jelas.
8. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
mencantumkan nomor S.I.P dokter penulis resep dan dicantumkan alamat pasien dan
resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter.
9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri),
karena menghindari material oriented.
10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.
11. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat
kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.

11. Prinsip penulisan resep


Berikut ini prinsip penulisan resep :
1. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau kimia.
2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantum di label kemasan.
3. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi.
4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep.
5. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.
6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.
12. Karakteristik Menulis Resep
Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri yang berikut:
1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan
medik dan informatif.
2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah atau berikanlah.
3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian
ditulis dalam angka Romawi dan harus ditulis dengan jelas.
a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis
dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk
sediaan (m.f. = misce fac, artinya campurlah, buatlah).
b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang
saja dan jumlah sesuai dengan kemasannya.
4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misal:
- Codein, tidak boleh menjadi Kodein .
- Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F.
5. Signatura ditulis dengan jelas, tutup dan paraf.
6. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir, Ny. Supiah,
Ana (5 tahun).
7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume sediaan
sesudah bentuk sedíaan.
8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis
dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte.

13. Permasalahan dalam Menulis Resep


Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini
menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul
berupa:
1. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info
yang penting, seperti :
 Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenarnya dimaksudkan.
 Menulis resep dengan tidak jelas/ tidak terbaca
 Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang tidak
terstandarisasi
 Menulis instruksi obat yang ambigu
 Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut
 Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih dari satu rute.
 Meresepka obat untuk diberikan melalui infus intavena intermitten tanpa
menspesifikasi durasi penginfusan.
 Tidak mencantumkan tanda tangan penulis resep.

2. Kesalahan dalam transkripsi


 Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang
digunakan pasien sebelum ke rumah sakit.
 Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika
menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit.
 Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang didaftar obat pasien.
 Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang
diresepkan untuk pasien rawat inap.

14. Tata Cara Penulisan Resep


Resep yang lengkap menurut Peraturan Menkes RI No. 56/2014 memuat:
a. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktik Dokter (SIP)
b. Tanggal penulisan resep
c. Nama setiap obat/komponen obat
d. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
e. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi
dosis maksimum

15. Syarat – syarat dalam penulisan resep mencakup :


1. Semua instruksi pengobatan pasien ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP pada
lembar “instruksi dokter” dalam berkas rekam medis
2. Resep ditulis oleh dokter berdasarkan yang ditulis dalam rekam medis
3. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam
pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.
4. Riwayat alergi pasien harus ditulis pada lembar resep. Jika ada alergi ditulis nama
obatnya.
5. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
6. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan tindasan
7. Identitas pasien (nama, tanggal lahir/umur dan jenis kelamin) harus jelas.
8. Penulisan resep
a. Resep hanya boleh ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP
b. Format resep menggunakan formulir resep RSU Bunda Thamrin Medan untuk
resep rawat jalan dan menggunakan formulir permintaan obat rawat inap RSU
Bunda Thamrin Medan, untuk resep rawat inap
c. Nama obat:
- Nama obat tidak boleh disingkat
- Dimulai dengan huruf besar
- Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope
Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
- Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau
singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
d. Untuk singkatan U; IU; QD; QOD; X,0; ,0; MS, MSO4, dan MGSO4 tidak
boleh digunakan dalam penulisan resep, harus ditulis nama panjangnya.
e. Penulisan resep harus jelas dan berisi informasi: tanggal resep, nama obat,
dosis, bentuk sediaan, jumlah obat, aturan pakai, dan rute pemberian.
f. Penulisan identitas dokter harus lengkap, meliputi nama dokter, serta tanda
tangan dokter, jika resep berisi narkotik maka harus mencantumkan SIP dan
alamat dokter yang menulis resep.
g. Penulisan identitas pasien harus lengkap, meliputi: nama pasien, nomor rekam
medis, umur, dan tanggal lahir, berat badan pasien, ruang/poli dan diagnosis
atau tindakan.
9. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu
setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja. Jumlah obat yang dibutuhkan
ditulis dalam angka romawi.
10. Penulisan jumlah/ kadar obat yang ditulis dalam bentuk sistem metrik mengikuti
satuan berikut:
a) berat ˂ 1 gram = mg (miligram)
b) berat ˂ 1 mg = mcg (microgram)
c) volume ˂ 1 liter = ml (mililiter)
d) sediaan TPN/elektrolit = mEq (miliequivalent)
e) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair drop
 Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
f) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair atau drop untuk takaran
sediaan cairnya :
 sendok teh (cth.) = 5 ml
 sendok bubur = 10 ml
 sendok makan (C) = 15 ml
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tang
ga karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk
sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml)
yang disertakan dalam sediaaan cair paten.
11. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:
i. Tab Novalgin no. XII
ii. Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
iii. m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
12. Arti prosentase (%)
 0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
 0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
 0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
13. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)
14. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di
pasaran
dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, mis
alkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
15. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan
jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
– Alerin exp. yang volume 60 ml atau 120 ml
– Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
16. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tid
ak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan
spesialistis
 Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
 Tab Antalgin mg 500 X
 Tab Novalgin mg 250 X
17. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar. Misal: S.t.d.d.pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down” gunakan
tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien
ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.
18. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter
bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa
resep dokter.
19. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup (untuk 1
R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan pada setiap
R/.
20. Penulisan tanda Iter (Iterretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh
diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah
kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep, maka
ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh diulang, dapat
diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang tidak boleh
diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang
21. Penulisan tanda Cito atau PIM.
Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperluka
bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis di
sebelah kanan atas resep.
B. PETUNJUK PENULISAN RESEP 1. Mengisi kolom riwayat
alergi obat
2. Mengisi identitas pasien
Gambar 1 : Petunjuk Penulisan Resep (Nama, Tgl Lahir, No RM,
RUMAH SAKIT UMUM BUNDA Nama : L/P : Alamat, Jenis kelamin)
THAMRIN Tgl Lahir : 3. Mengisi Berat badan dan
Jalan Sei Batang Hari no 28-30, No. RM : BB : status pasien saat ini
Medan Baru Alamat : (sedang hamil/menyusui).
Mm Telp. (061) 88813615-88813616- 4. Tanggal penulisan resep
88813617-88813618
Fax. (061) 80501822
Alergi Obat : Hamil: Ya Tidak Tanggal:
Menyusui : Ya Tidak
Benar Benar Benar Benar Benar Interaksi Kejelasan
Pasien Obat Dosis Rute Waktu Obat tulisan resep TELAAH RESEP (APOTEKER)

R/Ceftriaxone 1 g inj. No. IV


s.2 d d 1.

R/ Paracetamol 500 mg tab No. IX


S. prn (max 3 dd 1)

R/ Simvastatin 20 mg tab No. X 1.


2.
Tanda R/ pada setiap resep
Nama Obat ditulis sesuai dengan
S. 1 dd 1 nama dalam formularium,
dilengkapi dengan bentuk sediaan
obat (contoh : injeksi, tablet,
salep, kapsul) disertai dengan
kekuatannya (contoh : 500 mg, 1
mg).
3. Jumlah sediaan
4. Bila obat berupa racikan,
dituliskan nama setiap
jenis/bahan obat dan jumlah
bahan obat (untuk bahan padat :
mikrogram, miligram, gram) dan
untuk cairan : tetes, mililiter,
liter).
5. Pencampuran beberapa obat jadi
dalam satu sediaan TIDAK
dianjurkan, kecuali sediaan dalam
bentuk campuran tersebut telah
terbukti aman dan efektif.
6. Aturan pakai (frekuensi, dosis,
rute pemberian) untuk aturan
pakai.
7. Untuk aturan pakai PRN dituliskan
Nama & TTD Ditelaah oleh Dipersiapkan Diperiksa oleh Diterima indikasi dan dosis maksimal
Dokter oleh oleh penggunaan sehari.

Diserahkan oleh

Staff farmasi mengisi :


Nama dan TTD Dokter
1. Penelaahan Resep
2. Persiapan Obat
3. Pemeriksaan kembali Obat
yang akan diserahkan
4. Penyerahan Obat
BAB IV

DOKUMENTASI

Gambar 2. : Blanko Resep RSU Bunda Thamrin Medan

Anda mungkin juga menyukai