Pedoman Pelayanan Anestesi Dan Sedasi
Pedoman Pelayanan Anestesi Dan Sedasi
Pedoman Pelayanan Anestesi Dan Sedasi
NORFA HUSADA
Jln. Mayor Ali Rasyid No. 17 ABCD Telp : (0762) 21600 – Fax : (0762) 21672 HP. 082248513243
BANGKINANG
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI DAN SEDASI
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NORFA HUSADA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan
pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Rumah sakit
sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat
memberikan pelayanan yang professional dan berkualiatas.
Pelayanan anestesi dan sedasi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengan cepat, seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang anestesi. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesi dan sedasi ini tidak diimbangi dengan
jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakakn
anestesi di rumah sakit dilakukan oleh penata anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini
menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesi.
Pelayanan anestesi di rumah sakit antara lain, meliputi pelayanan anestesi/analgesik di kamar bedah
dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, nyeri akut dan kronik, resusitasi jantung paru
dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif. Jenis pelayanan yang di berikan oleh setiap
rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah
sakit tersebut.
Rumah sakit harus menyediakan pelayanan anestesi (termasuk sedasi sedang dandalam)untuk
memenuhi kebutuhan pasien dan pelayanan tersebut memenuhi peraturanperundang-undangan serta
standar profesi.Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam (termasuk layanan yang diperlukan
untuk kegawatdaruratan) tersedia 24 jam. Sedasi dan anestesi membutuhkan asesmen lengkap dan
komprehensif serta monitoring pasien terus menerus.
Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesi di rumah sakit, disusunlah
pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesi dan sedasi di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang,
yang mengatur tentang pelayanan anestesi sebagai bagian dari tindakan diagnostik dan terapeutik.
Kebijakan pelayanan anestesi ini mengatur pelayanan anestesi yang dilakukan oleh dokter spesialis
anestesi, yang mengacu pada PERMENKES No.519/MENKES/PER/III/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di rumah sakit.
B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari adanya pedoman pelayanan anestesi dan sedasi RSIA Norfa
Husada adalah untuk menetapkan kebutuhan dan standar minimal pada pelayanan anestesi yang
dilakukan di RSIA Norfa Husada, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan anestesi serta sedasi moderat dan dalam yang adekuat, regular,
dan nyaman yang memenuhi standar profesi dan peraturan perundang-undangan.
2. Menerapkan budaya keselamatan pasien.
3. Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan akreditasi rumah sakit.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan anestesi di RSIA Norfa Husada meliputipelayanan anestesi serta sedasi
moderat dan dalam untuk memenuhi kebutuhan pasien (termasuk layanan yang diperlukan untuk
kegawatdaruratan) tersedia 24 jam, sebagai berikut:
1. Pelayanan anestesi yang diberikan adalah seragam di seluruh unit dimana pelayanan anestesi
dilakukan.
2. Pelayanan anestesi meliputi: penilaian pre-anestesi, tindakan anestesi yaitu sedasi, anestesi umum
dan anestesi regional (spinal, epidural dan blok saraf perifer), pemantauan selama anestesi,
pelayanan pasca anestesi, tatalaksana nyeri, management ICU, Resusitasi Jantung Paru dan
transportasi medis pasien. (sesuai lampiran – 1 Ruang lingkup pelayanan departemen anestesi)
3. Dokter spesialis anestesi melakukan tindakan anestesi yang meliputi: sedasi sedang dan dalam,
anestesi umum dan anestesi regional (spinal, epidural dan blok saraf perifer) dengan perawat
anestesi bertugas sebagai asisten saat dokter spesialis anestesi melakukan tindakan anestesi
4. Pelayanan anestesi dapat diberikan untuk kebutuhan tindakan diagnostik dan terapeutik.
5. Penjelasan dan inform consent diberikan kepada pasien, keluarga atau penanggung jawab pasien
atas risiko, manfaat dan alternatif dari tindakan anestesi yang akan dilakukan Dokter spesialis
anestesi
D. Batasan Operasional
Pelayanan anesthesia adalah tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga medis anestesiologi. Tindakan
tersebut meliputi : anestesi umum, regional serta pemberian sedasi sedang dan dalam.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nmor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedoman
penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Pendidikan Jumlah
Dokter Spesialis Anestesi 2
Penata Anestesi 3
Pelayanan anestesi serta sedasi mederat dan dalam berada di bawah penanggung jawab pelayanan
anestesi yang memenuhi peraturan perundang-undangan.
Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam, diketuai oleh seorang kepala Staf Medik
Fungsional (SMF), pelayanan dilakukan oleh koordinator pelayanan yang terdiri dari dokter spesialis
anestesi dan penata anestesi yang terlatih.
Adapun kualifikasi dan uraian tugas tenaga-tenaga tersebut adalah:
1. Kepala SMF anestesi
a. Tugas
1) Mengkoordinasi kegiatan pelayanan anestesi dan sedasi sesuai dengan sumber daya
manusia, sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia
2) Melakukan koordinasi dengan instalasi lain yang terkait.
b. Tanggung jawab
1) Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi
2) Melakukan pengawasan administratif
3) Menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan
4) Menjamin kompetensi sumber daya manusia yang melaksanakan pelayanan anestesi dan
sedasi
5) Menjamin sarana, prasarana, dan peralatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan
standar
6) Menjamin dapat terlaksananya pelayanan anestesi dan sedasi yang bermutu dengan
mengutamakan keselamatan pasien
7) Meningkatkan dan mengembangkan kompetensi sumber daya manusia pelayanan anestesi
secara berkesinambungan.
2. Koordinator Pelayanan
Koordinator pelayanan adalah dokter spesialis anestesi. Jika tidak ada dokter spesialis
anestesi maka koordinator pelayanan di tetapkan oleh direktur rumah sakit yang diatur dalam
peraturan internal rumah sakit.
a. Tugas
1) Mengawasi pelayanan anestesi setiap hari
2) Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan anestesi
3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membuat laporan kegiatan berkala.
b. Tanggung jawab
1) Menjamin terlaksananya pelayanan anestesi dan sedasi yang bermutu dengan
mengutamakan keselamatan pasien
2) Pelaksanaan pencatatan, evaluasi, dan pembuatan laporan kegiatan di dalam rumah sakit
3) Pelaksanaan program untuk menjaga mutu pelayanan anestesi dan keselamatan pasien di
rumah sakit.
B. Distribusi Ketenagaan
RSIA Norfa Husada memiliki kapasitas tiga kamar operasi. Satu kamar operasi khusus untuk
operasi mata, kebanyakan operasi dengan pembiusan lokal. Jumlah tenaga penata anestesi sebanyak 5
orang dan satu orang dokter spesialis anestesi. Untuk perawat anestesi didistribusikan satu orang di
masing-masing kamar operasi. Sedangkan untuk dokter spesialis anestesi sebagai Kepala Anestesi baik
operasi emergensi maupun elektif.
A. Denah Ruangan
Denah ruangan terdapat dalam lampiran
B. Standar Fasilitas
Standar fasilitas yang ada di kamar bedah RSIA Norfa Husada adalah:
1. Ruang persiapan
a. Oksigen 1
b. Standar infus 1
2. Ruang operasi
a. Mesin anestesi 3
b. Bed side monitor 3
c. Laringoskop dewasa 3
d. Laringoskop anak 1
ukuran
f. Orofaringeal semua ukuran 15
i. Troli emergency
j. Stetoskop dewasa 1
k. Stetoskop anak 3
3. Ruang pemulihan
a. Bed side monitor 5
b. Suction central 3
c. O2 central 5
d. Nierbeken 1
e. Troli emergency 1
f. Stetoskop dewasa 1
1
g. Stetoskop anak
3
h. Orofaringeal semua ukuran
i. Blengket warmer
3
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan operasi disesuaikan dengan yang telah direncanakan oleh operator apabila tidak ada kontra
indikasi anestesi.
C. Persiapan Operasi
Persiapan operasi meliputi persiapan fisik dan mental pasien sejak ditetapkan akandilakukan tindakan
anestesi dan pembedahan. Persiapan dilakukan beberapa hari sebelum operasi dan pada hari/sesaat
sebelum operasi.Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, anestesiologis
bertanggungjawab terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan dokter dan petugas non-dokter yang
kompeten dan berkualitas dalam memberikan pelayanan/prosedur anestesi kepada setiap pasien.
2. Evaluasi Pre-Anestesi Pasien
a. Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya perencanaan anestesi yang baik,
dimana perencanaan tersebut juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat
mempengaruhi tindakan anestesi.
b. Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan dan pencatatandata pre-
operatif pasien, anestesiologislah yang memegang tanggung jawab terhadapevaluasi
keseluruhan pasien.
Rekomendasi ini diaplikasikan untuk pasien sehat yang akan menjalani prosedur elektif. Tidak ditujukan untuk
wanita hamil.Perlu diingat bahwa dengan mengikuti pedoman ini tidak menjamin pengosongan lambung yang
sempurna. Periode puasa minimal diaplikasikan untuk semua usia.
Contoh cairan bening/jernih adalah: air putih, jus buah tanpa bulir/ampas, minuman berkarbonasi, teh, dan
kopi.
Konsistensi susu sapi mirip dengan makanan padat dalam waktu pengososngan lambung, jumlah susu yang
diminum harus dipertimbangkan saat menentukan periode waktu puasa yang tepat.
Contoh makanan ringan adalah roti dan cairan bening.Makanan yang digoreng, berlemak, atau daging dapat
memperlama waktu pengosongan lambung.Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi harus
dipertimbangkan saat menentukan periode waktu puasa yang tepat.
D. Kerjasama Antar disiplin
Kerjasama antar disiplin ilmu pada periode pre,durante, dan post anestesi dapatberupa konsultasi, rawat
bersama, alih rawat, dan pendampingan dengan dokter lain.
E. Pelayanan Anestesi
1. Beberapa prinsip yang sangat penting untuk diperhatiakan dalam pelayanan anestesi adalah:
a. Standar, Pedoman, dan Kebijakan ASA harus diimplementasikan pada semua kondisi dan
situasi, kecuali pada situasi dimana hal tersebut tidak sesuai/tidak dapat diaplikasikan pada
layanan rawat jalan.
b. Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam: baik pada kasus-kasus pelayanan rawat
inap, siap sedia menerima telepon/konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas sepanjang
waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien, hingga pasien diperbolehkan pulang dari
rumah sakit.
c. Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan diorganisir sejalan dengan regulasi dan
kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya harus
memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi, danobat-obatan emergensi yang
dapat diandalkan.
d. Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu melakukan prosedur-
prosedur yang diperlukan pada suatu rumah sakit, yang terdiri atas:
1) Petugas profesional
a) Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) / sertifikat yang
memenuhi syarat.
b) Perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat
2) Petugas administratif
3) Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
e. Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan peninjauan ulang, penyesuaian
kewenangan, jaminan mutu, dan evaluasi rekan sejawat.
f. Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk
menanganisituasi emergensi. Harus dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk menangani
situasi emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas pelayanan akut.
g. Layanan pasien minimal meliputi:
1) Intruksi dan persiapan preoperatif.
2) Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh anestesiologis, sebelum
dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. Pada kondisi dimana tidak terdapat petugas
medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi yang didapat dan mengulangi serta
memcatat elemen-elemen penting dalam evaluasi.
3) Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.
4) Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan dengan pasien, kemudian
mendapat persetujuan pasien. Kesemuanya ini harus dicatat di rekam medis pasien.
5) Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain yang kompeten, atau petugas
anestesi non-dokter yang dipandu atau dibimbing secara langsung oleh anestesiologis.
6) Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter
7) Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus didampingi oleh orang dewasa saat
pemulangan pasien.
8) Intruksi pasca operasi dan pemantauan selanjutnya harus dicatat dalam rekam medis.
9) Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.
Sering memerlukan
Jalan nafas Tidak terpengaruh Tdak perlu intervensi Mungkin perlu intervensi
intervensi
Ventilasi spontan Tidak terpengaruh Adekuat Dapat tidak adekuat Sering tidak adekuat
5. Manajemen Keselamatan Pasien Dalam penggunaan Sedasi Ringan dan Sedasi Sedang Oleh
Perawat Dan Asisten Anestesi.
a. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama
perawatan pasien (pre, intra, dan pasca-prosedur).
b. Saat pasien diberi sedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir/mendampingi di
ruang tindakan.
c. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi pasien
sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan risiko anestesi.
d. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan
pasien/menurunkan kualitas pelayanan pasien.
e. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasiemergensi
dimana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan nafas.
f. Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh praktisi
yang melakukan sedasi/anestesi dan dokter non-anestesi yang mengawasinya.
(2) Oksigenasi
(a) Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses anastesi.
(b) Gunakan oksimetri denyut (pulse oxymetri)
(3) Respon terhadap perintah verbal (jika memungkinkan)
(4) Ventilasi paru (observasi, auskultasi)
(a) Semua pasien yang menjalani anastesi umum harus memiliki ventilasi yang
adekuat dan dipantau secara terus menerus
(b) Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada, pergerakan kantong pernapasan,
auskultasi dada.
(c) Pemantauan karbondioksida yang dieksperasi untuk pasien yang terpisah
dari pengasuh / keluarganya.
(d) Jika terpasang ETT / LMA pastikan posisi terpasang dengan benar
(e) Kapnografi
(5) Sirkulasi
(a) Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular yang
signifikan
(b) Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)
(c) Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 menit (kecuali
dikontraindikasikan)
(d) Pasien dengan anastesi umum: semua hal di atas ditambah evaluasi kontinu
fungsi sirkulasi dengan: palpasi nadi, auskultasi bunyi jantung, takanan intra-
arteri, oksimetri.
(6) Temperatur tubuh
b) Pencatatan data untuk sedasi berat / dalam:
(1) Respon terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih intens (kecuali dikontra
indikasikan)
(2) Pemantauan karbondioksida yang di ekspresikan untuk semua pasien
(3) EKG untuk semua pasien
5) Personel / petugas
a) Sebaiknya ada petugas anastesi non-dokter yang hadir dalam proses anastesi,
bertugas untuk memantau pasien sepanjang prosedur berlangsung.
b) Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, melakukan ventilasi
tekanan positif dan resusitasi (bantuan hidup lanjut) selama prosedur berlangsung.
c) Petugas ini boleh membantu dengan melakukan tugas-tugas ringan lainnya saat
pasien sudah stabil.
d) Untuk sedasi berat/dalam
e) Petugas yang melakukan pemantauan tidak boleh diberikan tugas/pekerjaan lain.
6) Pelatihan
a) Farmakologi obat-obat anestesi dan analgesik
b) Farmakologi obat-obat antagonis yang tersedia
c) Ketrampilan bantuan hidup dasar
d) Ketrampilan bantuan hidup lanjut
7) Peralatan emergensi
a) Suction, peralatan patensi jalan nafas dengan berbagai ukuran, ventilasi tekanan positif
b) Peralatan intravena, obat-obatan antagonis, dan obat-obatan resusitasi dasar
c) Peralatan intubasi
d) Defibrilator yang tersedia setiap saat dan dapat segera dipakai (untuk pasien-pasien
dengan penyaki kardiovaskuler)
e) Untuk sedasi berat/dalam: defibrilator tersedia setiap saat dan dapat segera dipakai
(untuk semua pasien)
8) Oksigen tambahan
a) Tersedianya peralatan oksigenisasi
b) Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia
c) Untuk sedasi berat/dalam: pemberian oksigen kepada semua pasien (kecuali
dikontraindikasikan)
9) Pilihan obat-obat anestesi
a) Sedatif: untuk mengurangi ansietas/kecemasan, menyebabkan kondisi somnolen
b) Analgesik: untuk mengurangi nyeri
c) Kombinasi sedatif dan analgetik: efektif untuk sedasi sedang dibandingkan dengan
penggunaan satu jenis obat
10) Titrasi dosis
a) Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan interval yang cukup antar
pemberian untuk memperolaeh efek yang optimal
b) Penggunaan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif dan analgetik
c) Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek obat
sedasi/analgesik tidak direkomendasikan.
11) Penggunaan obat anestesi induksi (propofol, ketamin)
a) Biasanya digunakan untuk anestesi umum
b) Propofol dan ketamin efektif digunakan untuk anestesi sedang
c) Methohexital efektif untuk anestesi dalam/berat
d) Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan pasien dengan
sedasi berat harus dipantau secara konsisten termasuk jika pasien jatuh ke dalam
anestesi umum.
12) Akses intravena
a) Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan akses intravena dengan
baik selama prosedur hingga pasien terbebas dari risiko depresi kardiorespirasi.
b) Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil berdasarkan kasus per-
kasus.
c) Tersedia personel/petugas yang memiliki ketrampilan/keahlian mengakses jalur
intravena
13) Obat antagonis: tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien diberikan obat
opioid/benzodiazepine
14) Pemulihan
a) Observasi sampai pasien terbebas dari risiko depresi kardiorespirasi
b) Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien terbebas dari risiko
hipoksemia
c) Gunakan kreteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir risiko depresi
kardiorespirasi setelah pasien dipulangkan.
15) Situasi khusus
a) Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut, penyakit
jantung/paru/ginjal/hepar yang berat): konsultasikan dengan spesialis yang sesuai
b) Risiko gangguan kardiovaskuler/pernafasan yang berat atau diperlukannya
ketidaksadaran total pada pasien untuk menciptakan kondisi operasi yang memadai:
konsultasikan dengan anesthesiologis.
8. Laporan anestesi terlampir
BAB V
LOGISTIK
Logistik adalah segala sesuatu yang berhubungan untuk pemenuhan sarana dan prasarana baik
kebutuhan yang bersifat medik maupun non medik yang diperlukan untuk kebutuhan kamar bedah dalam
pemenuhan kebutuhan layanan anestesi.
Tujuannya adalah :
1. Tersedianya peralatan sesuai kebutuhan.
2. Memenuhi peralatan di Instalasi Kamar Bedah yang memadai untuk mendukung peningkatan mutu
pelayanan pembedahan secara efektif dan efisien.
3. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait dalam menyusun perencanaan alat.
Pengadaan obat dan bahan medis habis pakai anestesi adalah prosedur penyediaan obat habis
pakai ke bagian farmasi dan logistik RSIA Norfa Husada. Prosedur pengadaan obat dan bahan medis habis
pakai anestesi yaitu sebagai berikut:
A. Gudang Farmasi
1. Petugas administrasi kamar bedah mengajukan permintaan obat yang dibutuhkan untuk di masukkan
ke dalam sistem komputerisasi RSIA Norfa Husada
2. Daftar permintaan tersebut di print-out dan di tanda tangani oleh petugas, kemudian diserahkan ke
bagain logistik untuk di realisasikan
3. Setelah terealisasi, bagian administrasi/petugas kamar bedah akan mengambil barang ke gudang
farmasi beserta lembar serah terima
4. Bagian administrasi akan mengecek barang yang diterima dengan lembar permintaan dan menanda
tangani lembar serah terima
B. Gudang Logistik
1. Petugas administrasi kamar bedah mengajukan permintaan alat dan fasilitas penunjang yang
dibutuhkan untuk di masukkan ke dalam sistem komputerisasi RSIA Norfa Husada
2. Daftar permintaan tersebut di print-out dan di tanda tangani oleh petugas, kemudian diserahkan ke
bagain logistik untuk di realisasikan
3. Setelah terealisasi, bagian administrasi/petugas kamar bedah akan mengambil barang ke gudang
logistik beserta lembar serah terima
4. Bagian administrasi akan mengecek barang yang diterima dengan lembar permintaan dan menanda
tangani lembar serah terima.
Pertanggungjawaban untuk kelancaran pengadaan peralatan habis pakai dan fasilitas diatur sebagai
berikut:
1. Berkoordinasi dengan bagian farmasi dan logistik berkaitan dengan pengadaan obat, bahan habis
pakai dan fasilitas penunjang di kamar bedah
2. Berkoordinasidengan bidang sarana medis berkaitan dengan pemeliharaan dan perbaikan alat-alat
medis di kamar bedah
3. Berkoordinasi dengan bidang prasarana berkaitan dengan pemeliharaan dan perbaikan alat-alat non
medis, gedung, sarana dan prasarana non medik lainnya
4. Kepala pelayanan kamar bedah bertanggung jawab mengkoordinir pelaksanaan kebijakan fasilitas
dan peralatan baru di kamar bedah
5. Penanggung jawab kamar bedah bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan fasilitas dan
secara periodik.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih amansebagai syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh KARS.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnyaakuntabilitasrumahsakitterhadappasiendan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD).
A. Pendahuluan
Tenaga kesehatan yang merupakan orang – orang yang bekerja di bidang kesehatan, cukup
pengetahuan dan keterampilan serta pernah menempuh pendidikan dibidang kesehatan. Sebagai
tenaga kesehatan sangat banyak hal yang harus dihadapi dan di waspadai agar tidak menjadi dampak
buruk bagi petugas tersebut, terutama dalam melakukan tindakan harus memperhatikan keselematan
kerja untuk menghindari penularan penyakit serta risiko dari tindakan yang dilakukan.
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global.Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih tinggi karena
pengidap HIV tidak menampakkan gejala.Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan
14.000 penduduk berusia 15-49 tahun terinfeksi HIV.Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di negara-
negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan tasus yang sangat
bermakna. Ledakan kasus HIV/AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke masyarakat
melalui penduduk migran,sementara potensi penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui
perilaku seks bebas tanpa pelindung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum
ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit: tato,
tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan pada
pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan
hepatitis B di Indonesia padapendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C
dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Keduapenyakit ini sering tidak dapat dikenali
secara klinis karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakittersebut diatas memperkuat keinginan untuk
mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran
infeksi.Upayapencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui "Kewaspadaan Umum" atau "Universal
Precaution" yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi
"Petugas Kesehatan".
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak langsung
dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai risiko terpajan infeksi,
oleh sebab itu tenagakesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dari risiko tertular
penyakit agar dapat bekerja maksimal.
B. Tujuan
a. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri sendiri,
pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
b. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai risiko tinggi terinfeksi
penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap
petugas harus menerapkan prinsip "Universal Precaution".
Indikator mutu yang digunakan anestesi di RSIA Norfa Husada dalam memberikan pelayanan
anestesi di kamar operasi adalah:
A. Maintenance Alat
1. Maintenance Harian
Dilakukan setiap hari pada shift pagi
2. Maintenance Bulanan
Dilakukan maintenance bulanan oleh bagian sarana prasarana rumah sakit.
B. Kalibrasi Alat
Alat anestesi yang digunakan dilakukan kalibrasi secara berkala setiap 1 tahun sekali.
C. Sasaran/Indikator Mutu
1. Pelaksanaan asesmen prasedasi dan praanestesi.
Nilai capaian 100%
2. Proses monitoring status fisiologis selama anestesi.
Nilai capaian 100%
3. Proses monitoring serta proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam.
Nilai capaian 100%
4. Evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan dari lokal/regional ke general.
Nilai capaian ≥ 90%
5. Komplikasi anestesi karena overdosis, reaksi anestesi, dan salah penempatan endotracheal tube.
Nilai capaian ≤ 6 %
BAB IX
PENUTUP
Buku Pedoman Pelayanan Anestesi RSIA Norfa Husada ini mempunyai peranan penting sebagai
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan sehari-hari tenaga keperawatan dan medis yang bertugas di anestesi
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan khususnya pelayanan dalam bidang sedasi dan anestesi.
Penyusunan Buku Pedoman Pelayanan Anestesi ini adalah langkah awal kesuatu proses yang
panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasamadari berbagai pihak dalam penerapannya untuk
mencapai tujuan.
Ditetapkan di : Bangkinang
Pada Tangga : 08 November 2019
DIREKTUR RSIA NORFA HUSADA