Bab I, Ii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DENGAN METODE

DIGITAL STORYTELLING DENGAN TOKOH KARTUN DISNEY


TERHADAP PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI PADA ANAK
SDN 4 KLAMBU DESA KLAMBU KEC KLAMBU KAB
GROBOGAN JAWA TENGAH TAHUN 2019

Proposal Skripsi

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Keperawatan Gigi

NURUL TRI ATMAYANTI


P1337425219063

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN GIGI


JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sehat merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, karena dengan
kesehatan segalanya akan terasa indah, tanpa kesahatan segalanya akan sia-sia.
Kondisi sehat dapat dicapai jika seseorang bisa merubah perilaku dari yang tidak
sehat menjadi perilaku sehat. Semua orang menginginkan kehidupan yang sehat
dan terbebas dari berbagai penyakit, termasuk pada anak usia sekolah dasar agar
tercapai derajat kesehatan secara optimal, (Depkes RI, 2000: 23). Selain itu sehat
menurut World Health Organization (WHO) dalam Lossu, dkk (2015) mencakup
sehat jasmani, rohani dan sosial ekonomi.
Salah satu komponen kesehatan adalah kesehatan gigi dan mulut.
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari beberapa kesehatan yang tidak
bisa dipisahkan antara satu sama lain karena kesehatan gigi dan mulut ini juga
dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan (Lossu, dkk, 2015).
Mulut bukan hanya sekedar pintu masuknya makanan dan minuman tetapi fungsi
mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang yang menyadari besarnya peranan
mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Oleh karena itu kesehatan gigi
dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan seseorang dengan cara
menjaga kebersihan rongga mulut.
Salah satu faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut
pada anak-anak adalah faktor perilaku, itu ditunjukkan dengan anak-anak yang
mengabaikan kesehatan gigi dan mulut. Hal tersebut terjadi karena kurangnya
pengetahuan mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Oleh
karena itu, perilaku dapat mempengaruhi baik buruknya kesehatan gigi dan mulut
(Widayati, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 menunjukkan prevalensi
karies gigi di Indonesia masih tinggi. Prevalensi karies aktif di Indonesia
sebanyak 45,3%. Karies pada anak menjadi perhatian dalam bidang kesehatan
masyarakat secara signifikan. Center for disease control and prevention (CDC)
pada tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi karies pada anak usia prasekolah

1
2

sebesar 27% dan untuk anak usia sekolah sebesar 43% (Widyastuti dalam
Primantoro,2016).
Provinsi Jawa Tengah prevalensi penduduk yang masih mengalami
masalah gig dan mulut berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 sebanyak 43,4%.
Persentase responden yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut sebesar
54,0% ditemukan pada kelompok usia 5-9 tahun, karena pada usia 5-9 tahun
sebagian besar masih memiliki kebiasaan menggosok gigi yang keliru yaitu saat
mandi pagi dan mandi sore. Hal ini dibuktikan bahwa cara menyikat gigi yang
baik dan benar pada penduduk Indonesia hanya 2,8% (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan penelitian (Papalia dkk,2013) Anak-anak kelas 3 Sekolah
Dasar berada pada masa transisi tumbuh kembang gigi dan perkembangan kognitif
operasional konkret, masa ini disebut perkembangan intelektual dan pada usia ini
daya ingatan anak mencapai intensitas terbesar, terbaik, dan terkuat dan siswa
kelas 3 Sekolah Dasar umumnya masih menggunakan kurikulum 2006 sedangkan
kelas 4 Sekolah Dasar sudah menggunakan kurikulum 2013.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
tentang kesehatan gigi pada anak sekolah adalah dengan melakukan penyuluhan.
Penyuluhan dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang banyak disukai
dan digemari anak-anak, salah satunya adalah metode storytelling. Metode
storytelling merupakan metode pembelajaran yang paling menarik, paling disukai,
dan paling melekat dalam ingatan seorang anak karena pada hakekatnya sebuah
cerita sulit untuk dilupakan (Moeslichaton, 2010).
Selain metode storytelling, metode pemutaran video kartun pula mampu
memberikan kesan yang besar dalam bidang komunikasi dan pendidikan karena
dapat mengintegrasikan teks, grafik, animasi, audio dan video. Metode pemutaran
video merupakan metode yang untuk membantu menyampaikan pesan agar lebih
mudah dipahami dan lebih menarik sehingga sasaran dapat mempelajari pesan
kemudian dapat mengadopsi perilaku yang positif. (Diatama, Sulastri and Purwati,
2019).
Akan tetapi, banyak orang menganggap bahwa metode storytelling telah
ketinggalan jaman. Hal ini sangat mengkhawatirkan pada pelestarian dongeng itu
sendiri. Mengingat sekarang ini telah banyak anak sekolah yang lebih tertarik
3

menggunakan gadget untuk melihat video-video kartun dari pada mendengar


orang berdongeng secara langsung. (Evi Damayanti, Any Ikawati and Nuraini,
2018). Oleh sebab itu, dongeng akan dikemas dengan menarik dalam bentuk
digital kartun agar anak sekolah lebih tertarik mendengar cerita dengan melihat
karakter kartun yang mereka sukai dalam sebuah video.
Berdasarkan hasil observasi dari beberapa SD yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Grobogan, yang terdapat karies tertiggi yaitu pada SDN 4 Klambu,
dikarenakan siswanya banyak yang tidak mengetahui tentang kesehatan gigi dan
kurangnya kunjungan petugas puskesmas pada SD tersebut. Berdasarkan data
awal penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas penyuluhan
kesehatan gigi dengan metode digital storytelling dengan tokoh kartun Disney di
SDN 4 Klambu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
Apakah penyuluhan dengan metode digital storytelling efektif terhadap
pengetahuan kesehatan gigi pada siswa SDN 4 Klambu ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas metode digital storytelling sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan terhadap perubahan pengetahuan kesehatan gigi pada
siswa SDN 4 Klambu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa sebelum dilakukannya
metode digital storytelling.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa sesudah dilakukannya
metode digital storytelling.
c. Untuk mengetahui efektifnya metode digital storytelling dalam
meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi pada siswa.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
4

a. Penelitian ini menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
keperawatan gigi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
b. Memberikan wawasan, pengalaman dan keterampilan kepada peneliti
c. Menambah pengetahuan peneliti tentang, efektivitas penyuluhan
kesehatan gigi dengan metode digital storytelling dengan tokoh kartun
Disney terhadap pengetahuan kesehatan gigi pada anak SDN 4 Klambu.
2. Bagi Institusi
a. Memberikan tambahan pengetahuan tentang penelitian ini ke jurusan
keperawatan gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
b. Menjadi sumber referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
lebih lanjut.
3. Bagi Sekolah
a. Memberikan informasi tentang kesehatan gigi pada anak SDN 4 Klambu.
b. Sebagai dasar kegiatan atau metode penyuluhan pada anak SDN 4
Klambu.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian berjudul “Efektivitas penyuluhan kesehatan gigi dengan metode digital
storytelling terhadap pengetahuan kesehatan gigi pada siswa SDN 4 Klambu”
merupakan penelitian lanjutan dari beberapa penelitian sebelumnya tentang
Efektivitas dengan berbagai metode, salah satunya adalah metode digital story
telling. Adapun penelitian sebelumnya terkait judul diatas adalah sebagai berikut:
5

No Nama Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian


1 Aries Abiyoga, Pengaruh pendidikan Adapun yang menjadi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum
Rani Fitriani dan kesehatan dengan metode variabel penelitian pemberian metode Berdongeng terdapat 65% atau
Yanti Norlita Berdongeng dalam personal adalah : 25 siswa yang memiliki kebersihan kuku yang
hygiene terhadap hygienitas 1. Variabel Bebas buruk. Dan setelah diberikan pendidikan
kuku pada anak usia sekolah adalah pendidikan kesehatan dengaan metode Berdongeng terdapat
kesehatan dengan 81.6% atau 22 anak memiliki hygienitas kuku
metode yang baik.
Berdongeng
2. Variabel Terikat
adalah hygienitas
kuku pada anak
usia sekolah
No Nama Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian
2 Panji Satriyo Efektifitas pendidikan Adapun yang menjadi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
kesehatan menggunakan variabel penelitian 35,9% responden dengan nilai terbanyak 0 atau
metode Berdongeng terhadap adalah : tidak pernah melakukan gosok gigi pada malam
kebiasaan menyikat gigi pada 1. Variabel Bebas hari sebelum diberikan pendidikan kesehatan.
malam hari pada siswa di adalah pendidikan Dan 20,4% responden dengan nilai terbanyak 28
SDN Mangkang Wetan 02 kesehatan dengan kali menggosok gigi pada malam hari setelah
semarang metode Berdongeng dilakukannya pendidikan kesehatan dengan
2. Variabel Terikat metode
adalah kebiasaan Berdongeng
menyikat gigi pada
malam hari
6

No Nama Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian


3 Andi Baso Amir Efektifitas pendidikan Adapun variabel dalam Hasil Uji statistika menggunakan uji wilcoxon
kesehatan gigi dengan metode penelitian ini adalah : menunjukkan adanya peningkatan nilai dari pre
berdongeng dan peta 1. Variabel bebas dan post-test dengan p-value=0,000 (<0.05) baik
pemikiran terhadap adalah efektifitas pada kelompok yang diberikan metode dongeng
pengetahuan kesehatan gigi metode dan peta pemikiran. Sedangkan hasil uji mann
pada siswa SD Manggarmas berdongeng dan whitney menunjukkan tidak ada beda antara
1 Peta pemikiran. metode dongeng dan peta pemikiran dalam
2. Variabel terikat meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi pada
adalah anak dengan nilai p-value= 0.824 (>0,05)
pengetahuan siswa

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan
metode digital storytelling, dimana dalam memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada anak sekolah dasar dalam bentuk video yang
dirancang sendiri, dirancang untuk membantu menyelesaikan masalah pada anak sekolah dasar yang belum ada pada penelitian
sebelumnya. Digital storytelling (Kisah digital / Cerita Digital / Dongeng Digital) yaitu membuat cerita atau dongeng secara digital. Proses
yang dijalani sama saja dengan membuat cerita secara tradisional, diantaranya memilih tema, mengadakan riset sederhana tentang tema
tersebut, menulis naskah scenario dan mengembangkan menjadi cerita yang menarik. Langkah-langkah tersebut kemudian dikombinasikan
dengan berbagai jenis multimedia, termasuk gambar atau grafis berbasis computer, rekaman audio, teks yang dibuat secara digital, video
klip, dan juga musik, yang kemudian bisa diputar di komputer, diunggah ke website, social media, youtube atau Digital Video Disc (DVD)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Penyuluhan Kesehatan
a. Definisi Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai
tujuan hidup sehat.
Ada 5 fase dalam penyuluhan kesehatan. Fase pertama berkaitan
dengan teori Lawrence dan Green yang menggambarkan kerangka
predisposing, reinforcing and enabling cause in education diagnosis and
evaluation dimana penyuluhan kesehatan berkaitan dengan perubahan-
perubahan yang dapat mengubah perilaku dan membantu pencapaian
tujuan yang diinginkan. Fase kedua adalah sensitisasi dimana tujuan dan
hasil yang diharapkan berupa penambahan pengetahuan, perubahan
kebiasaan dan proses menyadarkan orang lain dalam berperilaku. Fase
ketiga yaitu publisitas dimana pada fase ini berkaitan dengan fase
sebelumnya. Pada fase ini akan dirincikan materi penyuluhan lebih detail
dengan penyataan sederhana dan ringkas. Fase keempat merupakan
pendidikan kesehatan dalam arti umum yaitu terjalinnya kontak pribadi
antara orang yang memberi dan menerima informasi. Pembelajaran dapat
tercapai jika ada kecocokan usaha pemberi dan penerima informasi
tersebut. Untuk dapat memberikan informasi yang dapat meningkatkan
pengetahuan orang lain/mengubah konsep dalam bertindak penyuluhan
kesehatan dilakukan melalui situasi yang akrab dengan pendengarnya serta
sesuai dengan kepribadiannya. Fase kelima adalah motivasi yang dibatasi
pada upaya penghentian perilaku kompulsif.
Kegiatan yang dilaksanakan berlandaskan prinsip-prinsip belajar
untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau

7
8

masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya


dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun
secara kelompok dengan meminta pertolongan kepada masyarakat maupun
individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat,
kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan
yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi
perilaku. Penyuluhan kesehatan juga merupakan suatu proses yang
mempunyai masukan dan keluaran untuk mencapai tujuan pendidikan
yaitu perubahan perilaku. Namun ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan penyuluhan tersebut seperti faktor masukan,
faktor metode, faktor materi, pendidik atau petugas yang melakukannya
serta alat bantu pendidikan yang dipakai. Agar hasilnya optimal, maka
faktor tersebut harus bekerja secara harmonis. (Erika, 2012).
b. Tujuan Penyuluhan Kesehatan
Tujuan penyuluhan kesehatan yaitu meningkatkan kesadaran,
meningkatkan pengetahuan, mempengaruhi sikap dan persepsi untuk
berperilaku, memperagakan keterampilan sederhana, memotivasi tindakan
serta membangun norma. (Erika, 2012).
c. Metode Penyuluhan Kesehatan
Metode pembelajaran dalam penyuluhan kesehatan dipilih
berdasarkan tujuan penyuluhan kesehatan, kemampuan tenaga pengajar,
kemampuan objek sebagai pendengar, besarnya kelompok, waktu
pelaksanaan, dan ketersediaan sarana prasarana. Metode penyuluhan
kesehatan bersifat penyuluhan individual, penyuluhan kelompok dan
penyuluhan massa. Metode pendekatan perseorangan dinilai efektif karena
dapat secara langsung menyelesaikan masalah atas bimbingan penyuluhan
tetapi dalam segi sasaran metode ini dinilai kurang efektif. Sedangkan
metode pendekatan kelompok cukup efektif karena sasaran dibimbing dan
diarahkan untuk melakukan kegiatan atas dasar kerjasama. Kelemahan ini
adalah adanya kesulitan dalam mengkoordinasikan sasaran karena faktor
geografis dan aktivitas sasaran. Metode yang sering digunakan dalam
penyuluhan kesehatan yaitu bimbingan dan penyuluhan, wawancara,
9

ceramah, seminar, symposium, diskusi kelompok, forum panel,


demonstrasi, simulasi dan permainan peran. (Hermawan, Yoni, 2013).
d. Faktor yang Mempengaruhi Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan merupakan proses perubahan perilaku melalui suatu kegiatan
pendidikan nonformal. Oleh karena itu selalu saja ada berbagai kendala
dalam pelaksanaannya di lapangan. Secara umum ada beberapa faktor
yang mempengaruhi perubahan keadaan yang disebabkan oleh
penyuluhan, diantaranya sebagai berikut:
1) Keadaan pribadi sasaran
Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran adalah ada
tidaknya motivasi pribadi sasaran dalam melakukan suatu perubahan,
adanya ketakutan atau trauma dimasa lampau yang berupa
ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman
ketidakberhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan
perubahan karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dana,
sarana dan pengalaman serta adanya perasaan puas dengan kondisi
yang dirasakan sekarang.
2) Keadaan lingkungan fisik
Lingkungan fisik yang dimaksud adalah lingkungan yang
berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
keberhasilan penyuluhan.
3) Keadaan sosial dan budaya masyarakat
Kondisi sosial budaya dimasyarakat akan mempengaruhi efektifitas
penyuluhan karena kondisi sosial budaya merupakan suatu pola
perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap warga
masyarakat dan diteruskan secara turun menurun, dan akan sangat
sulit merubah perilaku masyarakat jika sudah berbenturan dengan
keadaan sosial budaya masyarakat.
4) Akifitas kelembagaan yang tersedia dan menunjang penyuluhan
Peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan akan
menentukan efektifitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi
10

sebagai pembuat keputusan yang akan ditetapkan sehingga harus


dilaksanakan oleh masyarakat. (Lusiani, 2014).
2. Metode Digital Storytelling
a. Definsi metode digital storytelling
Digital Storytelling adalah suatu proses penggabungan gambar,
suara, teks, dan video untuk menceritakan atau menggambarkan sesuatu
(Frazel: 2010). Dengan kata lain, Digital Storytelling merupakan suatu
bentuk baru dari Storytelling. Biasanya pada Storytelling, sebuah cerita
ditulis dan diilustrasikan pada secarik kertas, sedangkan Digita Storytelling
dengan menggunakan aplikasi komputer, sebuah cerita diwujudkan dalam
sebuah video yang dilengkapi dengan suara, gambar, teks, dan animasi
sehingga lebih menarik. Di samping itu, Digital Storytelling dapat
mencakup berbagai macam topik tidak terbatas hanya untuk cerita klasik
saja, hasil video dapat berupa apa saja, dan menggunakan berbagai
software yang tersedia.
Metode ini dapat diterapkan karena mengakomodasi berbagai
macam gaya belajar, membangkitkan minat, perhatian, dan motivasi siswa
terhadap materi yang diajarkan di kelas. Selain itu, dalam pembuatan
Digital Storytelling dibutuhkan bakat kreatif.
b. Pengoperasian teknologi dan konsep.
Menurut Engel dalam artikelnya yang berjudul Digital Storytelling
(tanpa tahun: 7) dalam penerapan metode ini, ada tujuh hal yang harus
diperhatikan yaitu point of view, dramatic question, emotional content,
voice, soundtrack, economy, dan pacing. Adapun dalam pembuatan Digital
Storytelling sendiri, secara garis besar terdapat tiga tahap seperti yang
dijabarkan oleh Frazel (2010). Ketiga tahap tersebut meliputi:
1) Tahap Perencanaan (Preparation Stage)
Dalam tahap ini, pengajar dan melakukan persiapan pengerjaan
Digital Storytelling yang terdiri dari:
a) Penentuan audience sebagai target user-nya.
b) Jenis produk yang dihasilkan (berupa video atau podcast).
c) Cara mempresentasikan produk Digital Storytelling
11

Digital Storytelling yang diadaptasi dari Frazel (2010: 100-105).


a) Menentukan tema Digital Storytelling.
b) Menentukan lama pengerjaan Digital Storytelling.
c.) Menjelaskan dan memberi contoh produk Digital Story Telling.
2) Tahap Produksi (Production Stage)
Pada tahap ini siswa dengan kelompoknya (jika Digital Storytelling
dilakukan secara berkelompok):
a) Menentukan software yang digunakan.
b) Menentukan topic Digital Storytelling.
c) Membuat story board.
e) Membuat story draft.
f) Mengumpulkan materi Digital Storytelling, baik dari buku, internet,
atau dari kamera (foto atau video).
g) Membuat Digital Storytelling sesuai dengan story board dan story
draft yang dibuat sebelumnya.
3) Tahap Presentasi (Presentation Stage)
Pada tahap ini, penyaji mempresentasikan secara langsung produk
Digital Storytelling pada audience yaitu dengan memperkenalkan dan
mendeskripsikannya serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan sebagai feedback. Selain itu, siswa juga dapat
mempresentasikan produk Digital Storytelling secara tidak langsung,
yaitu dengan menyimpan file produk pada CD atau DVD atau meng-
upload file produk tersebut pada sebuah website, misalnya Youtube.
c. Definisi tokoh kartun Disney
Dalam dunia kesusasteraan, menurut Jones dalam Burhan, tokoh
adalah bentuk pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam suatu cerita. Dipertegas oleh Burhan bahwa tokoh
cerita menempati posisi yang strategis sebagai pembawa dan penyampai
pesan (amanat, moral) atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan
kepada audiens (Burhan, 2006:17). Haake dan Gulz mendefisinisikan
tokoh/karakter dalam kontek desain, presentasi yakni berkaitan dengan
penampilan dan kesan secara visual. Tampilan fisik seseorang membentuk
12

ekspektasi terhadap nilai - nilai lain dalam diri karakter tersebut (Haake,
Gulz (2008) dalam Hanna, 2013:4). Dari teori ini dapat dipahami bahwa
presentasi visual dari karakter berperan sebagai ciri spesifik yang mewakili
nilai – nilai, identitas, motivasi dan perwatakan yang dimilikinya.
Kartun adalah gambar dengan penampilan lucu yang
mempresentasikan suatu peristiwa. Kartun dapat pula digunakan
sebagai ilustrasi misalnya dalam buku, majalah ataukartu ucapan. Selain
itu, kartun juga berkembang dalam media lainnya, yaitu film dan dikenal
sebagai animasi.
d. Konsep video kartun Disney
Konsep video kartun dirancang untuk merangsang kreativitas anak
dan daya tangkap terhadap pesan yang disampaikan melalui media audio
visual agar dapat dipahami oleh anak-anak yang menonton tayangan
tersebut. Setelah itu, anak-anak mulai berpikir logis dan belajar
menanggapi sesuatu yang baik dan tidak baik untuk dilakukan. Metode
pemutaran video kartun mampu memberikan kesan yang besar dalam
bidang komunikasi dan pendidikan karena dapat mengintegrasikan teks,
grafik, animasi, audio, dan video.
Metode pemutaran video kartun telah mengembangkan proses
pengajaran dan pembelajaran ke arah yang lebih dinamis dan efektif.
Dengan kondisi tersebut, metode pemutaran video kartun dapat
dimanfaatkan untuk penyuluhan kesehatan gigi. Disamping itu,
memungkinkan materi penyuluhan yang lebih menarik, interaktif, mudah
dipahami melalui visualisasi yang meliputi teks, citra, suara, video, dan
animasi atau film. Pemutaran video kartun ini telah mengubah paradigma
belajar dengan membaca, melihat, mendengar, dan mengamati. Dengan
demikian, dapat memenuhi seseorang untuk menyimpan 90% apa yang dia
baca, dengar, lihat, dan sebut. Dengan penggunaaan video kartun untuk
penyuluhan kesehatan gigi diharapkan pesan yang disampaikan dapat
diingat semaksimal mungkin sehingga dapat mempengaruhi perilaku sehat
pendengar. (Diatama, Sulastri and Purwati, 2019).
13

3. Pengetahuan
a. Definisi pengetahuan
Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan
hasil dari pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).
b. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Perilaku kognitif diklasifikasikan dalam urutan hirarki, yaitu:
1) Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,
karena pada tingkat ini seseorang hanya mampu melakukan recall
(mengulang) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati
sesuatu.
2) Memahami (comprehension) dapat diartikan suatu kemampuan untuk
menjelaskan suatu objek dan dapat menginterpretasikannya secara
benar. Orang yang sudah memahami harus dapat menjelaskan,
menguraikan, menyebutkan contoh, dan menyimpulkan.
3) Aplikasi (application) merupakan kemampuan dimana seseorang telah
memahami suatu objek, dapat menjelaskan dan dapat mengaplikasikan
prinsip yang diketahui meskipun pada situasi yang berbeda.
4) Analisis (analysis) merupakan kemapuan seseorang untuk menggunakan
ide-ide abstrak yang baru dipelajari untuk diterapkan dalam situasi
nyata. Sehingga dapat menggambarkan atau memecahkan suatu
masalah.
5) Sintesis (synthesis) merupakan kemampuan untuk merangkum
komponen- komponen dari suatu formulasi yang ada dan
meletakkannya dalam suatu hubungan yang logis, sehingga tersusun
suatu formula baru.
6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek, yang didasarkan pada suatu
kriteria yang telah dibuat sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
14

c. Faktor- fakor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan seseorang, yaitu :

1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang
lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah
pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.
2) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
3) Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada
empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,
hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru.
4) Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam
5) Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang
akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek
tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.
6) Kebudayaan
15

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai


budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin
masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan.
7) Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Informasi yang
didapat melalui media cetak maupun media elektronik.

d. Pengukuran pengetahuan
Menurut Nursalam (2008), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
1) Baik: Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari
seluruh pertanyaan.
2) Cukup: Bila subjek mampu menjawab dengan benar 51%-75% dari
seluruh Pertanyaan.
3) Kurang: Bila subjek mampu menjawab dengan benar <50% dari
seluruh pertanyaan.
4. Kesehatan gigi
a. Pengertian kesehatan gigi
Gigi yang sehat adalah gigi yang bersih tanpa ada lubang atau penyakit
gigi Lainnya. Dengan memiliki gigi dan mulut yang sehat, beberapa
aktifitas seperti berbicara, tidur, makan dan bersosialisasi tidak akan
terganggu karena terhindar dari rasa sakit, tidak nyaman dan malu.
b. Perawatan gigi
Perawatan gigi merupakan usaha penjagaan untuk mencegah kerusakan
gigi dan penyakit gusi (Schuurs, 1992). Perawatan gigi sangat penting
dilakukan karena dapat menyebabkan rasa sakit pada anak, infeksi, bahkan
malnutrisi. Gigi yang sehat adalah gigi yang bersih tanpa ada lubang atau
penyakit gigi lainnya. Tan dalam Houwink, et al (1993) mengatakan
perawatan gigi yang dapat dilakukan untuk mencegah masalah kesehatan
gigi antara lain:
1) Menggosok gigi (brushing)
16

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menggosok gigi, yaitu:


a) Cara menggosok gigi yang benar
Masalah yang seringkali ditemui pada masyarakat Indonesia
adalah cara menggosok gigi yang salah. Pada prinsipnya mengosok
gigi yang benar harus dapat membersihkan semua sisa-sisa
makanan terutama pada ruang intradental. Gerakan sikat gigi tidak
merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan tidak
menekan secara berlebihan. Fitriana (2006) mengatakan dalam
menggosok gigi sikatlah gigi pada permukaan luar dan permukaan
dalam gigi, lakukan gerakan vertikal dan searah dari bagian gusi ke
arah permukaan gigi.
Untuk rahang atas Hubungan tingkat gerakan sikat dari atas ke
bawah, untuk rahang bawah dari bawah ke atas. Sedangkan untuk
bagian permukaan kunyah, baik gigi atas maupun gigi bawah,
teknik penyikatannya adalah gigi disikat horizontal dari gigi-gigi
belakang ke arah gigi depan. Selain itu permukaan lidah juga perlu
disikat pelan-pelan, karena permukaan lidah tidak rata sehingga
mudah terselip sisa-sisa makanan.
Menurut Gupte (1991) teknik menggosok gigi yang benar
antara lain gosoklah seluruh permukaan gigi yang menghadap ke
pipi dan lidah. Pastikan seluruh permukaan telah tergosok. Untuk
gigi atas gerakan sikat dari atas ke bawah dan sebaliknya untuk gigi
bawah gerakan sikat dari bawah ke atas. Gosoklah dengan lembut
permukaan gusi dan lidah. Posisi sikat gigi kurang lebih 45 derajat
di daerah perbatasan antara gigi dan gusi sehingga gusi tidak
terluka
b) Pemilihan sikat yang benar
Sikat gigi menjadi salah satu faktor dalam menjaga
kesehatan gigi. Apabila kita salah memilih dan menggunakan sikat
gigi maka sisa-sisa makanan yang ada di sela gigi tidak dapat
terjangkau. Untuk anak usia sekolah sikat gigi yang baik adalah
17

sikat gigi dengan bulu halus yang terbuat dari nilon dengan panjang
sekitar 21 cm (Potter & Perry, 2005).
Menurut Fitriana (2006) pilih sikat gigi yang kecil baik
tangkai maupun kepala sikatnya sehingga mudah dipegang dan
tidak merusak gusi. Ujung kepala sikat menyempit agar mudah
menjangkau seluruh bagian mulut yang relatif kecil.
c) Frekuensi menggosok gigi
Menggosok gigi sedikitnya empat kali sehari (setelah
makan dan sebelum tidur). Hal itu merupakan dasar untuk program
oral hygiene yang efektif (Potter & Perry, 2005). Menggosok gigi
sebelum tidur sangat penting karena saat tidur terjadi interaksi
antara bakteri mulut dengan sisa makanan pada gigi (Hockenberry
& Wilson, 2007).
2) Mengatur Makanan
Anak pada usia sekolah sering mengonsumsi makanan manis
seperti cokelat, permen, kue, dan lain sebagainya. Makanan manis
mengandung larutan gula yang memiliki konsentrasi tinggi. Larutan
tersebut dapat menembus plak gigi dan dimetabolisasi untuk
menghasilkan asam sebelum dinetralisasi oleh saliva. Konsumsi
makanan tersebut apabila tidak dikontrol dengan perawatan gigi yang
benar akan berisiko terkena karies gigi.
Oleh karena itu pada anak usia sekolah dianjurkan diet rendah gula
dan tinggi nutrisi serta memperhatikan perawatan gigi lainnya (Potter
& Perry, 2005).
3) Penggunaan Flouride
Flouride dibutuhkan oleh gigi untuk menjaga gigi dari kerusakan,
namun kadarnya harus diperhatikan (Anderson, 1989). Flouride dapat
menurunkan produksi asam dan meningkatkan pembentukan mineral
pada dasar enamel (Schuurs, 1992). Pasta gigi yang sekarang beredar
mengandung 0,15 % fluoride yang sebelumnya mengandung 0,10 %
(Houwink, 1993). Fluoride dapat ditemukan dalam berbagai bentuk.
18

Pada negara maju seperti Belanda dan Amerika, sebagian besar


jumlah fluoride berasal dari air minum dengan konsentrasi 1 ppm
(Anderson, 1989). Di Indonesia beredar fluoride dalam bentuk pasta
gigi yang kadar fluoride-nya sudah diatur. Berdasarkan standar SNI
16-4767-1998, pasta gigi anak mengandung kadar flour 500-1000 ppm.
4) Flossing
Flossing membantu pencegahan karies gigi dengan menyingkirkan
plak dan sisa makanan pada sela gigi. Waktu yang tepat untuk
melakukan dental flossing adalah setelah menggosok gigi karena saat
itu pasta gigi masih ada dalam mulut. Dental flossing yang dilakukan
setelah menggosok gigi akan membantu penyebaran pasta gigi ke sela-
sela gigi (Columbia University of Dental Medicine, 2006). Menurut
Potter dan Perry (2005) dental flossing cukup dilakukan satu kali
dalam sehari.
19

B. Kerangka Teori

Penyuluhan Kesehatan

Metode digital storytelling

Tokoh kartun disney

Pengetahuan Pengetahuan tentang


kesehatan gigi

Faktor- faktor yang Pendidikan kesehatan


mempengaruhi pendidikan: gigi :
1.Pendidikan
1.Pengertian keseatan
2.Pengalaman gigi

3.Kebudayaan 2.Perawatan gigi

4.Usia

5.Informasi 2

6.Jenis kelamin

7.Minat
20

C. Hipotesis Penelitian
Ha : Metode digital storytelling efektif terhadap pengetahuan kesehatan gigi pada
siswa SDN 4 Klambu
Ho : Metode digital storytelling tidak efektif terhadap pengetahuan kesehatan gigi
pada siswa SDN 4 Klambu
21

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.J.T., Hunsberger, M.M., & Foster, R.L.R., 1989, Family centered nursing
care of children. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Diatama, A., Sulastri, S. dan Purwati, dwi eni (2019) ‘GAMBARAN PENYULUHAN
TENTANG PENGETAHUAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN
METODE BERCERITA WAYANG KARTUN UNTUK MENINGKATKAN
PENGETAHUAN SISWA SD’, Concept and Communication, null(23), pp.
301–316. doi: 10.15797/concom.2019..23.009.

Fitriana, R, 2006, Perawatan kesehatan gigi anak. Desember 23, 2011,


http://www.kharisma.de/?q=node/297.
Gupte, S, 1991, Panduan perawatan anak, edisi 1, hal 166, (Pustaka Populer Obor,
Penerjemah), Jakarta: Pustaka Populer Obor
Houwink, B, 1993, Ilmu kedokteran gigi pencegahan, hlm.125, (Sutatmi Suryo,
Penerjemah), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Lossu, Fara M, Damajanty H,C., Pangemanan dan Vonny N.S., Wowor, 2015,
Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Indeks Gingiva
Siswa SD Katolik 03 Frater Don Bosko Manado, Jurnal e GiGi (eG) Vol.3, No.2,
Juli-Desember 2015

Moesclihaton, R, 2010, Metode pengajaran di TK, Rineka Cipta: Jakarta

Mubarak, Wahit, I, 2007, Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan aplikasi, Salemba
Medika: Jakarta
Notoatmodjo, 2010, Kesehatan Masyarakat, ilmu dan seni, Rineka Cipta :Jakarta
Nurhidayat, Oki, Eram T.P., dan Wahyono, B, 2012, Perbandingan Media Power Point
Dan Flip Chart Dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut,
Unnes Journal of Public Health (1) (2012) ISSN 2252-6781

Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,


Salemba Medika: Jakarta
Perry, A.g., dan Potter, P.A., 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, Dan Praktik Edisi 4, Volume 2, Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk,
EGC: Jakarta
22

Prihmantoro, A,D,Rosita., Yunitasari.,N.,Global Health Science : Pengaruh Pendidikan


Kesehatan Gigi dengan Metode Bermain ( Bercerita ) terhadap Periaku
menggosok gigi pada Anak Pra Sekolah, 2, Stikes Buana Husada, Ponorogo

Riskesdas, 2018, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2018: Jakarta

Schuurs, A.H.B., 1992, Patologi gigi-geligi: kelainan-kelainan jaringan keras gigi,


hlm.135, (Sutatmi Suryo, Penerjemah), Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Widayati, Nur, 2014, Faktor Yang Berhubungan Dengan Karies Gigi Pada Anak 4-6
Tahun, Jurnal Berkala Epidemiologi Vol.2 No.2 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai