BANJAR - Kebijakan Pendampingan Ps

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MATA DIKLAT

KEBIJAKAN PENDAMPINGAN
PERHUTANAN SOSIAL

Oleh:
Dr. Slamet Wahyudi, S.Pd., M.Si.

PELATIHAN PENDAMPINGAN PS
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
BALAI DIKLAT LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
PEKANBARU

PEKANBARU, APRIL 2019


KATA PENGANTAR

Dalam proses pembelajaran sangat diperlukan adanya


bahan ajar sebagai media dan alat bantu pembelajaran, sehingga
memudahkan bagi peserta untuk memahami suatu mata diklat.
Sedangkan bagi fasilitator / widyaiswara, bahan ajar dapat
dijadikan pedoman dalam menyampaikan materi diklat.

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari bahan ajar


antara lain:
a. Dapat digunakan sebagai acuan / panduan oleh widyaiswara
dalam menyampaikan mata diklat, mengembangkan metode
diklat serta dalam mengevaluasi keberhasilan belajar peserta.
b. Bagi peserta pelatihan, bahan ajar dapat digunakan sebagai
salah satu sumber bahan atau materi pembelajaran yang harus
mereka kuasai dan dapat digunakan sebagai referensi setelah
mereka selesai mengikuti pelatihan
c. Bagi penyelenggara diklat, bahan ajar dapat dijadikan dasar
dalam penyusunan program diklat dan evaluasi
penyelenggaraan diklat.

Oleh sebab itu, penyusunan bahan ajar perlu dilakukan oleh


setiap widyaiswara sebelum membimbing proses pembelajaran.
Bahan ajar mata diklat Kebijakan Pendampingan Perhutanan
Sosial disusun oleh Dr. Slamet Wahyudi, S.Pd., M.Si. dalam
bentuk bahan ajar dan digunakan dalam proses pembelajaran
pada Pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial di Balai Diklat
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pekanbaru pada tanggal 22 -
25 April 2019.

Mudah-mudahan Bahan Ajar ini bermanfaat.

Pekanbaru, April 2019


Kepala Balai,

Kamaruddin, S.Hut.T.
NIP. 197305011994031002

Pelatihan pendampingan ps Halaman i


DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................. ii
I. PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................ 1
B. Maksud dan Tujuan .................................................... 1
C. Kompetensi Dasar ...................................................... 1
D. Indikator Keberhasilan ................................................ 1
E. Pokok Bahasan ........................................................... 1

II. KEBIJAKAN PERHUTANAN SOSIAL ................................ 2


A. Sejarah Perhutanan Sosial .......................................... 2
B. Pengertian Perhutanan Sosial ..................................... 4
C. Skema Perhutanan Sosial ........................................... 5
D. Peta Indikatif Perhutanan Sosial ................................. 5

III. KEBIJAKAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PENGELOLA


PERHUTANAN SOSIAL ..................................................... 7
A. Pendampingan Perhutanan Sosial ............................... 7
B. Pendampingan Pembangunan Kehutanan ...................
C. Aktivias Pendampingan ............................................... 10
D. Skenario Pendampingan pada Kelompok Izin
Pehuanan Sosial.......................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 14

Pelatihan pendampingan ps Halaman ii


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Forest for People, demikian sebuah slogan diciptakan, yang
memberikan gambaran kepada kita bahwa hutan yang ada adalah
untuk Perhutanan Sosial. Kebijakan pemerintah saat ini berusaha
memberikan ruang gerak yang lebih besar kepada masyarakat untuk
terlibat dalam pengelolaan dan pembangunan sektor kehutanan.
Dengan harapan masyarakat setempat bisa mendapatkan manfaat
dari sumberdaya hutan secara optimal dan adil, yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut.
Pelibatan masyarakat tersebut tentunya harus dilakukan
secara tertib sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan
yang berlaku. Disinilah pentingnya kehadiran dan peran para
pendamping di lapangan untuk memastikan bahwa masyarakat
dapat terlibat secara aktif, sesuai dengan ketentuan yang ada dan
dapat memperoleh manfaat yang optimal dalam kegiatan Perhutanan
Sosial.
Bahan ajar ini dibuat sebagai bahan refrensi bagi peserta
sehingga memudahkan memahami materi Kebijakan Pendampingan
Perhutaan Sosial yang berguna dalam pelaksanaan tugas.

B. Maksud dan Tujuan


Bahan ajar ini berupaya untuk memberikan gambaran
singkat tentang kebijakan perhutanan sosial dan kebijakan
pendampingan kelompok pengelola perhutanan sosial

C. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan
mampu memahami kebijakan pendampingan perhutanan sosial
dengan benar.

D. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan kebijakan perhutanan sosial
2. Menjelaskan kebijakan pendampingan kelompok pengelola
perhutanan sosial

E. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan


1. Kebijakan perhutanan sosial
2. Kebijakan pendampingan kelompok pengelola perhutanan sosial

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 1


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

BAB II. KEBIJAKAN PERHUTANAN SOSIAL

A. Sejarah Perhutanan Sosial

Istilah Sosial Forestri pertama kali disampaikan oleh Jack


Westoby, seorang ekonom kehutanan FAO pada tahun 1968, sebagai
suatu pendekatan pembangunan kehutanan yang mempunyai tujuan
memproduksi manfaat hutan untuk perlindungan dan rekreasi
masyarakat (Tiwari, 1983).
Jack Westoby (1974) memberikan testimoni sebagai berikut
”Saya sadar bahwa harapan memperoleh keuntungan dan manfaat
dari eksploitasi hutan sejak akhir 60-an dan awal 70-an tidak
menghasilkan apa-apa. Makin banyak uang terlibat dalam bisnis
kehutanan. Sudah banyak laba diraup. Dan banyak hutan semakin
buruk kondisinya. Tetapi pembangunan kehutanan hanya
menguntungkan segelintir orang. Efek berganda ditiadakan.
Kesejahteraaan rakyat tidak menyebar.
Sosial Forestri merupakan suatu kegiatan yang berkaitan
dengan profesionalisme rimbawan yang tujuan khususnya pada
peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan memengakomodir aspirasi
mereka ke dalam pembangunan kehutanan (Wiersum, 1984).
Operasi skala kecil tentang penggunaan lahan yang
menjangkau pengertian dari kehutanan murni sampai agroforestri
(wanatani), direncanakan dan dilaksanakan oleh individu petani atau
kelompok/komunitas, untuk menghasilkan barang dan jasa sehingga
bermanfaat bagi kepentingan masyarakat (Vergara, 1989).

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 2


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

Sejarah perkembangan Perhutanan Sosial

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 3


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

B. Pengertian Perhutanan Sosial


Perhutanan sosial merupakan program yang saat ini mejadi
salah satu fokus utama Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Perhutanan sosial sendiri
memiliki tujuan untuk menyejahterakan masyarakat sekitar hutan.
Program ini dilatarbelakangi karena pada saat sekarang
pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat yang diwakili oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki 2
agenda besar. Sebanyak dua agenda besar tersebut adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan juga
penciptaan model pelestarian hutan yang efektif. Agenda besar dari
KLHK ini menjadi fokus utama dalam program-program yang akan
dijalankan nantinya.
Berdasarkan dua agenda tersebut maka pemerintah dalam hal
ini KLHK membuat suatu program yang dapat menciptakan
keharmonisan antara peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pelestarian hutan. Program yang diusung ini adalah program
Perhutanan Sosial.
Program ini memiliki paradigma bahwa pembangunan tidak
hanya dilakukan mulai dari kota, melainkan pembangunan juga
dapat dilaksanakan oleh masyarakat pinggiran (masyarakat sekitar
hutan). Program ini juga memiliki tiga pilar dalam pelaksanaannya,
yaitu lahan, kesempatan berusaha, dan sumberdaya manusia.
Komitmen KLHK ini tidak main-main, buktinya adalah adanya
lahan seluas 12,7 juta hektare lahan yang siap untuk dijadikan objek
program unggulan KLHK ini. Program ini pula adalah penjabaran dari
“Nawacita” yang diusung oleh kabinet kerja presiden Jokowi.
Perhutanan sosial menurut PerMenLHK No. P.83/
Menlhk/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial adalah “sistem
pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan
hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai
pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya,
keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam
bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman
Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.”
Tujuan dari program ini sendiri adalah untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme pemberdayaan dan
tetap berpedoman pada aspek kelestarian hutan. Berdasarkan hal
tersebut maka hal ini menjadi kesempatan yang sangat besar bagi
masyarakat sekitar hutan untuk dapat mengelola dan
memberadayakan lahan hutan.
Beradasarkan Permen LHK Nomor 83 tahun 2016 tujuan dari
program ini adalah memberikan pedoman pemberian hak
pengelolaan, perizinan, kemitraan dan Hutan Adat di bidang
perhutanan sosial. Program ini juga bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat dan

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 4


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau sekitar kawasan


hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian
fungsi hutan.
Program ini memiliki prinsip-prinsip dasar, di antaranya
adalah keadilan, keberlanjutan, kapasitas hukum, partisipatif, dan
bertanggung gugat.

C. Skema Perhutanan Sosial


Program ini memiliki berbagai skema yang memiliki inti yang
masih sama. Skema yang diusung dalam program ini adalah Hutan
Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat
(HTR/IPHPS), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan.
1. Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dalam pengelolaannya
dilakukan oleh lembaga desa dengan tujuan untuk
menyejahterakan suatu desa.
2. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang mana
pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk
memberdayakan masyarakat sekitar agar tercipta kesejahteraan.
3. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan
produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan sistem silvikultur untuk menjamin kelestarian hutan.
4. Hutan adat adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang
sebelumnya merupakan hutan negara ataupun bukan hutan
negara.
5. Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat
setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha
pemanfaata hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan,
atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan

D. Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS)


PIAPS (Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial) adalah peta yang
merupakan lampiran dari Surat Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 4865 tahun 2017. Peta ini
memiliki skala 1:250.000 yang terdiri atas 291 sheet yang dapat
diunduh pada halaman resmi Web-GIS Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (WebGIS KLHK). PIAPS sendiri dapat diakses
melalui situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) atau anda dapat mengaksesnya di sini. PIAPS ini menjadi
dasar dalam pemberian izin-izin perhutanan sosial. Izin-izin ini di
antaranya adalah HPHD (Hak Pengelolaan Hutan Desa), IUPHKm (Izin
Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan), dan IUPHHK-HTR (Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman
Rakyat).

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 5


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

PIAPS ini ditetapkan oleh Menteri (Lingkungan Hidup dan


Kehutanan) dan direvisi setiap 6 bulan sekali yang dilakukan oleh
Direktur Jenderal yang membidangi Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan atas nama menteri (Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
PIAPS ini dibuat dengan prioritas untuk penyelesaian konflik,
kegiatan restorasi gambut, dan/atau restorasi ekosistem.

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 6


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

BAB III. KEBIJAKAN PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL

A. Pendampinga Perhutanan Sosial


Luas tutupan lahan di Indonesia menurut Kementerian
Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Tahun 2017) adalah 187,75
juta ha, dengan 120,39 juta ha adalah kawasan hutan, seprti tabel
berikut ini.

Selain itu, selama masa 20 tahun terakhir, deforestasi


terjadi sangat tinggi, walaupun cenderung menurun seiring
berkurangnya tegakan pohon dan meningkatnya upaya
melindungi kawasan hutan

Dampak deforestasi menjadikan kawasan hutan rusak,


meninggalkan areal lahan kritis di kawasan hutan yang
membutuhkan upaya rehabilitasi.
Selain permasalahan deforestasi dan lahan kritis,
maraknya perambahan kawasan hutan sehingga beralih fungsi
menjadi pemukiman dan lahan perkebunan/pertanian, yang
memicu konflik sektor kehutanan tidak usai, menambah pekerjaa
rumah bagi kementerian LHK untuk diselesaikan. Seiring dengan
hal tersebut, jumlah warga yang tinggal di dalam dan disekitar
kawasan hutan juga masih tinggi, dengan tingkat kehidupan yang
marjinal. Berdasarkan data dari Kementerian LHK, terdapat

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 7


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

25.863 desa yang berada di dalam dan disekitar kawasan hutan,


yang terdiri dari 9,2 juta rumah tangga, dengan 1,7 juta rumah
tangga masuk dalam kategori keluarga miskin.
Pengelolaan kawasan hutan selama ini juga telah
melibatkan berbagai pihak, dimana sampai sebelum tahun 2014,
telah dikeluarkan izin seluas 32,74 juta ha untuk swasta (98,53%)
sementara untuk masyarakat lokal baru mencapai 1,35%.
Setelah diberlakukannya program perhutanan sosial,
dengan pemberian izin kepada masyarakat desa di dalam dan
disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan, dalam
rangka memberikan kesempatan mengambil manfaat dari hasil
hutan kayu maupun bukan kayu sekaligus menjaga dan
mereduksi lahan kritis, selama periode 2015 – 2018 telah
dikeluarkan izin seluas 6,49 juta ha dengan komposisi perizinan
swasta hanya 1,57 juta ha (24,7%) dan masyarakat mencapai 4,91
juta ha (75,54%).
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam
dan sekitar hutan maka upaya pemberdayaan yang dilakukan
melalu memberikan akses legal kepada masayarakat untuk
mengelola hutan (program perhutanan sosial) dengan 5 skema
yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman
Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat. Pengelolaan oleh
masyarakat dilakukan secara berkelompok, baik dalam wadah
kelompok tani hutan (KTH), Gabungan kelompok Tani Hutan
(Gapoktanhut), Koperasi, maupun organisasi desa (Lembaga
Pengelola Hutan Desa – LPHD).
Dalam rangka memastikan program pemberdayaan melalui
perhutanan sosial ini berjalan dengan baik, maka diperlukan
pedampingan. Pendampingan ini diharapkan:
1. mampu memanfaatkan lahan bawah tegakan dalam kawasan
hutan hingga seluas 250 ribu ha untuk tanaman pangan,
sehingga meningkatkan bahan pangan masyarakat dan
menambah penghasilan.
2. Menurunkan lahan kritis seluas 5,5 juta ha dan membangun
embung di 15 DAS
3. Menurunkan frekuensi penebangan liar, perdagangan satwa
dan tumbuhan yang dilindungi, perambahan, penambangan
illegal dan kebakaran hutan,
4. Juga dalam rangka target produksi kayu sebesar 22 juta m3

B. Pendampingan Pembangunan Kehutanan


Kegiatan pembangunan kehutanan melalui program
perhutanan sosial, memberikan akses legal kepada masyarakat
untuk mengelola kawasan hutan. Kegiatan pendampingan dapat
menggunakan masukan (input) berupa:
1. Lahan, kondisi lahan kelompok pengelola ps terkait batas izin,
batas lahan kelompok, batas lahan individu (persil). Kegiatan

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 8


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

identifikasi potensi lahan dan jenis usaha yang dilakukan di


dalam areal yang telah dizinkan hingga penyusunan rencana
pengelolaan atau rencana kerja (RKT dan RKK).
2. Kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan izin
pengelolaa, kesempatan mengakses modal, pasar, teknologi dan
lainnya
3. sumber daya manusia pengelola perhutanan sosial yang terdiri
dari kelompok tani hutan, penyuluh kehutanan PNS, penyuluh
kehutanan swasta dan penyuluh kehutanan swadaya
masyarakat, tenaga bakti rimbawan dan dari LSM.

Kegiatan proses pendampingan dilakukan dengan


1. pelibatan para pihak antara lain dari Penyuluh Kehutanan
(PNS, Swasta dan Swadaya Masyarakat), LSM, perguruan tinggi
serta dunia usaha melalui kegiatan kolaboratif dengan tajuk
“BERTEMAN” BERbagi peran, Terapkan kebersamaan, MANdiri
hasilnya) melalui penguatan:
- kelola kelembagaan
- kelola kawasan
- kelola usaha
2. peningkatan kualitas dan kuantitas SDM, yang dilakukan
pada:
a. Pendamping
Kegiatan peningkatan kualitas pendamping dilakukan
melalui rekrutmen (penerimaan) penyuluh kehutanan PNS
dari jalur inpassing, menambah jumlah PKSM, LSM
penggerak masyarakat dan dari perguruan tinggi. Adapun
kegiatan peningkatan kualitas SDM pendamping melalui
kegiatan pembelajaran klasikal berupa: pelatihan, in house
training, Training of Facilitator, seminar dan kursus-kursus.
Kegiatan lainnya berupa magang, studi banding, e-learning
b. Masyarakat
Kegiatan peningkatan kualitas masyrakat melalui sekolah
lapang, pelatihan masyarakat, magang, anjang sana dan
lainnya
3. Pemantauan secara periodik. Kegiatan pemantauan
(monitoring) kegiatan pendampingan mutlak diperlukan untuk
mengawal kegiatan perhutanan sosial agar sesuai dengan
tujuan/sasaran yang telah ditentukan. Kegiatan pemantauan
dapat dilakukan secara online melalui Sistem informasi
Pendamping (SimPing)

Output atau outcome dari kegiatan pendampingan ini


dengan harapan pengelolaan perhutanan sosial memiliki:
Kelembagaan yang kuat, kawasan tertata dan lestari serta usaha
pemegang izin berkembang.

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 9


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

Dampak yang diharapkan dari kegiatan pendampingan pada


perhutanan sosial adalah:
- Berkontribusi pada pengurangan kemiskinan
- Berkontribusi pada pengurangan pengangguran
- Berkontribusi pada peningkatan indeks IPM

C. Aktivias Pendampingan
Pendampingan menurut Peraturan Menteri Kehutanan
nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pedoman Pendampingan
Kegiatan Pembangunan Kehutanan adalah aktivitas penyuluhan
yang dilakukan secara terus menerus pada masyarakat dalam
kegiatan pembangunan kehutanan untuk meningkatkan
keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan kehutanan serta
keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat
Kegiatan pendampingan yang dilakukan kepada kelompok
tani hutan atau kelompok masayrakat manurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor
P.89/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2018 Tentang Pedoman Kelompok
Tani Hutan, meliputi:
1. Kelola kelembagaan
2. Kelola kawasan
3. Kelola usaha
Aktivitas pendampingan dilakukan oleh penyuluh
kehutanan dan pendamping dalam kerangka penyuluhan
kehutanan. Menurut UU nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, penyuluhan
kehutanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta
pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya
untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sebagai sebuah proses

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 10


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

pembelajaran, penyuluhan kehutanan yang diberikan kepada


masyarakat pengelola perhutanan sosial dilakukan secara terus
menurus agar pelaku utama (pengelola perhutanan sosial) serta
pelaku usaha (para pihak yang mendukung kegiatan pelaku
utama) mampu memanfaatkan kawasan hutan yang telah
dizinkan untuk dikelola oleh kelompok masyarakat melalui aneka
usaha kehutanan yang dibolehkan secara hukum sesuai
peruntukan dan jenis izin yang diperoleh sehingga meningkat
produktivitas usaha bidang kehutanan oleh kelompok pengelola ps
tersebut, terjadi efisiensi usaha, meningkat pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat dan seiring dengan hal tersebut,
meningkat pula kesasaran kelompok masyarakat pengelola PS
dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (termasuk kawasan
hutan).
Adapun khusus untuk kegiatan perhutanan sosial,
bedasarkan Perdirjen PSKL No: P.1/pSKL/KELING/KUM.1/
1/2019 tentang Panduan Umum Pendampingan Perhutanan
Sosial, kegiatan pedampingan Pasca Ijin perhutanan sosial adalah:
1. Pendampingan dalam tata kelola: penandaan batas areal kerja,
penguatan kelembagaan, pemulihan kawasan hutan dan
perlindungan areal kerja
2. Pendampingan dalam penyelesaian/pengelolaan konflik
3. Pendampingan kemitraan dalam pengembangan usaha.

Kegiatan pendampingan pembangunan kehutanan terkait 3 hal


yaitu:
1. Pendamping
2. Kelompok yang didampingi (kelompok tani hutan/kelompok
masyarakat), dan
3. Proses pendampingan

D. Skenario Pendampingan pada Kelompok Izin Perhutanan


Sosial

Kegiatan pendampingan perhutanan sosial, khususnya


pada kelompok izin perhutanan sosial, terdapat 4 skenario, yaitu:
1. Penetapan pendamping pada setiap izin
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.29/Menhut-II/2013 Tentang Pedoman Pendampingan
Kegiatan Pembangunan Kehutanan, pendamping adalah
Penyuluh Kehutanan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Penyuluh
Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM), Penyuluh Kehutanan
Swasta dan pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan
pendampingan kegiatan pembangunan kehutanan sesuai
dengan kompetensinya.

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 11


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

Hingga saat ini, berdasarkan data pendamping dan penyuluh


kehutanan di Pusat Penyuluhan Kehutanan Kementerian LHK,
terdapat
a. Penyuluh Kehutanan PNS sebanyak 2.937 orang yang tersebar:
1) tingkat daerah pada 34 provinsi sebanyak 2588 orang,
dimana terdapat 29 provinsi yang memiliki KPH/CDK/UPTD
dengan distribusi pendampingan untuk pulau jawa di
kegiatan hutan rakyat, dan di luar pulau jawa pada kegiatan
Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman
Rakyat dan Hutan Rakyat
2) tingkat pusat (kementerian LHK) terdapat 349 orang
penyuluh kehutanan, yang berada di UPT:
a) UPT Ditjen KSDAE (Ditjen KK dan 74 Balai KSDA/balai
Taman Nasional) sebanyak 313 orang
b) UPT Ditjen PPI (Balai PPI) sebanyak 12 orang
c) UPT BPPSDM (BDLHK dan Pusluh) sebanyak 23 orang,
dan
d) UPT Ditjen PSKL (Balai PSKL) sebanyak 1 orang
b. Penyuluh kehutanan swadaya masyarakat (PKSM) sebanyak
4.630 orang, yang melakukan pendampingan pada kegiatan
Hutan Rakyat, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan
Tanaman Rakyat dan Hutan Rakyat.
c. Penyuluh Kehutanan Swasta sebanyak 487 orang. Di tingkat
tapak, bentuk (jabatan) di tempat kerja swasta yang berafiliasi
sebagai penyuluh kehutanan swasta adalah:
1) Penyuluh kehutanan swasta
2) Community Development Officer (perusahaan HTI)
3) Community inestment Superitendent (perusahaan HTI)
4) Kepala sub seksi pengelolaan hutan besama masyarakat
(Perhutani)
5) Mandor pendamping PHBM (Perhutani)
d. Tenaga pendamping lainnya yang berasal dari LSM, yayasan,
perguruan tinggi, oraganisasi masyarakat atau perorangan.
1) Wilayah Pulau Sumatera: KKI, Warsi, WALHI Jambi, WALHI
Sumbar, SSS, LTB, FFI, Gerakan Cinta Desa, yayasan
CAPPA, Q-Bar, PETAIM, Epistema, KSPPM, Mitra Insani
2) Wilayah Pulau Kalimantan: DPMU, Forclime, Gemawan,
LBBT/HUMA
3) Wilayah Pulau Sulawesi: Aman, Yayasan Karsa, LSM
Gowa_Donggala, Bentaya, Yayasan Merah Putih, BIDUK
4) Wilayah Jambalnur: RMI dan YKI
Terdapat 14 Dinas Kehutanan/LHK Provinsi yang menugaskan
Penyuluh Kehutanan PNS mendampingi Perhutanan Soisoal

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 12


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

∑ Penyuluh ∑ Ttl KTH ∑ KTH HutSos Yg KTH HutSos yg Blm ∑PK Pendamping
No. Provinsi
Kehutanan HotSos Didampingi PK Terdampingi HutSos
1 Bengkulu 59 118 76 40 20
2 Jambi 33 344 124 209 23
3 Kalimantan Barat 26 112 72 36 9
4 Kalimantan Selatan 75 85 75 10 41
5 Kalimantan Utara 15 45 1 44 1
6 Kalimantan Tengah 59 105 29 76 13
7 Sulawesi Tengah 76 1,191 301 876 35
8 Sumatera Barat 59 231 110 116 44
9 Sulawesi Barat 22 433 - 432 -
10 Sulawesi Utara 40 171 58 113 5
11 Sulawesi Selatan 218 460 158 301 60
12 Gorontalo 13 101 - 101 -
13 Sumatera Selatan 41 126 60 53 17
14 Sumatera Utara 38 100 25 72 9
Total 774 3,622 1,089 2,479 277

2. Peningkatan kapasitas pendampaing


Upaya peningkatan kapasitas pendamping selama ini
telah dilakukan melalui pelatihan. Dalam periode 2015 – 2018
telah dilatih sebanyak 1.908 orang yang dilakukan melalui
kerjasama kediklatan antara Balai PSKL dengan Balai Diklat
LHK.
3. Peningkatan kapasitas kelompok yang didamping
Berdasrakan data, terdapat 23.688 unit KTH di seluruh
Indonesia. Sesuai Pedoman KTH, bahwa untuk pendirian KTH
diperlukan 15 orang kepala keluarga, sehingga satu KTH paling
sedikit terdiri dari 30 orang (1 kk asumsi terkecil terdiri suami
dan istri), sehingga kegiatan pendampingan ini menggerakkan
710.640 jiwa. Bila setiap anggota KTH mengelola lahan seluas 2
ha, maka total lahan yang dikelola KTH adalah 47376 ha dan
luas keseluruhan yang dikelola dalam pendampingan adalah
1,12 juta ha. Hal ini akan memberikan dampak positif secara
sosial, ekonomi dan lingkungan
Pemantapan yang diberikan kepada KTH melalui
pendampingan mulai dari kelola kelembagaan, kelola kawasan
dan kelola usaha selain meningkatkan kelas kelompok, juga
memberikan jaminan produktivitas lahan, efisiensi usaha dan
peningkatan kemakmuran serta kelestarian lingkungan
Aktivias perekonomian yang dapat didongkrak dengan
optimalisasi KTH akan berimbas pada terbentuknya lembaga
eknomi di desa melalui koperasi. Hingga saat ini telah
terbentuk 72 unit koperasi induk usaha sektor kehutanan
dalam rangka pengembangan usaha masyarakat di bidang
kehutanan, hal ini melibatkan 6.800 orang. Kapasitas
pengelolaan koperasi juga perlu ditingkatkan.
Peningkatan kapasitas lainnya melalu Lembaga Pelatihan
dan Pemagangan Usaha Kehutanan Swadaya (LP2UKS). Hingga
saat ini telah diikuti 7600 orang.
Peningkatan kapasitas juga dilakukan melalui metode
Sekolah Lapang (SL). Dalam kegiatan SL, siklus belajar dimulai

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 13


MATA DIKLAT: KEBIJAKAN PENDAMPAINGAN PS by. Slem

dari mengalami (pengalaman petani) lalu diungkapkan dalam


forum klasikal (di aula desa atau rumah anggota atau tempat
lainnya), kemudian dianalisis, disimpulkan dan diterampkan
ditempat lain melalui penyesuaian (ATM = amati, tiru dan
modifikasi). Sekolah lapang dilakukan secara terbuka dan tidak
kaku. SL diterapkan melalui paket lengkap selama 10-14 kali
pertemuan dengan metode penyuluhan (magang, studi
banding, diskusi, kunjungan, temu karya dan lainnya)

4. Monitoring dan evaluasi


Mengikuti perkembangan zaman, kegiatan monitoring
dan evaluasi (monev) terhadap pendampingan dilakukan
berbasis android dengan aplikasi SIMPing.

DAFTAR PUSTAKA

Permenhut No. P.29/Menhut-II/2013 tentang Pedoman Pendampingan


Kegiatan Pembangunan Kehutanan
PerMenLHK No. P.83/ Menlhk/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan
Sosial.
Perdirjen PSKL No: P.1/pSKL/KELING/KUM.1/ 1/2019 tentang
Panduan Umum Pendampingan Perhutanan Sosial

Diklat Pendampingan Perhutanan Sosial Halaman 14

Anda mungkin juga menyukai