New LP Pre-Operatif

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat bergantung
pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awal yang menjadi landasan untuk
kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan
berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien
meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan
kesuksesan suatu operasi.
Fase pra operasi dari peran keperawatan dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke ruang operasi.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian
dilanjutkan dikamar operasi oleh perawat perioperatf. Asuhan keperawatan praoperatif
yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat beberapa masalah pasien yang
belum teratasi diruang rawat inap, poliklinik, bedah sehari , atau unit gawat darurat,
akan tetapi dilanjutkan oleh perawat peri operatif di kamar operasi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i mengetahui dan memahami mengenai konsep dan asuhan
keperawatan pasien pre-operatif.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya definisi pre operatif.
b. Diketahuinya persiapan klien di unit perawatan pada klien pre-operatif.
c. Diketahuinya peran perawatan pada pasien pre-operatif.
d. Diketahuinya tujuan dilakukan keperawatan pre-operatif.
e. Diketahinya jenis-jenis tindakan keperawatan pre-operatif.
f. Diketahuinya asuhan keperawatan klien pre-operatif secara umum.
C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan tentang
konsep serta asuhan keperawatan pada klien pre-operatif, khususnya bagi
mahasiswa/i keperawatan.
2. Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk
menunjang proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Keperawatan perioperatif adalah merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman
pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup
tiga tahap dalam suatu proses pembedahan yaitu tahap pra operasi, tahap intra operasi
dan pasca operasi. Masing-masing tahap mencakup aktivitas atau intervensi
keperawatan dan dukungan dari tim kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan
pembedahan (Majid, 2011).
Keperawatan Perioperatif adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan d i kamar bedah yang langsung diberikan pasien, dengan
menggunakan metodelogi proses keperawatan. Keperawatan periopertif berpedoman
pada standar keperawatan dilandasi oleh etika keperawatan dalam lingkup tanggung
jawab keperawatan. Perawat yang bekerja di kamar operasi harus memiliki
kompentensi dalam memberikan asuhan keperawatan perioperatif (HIPKABI, 2012).
Jadi kesimpulannya, keperawatan perioperative adalah tindakan yang dilakukan
oleh perawat sebelum pembedahan, selama pembedahan, dan setelah pasien dilakukan
pembedahan.

B. Tipe pembedahan
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2010) membagi menjadi:
1. Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3. Reparatif : memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5. Paliatif : menghilangkan nyeri,
6. Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur
tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare (2002), membagi operasi menurut tingkat urgensi
dan luas atau tingkat resiko:
1. Menurut tingkat urgensinya
a. Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya
diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak dapat
ditunda.
b. Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
c. Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau
bulan.
d. Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak
dilakukan.
e. Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).

2. Menurut luas dan tingkat resiko


a. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat
resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
b. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi
lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

C. Persiapan Pasien di Unit Perawatan


1. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan fisik yang
harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner & Suddarth (2002),
antara lain:
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masalalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamik,
status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin,
fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena
dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalam stres fisik, tubuh
lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya
dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mngukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi
dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat dirumah sakit. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 134-145
mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal.
Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan eksresi metabolit obat-
obatan anstesi. Jika fungsi ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, infusiensi
renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi
ginjal, keculi pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus
pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan
lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT
(naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan
dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak
memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada
lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien diberikan kesempatan
untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
f. Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak
mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain
untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan.
h. Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting
sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri
daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
i. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
1) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum.
Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien
dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan pasien.
2) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
3) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak
pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek
atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena
justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi
tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini
pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya
kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.

2. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi
(tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis
penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) ,
MRI (Magnetic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin),
elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan
darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk
memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa
jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD
2 jam PP (post prandial).
e. Informed Consent
Ssetiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan
persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Informed
Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk
menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Keluarga mengetahui manfaat
dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya
sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang
detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta
pembiusan yang akan dijalani.
f. Persiapan mental/emosional.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka
perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu
mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi
stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk
membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi,
seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support
system.
D. Peran perawat pra-operatif
Lamanya waktu praoperatif akan menentukan lengkapnya data pengkajian, misalnya:
jika pasien datang ke tempat pembedahan pada hari yang sama, maka waktu yang tersedia
mungkintidak cukup untuk melakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif. Hasil
pemeriksaan pengkajian praoperatif secara umum meliputi:
1. Pengkajian umum
2. Riwayat kesehatan
3. Pengkajian psikososialspiritual
4. Pemeriksaan fisik
5. Pengkajian diagnostik.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif di bagian rawat inap, poliklinik,
bagian bedah sehari (one day care ) atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan
dikamar operasi oleh perawat perioperatif. Asuhan keperawatan praoperatif yang
terintegrasi di ruang rawat inap, poloklinik, bedah sehari, atau unit gawat darurat akan
tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif dikamar operasi (Muttaqin, 2009).

E. Tujuan Asuhan Keperawatan Pre-Operatif


Tujuan utama asuhan keperawatan pre-operatif pada klien bedah dapat meliputi :
1. Menghilangkan ansietas pre-operatif
2. Peningkatan pengetahuan tentang persiapan pre-operatif
3. Harapan pasca-operatif

F. Jenis-jenis Keperawatan Pre-Operatif


Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara
lain mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi,
mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis
selama masa pra pembedahan (Taylor, 1997 ).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat
perioperatif antara lain :
1. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa
takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
2. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
3. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
4. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
5. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
6. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
7. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
8. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.

G. Asuhan Keperawatan Pre-Operatif


1. Pengkajian
a. Pengkajian umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari, atau unit
gawat darurat dilakukan secara komprehensif dimana seluruh hal yang berhubungan
dengan pembedahan pasien perlu dilakukan secara seksama.
1) Identitas pasien
Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien, umur pasien
sangat penting. Perawat perioperatif harus mengetahui bahwa faktor usia, baik
anak-anak dan lansia dapat meningkatkan risiko pembedahan.
Pada bayi dan anak-anak dengan status fisiologis yang masih imatur atau
mengalami penurunan, pertahanan suhunya masih belum optimal. Anestesi
menyebabkan vasodilatasi dan kehilangan napas. Bayi juga mengalami kesulitan
untuk mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Kehilangan darah
walaupun dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius dikarenakan
penurunan volume sirkulasi menyebabkan bayi sulit berespon terhadap
kebutuhan untuk meningkatkan oksigen selama pembedahan sehingga bayi
rentan mengalami dehidrasi.
Pada lansia, kapasitas fisik pasien lansia untuk beradaptasi dengan stres
pembedahan menjadi terhambat karena mundurnya beberapa fungsi tubuh
tertentu. Secara umum lansia dianggap memiliki risiko pembedahan yang lebih
buruk dibandingkan pasien yang lebih muda, hal ini dikarenakan menurunnya
fungsi tubuh.
2) Jenis pekerjaan
Sebelum dilakukan pembedahan sebaiknya pasien dan keluarga sudah
mendapat penjelasan dan informasi terkait masalah finansial, mulai dari biaya
operasi hingga pemmakaian alat tambahan. Hal ini diperlukan agar setelah
operasi nanti tidak ada komplain atau ketidakpuasan pasien dan keluarga.
3) Persiapan umum
Persiapan informed consent dilakukan sebelum dilaksanakan tindakan. Pasien
dan keluarga harus mengetahui proses operasi, jenis operasi, dan prognosis dari
hasil pembedahan. Peran perawat disini adalah bertanggung jawab dan
memastikan bahwa pasien/keluarga dan dokter sudah menandatangani isi dari
formulir dari informed consent. Persiapan alat dan obat yang akan digunakan
selama pembedahan harus dilakukan secara optimal sesuai dengan kebijakan
institusi.
Dalam melakukan pengkajian yang ringkas dan optimal, perawat kamar
operasi hanya melakukan klarifikasi secara cepat dengan menggunakan
sistem checklist.
Formlir checklist bertujuan untuk mendokumentasikan prosedur secara rutin
dilakukan pada pembedahan. Yang diharapkan dari pembuatan formulir ini
adalah perawat perioperatif dapat secara ringkas memvalidasi persiapan
praoperatif yang telah dilakukan perawat ruangan.
b. Pengkajian riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan
Pengkajian ulang riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit
yang pernah diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan. Riwayat
kesehatan pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber berharga lainnya
adalah rekammedis dari riwayat perawatan sebelumnya. Penyakit yang diderita
pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam menoleransi pembedahan
dan mencapai pemulihan yang menyelurh.
Pengalaman bedah sebelumnya dapat memengaruhi respon fisik dan
psikologis pasien terhadap prosedur pembedahan. Perawat mengkaji semua
komplikasi yang pernah dialami pasien. Infomasi ini akan membantu perawat
dalam mengantisipasi kebutuhan pasien selama pra dan pascaoperatif.
Pembedahan sebelumnya juga dapat memengaruhi tingkat perawatan fisik yang
dibutuhan pasien setelah menjalani prosedur pembedahan, misalnya: pasien yang
pernah menjalani torakotomi untuk reseksi lobus paru mempunyai risiko
komplikasi paru-paru yang lebih besar daripada pasien dengan paru-paru yang
masih utuh dan normal.
2) Riwayat alergi
Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu atau lebih, maka pasien perlu
mendapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum
menjalanu pembedahan atau penulisan simbol alergi yang tertulis jelas pada
status rekam medis sesia dengan kebijakan institusi. Perawat juga harus
memastikan bahwa bagian depan lembar pencatatan pasien berisi daftar yang
dideritanya.
3) Kebiasaan merokok, alkohol, dan narkoba
Pasien perokok memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi
paru-paru pasca operasi daripada pasien bukan perokok. Perokok kronik telah
mengalami peningkatan jumlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya.
Anestesi umum akan meningkatkan iritasi jalan napas dan merangsang sekresi
pulmonal, karena sekresi tersebut akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas
siliaris selama anestesi.
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol mengakibatkan reaksi yang merugikan
terhadap obat anestesi, mengalami toleransi silang (toleransi obat meluas)
sehingga memerlukan dosis anestesi yang lebih tinggi dari normal. Konsumsi
alkohol secara berlebihan juga dapat menyebabkan malnutrisi sehingga
penyembuhan luka menjadi lambat.
Pasien yang mempunyai riwayat adanya pemakaian narkoba perlu diwaspadai
atas kemungkinan yang lebih besar untuk terjangkit penyakit seperti HIV dan
hepatitis, terutama pada pasien pengguna narkoba suntik. Penggunaan narkotika
akan mengganggu kemampan pasien mengontrol nyeri serta memengaruhi
tingkat serta jumlah pemberian anestesi selama pembedahan. Penggunaan
narkoba suntik dapat mengganggu sistem vaskular dan menyulitkan akses ke
dalam vena.
c. Pengkajian psikososialspiritual
1) Kecemasan praoperatif
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya ketidaktahuan
akan pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan kecemasan yang
terekspresikan dalam berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau apatis
terhadap kegiatan keperawatan. Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan
praoperatif adalah untuk menggali peran orang terdekat, baik dari keluarga
maupun sahabat pasien. Adanya sumber dukungan orang dekat akan menurnkan
kecemasan.
2) Perasaan
Perawat dapat mendeteksi perasaan pasien mengenai pembedahan dari
perilaku dan perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya sering bertanya,
tampak tidak nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif
mencari dukungan dari teman dan keluarga.
3) Kepercayaan spiritual
Kemampuan yang paling berguna bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan adalah kemampuan untuk mendengarkan pasien, terutama saat
mengumpulkan prinsip-prinsip komunikasi dan wawancara, perawat dapat
mengumpulkan prinsip-prinsip komunikasi dan wawancara, perawat dapat
mengumpulkan informasi dan wawasan yang sangat berharga. Perawat yang
tenang, memperhatikan, dan pengertian akan menimbullkan rasa percaya pasien.
4) Pengetahuan, persepsi, dan pemahaman
Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk menghadapi
pembedahan. Dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi, dan pemahaman
pasien, dapat membantu perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk
mempersiapkan kondisi emosional pasien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
Pemeriksaan fisik awal adalah pemeriksaan tanda-tanda vital, untuk
menentukan status kesehatan atau untuk menilai respon pasien terhadap stres
terhadap intervensi pembedahan. Pengukuran TTV memberi data untuk
menentukan status kesehatan pasien yang llazim, seperti respon terhadap stres
fisik dan psikologis, terapi medis dan keperawatan, atau menandakan perubahan
fungsi fisiologis. Perubahan TTV menandakan kebutuhan dilakukannya
intervensi keperawatan dan medis praoperatif.
Pengkajian TTV praoperatif memberikan data dasar yang penting untuk
dibandingkan dengan perubahan TTV yang terjadi selama dan setelah
pembedahan. Peningkatan denyut jantung dapat disebabkan karena adanya
kekurangan volume cairan plasma, kekurangan kalium, atau kelebihan natrium.
Apabila denyuk nadi kuat dan keras, hal tersebut mungkin disebabkan karena
kelebihan volume cairan. Disritmia jantung biasanya disebabkan oleh
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Peningkatan suhu sebelum pembedahan merupakan penyebab yang harus
diperhatikan. Apabila pasien mengalami infeksi maka dokter bedah dapat
menunda pembedahan sampai infeksi teratasi. Peningkatan suhu tubuh
meningkatkan risiko ketidakseimbangan elektrolit setelah pembedahan.
Pengkajian TTV memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi diagnosis
keperawatan, mengimplementasikan rencana intervensi, dan mengevaluasi
keberhasilan TTV dikembalikan pada batas nilai yang diterima.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Penilaian tingkat respon kesadaran secara mum dapat mempersingkat
pemeriksaan. Pada keadaan emergensi, kondisi pasien dan waktu pengumpulan
data penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas. Oleh karena itu Glasgow Coma
Scale/GCS dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut
memngkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat tiga respon utama pasien
terhadap lingkungan, yaitu: membuka mata, mengucapkan kata, dan gerakan.
3) Pengkajian status nutrisi
Perbaikan jaringan normal da resistensi terhadap infeksi bergantung pada
status nutrisi yang cukup. Pembedahan akan meningkatkan kebutuhan nutrisi.
Setelah pembedahan pasien membutuhkan minimal 1500 kkal/hari untuk
mempertahankan cadangan energi. Namun jika pasien malnutrisi harus menjalani
prosedur darurat, maka upaya perbaikan nutrisi dilakukan setelah pembedahan.
Obesitas meningkatkan risiko pembedahan akibat menurunnya ventilasi dan
fungsi jantung. Pasien akan mengalami keslitan melakukan aktifitas fisik dan
normal setelah pembedahan. Pasien obesitas rentan mengalami penyembuhan
luka yang buruk dan infeksi luka karena struktur jaringan lemak memiliki suplai
darah yang buruk.
2) Hidung dan sinus
Lakukan inspeksi palatum mole dan sinus nasalis dengan tujuan untuk
mengkaji drainase sinus yang menggambarkan adanya infeksi sinus atau
pernapasan.
3) Mulut, bibir, lidah dan palatum
Kondisi membran mukosa mulut menunjukkan status dehidrasi. Pasien
dehidrasi berisiko mengalami ketidak seimbanagn cairan dan elektrolit yang
serius selama pembedahan.
4) Sistem saraf
Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit neurologis
kemungkinan menunjukkan gangguan tingkat kesadaran atau perubahan perilaku.
Tingkat kesadaran dapat berubah karena anestesi umum, namun setelah efek
anestesi menghilang, tingkat respon pasien akan kembali pada tingkat respon
sebelum operasi.
Jika pasien akan mendapatkan anestesi spinal, maka pengkajian praoperatif
terhadap fungsi dan kekuatan motorik kasar penting dilakukan. Anestesi spinal
menyebabkan ekstermitas bawah mengalami paralisis sementara. Perawat harus
menyadari adanya kelemahan atau gangguan mobilisasi pada ekstermitas bawah
pasien agar perawat tidak cemas jika seluruh fungsi motorik tidak kembali normal
pada saat efek anestesi spinal menghilang.
Pengkajian sensibilitas prabedah sangat bermanfaat sebagai bahan evaluasi
pada saat pascaanestesi di ruang pemulihan. Peta dermatom dapat membantu
perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik sensibilitas fungsi kontrol sistem
saraf dari pusat ke perifer.
5) Sistem endokrin
Bahaya utama yang dapat mengancam penderita diabetes tidak terkontrol
adalah hipoglikemi. Hipoglikemi perioperatif mungkin terjadi selama anestesi,
akibat asupan karbohidrat pascaoperatif yang tidak adekuat atau pemberian obat
insulit yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam pasien tetapi onsetnya
tidak secepat hipoglikemi adalah asidosis atau glukosuria. Secara umum risiko
pembedahan bagi pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol tidak lebih besar
dari pasien nondiabetes, namun pemantauan kadar gula darah secara rutin penting
dilakukan sebelum, selama, dan setelah pembedahan. Pasien yang mendapat
kortikosteroid berisiko mengalami insufisiensi adrenal. Oleh karena itu,
penggunaan medikasi steroid untuk segala tujuan selama tahun-tahun sebelumnya
harus dilaporkan pada ahli anestesi dan ahli bedah.
6) Sistem pernapasan
Pemeriksaan praoperatif sistem pernapasan dapat menjadi data dasar rencana
intervensi pascaoperatif. Pemeriksaan dimulai dengan melihat (inspeksi) keadaan
umum sistem pernapasan dan tanda-tanda abnormal seperti sianosis, pucat,
kelelahan, sesak napas, batuk, dan lainnya. Pada palpasi, perawat menilai adanya
kelainan pada dinding toraks dan merasakan perbedaan getaran suara napas.
Kelainan yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti: nyeri tekan,
adanya emfisema sbkutan, atau terdapat penurunan getaran suara napas pada satu
sisi akibat adanya cairan atau udara pada rongga pleura.
Untuk menentukan kondisi paru-paruu, perawat mengauskultasi bunyi napas
normal, bunyi napas tambahan. Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan
apakah pasien mengalami kongesti paru atau penyempitan jalan napas. Adanya
atelektasis atau kelembaban pada jalan napas akan memperburuk kondisi pasien
selama pembedahan. Kongesti paru yang serius dapat menyebabkan ditundanya
pembedahan. Beberapa obat dapat menyebabkan spasme otot laring, oleh karena
itu jika perawat mendengar bunyi mengi saat mengauskultasi jalan napas pada
pemeriksaan praoperatif, maka hal ini menunjukkan pasien berisiko mengalami
penyempitan jalan napas yang lebih lanjut selama pembedahan.
7) Sistem kardiovasklar
Pemeriksaan tekanan darah praoperatif dilakukan untuk menilai adanya
peningkatan darah di atas normal (hipertensi) yang berpengaruh pada kondisi
hemodinamik intraoperatif dan pascaoperatif. Apabila pasien mempunyai
penyakit jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal.
jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. jantung,
maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. Setelah
pembedahan, maka perawat harus membandingkan frekuensi dan irama nadi
dengan data yang diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan anestesi, perubahan
dalam keseimbangan cairan, dan stimulasi respon stres akibat pembedahan dapat
menyebabkan disritmia jantung.
Nadi periper juga harus di kaji oleh perawat, begitu juga dengan waktu
pengisian kapiler, dan warna serta suhu ekstermitas untuk menentukan sirkulasi
pasien. Waktu pengisian kapiler dikaji untuk menilai kemampuan perfusi perifer.
Pengukuran pengisian kapiler penting dilakukan pada pasien yang menjalani
pembedahan vaskular atau pasien yang ekstermitasnya dipasang gips ketat.
8) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Pembedahan akan diproses oleh tubuh sebagai sebuah trauma. Akibat respon
adrenokortikal, reaksi hormon akan menyebabkan retensi air dan natrium serta
kehilangan kalium dalam 2-5 hari pertama setelah pembedahan. Banyaknya
protein yang pecah, akan menimbulkan keseimbangan nitrogen yang negatif.
Beratnya respon stres memengaruhi tingkat ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Semakin luas pembedahan, maka semakin berat pula stres akibat
kehilangan cairan dan elektroloi intra operatif.
Pasien yang mengalami syok hipovolemik atau perbahan elektrolit praoperatif
yang serius mempunyai risiko yang signifikan selama dan setelah pembedahan.
Misalnya, kelebihan atau kekurangan kalium akan meningkatkam peluang
terjadinya disritmia. Apabila pasien sebelumnya telah mempunyai gangguan pada
ginjal, gastrointestinal, atau kardiovaskular, maka risiko terjadinya perubahan
cairan dan elektrolit akan semakin besar.
9) Abdomen dan panggul
Hepar berperan penting dalam biotransformasi senyawa-senyawa anestesi.
Oleh karena itu segala bentuk kelainan hepar berefek pada bagaimana anestesi
tersebut dimetabolisme. Karena penyakit hepar akut berkaitan dengan mortalitas
bedah yang tinggi, maka perbaikan fungsi hepar pada fase praoperatif sangat
diperlukan. Pengkajian yang cermat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan
fungsi hepar.
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar.
Perawat juga menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila
pembedahan memerlukan manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien
diberikan anestesi umum, maka peristaltik tidak akan kembali normal dan bising
usus akan hilang atau berkurang selama beberapa hari setelah operasi.
Ginjal terlibat dalam ekskresi obat-obat anestesi dan metaboliknya. Status
asam basa da metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian
anestesi. Pembedahan dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut,
insufisiensi renal akut dengan oliguri atau anuri, atau masalah renal akut lainnya,
kecuali kalau pembedahan merupakan satu tindakan penyelamat hidup atau amat
penting untuk memperbaiki fungsi urin, seperti obstruksi uropati.
e. Pemeriksaan diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien
untuk menjalani pemeriksaan diagnostik guna memeriksa adanya kondisi yang tidak
normal. Banyak pemeriksaan laboratorium dan diagnostik seperti EKG dan foto
dada tidak lagi dilakukan secara rutin untuk pasien yang menjalani bedah sehari
karena biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan tersebut tidak efektif jika
pasien sehat dan tidak menunjukkan gejala yang tidak normal. Perawat bertanggung
jawab mempersiapkan dalam klien untuk menjalani pemeriksaan diagnostik dan
mengatur agar pasien menjalani pemeriksaan yang lengkap. Perawat juga harus
mengkaji hasil pemeriksaan diagnostik yang perlu diketahui dokter untuk membantu
merencanakan terapi yang tepat.
f. Pemeriksaan skrining tambahan
Apabila pasien berusia lebih dari 40 tahun atau mempnyai penyakit jantung,
maka dokter mngkin akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan sinar-X
dada atau EKG. Pada beberapa prosedur bedah tertentu seperti bedah saraf, jantung,
dan urologi, diperlukan pemeriksaan canggih untuk menegakkan diagnosa prabedah,
misalnya: MRI, CT-Scan, USG doppler, dan lainnya sesuai kebutuhan diagnosis
prabedah.

2. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang
akan dilaksanakan dan hasil akhir pacaoperatif
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan,
ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan
ketidakmampuan menggali koping efektif
3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan
kurang pengalamab tentang operasi, kesalahan informasi.
3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1 Ansietas Setelah dilakukan Penurunan Ansietas 1. Untuk
berhubungan tindakan 1. Bantu pasien membantu
dengan kurang keperawatan selama menenangkan
mengekspresikan
pengetahuan 1x24 jam pasien
tentang diharapkan perasaan marah, 2. untuk
pembedahan kecemasan pasien kehilangan, dan mengetahui
yang akan berkurang atau takut. keadaan umum
dilaksanakan dan hilang dengan 2. Kaji tanda ansietas pasien hingga
hasil akhir Kriteria hasil: verbal dan kondisi stabil
pacaoperatif Tujuan: dalam nonvervbal. 3. supaya pasien
waktu 1x24 jam Dampingi pasien mengetahui
tindakan apa yang
tingkat kecemasan dan lakukan
akan dilakukan
pasien berkurang tindakan bila pasien kemungkinan
atau hilang. mulai menunjukkan komplikasi dan
Kriteria hasil : perilaku merusak. perubahan yang
1. Pasien 3. Jelaskan tentang terjadi setelah
menyatakan prosedur oeprasi
kecemasan pembedahan sesuai 4. bimbing pasien
berkurang untuk berdoa
jenis operasi.
sesuai dengan
b. 2. Pasien mampu 4. Beri dukungan agama masing-
mengenali perasaan prabedah. masing
ansietasnya 5. Beri lingkungan 5. supaya pasien
c. 3. Pasien dapat yang tenang dan merasa nyaman
mengidentifikasi suasana penuh dan mengurangi
penyebab atau istirahat. rasa cemas/takut
faktor yang 6. supaya pasien
6. Beri kesempatan
merasa nyaman
memengaruhi pada pasien untuk setelah
ansietasnya mengungkapkan mengungkapkan
d. 4. Pasien kooperatif ansietasnya. dan adanya feed
terhadap tindakan 7. Berikan privasi pada back
5. Wajah pasien pasien dan orang menenangkan dari
tampak rileks terdekat. perawat atau tim
medis lain
8. Berikan anticemas
7. supaya pasien
sesuai indikasi, merasa terlindungi
seperti diazepam. 8. untuk
mengurangi rasa
nyeri dan cemas
2 Koping individu Setelah dilakukan Peningkatan koping 1. untuk
tidak efektif tindakan 1. Kaji perubahan mengetahui
berhubungan dari gangguan
dengan keperawatan selama persepsi dan keadaan umum
prognosis hubungan dengan pasien
1x24 jam diharapkan
2. untuk
pembedahan, derajat
pasien mampu mengetahui
ancaman ketidakmampuan. perubahan percaya
kehilangan organ mengembangkan 2. Identifikasi arti diri pasien
atau fungsi tubuh koping positif dari kehilangan atau 3. supaya pasien
dari prosedur disfungsi pada tetap tenang
dengan kriteria hasil:
pembedahan, pasien. 4. untuk tindakan
dan a. 1. Pasien kooperatif 3. Anjurkan pasien lebih lanjut terkait
ketidakmampuan pada setiap untuk kondisi pasien
5. memperkuat
menggali koping intervensi mengekspresikan rasa percaya diri
efektif keperawatan perasaan. pasien meskipun
b. 2. Pasien mamp 4. Catat ketika pasien dengan kondisi
menyatakan atau menyatakan sekarat, perubahan yang
mengkomunikasikan mengingkari, dan dialami setelah
dengan orang menyatakan inilah operasi
terdekat tentang kematian. 6. untuk
situasi dan mengetahui
5. Meningkatkan
komplikasi pasca
perubahan yang pasien tentang fakta operasi
sedang terjadi. dan realita bahwa 7. jika terjadi
c. 3. Pasien mampu pasien masih dapat komplikasi pada
menyatakan menggunakan sisi pasien sesuai
penerimaan diri yang sakit dan belajar dengan kondisi
terhadap situasi. mengontrol sisi yang yang ditunjukkan
4. Pasien mengakui sehat.
dan menggabungkan 6. Monitor gangguan
tidur, kesulitan
perubahan kedalam
berkonsentrasi,
konsep diri dengan letargi, dan menarik
cara yang akurat diri.
tanpa harga diri yang 7. Rujuk pada ahli
neuropsikologis dan
negatif. konseling bila ada
indikasi.

3 Kurang Setelah dilakukan Penyuluhan: 1. untuk


pengetahuan individual mengetahi
tindakan
pengetahuan
tentang implikasi 1. Kaji tingkat
keperawatan selama pasien terkait
pembedahan pengetahuan dan prosedur operasi
berhubungan 1x24 jam suumber informasi yang akan
dengan kurang diharapkan yang telah diterima dilakukan
pengalamab 2. untuk
pengetahuan pasien
tentang operasi, mempersiapkan
pasien sebelum
kesalahan dan keluarga tentang 2. Diskusikan perihal dilakukan
informasi. jadwal pembedahan
pembedahan dapat
3. sebagai
pembedahan
terpenuhi dengan informasi kepada
3. Diskusikan perihal pasien dan
kriteria hasil: lamanya keluarga untuk
1. Pasien dan pembedahan mengurangi
keluarga mengetahui 4. Lakukan kecemasan terkait
pendidikan waktu
jadwal pembedahan
kesehatan pembedahan yang
b. 2. Pasien dan lama
keluarga kooperatif praoperatif
4. menjelaskan
pada setiap 5. Beritahu persiapan segala sesuatu
intervensi pembedahan. terkait operasi
keperawatan Persiapan 5. prosedur
c. 3. Pasien dan intestinal sebelum
keluarga secara 6. Persiapan kulit pembedahan
7. Pembersihan area dimulai
subjektif
operasi, 6. memastikan
menyatakan lokasi operasi
bersedia dan pencukuran area
7. supaya terlihat
termotivasi untuk operasi jelas area mana
melakukan aturan 8. Ajarkan aktivitas yang akan
dan prosedur pasca operasi, yaitu: dilakukan
prabedah yang telah a. Latihan napas pembedahan
diafragma 8. mengajarkan
dijelaskan
b. Latihan batuk semua kebutuhan
d. 4. Pasien dan yang akan
keluarga memahami efektif
dilakukan pasca
tahap-tahap menggunakan operasi mulai dari
intraoperatif dan bantal untuk manajemen nyeri,
pascaanestesi mengurangi manajemen batuk
e. 5. Pasien dan respon nyeri efektif, pergerakan
c. Latihan tungkai atau imobilisasi
keluarga
d. Ajarkan teknik dan persiapan
mengungkapkan lingkungan tempat
alsan pada setiap manajemen
rawat inap untuk
instruksi dan latihan nyeri pasienterlebih
praoperatif keperawatan: dahulu batasi
f. 6. Pasien dan e. atur posisi pengunjung
keluarga memahami imobilisasi pada biarkan pasien
area untuk beristirahat.
respon pembedahan
secara fisiologis dan pembedahan
psikologis f. batasi
g. 7. Secara subjektif pengunjung dan
pasien menyatakan istirahatkan
rasa nyaman dan pasien
relaksasi emosional g. ajarkan teknik
distraksi untuk
8. Pasien mampu mengurangi
menghindarkan nyeri
h. berikan
cedera selama
manajemen
periode perioperatif sentuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muttaqin., (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta
Majid, A. et al. (2011). Keperawatan Perioperatif. Edisi 1. Yogyakarta: Goysen
Publishing.
Potter, P., & Perry. (2010). Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 3. Jakarta:
Salemba Medika.
Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai