LP CKD EC Nefrolitiasis
LP CKD EC Nefrolitiasis
LP CKD EC Nefrolitiasis
b. Sistem Kardiovaskuler
1) Anemia, dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a) Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan
eritropoesis pada sumsum tulang menurun.
b) Hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik.
c) Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu
makan yang berkurang.
d) Adanya perdarahan. Perdarahan yang paling sering adalah
pada saluran cerna dan kulit serta akibat adanya hematuri.
2) Gangguan fungsi leukosit
Gangguan ini mengakibatkan fagositosis dan kemotaksis
berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas tubuh
menurun .
3) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron
4) Gangguan irama jantung akibat arterosklerosis dini, gangguan
elektrolit dan kalsifikasi metastatik
c. Sistem Endokrin
Pada klien dengan gagal ginjal kronis ec neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami gangguan seksual: libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi
testosteron dan spermatogenesis yang menurun. Pada wanita timbul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorhea.
d. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein di dalam usus. Keadaan gagal
ginjal kronik mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam hal
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang salah satunya
adalah ureum. Peningkatan kadar ureum dalam darah akan akan
mengiritasi mukosa lambung dan merangsang peningkatan
asam lambung (HCL) akibatnya akan terjadi mual.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan dalam
tubuh. Ureum yang meningkat pada air liur diubah oleh bakteri di
mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia dan
perubahan membran mukosa mulut berupa lidah menjadi kotor
atau timbulnya lesi pada mukosa mulut. Sedangkan ureum yang
meningkat dalam usus dapat menyebabkan perubahan mukosa
usus yang menimbulkan kembung pada perut.
3) Gagal ginjal akan menyebabkan gangguan pada metabolisme
vitamin D, sehingga akan terjadi gangguan pada absorpsi
kalsium di usus.
e. Sistem Integumen
1) Kulit berwarna pucat akibat adanya anemia dan kekuning-
kuningan akibat urokrom.
2) Adanya rasa gatal yang parah (pruritus) akibat dari butiran
uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit (urea fross).
3) Adanya gatal-gatal di kulit menyebabkan klien ingin menggaruk
dan akibatnya akan timbul bekas-bekas garukan di kulit.
f. Sistem Persarafan
Pada klien dengan gagal ginjal kronis ec neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri akan mengalami peningkatan status
uremik yang bisa mengakibatkan perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi dan adanya kedutan otot dan kejang
disebabkan karena kadar kalsium yang menurun. Pada tahap lanjut
bisa terjadi nepropati perifer. Dengan dilakukannya nefrolitotomi,
mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sehingga akan
merangsang pengeluaran vasoaktif amin (bradikinin, serotonin dan
histamine) yang akan ditangkap oleh nocyreceptor disampaikan ke
dorsal horn di medulla spinalis melalui serabut saraf delta A dan C,
dilanjutkan ke traktus spinothalamikus, thalamus dan ke kortek
serebri dipersepsikan menjadi nyeri.
g. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi
seksual berupa penurunan libido.
h. Sistem Muskuloskeletal
Pada klien dengan gagal ginjal kronis ec neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri dapat mengakibatkan penyakit tulang
uremik yang sering disebut sebagai osteodistrofi ginjal, disebabkan
karena adanya perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
Gagal ginjal kronik bisa menyebabkan adanya gangguan pada
metabolisme Vitamin D. Ginjal berfungsi untuk mengubah vitamin D
prohormon menjadi bentuk aktif, vitamin D bentuk aktif bukan hanya
mengatur absorpsi kalsium oleh alat pencernaan tetapi juga
penyimpanan pada matriks tulang. Sehingga pada klien gagal ginjal
kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan
mengalami penurunan kadar kalsium dalam tulang yang bisa
mengakibatkan osteoporosis.
i. Sistem Perkemihan
1) Gangguan klirens renal akibat penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi sehingga kadar urea darah meningkat.
2) Ketidakmampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit serta
retensi cairan dan natrium sehingga terjadi edema.
(Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y., dkk,
2001:1449 dan Suyono, S., dkk, 2001:428)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
“Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk mengumpulkan
data dan menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan
perawatan pada seorang klien”. (Hidayat, A. Azis., 2001:12).
Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan perencanaan perawatan
pada klien dengan tepat, cepat, dan akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian
adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
1) Data
Biografi
Gagal ginjal kronik e.c Neprolithiasis merupakan penyakit saluran
perkemihan yang umumnya terjadi pada laki-laki walaupun tidak
menutup kemungkinan wanita dapat mengalaminya karena
kecenderungan diet ketat untuk menjaga berat badan ditunjang dengan
asupan air yang kurang. Usia 30-50 tahun menjadi faktor yang
meningkatkan terjadinya neprolithiasis. Penyakit ini ditemukan juga pada
pekerja-pekerja yang mempunyai pekerjaannya banyak duduk dan
kurang aktifitas. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
2) Riwayat
Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
(1). Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai
timbul gejala yang mengakibatkan klien masuk rumah sakit,
tindakan yang dilakukan pada keluhan tersebut sampai klien
datang ke rumah sakit serta pengobatan yang telah dilakukan.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal
ginjal kronik e.c neprolithiasis pada awalnya mengeluh adanya
perubahan pada pola berkemih seperti kelemahan atau
penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan mengakhiri
proses berkemih, sering berkemih terutama malam hari, nyeri
terbakar saat berkemih, darah dalam urine, tidak mampu
berkemih, dan disertai dengan keluhan bengkak-
bengkak/edema pada ekstremitas, dan perut kembung. (Gale,
Danielle, 1999:153)
(2). Keluhan Utama saat pengkajian
Menggambarkan keluhan yang dirasakan oleh klien pada
saat dikaji yang dikembangkan dengan metode PQRST. Pada
klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik
e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri pada
umumnya mengeluh nyeri pada daerah yang diinsisi jika
dilakukan nefrostomi, neprolitotomi atau nefrectomi, nyeri
tersebut dirasakan bertambah apabila drain atau luka tertekan.
Terdapat pula keluhan merasa mual akibat dari peningkatan
status uremi klien, mual dirasakan klien secara terus menerus,
bertambah jika klien makan ataupun minum, dan berkurang jika
klien dalam keadaan istirahat.
Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan
atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien
pada saat ini termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-
kebiasaan klien. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan :
gagal ginjal kronis e.c neprolithiasis perlu ditanyakan riwayat
penyakit ginjal sebelumnya seperti infeksi dan obstruksi saluran
kemih, BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan
nefrotoksik, dan riwayat diet pada klien. Menurut Purnomo,
Basuki.B., (2003 : 57), bahwa angka kejadian neprolithiasis
dipengaruhi oleh faktor diet banyak purin, oksalat dan kalsium serta
asupan air yang kurang dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit gagal ginjal kronik dan
neprolithiasis seperti hipertensi, adanya riwayat neprolithiasis, dan
diabetes mellitus.
3) Pola
Aktivitas Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, seperti :
a) Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan
perasaan mual dan stomatitis, asupan nutrisi yang kurang,
ketidaksesuaian dengan diet yang dibutuhkan oleh klien tergantung
dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b) Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c
neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri memiliki
keterbatasan aktivitas dimana menyebabkan menurunnya peristaltik
usus sehingga timbul konstipasi, disertai dengan adanya perubahan
pola berkemih bila terpasang drainase nefrostomi.
c) Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik
e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung
mengalami ganguan istirahat tidur sehubungan dengan adanya
kecemasan terhadap penyakitnya, peningkatan status uremik yang
menyebabkan pruritus, ataupun karena adanya rasa nyeri yang
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat
nefrolitotomi, nefrostomi atau tindakan bedah lainnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan
post nefrolitotomi kiri cenderung pemenuhan kebutuhan personal
hygiene seperti kebersihan kulit, gigi, rambut dan kuku terganggu
karena adanya keterbatasan gerak, kelelahan atau karena rasa nyeri
yang dirasakan oleh klien.
e) Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari - hari
mengakibatkan klien dalam beraktivitas membutuhkan bantuan dari
keluarga.
4) Pemeriksaa
n Fisik
Menurut Denison, R.D., (1996:480) dan Doengoes, M., alih bahasa :
Karyasa, L.M., (1999:626) bahwa pada pemeriksaan fisik klien dengan
gagal ginjal kronik ec neprolithiasis akan ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a). Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya edema
anasarka dan keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan
teraba pembesaran pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi
ginjal, perubahan pola BAK, oliguri atau poliuri, dan pada tahap
lanjut dapat ditemukan adanya bunyi bruits sign pada percabangan
arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.
b). Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya
pernafasan yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang
tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas normal, adanya
retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk
+
mengeluarkan ion H akibat dari asidosis metabolik, pergerakan
dada yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama
getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat perkusi
paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi
paru cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut
akan ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai
akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar
karena adanya edema paru.
c). Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya
anemis pada konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun
sebagai akibat dari adanya edema anasarka, tekanan darah
meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time) menurun, terdapat
pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung cenderung terdengar
irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG (Elektro
Kardiografi).
d). Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya
penurunan tingkat kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum
dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada tahap lanjut cenderung
terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat ditemukan adanya
penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya penyakit
serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient Ischemic Attack).
e). Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual,
muntah, kembung dan diare serta perubahan mukosa mulut sebagai
akibat dari tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam darah atau
karena tidak adekuatnya oksigen yang masuk ke saluran cerna yang
akan merangsang refleks vasovagal berupa peningkatan asam
lambung (HCL), atau bahkan konstipasi sebagai akibat hal tersebut
diatas, motilitas usus akan menurun. Penurunan berat badan
(malnutrisi) atau peningkatan berat badan dengan cepat (edema)
f). Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa
gatal sebagai akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik,
kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun (kembali
> 3 detik). Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi
ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral teraba dingin.
b. Analisa Data
Menurut Hidayat, A. Azis., (2001:8) analisa data merupakan suatu
proses dalam pengkajian dimana data yang menyimpang dikelompokkan
kemudian dianalisa dan diinterpretasikan sehingga diperoleh masalah-
masalah keperawatan yang klien perlukan.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik ec nefrolitiasis menurut
Carpenito (2001:1451), meliputi :
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi),
dan adanya obstruksi.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah, stomatitis, Peruba-
han sensasi rasa, dan pembatasan diet.
3) Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan
elektrolit (kalium, kalsium), efek uremik pada otot jantung, kelebihan
cairan.
4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta
natrium.
5) Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan penurunan
libido.
6) Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif , invasi
mikroorganisme pada daerah luka, adanya obstruksi dan statis urine.
7) Resiko gangguan integritas kulit : pruritus yang berhubungan dengan
fosfat kalsium atau penumpukan ureum pada kulit.
8) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
anemia
9) Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas,
efek obat-obatan.
10) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
hubungan sosial, fungsi peran, support sistem dan konsep diri.
11) Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan pemasangan
kateter / nefrostomi.
2. Perencanaan
“Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dan proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah
dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien” .
(Hidayat, A. Azis., 2001:12)
Menurut Carpenito, L.J., alih bahasa : Ester, M., (1995:216), Gale, Danielle,
(1999:154), serta Smeltzer, S,C.,dan Bare, B.G., alih bahasa : Kuncara, H.Y.,
dkk, (2001:1451), perencanaan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan : gagal ginjal kronik ec neprolithiasis adalah sebagai berikut :
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat pasca operasi (nefrolitotomi, nefrostomi), dan
adanya obstruksi.
Tujuan : rasa nyaman klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri berkurang.
2) Klien tidak meringis
3) Skala nyeri berkurang atau hilang.
4) Klien mampu memilih koping yang konstruktif untuk mengatasi nyerinya.
Intervensi Rasional
1) Observasi tanda-tanda 1) Untuk mengontrol kemajuan atau
vital dan intensitas nyeri setiap penyimpangan dari hasil yang
8 jam. diharapkan.
2) Berikan penjelasan 2) Menghindari persepsi yang salah
tentang penyebab nyeri dari penyebab nyeri
3) Posisi yang nyaman akan
3) Bantu klien untuk menimbulkan perasaan relaks.
mendapatkan posisi yang 4) Posisi yang tidak tepat
nyaman. menimbulkan gesekan pada luka
4) Pertahankan kepatenan yang akan menstimulasi reseptor
posisi drain nyeri
5) Dengan teknik relaksasi/nafas
dalam akan mengurangi
5) Anjurkan dan bimbing ketegangan otot sehingga stimulus
klien untuk melakukan teknik nyeri berkurang.
relaksasi yaitu nafas dalam. 6) Teknik distraksi dapat mengalihkan
6) Lakukan teknik distraksi perhatian klien terhadap nyeri.
saat nyeri dirasakan klien. 7) Lingkungan yang nyaman dapat
7) Ciptakan lingkungan yang mengurangi stressor terhadap
nyaman. nyeri.
8) Mengurangi dan mengalihkan
8) Berikan kesempatan pada stressor nyeri
klien untuk berinteraksi. 9) Analgetik dapat mengurangi rasa
9) Kolaborasi untuk nyeri yang dirasakan klien
pemberian obat analgetik. (memblokade reseptor saraf nyeri)
Kriteria Hasil :
1) Peningkatan nafsu makan
2) Klien mengungkapkan secara verbal mual berkurang atau hilang
3) Berat badan ideal sesuai umur dan tinggi badan
4) Klien mengerti tentang pentingnya nutrisi
Intervensi Rasional
1) Kaji dan catat pemasukan diet 1) Membantu mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet
2) Kaji adanya masukan protein 2) Masukan protein yang tidak
yang tidak adekuat adekuat dapat menyebabkan
penurunan albumin dan protein
lain, pembentukan edema dan
3) Menyediakan makanan perlambatan penyembuhan
kesukaan pasien dalam 3) Mendorong peningkatan masukan
batas-batas diet diet
4) Anjurkan klien makan-
makanan tinggi kalori, rendah 4) Mengurangi makanan dan protein
protein, rendah natrium yang dibatasi dan menyediakan
diantara waktu makan kalori untuk energi, membagi
protein untuk pertumbuhan dan
5) Berikan makanan sedikit tapi penyembuhan jaringan
sering. 5) Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status uremik
6) Tawarkan perawatan mulut dan menurunnya peristaltik
6) Perawatan mulut membantu
menyegarkan rasa mulut yang
7) Jelaskan pada keluarga dan sering tidak nyaman pada uremia
pasien mengenai pembatasan 7) Meningkatkan pemahaman pasien
diet dalam hubungan dengan dan keluarga tentang hubungan
penyakit ginjal dan antara diet ureum, kreatinin
peningkatan urea, kreatinin dengan penyakit ginjal
8) Timbang berat badan klien
setiap hari 8) Untuk memantau status cairan dan
9) Kolaborasi untuk pemberian nutrisi
diet yang sesuai 9) Memberikan nutrien yang cukup
untuk memperbaiki energi dan
mengurangi katabolisme protein
10) Kolaborasi untuk terapi yang memperberat kerja ginjal
pemberian multivitamin dan 10) Mengggantikan kehilangan vitamin
penghilang mual karena malnutrisi/anemia dan
mengurangi rasa mual.
8) Anjurkan menggunakan
pakaian katun longgar. 7) Mencegah agresifitas
menggaruk yang dapat
menyebabkan kerusakan kulit.
8) Mencegah iritasi dermal
langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit.
h. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
anemia.
Tujuan : Klien dapat berpartisipasi terhadap aktivitas yang diinginkan.
Kriteria Hasil :
1) Melaporkan perbaikan rasa berenergi.
Intervensi Rasional
1) Evaluasi laporan 1) Menentukan derajat
kelelahan, kesulitan (berlanjutnya/perbaikan) dari efek
menyelesaikan tugas. ketidakmampuan
Perhatikan kemampuan
tidur/istirahat dengan tepat 2) Mengidentifikasi
2) Kaji kemampuan untuk kebutuhan indi-vidual dan
berpartisipasi pada aktivitas membantu pemilihan intervensi
yang diinginkan/dibutuhkan
3) Identifikasi faktor 3) Mungkin mempunyai
stress/psikologis yang dapat efek akumulatif (sepanjang faktor
memperberat psikologis) yang dapat diturunkan
bila masalah dan takut
diakui/diketahui
4) Rencanankan periode 4) Mencegah kelelahan
istirahat adekuat berlebihan dan menyimpan energi
untuk penyembuhan, regenerasi
5) Berikan bantuan dalam jaringan
aktivitas sehari-hari dan 5) Mengubah energi
ambulasi memungkinkan berlanjutnya
aktivitas yang dibutuhkan/normal,
memberikan keamanan pada
6) Tingkatkan tingkat pasien
partisipasi sesuai toleransi 6) Meningkatkan rasa
pasien membaik/meningkatkan
kesehatan membatasi frustasi
7) Kolaborasi : awasi kadar 7) Ketidakseimbangan
elektrolit termasuk kalsium, dpaat mengganggu fungsi
magnesium dan kalium serta neuromoskular yang memerlukan
haemoglobin peningkatan penggunaan energi
untuk menyelesaikan tugas dan
potensial perasaan lelah
Intervensi Rasional
1) Dorong klien untuk tidak 1) Bila BAB ditahan sfingter ani
menahan BAB jika klien eksterna berkontraksi sehingga
merasa ingin BAB refleks defekasi berhenti dan
terjadi penumpukan feses yang
masuk ke rektum sehingga feses
Intervensi Rasional
mengeras.
2) Berikan privacy yang 2) Privacy yang tidak adekuat akan
adekuat selama klien meningkatkan stress bagi klien
berusaha untuk BAB. dan meningkatkan rangsangan
sistem saraf simpatis sehingga
peristaltik usus terhambat.
3) Untuk merangsang refleks
3) Anjurkan klien untuk gastrokolon dan refleks
minum air hangat saat klien duodenum sehingga akan
bangun tidur. meningkatkan peristaltik usus.
4) Merangsang gerak peristaltic
4) Tingkatkan aktivitas tubuh sehingga feses akan bergerak
sesuai dengan toleransi klien. menuju rektum.
5) Latih klien untuk 5) Proses defekasi normal
melakukan latihan otot tergantung pada adekuatnya
abdomen dan latihan usus tonus otot abdominal dan
(bowel training) jika tidak ada kekuatan otot tersebut.
kontraindikasi.
6) Kolaborasi pemberian 6) Meningkatkan evakuasi feses.
supositoria rektal sesuai
kebutuhan.
4. Evaluasi
Menurut Hidayat, A. Azis (2001: 13) Evaluasi merupakan catatan tentang
indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk
menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari
hasil tindakan keperawatan. Terdapat dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu
evaluasi formatif yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif yang
merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien,
tergambar dalam catatan perkembangan dengan komponennya SOAPIER :
S : Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan dikeluhkan dan
dikemukakan oleh klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan
lain.
A : Analisa data
Data subjektif maupun objektif dinilai dan dianalisis apakah berkembang ke arah
kebaikan atau kemunduran. Hasil analisis menguraikan sampai dimana masalah
yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah baru.
P : Perencanaan
Rencana penanganan klien didasarkan pada hasil analisis di atas yang berisi
melanjutkan rencana sebelumnya bila masalah belum teratasi.
I : Implementasi/pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi
Penilaian sejauhmana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan
sejauhmana masalah klien teratasi.
R : Reassesment
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi pengkajian ulang perlu
dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, objektif dan
analisis.
SOAPIER dilakukan saat ada masalah baru, resiko tidak terjadi, masalah
tidak teratasi sesuai kriteria waktu (tupen).
DAFTAR PUSTAKA
De Jong, W., dan Sjamsuhidajat, R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
Jakarta , EGC.
Engram, B., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa
Samba, S., Jakarta , EGC.
Guyton & Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC