E12spa PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 48

PENGARUH PERENDAMAN DAN PERLAKUAN BUAH

TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH DAN


PERTUMBUHAN AWAL SEMAI BINTARO
(Cerbera manghas Linn.)

SATRIAVI PUTRI ASTRINATA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENGARUH PERENDAMAN DAN PERLAKUAN BUAH
TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH DAN
PERTUMBUHAN AWAL SEMAI BINTARO
(Cerbera manghas Linn.)

SATRIAVI PUTRI ASTRINATA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN

SATRIAVI PUTRI ASTRINATA. Pengaruh Perendaman dan Perlakuan Buah


terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Awal Semai Bintaro (Cerbera
manghas Linn.). Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan EDJE DJAMHURI.
Biodiesel merupakan salah satu Bahan bakar Nabati (BBN) yang
digunakan sebagai energi alternatif bahan bakar fosil. Salah satu spesies dari
pohon yang sudah diteliti dapat menghasilkan biodiesel adalah bintaro (Cerbera
manghas Linn.) (Pranowo 2010). Oleh karena itu, penelitian yang berkaitan
dengan teknik mengecambah bintaro sangat penting untuk mendukung pengadaan
bibit bintaro. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perendaman dan
perlakuan buah terhadap perkecambahan dan pertumbuhan awal semai bintaro.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Desember
2011 di Persemaian dan Rumah Kaca Bagian Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Rancangan Faktorial Acak Lengkap (RFAL), dengan faktor
perendaman dan perlakuan buah. Perendaman menggunakan dua taraf yaitu,
perendaman air biasa dan air kelapa selama 4 hari. Perlakuan buah menggunakan
tiga taraf, yaitu tanpa kupas kulit buah, ekstraksi dan kupas kulit buah. Parameter
yang diamati dalam percobaan ini adalah perkecambahan yang terdiri atas, daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (Kct), nilai perkecambahan (NP) dan
pertumbuhan awal yang terdiri atas, riap tinggi semai (RTS), riap diameter batang
(RDB) dan riap jumlah daun (RJD).
Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan buah berpengaruh terhadap
perkecambahan benih dan pertumbuhan awal semai bintaro. Buah yang dikupas
kulitnya mempunyai daya berkecambah sebesar 100%, kecepatan tumbuh sebesar
1,18%/etmal dan nilai perkecambahan sebesar 0,51 lebih besar dibandingkan
dengan buah yang tidak dikupas kulitnya dan diekstraksi. Ekstraksi benih
mempunyai daya berkecambah 20%, kecepatan tumbuh 0,23%/etmal dan nilai
perkecambahan 0,37 terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Pertumbuhan awal
semai dari semai yang berasal dari buah dikupas kulit (RTS=8,33 cm/minggu,
RDB=1,48 mm/minggu dan RJD=2,6 helai/minggu) dan buah tidak dikupas
kulitnya (RTS=7,11 cm/minggu, RDB=1,26 mm/minggu dan RJD=2,3
helai/minggu) lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan awal semai dari
buah yang diekstraksi (RTS=2,15 cm/minggu, RDB=0,40 mm/minggu dan
RJD=0,8 helai/minggu). Perendaman selama 4 hari, baik dengan menggunakan air
biasa maupun air kelapa dan interaksi antara perlakuan perendaman dan perlakuan
buah tidak memberikan pengaruh terhadap perkecambahan benih dan
pertumbuhan awal semai bintaro.

Kata kunci : bintaro, perendaman, perlakuan buah, perkecambahan, pertumbuhan


awal.
ABSTRACT

SATRIAVI PUTRI ASTRINATA. The Effects of Soaking and Fruit Treatment to


Seed Germination and Seedling’s Initial Growth of Bintaro (Cerbera manghas
Linn.). Under supervision of CECEP KUSMANA and EDJE DJAMHURI.
Biodiesel was one of plant-based fuel that used as alternative energy of
fossil fuel. One of tree species that has been researched that could produce
biodiesel was Bintaro (Cerbera manghas Linn.) (Pranowo 2010). Thus research
related to germinating technique of Bintaro was very important to support
supplying of Bintaro seedling. This research was supposed to study the effect of
soaking and fruit treatment to germination and seedling’s initial growth of
Bintaro.
This research was done from August to December 2011 in Nursery and
Green House of Silviculture Department, Forestry Faculty, Bogor Agricultural
University. Experiment design used in this research was Complete Factorials
Random Design (CFRD), namely soaking and fruit treatment. The first factor was
consist of two levels as follow: soaking with pure water and coconut water for 4
days. The second factor was consist of three levels as follow: fruit treatment
without fruit’s skin peeling, extraction and peeled fruit’s skin. The observed
variable is germination (germination potential, growth speed and germination
value) and initial growth of seedling (increment of stem diameter, increment of
seedling height and increment of leaves total).
According to result of research, the fruit’s treatment give significantly
effect to germination and initial growth of bintaro seedling. The treatment of
peeled fruit’s skin gives germination potential of 100%, growth speed of
1,18%/etmal and germination value of 0,51, better than the treatment of without
fruit’s peeling and extraction. The initial growth from the treatment of peeled
fruit’s skin and without fruit’s peeling better than the initial growth from the
treatment of extraction. The treatment of peeled fruit’s skin give increment of
seedling height (8,33 cm/week), increment of stem diameter (1,48 mm/week) and
increment of leaves total (2,6 leaf/week). The treatment of without fruit’s peeling
give increment of seedling height (7,11 cm/week), increment of stem diameter
(1,26 mm/week) and increment of leaves total (2,3 leaf/week) better than of initial
growth of seedling originated from seed extraction. Germination and intial growth
of bintaro do not effected by the treatment of soaking either with pure water or
coconut water.

Keywords: bintaro, soaking, fruit treatment, germination, initial growth of


seedling
PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Perlakuan


Perendaman dan Perlakuan Buah terhadap Perkecambahan Benih dan
Pertumbuhan Awal Semai Bintaro (Cerbera manghas Linn.)” adalah benar-benar
hasil karya saya sendiri serta belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, Mey 2012

Satriavi Putri Astrinata


NIM E44070044
Judul Skripsi : Pengaruh Perendaman dan Perlakuan Buah terhadap
Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Awal Semai Bintaro
(Cerbera manghas Linn.)
Nama : Satriavi Putri Astrinata
NIM : E44070044

Menyetujui :
Komisi Pembimbing,
Ketua, Anggota,

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Ir. Edje Djamhuri


NIP. 19610212 198501 1 001 NIP. 19588215 197412 1 001

Mengetahui :
Ketua Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS


NIP. 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Perendaman dan Perlakuan Buah
terhadap Perkecambahan Benih dan Pertumbuhan Awal Semai Bintaro (Cerbera
manghas Linn.)” merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada periode
Agustus sampai Desember 2011 di rumah kaca dan persemaian Departemen
Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB guna memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis.
Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Mey 2012

Satriavi Putri Astrinata


NIM E44070044
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Alloh SWT berkat rahmat dan karunia-Nya hingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Ir. Edje Djamhuri atas perhatian dan
bimbingannya kepada penulis.
2. Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS dan Dr. Ir. Achmad, MS selaku dosen
penguji dan ketua sidang yang telah menguji dan memberikan kritik dan saran
dalam penyusunan skripsi.
3. Orang tua tercinta atas do’a dan kasih sayangnya yang tidak berhingga
kepada penulis.
4. Adik-adik (Diah, Sahid, Desti, Dana, Fannan) tersayang atas do’a, bantuan,
kasih sayang dan semangat yang senantiasa diberikan kepada penulis.
5. Progam beasiswa Alumni Fahutan IPB (2008) dan beasiwa BBM (2009-
2011) berupa bantuan material sehingga penulis dapat menyelesaikan
studinya.
6. Bapak Danu dan Bapak Abay serta Balai Perbenihan Tanaman Hutan Bogor
atas bantuan dan informasinya kepada penulis.
7. M. Fatoni, Lilik, Lilis, Miftah, Eka, Rama, Dhinda, Tya, Nunung, Nifa, Rinal,
Ranny, Laswi, Azizah, Fizah, Eri, Budi, Andri, Muaheimin, Rizky atas do’a,
bantuan dan motivasinya serta rasa kekeluargaannya kepada penulis.
8. Rekan satu bimbingan, yaitu Hireng, Indah dan Yuda atas bantuan dan
motivasinya kepada penulis.
9. Kawan-kawan seperjuangan SVK’44, Fahutan IPB 44 atas perhatian dan
dukungannya kepada penulis.
10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya hingga
penelitian dan penyusunan skripsi ini selesai.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 3 Januari 1990 dari Ayahanda Siswoyo dan


Ibunda Siti Suharjati. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara.
Pendidikan formal yang ditempus penulis yaitu TK Tunas Sejahtera (1994-1995),
SDN Taman Pagelaran (1995-2001), SMPN 04 Bogor (2001-2004), SMAN 02
Bogor (2004-2007) dan diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan
IPB melalui jalur USMI IPB pada tahun 2007.
Selama masa kuliah, penulis aktif di kepanitian dan organisasi, yaitu
Bendara Umum Komisi Pemilihan Raya (KPR) DPM/MPM KM IPB (2008)
komisi keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fahutan IPB (2009-
2010), pengurus HRD Tree Grower Community (TGC) (2010-2011), Sekretaris
Umum Bina Corps Rimbawan (2010) dan lain-lain. Prestasi yang pernah didapat
penulis yaitu lolos seleksi Program Mahasiswa Wirausaha yang dibiayai DITJEN
DIKTI dengan tema usaha “Edukasi Lingkungan” pada tahun 2010. Penulis juga
aktif menjadi asisten praktek lapang Ekologi Hutan di Cibodas (2010), asisten
Praktek Pengelolaan Hutan (2011) dan asisten praktek Pemantauan Kesehatan
Hutan (2011).
Praktek lapang yang telah dilakukan penulis adalah Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan di Gunung Burangrang-Cikeong (2009), Praktek Pengelolaan
Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, KPH Cianjur dan
Bandung (2010), dan Praktek Kerja Profesi di Hutan Tanaman Industri Sinarmas
Forestry Region Kalimantan Timur di Sebuluh, Kalimantan Timur (2011). Penulis
melakukan penelitian dan menulis skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, dengan
judul: Pengaruh Perendaman dan Perlakuan Buah terhadap Perkecambahan Benih
dan Pertumbuhan Awal Semai Bintaro (Cerbera manghas Linn.) di bawah
bimbingan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. dan Ir. Edje Djamhuri.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 3
2.1 Tinjauan Umum Bintaro (Cerbera manghas Linn.) ................ 3
2.1.1 Deskripsi Botani dan Penyebaran ................................. 3
2.1.2 Daun dan Bunga ............................................................ 3
2.1.3 Buah dan Biji ................................................................ 4
2.1.4 Perkecambahan Bintaro ................................................ 4
2.1.5 Kegunaan........................................................................ 5
2.2 Dormansi .................................................................................. 5
2.3 Perendaman Air ......................................................................... 6
2.4 Perendaman Air kelapa .............................................................. 7
2.5 Perkecambahan Benih ............................................................... 7
2.6 Pertumbuhan .............................................................................. 8
BAB III BAHAN DAN METODE ................................................................ 10
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 10
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ......................................................... 10
3.3 Metode Penelitian ...................................................................... 10
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian ..................................................... 10
3.3.2 Respon Perkecambahan dan Pertumbuhan ..................... 12
3.3.4 Rancangan Penelitian ...................................................... 14
3.3.5 Analisis Data ................................................................... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 16
4.1 Hasil ........................................................................................... 16
4.1.1 Daya Berkecambah (DB) ................................................. 16
4.1.2 Kecepatan Tumbuh (Kct) ................................................. 18
4.1.3 Nilai Perkecambahan (NP)............................................... 18
4.1.4 Riap Tinggi Semai ............................................................ 19
4.1.5 Riap Diameter Batang ....................................................... 19
4.1.6 Riap Jumlah Daun ............................................................. 19
4.2 Pembahasan ................................................................................. 20
4.2.1 Perkecambahan ................................................................. 20
4.2.2 Pertumbuhan Awal ............................................................ 23
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 26
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 26
5.2 Saran ............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 27
LAMPIRAN ...................................................................................................... 30
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perendaman dan perlakuan
buah terhadap parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal semai
bintaro (C. manghas) .............................................................................. 16

2 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah


bintaro (C. manghas) ............................................................................... 17

3 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap kecepatan tumbuh


benih bintaro (C. manghas) ...................................................................... 18

4 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap nilai perkecambahan


bintaro (C. manghas) ................................................................................ 18

5 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan tinggi


semai (RTS) bintaro (C. manghas)........................................................... 19

6 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan


diameter batang semai (RDB) bintaro (C. manghas) ............................... 19

7 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan jumlah


daun semai (RJD) bintaro (C. manghas) .................................................. 20
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Daun bintaro (A) dan bunga bintaro (B) ................................................. 4

2 Buah bintaro (A) dan biji bintaro (B)...................................................... 4

3 Buah bintaro tanpa dikupas kulitnya (A), diekstraksi (B) dan dikupas
kulitnya (C)............................................................................................... 10

4 Perendaman buah (A dan B) dan benih (C) bintaro dalam baskom dan
ember ........................................................................................................ 11

5 Kurva pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah bintaro


(C. manghas) ............................................................................................ 17

6 Jalur perkecambahan buah bintaro pada buah yang masak (A) dan
pertumbuhan embrio (B) .......................................................................... 21

7 Dua anakan bintaro tumbuh dari satu buah ............................................... 24


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Layout penanaman buah dan biji bintaro ................................................ 31
2. Rekapitulasi hasil penelitian setiap parameter ........................................ 32
3. Hasil sidik ragam setiap parameter ......................................................... 33
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemanasan global merupakan isu lingkungan yang sedang marak
dibicarakan saat ini. Gas rumah kaca merupakan salah satu penyebab terjadinya
pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim
di muka bumi. Pembakaran dari bahan bakar fosil menyumbangkan emisi terbesar
untuk gas rumah kaca. Gas rumah kaca (GRK) adalah istilah kolektif untuk gas-
gas yang memiliki efek rumah kaca seperti cIorofluorokarbon (CFC), karbon
dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitrogen oksida (NO), ozon (O 3 ) dan uap air
(H 2 O) (Suprihatin et al. 2003).
Penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan salah satu alternatif
pemecah masalah lingkungan. Keunggulan utama BBN adalah emisi
pembakarannya yang ramah lingkungan karena mudah diserap kembali oleh
tumbuhan, mudah terurai dan tidak mengandung sulfur. Biodiesel merupakan
salah satu BBN yang digunakan sebagai energi alternatif bahan bakar fosil. Bahan
bakar tersebut digunakan untuk mesin diesel dan dihasilkan dari sumber daya
hayati. Hal ini sangat menguntungkan karena di Indonesia memiliki sumber daya
hayati yang dapat menghasilkan biodiesel, seperti kelapa sawit dan jarak. Salah
satu langkah untuk mendukung peluang itu adalah penguasaan teknik budidaya
untuk produksi bibit dari jenis-jenis pohon yang berpotensi menghasilkan bahan
bakar tersebut.
Salah satu spesies dari pohon yang sudah diteliti dapat menghasilkan
biodiesel adalah bintaro (Cerbera manghas Linn.) (Pranowo 2010). Bintaro
merupakan tanaman berbentuk pohon dengan tinggi kurang lebih 20 m. Tanaman
ini banyak dijumpai di hutan mangrove, khususnya di lahan berlumpur atau
berpasir (PROSEA 2002). Selanjutnya diinformasikan bahwa, biji bintaro
mengandung kadar lemak atau minyak sebesar 46−64%. Biji bintaro yang telah
mengalami proses pengeringan dan pengepresan akan diperoleh minyak mentah
yang disebut Crude Cerbera Oil (CCO) (Rangkuti dan Djumena 2010).
Permasalahan pada perkecambahan benih bintaro yaitu terdapat dormansi
mekanis. Dormansi mekanis ini disebabkan oleh letak embrio yang terlindungi
2

struktur buah yang berserabut dan kulit buah yang tebal. Pada dasarnya hampir
semua benih yang mempunyai dormansi mekanis memiliki keterbatasan dalam
penyerapan air (Schmidt 2000). Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut
perlu dilakukan perlakuan buah dan perendaman sebelum dikecambahkan. Teknik
mengecambahkan benih bintaro sampai saat ini belum banyak dilakukan
penelitian. Oleh karena itu, penelitian yang berkaitan dengan teknik
mengecambahkan bintaro sangat penting untuk dikembangkan dalam rangka
menunjang kegiatan pengadaan bibit bintaro.

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perendaman dan
perlakuan buah terhadap perkecambahan dan pertumbuhan awal semai bintaro.

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat
bagaimana melakukan teknik mengecambahkan benih bintaro yang cepat.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Bintaro (Cerbera manghas Linn.)

2.1.1 Deskripsi Botani dan Penyebaran


Dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman bintaro adalah sebagai
berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Contortae
Suku : Apocynaceae
Marga : Cerbera
Jenis : Cerbera manghas Linn.
Tanaman bintaro dikenal dengan nama mangga laut, babuto, buta badak,
kayu gurita dan dalam bahasa inggris sea mango (Pranowo 2010), di Manado
dikenal dengan nama bintan (PROSEA 2002). Bintaro merupakan tanaman
berbentuk pohon dengan tinggi kurang lebih 20 m. Chapman (1984) dalam
Kusmana et al. (2003) melaporkan bahwa bintaro termasuk dalam formasi
mangrove pinggiran. Formasi ini secara ekologi berperan dalam formasi
mangrove, tetapi formasi tersebut juga berperan dalam formasi hutan lainnya.
Terdapat cukup banyak bintaro tumbuh di sepanjang tepi sungai dan di hulu
sungai yang airnya tidak payau (Heyne 1987). Tanaman bintaro banyak tumbuh
di dataran rendah sampai tepi pantai dan sangat cocok untuk tanah berpasir
(Pranowo 2010). Daerah penyebaran tanaman ini meliputi Tanzania, Madagaskar,
India, Myanmar, Indo-China, Taiwan, Jepang bagian selatan, daerah Melanesia,
hingga Australia (PROSEA 2002).

2.1.2 Daun dan Bunga


Pranowo (2010) melaporkan bahwa daun bintaro berbentuk bulat telur
memanjang, simetris dan menumpul pada bagian ujungnya, berwarna hijau tua
mengkilap dengan ukuran panjang bervariasi rata-rata 27 cm dengan susunan
daun spiral dan terkumpul pada bagian ujung rosetnya (Gambar 1a). Bunganya
4

terdapat pada bagian ujung pedikel simosa, putiknya berbau harum terdiri atas
lima petal yang sama (pentamery) dengan mahkota berbentuk terompet/tabung
berwarna kuning pada bagian tengahnya dan pada bagian pangkalnya berwarna
merah muda (Gambar 1b).

A B

Gambar 1 Daun bintaro (A) dan bunga bintaro (B)

2.1.3 Buah dan Biji


Buah bintaro berbentuk bulat telur dengan diameter 5 – 10 cm. Buah yang
masih muda berwarna hijau dan buah yang sudah tua berwarna merah kehitaman
(Gambar 2a). Buah bintaro terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan kulit terluar
(epicarp), lapisan serat seperti sabut kelapa (mesocarp) dan bagian biji yang
dilapisi oleh kulit biji atau tista (endocarp) (Pranowo 2010). Bijinya berwarna
putih, pipih dengan kulit biji yang berwarna kecoklatan (Gambar 2b).

Biji

Kulit biji
A B

Gambar 2 Buah bintaro (A) dan biji bintaro (B)


2.1.4 Perkecambahan Bintaro
Wibisono et al. (2006) melaporkan bahwa biji bintaro dapat
dikecambahkan dengan cara buah tersebut langsung ditanam di media dalam
polibag. Buah bintaro sangat mudah untuk dijumpai. Ukuran buah yang hampir
sebesar bola tenis menyebabkan posisi buah tidak jauh dari pohon induknya.
Namun untuk pohon yang tumbuh di sekitar sungai, buah biasanya akan terbawa
5

oleh arus air dan didamparkan di di bantaran sungai atau di tepi pantai. Di
lapangan, banyak sekali dijumpai buah bintaro telah berkecambah.
Tanpa perlakuan tambahan, perkecambahan memerlukan waktu yang
sangat lama (4−6 bulan). Namun bila diberi perlakuan khusus, kecambah akan
mulai terlihat sebelum bulan ke-3. Perlakuan khusus yang dimaksud tersebut
adalah pemeraman buah di tempat yang lembab. Apabila telah muncul kecambah,
maka pemindahan ke polibag bisa dilakukan. Umumnya, bibit bintaro akan siap
tanam setelah dipelihara di persemaian selama 6 bulan dengan tinggi minimal 40
cm dan berdaun minimal 5 lembar (Wibisono et al. 2006).

2.1.5 Kegunaan
Pohon bintaro biasa dimanfaatkan sebagai tanaman penaung atau
pelindung yang biasa ditanam di pekarangan rumah atau di taman-taman.
Kayunya digunakan sebagai ornament, hiasan dalam ruang atau arang (PROSEA
2002). Di Thailand, biji bintaro dimanfaatkan sebagai antipiretik dan obat dysuria.
Sedangkan di Vietnam, minyak dari bijinya digunakan sebagai pembunuh kutu
rambut (PROSEA 2002).
Bagian mesocarp dapat diperas sebagai bahan biopestisida, sedangkan
bijinya disamping untuk bahan biopestisida juga dapat diperas untuk
menghasilkan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel (Pranowo 2010).
Seluruh bagian pohon bintaro dapat diekstrak menjadi bioinsektisida hama
Pteroma plagiophleps Hampson. dan Spodoptera litura F. (Utami 2011).

2.2 Dormansi
Menurut Schmidt (2000) dormansi benih menunjukkan suatu keadaan
dimana benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika berada dalam
kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang
cukup, suhu dan cahaya yang sesuai. Pada beberapa kasus dormansi diatasi
dengan menyediakan kondisi perkecambahan yang cocok dibanding melakukan
suatu perlakuan awal khusus.
Sistem klasifikasi berdasarkan kriteria lokasi dorman pada bagian-bagian
benih ada 2, yaitu terletak dalam embrio (endogenous) atau dormansi embrio dan
6

yang terletak pada kulit biji (exogenous) (Schmidt 2000). Istilah kulit biji
digunakan dalam arti yaitu endocarp atau seluruh bagian pericarp.
Lokasi dan tipe dormansi dapat diketahui secara eksperimen dengan
menghilangkan atau memberikan beberapa perlakuan pada buah dan benih secara
terpisah. Misalnya, bila benih dorman berkecambah setelah kulit biji dihilangkan,
dapat disimpulkan bahwa lokasi dormansi terletak pada kulit biji tersebut.
Pericarp dapat menyebabkan dormansi melalui beberapa cara yaitu, membentuk
suatu penghalang mekanis yang mencegah penembusan bakal akar atau
pembengkakan embrio (dormansi mekanis), penghalang fisik terhadap penyerapan
air atau pertukaran gas (dormansi fisik), mencegah cahaya yang mencapai embrio
(dormansi cahaya), mengandung zat-zat penghambat, mencegah hilangnya zat-zat
penghambat dari embrio (Bewley dan Black 1994)
Perlakuan awal adalah perlakuan sebelum penaburan yang dilakukan
untuk menambah kecepatan dan keseragaman perkecambahan benih yang ditabur
di persemaian, lapangan atau untuk pengujian. Pada beberapa kasus, perlakuan
awal semata-mata mempercepat proses alami pematahan dormansi. Pengetahuan
khusus tentang dormansi masih kurang. Penggunaan metode yang diketahui sesuai
untuk jenis yang serupa atau duplikasi atau meniru kondisi alam yang dapat
mempengaruhi dormansi seringkali efektif (Hartmann dan Kester 1978).

2.3 Perendaman Air


Air merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses
perkecambahan benih (Sadjad 1975). Proses masuknya air ke dalam benih adalah
proses fisik, tidak ada kaitannya dengan hidup matinya benih. Menurut kamus
biologi dan teknologi benih tanaman hutan (2004), proses penyerapan air oleh
benih sebelum berkecambah disebut imbibisi.
Menurut Sadjad (1975), imbibisi mempunyai hubungan yang erat dengan
sifat-sifat kimia dari kulit benih dan sifat tanggap benih terhadap ketersediaan air
di sekitarnya. Sifat kimia ini berupa terjadinya proses hidrasi dari koloida-koloida
hidrofil yang berakibat bertambahnya volume dan timbulnya tekanan imbibisi.
Tekanan ini menimbulkan keretakan pada bagian kulit benih, mendesak bagian
tanah tempat tumbuhnya kecambah dan mengatur masuknya air kedalam benih
selama poses perkecambahan. Laju imbibisi selain dipengaruhi oleh permeabilitas
7

kulit benih, juga dipengaruhi oleh kadar air dalam benih. Imbibisi terjadi karena
potensial air di dalam benih lebih rendah dari sekitarnya, sehingga air akan
bergerak masuk ke dalam benih (Beneach dan Sanchez 2004).
Pada bagian kulit benih yang tipis dan mikrofil terdapat kadar peresapan
yang paling tinggi. Kulit benih dapat menyebabkan dormansi dengan cara kulit
biji yang keras dapat impermeabel terhadap air, impermeabel terhadap gas atau
dapat menghambat embrio secara mekanis.

2.4 Perendaman Air kelapa


Penelitian menggunakan air kelapa sebagai penambah hormon
pertumbuhan sudah banyak dilakukan. Djamhuri (2011) melaporkan bahwa
kandungan hormon sitokinin (kinetin dan zeatin) dan auksin (IAA) pada air kelapa
diduga yang menyebabkan meningkatnya semua parameter pertumbuhan stek
pucuk meranti tembaga dan peningkatannya tidak berbeda nyata dengan stek
pucuk yang diberi 100 ppm IBA dan 100 ppm NAA.
Winarni (2009) melaporkan penggunaan air kelapa untuk mematahkan
dormansi benih Kayu Afrika, terbukti dapat meningkatkan daya berkecambah,
kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan benih Kayu Afrika. Prawira (1999)
menjelaskan bahwa perlakuan air kelapa 30% memberikan pengaruh signifikan
pada tolok ukur daya kecambah yaitu 30,88% dibanding kontrol (konsentrasi air
kelapa 0%) yaitu 25,79% pada perkecambahan benih gmelina. Pada air kelapa
terdapat zat-zat aktif yang diperlukan untuk perkembangan embrio, diantaranya
sitokinin endogen. Sitokinin merupakan zat pengatur tanaman yang membantu
pembelahan sel-sel dan bisa berperan sebagai pengganti fungsi giberelin
(Wattimena 1988).

2.5 Perkecambahan Benih


Perkecambahan adalah tanaman yang bergantung pada sumber makanan
dari induknya sampai tanaman tersebut mampu berdiri sendiri dalam mengambil
hara (Schmidt 2000). Perkecambahan didefinisikan sebagai munculnya kecambah
sampai pada tahap pertumbuhan struktur yang penting dan dapat berkembang
lebih lanjut menjadi tanaman di bawah kondisi yang memadai di tanah (ISTA
1996 dalam Schmidt 2000). Struktur penting tanaman itu berupa sistem
8

perakaran, tunas pertumbuhan, kotiledon dan tunas pucuk. Perkecambahan


ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan
awal (pematahan dormansi), dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media,
cahaya dan bebas dari hama dan penyakit. Perkecambahan dimulai dari
pengambilan air, penyerapan, diikuti dengan proses metabolisme dalam benih
yang menyebabkan pembesaran embrio dan tumbuh menjadi anakan.
Proses metabolisme benih yang pertama dilakukan untuk berkecambah
yaitu benih memindahkan cadangan makanan yang disimpan seperti protein dan
tepung, dan enzim metabolik menjadi aktif. Proses pemanjangan dan mitosis sel
pertama kali menghasilkan penonjolan akar kemudian timbul epikotil, hipokotil
dan kotiledon. Bagian anakan terbagi menjadi hipokotil dan epikotil.
Pemanjangan hipokotil mempunyai dua bentuk. Pertama, hipokotil tidak
membesar atau hanya sedikit membesar sehingga kotiledon tetap berada di bawah
tanah selama perkecambahan dan tidak melakukan fotosintesis. Tipe pertama
disebut sebagai tipe perkecambahan hypogeal. Kedua adalah tipe epygeal, dimana
hipokotil memanjang diatas tanah dan membentuk lingkaran. Ketika hipokotil
tumbuh lurus, benih terangkat.
Menurut Sutopo (2010), daya berkecambah benih memberikan informasi
kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman
yang berproduksi wajar dalam keadaan lapangan yang serba optimum. Pengujian
daya kecambah dimaksud untuk mengetahui mutu fisiologi benih yang
digambarkan oleh pertumbuhan bagian-bagian struktur benih. Untuk mengetahui
viabilitas potensial benih menggunakan tolok ukur daya kecambah sedangkan
tolok ukur kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan mencerminkan vigor
benih.

2.6 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran. Pertambahan ukuran di
semua sisi, baik volume, bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma dan kerumitan
sel yang bersifat irreversible. Pertumbuhan anakan setelah kecambah bervariasi
tergantung pada jenis dan dipengaruhi oleh lingkungan. Pada anakan pohon
lingkungan tanaman muda agak berbeda dengan lingkungan pada tanaman
9

dewasa, sesuai syarat lingkungan atau toleransi adaptasi terhadap kehidupan


tanaman muda (Schmidt 2000).
Pertumbuhan tumbuhan berlangsung terbatas pada beberapa bagian
tertentu yang terdiri dari sejumlah sel yang dihasilkan melalui proses pembelahan
sel di meristem. Struktur tumbuh-tumbuhan bersifat tertentu dan tidak tentu.
Struktur tertentu tumbuh sampai mencapai ukuran tertentu kemudian berhenti dan
akhirnya mengalami penuaan dan kematian. Contoh bagian struktur tertentu
adalah bunga, daun dan buah. Struktur tidak tentu adalah bagian yang tumbuh
secara terus menerus melalui meristem muda. Akar dan batang vegetatif
merupakan bagian struktur tidak tentu. Walaupun meristem tidak tentu dapat mati
namun secara potensial tak pernh mati, namun kematian merupakan akhir dari
pertumbuhan struktur tertentu (Salisbury et al. 1995).
Riap pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan volume pohon atau
tegakan per satuan waktu tertentu. Riap juga digunakan dalam menyatakan
pertambahan nilai tegakan atau pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap
tahun (Arief 2001). Riap dibedakan ke dalam riap tahunan berjalan (Current
Annual Increament, CAI), riap periodik (Periodic Increament, PI), dan riap rata-
rata tahunan (Mean Annual Increament, MAI). CAI adalah riap dalam satu tahun
berjalan, PI adalah riap dalam satu waktu periode tertentu, sedangkan MAI adalah
riap rata-rata (per tahun) yang terjadi sampai periode waktu tertentu.
10

BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Desember
2011 di Persemaian dan Rumah Kaca Bagian Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang digunakan adalah buah bintaro yang masak dengan ciri
berwarna hijau kemerahmudaan atau kehitaman, air biasa, air kelapa 100%, pasir,
gas elpiji, polibag dan fungisida.
Alat yang digunakan adalah pisau, gembor, ember, baskom, karung,
sekop, wajan, kompor gas, hands sprayer, kaliper digital, meteran, tali rafia, alat
tulis, label dan kamera.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Pelaksanaan Penelitian
A. Pengunduhan Buah
Pengunduhan buah bintaro dilakukan di Perumahan Nuansa Asri Laladon,
Ciomas, Bogor, Jawa Barat. Pengunduhan dilakukan dengan memetik buah
langsung dari pohon. Buah yang diunduh adalah buah yang masak.

B. Perlakuan Buah
Perlakuan buah terdiri dari tiga taraf perlakuan. Taraf pertama adalah buah
tanpa dikupas (Gambar 3a). Taraf kedua, melakukan ekstraksi yaitu memisahkan
biji dari buah (Gambar 3b). Taraf ketiga adalah mengupas kulit buah yang tipis
hingga kelihatan bagian yang berserabut (Gambar 3c).

A B C
Gambar 3 Buah bintaro tanpa dikupas kulitnya (A), diekstraksi (B) dan dikupas
kulitnya (C)
11

C. Perendaman Buah atau Benih


Perlakuan perendaman buah atau benih terdiri dari dua taraf perlakuan.
Taraf pertama adalah perendaman menggunakan air biasa dan taraf kedua adalah
perendaman menggunakan air kelapa. Perendaman dilakukan selama 4 (empat)
hari menggunakan ember atau baskom.

A B C

Gambar 4 Perendaman buah (A dan B) dan benih (C) bintaro dalam baskom dan
ember
D. Persiapan Media
Media perkecambahan menggunakan media pasir 100%. Media pasir
disterilisasi dengan cara disangrai selama 1 (satu) jam. Kemudian dimasukan ke
dalam polibag, masing-masing polibag diberi kode dengan label.

E. Penaburan Buah atau Biji


Setelah buah atau benih diberi perlakuan kemudian ditabur pada media
pasir dalam polibag. Peletakan unit percobaan dilakukan secara acak seperti
disajikan pada Lampiran 1. Percobaan dilakukan di dalam rumah kaca selama 30
hari. Pada hari ke-31 dipindahkan ke tempat yang teduh di bawah tegakan Pinus
merkusii.

F. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiraman, penyiangan gulma serta
perlindungan dari hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan menggunakan
gembor secara rutin. Namun, jika media kecambah masih basah tidak dilakukan
penyiraman. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma secara
berkala. Untuk melindungi serangan dari jamur yang tumbuh di sekitar media
perkecambahan dilakukan penyemprotan dengan fungisida dithane dengan dosis 2
mg/liter jika terjadi serangan.
12

3.3.2 Respon Perkecambahan dan Pertumbuhan


Pengamatan perkecambahan dilakukan setiap minggu sampai minggu ke-
15 (105 Hari Setelah Tanam/HST). Pengamatan respon pertumbuhan dilakukan
pada 77, 84, 91, 98 dan 105 HST. Respon perkecambahan dan pertumbuhan awal
yang diamati adalah daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (Kct), nilai
perkecambahan (NP), riap tinggi semai (RTS), riap diameter batang (RDB), dan
riap jumlah daun (RJD).
a. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas potensial yang
menunjukkan kemampuan benih tumbuh pada kondisi optimum. Daya
berkecambah dihitung dengan rumus sebagai berikut (Direktorat Perbenihan
Tanaman Hutan 2000):
Daya berkecambah (%) = Jumlah kecambah normal X 100
Jumlah buah atau benih yang ditabur
b. Kecepatan Tumbuh (Kct)
Kecepatan tumbuh benih diperhitungkan sebagai akumulasi kecepatan
tumbuh setiap hari dalam unit tolok ukur persentasi per hari. Perhitungan
kecepatan tumbuh ini berdasarkan rumus Thronebery dan Smith (Sadjad et al.
1999):
tn N
Kct = ∑0
t
Keterangan :
Kct : kecepatan tumbuh (% per etmal)
N : Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan (%)
t : Waktu pengamatan (etmal)

c. Nilai Perkecambahan (NP)


Nilai perkecambahan adalah indeks yang menyatakan kecepatan dan
kesempurnaan benih untuk berkecambah. Nilai perkecambahan yang tinggi
menunjukkan perkecambahan yang sempurna dan cepat. Kecepatan
perkecambahan dinyatakan sebagai nilai puncak (Peak Value). Nilai puncak
merupakan nilai tertinggi dari hasil bagi persen kecambah pada hari ke-n tersebut
sedangkan rata-rata perkecambahan harian (Mean Daily Germination) merupakan
13

jumlah persen kecambah pada akhir periode dibagi dengan lama hari pengamatan.
Untuk menghitung nilai perkecambahan digunakan rumus (Czabator 1962 dalam
Willan 1985) sebagai berikut :
NP = PV x MDG
% laju perkecambahan tertinggi
PV (% kecambah/hari) = jumlah hari yang diperlukan
% perkecambahan akhir periode
MDG (%kecambah/hari) = jumlah hari uji seluruhnya

d. Riap Tinggi Semai (RTS)


Pengukuran tinggi semai dilakukan setiap minggu mulai dari 77 HST
sampai akhir penelitian. Tinggi semai diukur mulai dari saat benih berkecambah
dan muncul dari permukaan media. Perhitungan riap tinggi mingguan berjalan
digunakan rumus turunan (Prodan 1968 dalam Latifah 2004) sebagai berikut :
∑Tn
0 (H n+1 ─H n )/(T n+1 ─T n )
Riap tinggi mingguan berjalan = Tn
Keterangan:
H n+1 : Tinggi (cm) pada minggu ke-n+1
Hn : Tinggi (cm) pada minggu ke-n
Tn : Minggu pengukuran ke-n

e. Riap Diameter Batang (RTB)


Pengukuran diameter batang dilakukan setiap minggu mulai dari 77 HST
sampai akhir penelitian. Diameter batang diukur jika sudah terdapat batang
silindris pada kecambah. Perhitungan riap diameter mingguan berjalan digunakan
rumus turunan (Prodan 1968 dalam Latifah 2004) sebagai berikut :
∑Tn
0 (D n+1 ─D n )/(T n+1 ─T n )
Riap diameter mingguan berjalan =
Tn
Keterangan :
D n+1 : Diameter (mm) pada minggu ke-n+1
Dn : Diameter (mm) pada minggu ke-n
T n+1 : Minggu pengukuran ke-n+1
Tn : Minggu pengukuran ke-n
14

f. Riap Jumlah Daun (RJD)


Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap minggu mulai dari 77 HST
sampai akhir penelitian. Jumlah daun diukur jika sudah muncul daun pada
kecambah. Perhitungan riap jumlah daun mingguan berjalan digunakan rumus
turunan (Prodan 1968 dalam Latifah 2004) sebagai berikut :
∑Tn
0 (X n+1 ─X n )/(T n+1 ─T n )
Riap diameter mingguan berjalan =
Tn
Keterangan :
X n+1 : Jumlah daun (helai) pada minggu ke-n+1
Xn : Jumlah daun (helai) pada minggu ke-n
T n+1 : Minggu pengukuran ke-n+1
Tn : Minggu pengukuran ke-n

3.3.4 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Faktorial Acak Lengkap (RFAL), dengan dua faktor. Faktor pertama
adalah perlakuan perendaman yang terdiri dari dua taraf. Faktor kedua adalah
perlakuan buah yang terdiri dari tiga taraf. Jumlah ulangan adalah tiga kali, tiap
ulangan terdiri atas sepuluh individu. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut:
Faktor A : Perendaman
A0 : Perendaman dengan air biasa
A1 : Perendaman dengan air kelapa
Faktor B : Perlakuan Buah
B0 : Tanpa kupas kulit buah
B1 : Pengeluaran biji dari buah (Ekstraksi)
B2 : Pengupasan kulit buah
Menurut Matjik dan Sumertajaya (2006), model umum rancangan faktorial
acak lengkap yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ +αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
i = 1,2; j = 1,2,3 dan k = 1,2,3
Yijk = nilai pengamatan kombinasi perlakuan pengaruh perendaman ke-i dan
faktor perlakuan buah ke-j serta ulangan ke-k
µ = rata-rata umum
15

αi = pengaruh perlakuan perendaman ke-i


βj = pengaruh perlakuan buah ke-j
(αβ)ij= pengaruh interaksi faktor perendaman ke-i dan faktor perlakuan buah ke-j
εijk = pengaruh kesalahan perlakuan perendaman ke-i dan faktor perlakuan buah
ke-j serta ulangan ke-k

3.3.5 Analisis Data


Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), sehingga
diketahui besarnya F hitung. Selanjutnya dilakukan pengujian perlakuan dengan
kriteria uji sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991):
1. Jika F hitung ≥ F tabel , maka tolak H 0
2. Jika F hitung < F tabel , maka terima H 0
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), hipotesisnya yang diuji dalam
Rancangan Faktorial Acak Lengkap (RFAL), dengan faktor sebagai berikut :
1. Pengaruh utama faktor A:
H 0 : α 1 =…= α a = 0 (Faktor perendaman tidak berpengaruh).
H 1 : paling sedikit ada satu i dimana α i ≠ 0
2. Pengaruh utama faktor B:
H 0 : β 1 =…= β b = 0 (Faktor perlakuan buah tidak berpengaruh).
H 1 : paling sedikit ada satu j dimana β j ≠ 0
3. Pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B:
H 0 : (αβ) 11 = (αβ) 12 = …= (βα) ab = 0 (Interaksi faktor perendaman dan
faktor perlakuan buah tidak berpengaruh)
H 1 : paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (αβ) ij ≠ 0
Selanjutnya, apabila Uji F menunjukkan pengaruh yang nyata, maka
dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan (Duncan’s Multiple Range Test/DMRT)
atau Uji Wilayah Berganda (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Pengolahan data
pada penelitian ini menggunakan Microsoft Office Excel 2007, software
MINITAB 14 dan SAS 9.13.
16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah Daya Berkecambah
(DB), Kecepatan Tumbuh (Kct), Nilai Perkecambahan (NP), riap tinggi semai
(RTS), riap diameter batang (RDB) dan riap jumlah daun (RJD). Rekapitulasi
hasil pengamatan setiap parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal sebagai
respon dari perlakuan perendaman (A) dan perlakuan buah (B) terhadap semai
bintaro (C. manghas) dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil sidik ragam pengaruh
perlakuan terhadap setiap parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal semai
dapat dilihat pada Lampiran 3 dan rekapitulasinya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perendaman dan perlakuan buah
terhadap parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal semai bintaro
(C. manghas)
Parameter Perendaman Perlakuan AxB
(A) Buah(B)
Daya Berkecambah (DB) tn ** tn
Kecepatan Tumbuh (Kct) tn ** tn
Nilai Perkecambahan (NP) tn ** tn
Riap Tinggi Semai (RTS) tn ** tn
Riap Diameter Batang (RDB) tn ** tn
Riap Jumlah Daun (RJD) tn ** tn
** = berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 0,01; tn = tidak berpengaruh nyata

Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 1) di atas terlihat bahwa


semua parameter perkecambahan dan pertumbuhan awal semai hanya dipengaruhi
oleh perlakuan terhadap buah saja.

4.1.1 Daya Berkecambah (DB)


Kurva pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah benih bintaro
disajikan pada Gambar 5. Pada perlakuan tanpa mengupas kulit buah (B0),
kecambah mulai muncul pada hari ke-42 setelah tanam, kemudian meningkat dan
sampai pada 105 HST daya berkecambah mencapai 78% dan laju berkecambah
tertinggi dicapai pada 77 HST. Pada perlakuan ekstraksi (B1) kecambah mulai
muncul pada hari ke-77 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada 105
HST daya berkecambah mencapai 20% dan laju berkecambah tertinggi dicapai
pada 84 HST. Pada perlakuan pengupasan kulit buah (B2) kecambah mulai
17

muncul pada hari ke-38 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada 105
HST daya berkecambah mencapai 100% dan laju berkecambah tertinggi dicapai
pada 84 HST.

93 100
100 Tanpa kupas kulit buah (B0)
90 Ekstraksi (B1) 83
75 78
Kulit buah dikupas (B2)
Daya Berkecambah (%)

80 60
65
70
60 57
50 42
40
25
30 18 20
13 13 15
20
7 5
10 3 8
2
0 0
38 42 49 56 77 84 91 98 105

Periode Pengamatan (HST)

Gambar 5 Kurva pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah bintaro


(C. manghas)

Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah


bintaro disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap daya berkecambah bintaro
(C. manghas)
Perlakuan Rata-rata DB (%)
B2 100a
B0 78b
B1 20c
huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 2), rata-rata daya berkecambah (DB)
benih bintaro dengan perlakuan kulit buah dikupas (B2) memperlihatkan respon
daya berkecambah yang tertinggi (100%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya
(B0 dan B1). Daya berkecambah (DB) dari benih bintaro dengan perlakuan tanpa
mengupas kulit buah (B0) lebih tinggi (78%) daripada daya berkecambah benih
bintaro dengan perlakuan ekstraksi (B1) yang menunjukkan nilai daya
berkecambah sebesar 20%.
18

4.1.2 Kecepatan Tumbuh (Kct)


Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap kecepatan tumbuh
benih bintaro disajikan Tabel 3.
Tabel 3 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap kecepatan tumbuh benih
bintaro (C. manghas)
Perlakuan Rata-rata Kct (%/etmal)
B2 1,18a
B0 0,93b
B1 0,23c
huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 3), rata-rata kecepatan tumbuh (Kct)
benih bintaro dengan perlakuan kulit buah dikupas (B2) memperlihatkan respon
kecepatan tumbuh yang lebih cepat (1,18%/etmal) dibandingkan dengan perlakuan
lainnya (B0 dan B1). Kecepatan tumbuh benih bintaro dengan perlakuan tanpa
mengupas kulit buah (B0) lebih cepat (0,93%/etmal) daripada kecepatan tumbuh
benih bintaro dengan perlakuan ekstraksi (B1) yang menunjukkan nilai kecepatan
tumbuh sebesar 0,23%/etmal.

4.1.3 Nilai Perkecambahan (NP)


Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap nilai perkecambahan
benih bintaro disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap nilai perkecambahan
bintaro (C. manghas)
Perlakuan Nilai Perkecambahan
B2 0,51a
B0 0,37b
c
B1 0,03
huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 4), rata-rata nilai perkecambahan


(NP) benih bintaro dengan perlakuan kulit buah dikupas (B2) memperlihatkan
respon nilai perkecambahan yang lebih tinggi (0,51) dibandingkan dengan
perlakuan lainnya (B0 dan B1). Nilai perkecambahan benih bintaro dengan
perlakuan tanpa mengupas kulit buah (B0) lebih tinggi (0,37) daripada NP benih
bintaro dengan perlakuan ekstraksi (B1) yang menunjukkan nilai NP sebesar 0,03.
19

4.1.4 Riap Tinggi Semai


Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan tinggi
semai bintaro disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan tinggi
semai (RTS) bintaro (C. manghas)
Perlakuan Riap Tinggi (cm/minggu)
B2 8,33a
B0 7,11a
B1 2,15b
huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 5), rata-rata riap tinggi semai (RTS)
yang berasal dari buah yang dikupas kulitnya (B2) (8,33 cm/minggu) relatif sama
dengan RTS yang berasal dari buah yang tidak dikupas kulitnya (B0) (7,11
cm/minggu). RTS dari kedua perlakuan tersebut (B0 dan B2) lebih tinggi
dibandingkan dengan RTS yang berasal dari buah yang diekstraksi (2,15
cm/minggu).

4.1.5 Riap Diameter Batang


Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan
diameter batang bintaro disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan diameter
batang semai (RDB) bintaro (C. manghas)
Perlakuan Riap Diameter (mm/minggu)
B2 1,48a
B0 1,26a
B1 0,40b
huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 6), rata-rata riap diameter batang
(RDB) semai yang berasal dari buah yang dikupas kulitnya (B2) (1,48
mm/minggu) relatif sama dengan RDB yang berasal dari buah yang tidak dikupas
kulitnya (B0) (1,26 mm/minggu). RDB dari kedua perlakuan tersebut (B0 dan B2)
lebih besar dibandingkan dengan RDB dari semai yang berasal dari buah yang
diekstraksi (B1) (0,40 mm/minggu).

4.1.6 Riap Jumlah Daun


Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap jumlah daun
semai bintaro disajikan pada Tabel 7.
20

Tabel 7 Uji Duncan pengaruh perlakuan buah terhadap riap mingguan jumlah
daun semai (RJD) bintaro (C. manghas)
Perlakuan Riap Jumlah Daun (helai/minggu)
B2 2,6a
B0 2,3a
B1 0,8b
huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf uji 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 7), rata-rata riap jumlah daun (RJD)
semai yang berasal dari buah yang dikupas kulitnya (B2) (2,6 helai/minggu)
relatif sama dengan RJD yang berasal dari buah yang tidak dikupas kulitnya (B0)
(2,3 helai/minggu). RJD dari kedua perlakuan tersebut (B0 dan B2) lebih besar
dibandingkan dengan RJD dari semai yang berasal dari buah yang diekstraksi
(B1) (0,8 helai/minggu).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Perkecambahan
Berdasarkan hasil pengamatan, perkecambahan bintaro mempunyai sifat
toleran terhadap naungan. Hal ini diperlihatkan saat penelitian selama periode 30
Hari Setelah Tanam (HST) di dalam rumah kaca dengan intensitas cahaya tinggi,
kecambah tidak muncul. Namun setelah satu minggu dipindahkan kebawah
tegakan Pinus merkusii kecambah mulai muncul pada hari ke-38.
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlakuan buah berpengaruh terhadap
daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan (Tabel 1). Pada
buah yang tidak dikupas kulitnya, kecambah mulai muncul pada hari 42 setelah
tanam, kemudian meningkat dan sampai pada hari 105 setelah tanam daya
berkecambah mencapai 78%. Pada buah yang dikupas kulitnya, kecambah mulai
muncul pada hari 38 setelah tanam, kemudian meningkat dan sampai pada hari
105 setelah tanam daya berkecambah mencapai 100%. Perkecambahan benih,
kecambah muncul pada hari 77 setelah tanam, kemudian meningkat dan pada hari
105 setelah tanam daya berkecambah hanyai mencapai 20%.
Proses perkecambahan suatu benih dipengaruhi oleh struktur buah dan
benih. Struktur buah bintaro memiliki tiga lapisan, yang terdiri dari lapisan terluar
(pericarp), lapisan serat seperti sabut kelapa (mesocarp) dan biji yang dilapisi
kulit biji yang tipis atau testa (endocarp). Embrio bintaro terdapat pada biji dan
terlindungi lapisan yang berserabut yang keras. Embrio adalah suatu tanaman baru
21

yang terjadi dari bersatunya gamet-gamet jantan dan betina pada proses
pembuahan (Sutopo 2010). Berdasarkan struktur buah bintaro, dapat diketahui
bahwa benih bintaro memiliki dormansi mekanis. Schmidt (2000) melaporkan
bahwa dormansi mekanis menunjukkan kondisi dimana pertumbuhan embrio
secara fisik dihalangi karena struktur penutup yang keras.
Buah bintaro yang dikupas kulitnya memiliki daya berkecambah 100%,
kecepatan tumbuh 1,18%/etmal dan nilai perkecambahan 0,5 tertinggi
dibandingkan dengan buah yang tanpa dikupas kulitnya dan diekstraksi. Hal ini
diduga terjadi karena kulit buah dapat menghalangi masuknya air ke dalam
embrio dan menghambat keluarnya kecambah dari dalam benih. Kulit buah yang
resisten secara mekanis dapat segera menyerap air, tetapi menahan pembengkakan
dan penonjolan embrio (Gardner 1991). Sutopo (2004) melaporkan bahwa kulit
buah menyebabkan dormansi dengan cara kulit yang keras dapat impermeabel
terhadap air, gas atau dapat menghambat embrio secara mekanis.
Buah bintaro tanpa dikupas kulitnya memiliki daya berkecambah 78%,
kecepatan tumbuh 0,93%/etmal dan nilai perkecambahan 0,37 yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan ekstraksi, namun lebih rendah dibandingkan
dengan buah yang dikupas kulitnya. Hal ini dikarenakan, pada buah bintaro yang
sudah masak terdapat jalur yang terbuka dan membelah dua bagian mesocarp
(Gambar 6). Bagian berserabut pada jalur tersebut lebih tipis dibandingkan sisi
berserabut lainnya. Sehingga, embrio dapat tumbuh keluar melalui jalur terbuka
tersebut. Namun, penyerapan air pada buah bintaro yang tanpa dikupas kulitnya
lebih lambat dibandingkan buah yang dikupas kulitnya sehingga memiliki semua
parameter perkecambahan yang lebih rendah dibanding buah yang dikupas.

A B

Gambar 6 Jalur perkecambahan buah bintaro pada buah yang masak (A) dan
pertumbuhan embrio (B)
22

Menurut Widyawati et al. (2010), perkecambahan aren (Arenga pinnata)


yang diberi perlakuan awal amplas pada bagian operkulum benih memperlihatkan
kondisi yang lebih baik dibandingkan benih yang diamplas seluruh bagian
permukaan benih. Hal ini terjadi karena pada benih aren terdapat bagian yang
disebut operkulum, yaitu semacam sumbat kecil serta di bawahnya terdapat
embrio. Kecambah akan muncul menembus kulit benih melalui operkulum
tersebut. Menurut Nasrullah (1987), pada penelitian perkecambahan kelapa
menunjukkan bahwa rata-rata benih dengan perlakuan dikupas lebih cepat
berkecambah dan lebih tinggi daya kecambahnya dari pada benih yang tanpa
dikupas. Pengurangan volume sabut 1/3 bagian (perlakuan benih dikupas dua
bidang) cenderung menurunkan viabilitas bibit kelapa. Hal ini disebabkan pada
perlakukan pengurangan volume sabut 1/3 bagian, banyak tempurung yang retak
dan rusak sehingga penguapan air terjadi dan mudah terkontaminasi cendawan
kedalam endosperma.
Ekstraksi benih pada buah bintaro memiliki daya berkecambah 20%,
kecepatan tumbuh 0,23%/etmal dan nilai perkecambahan 0,37 terendah
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena struktur biji
bintaro yang mempunyai endokarp yang tipis dan embrio yang lunak sehingga
rentan terjadi gangguan. Pada penelitian ini lamanya waktu perendaman dalam air
kelapa dan air biasa selama 4 hari diduga mempengaruhi rendahnya parameter
perkecambahan. Akibat imbibisi yang berlebihan pada benih sehingga ruang
dalam benih padat air dan menghambat respirasi. Menurut Gardner (1991),
respirasi sangat penting untuk menghasilkan energi yang digunakan dalam proses
metabolisme perkecambahan.
Berdasarkan penelitian, perendaman selama 4 hari, dengan menggunakan
air kelapa maupun air biasa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
perkecambahan benih bintaro. Hal ini diduga karena waktu perendaman selama 4
hari kurang lama untuk buah bintaro. Kondisi ini terjadi karena ukuran buah
bintaro yang besar menyebabkan penyerapan air sampai ke benih diperlukan
waktu yang lama. Sedangkan, pada benih bintaro, waktu perendaman selama 4
hari terlalu lama. Menurut Winarni (2009), perendaman terhadap benih kayu
afrika menggunakan air kelapa selama 1 jam memberikan pengaruh terhadap
23

perkecambahan. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata daya berkecambah benih


kayu afrika selama masa pengamatan 50 HST, dengan perlakuan perendaman air
kelapa selama 1 jam (86,67%) lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman air
biasa selama 1 hari yang menunjukkan nilai DB sebesar 65,33%.

4.2.2 Pertumbuhan Awal


Pertumbuhan kecambah terjadi melalui serangkaian yang kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Menurut Sutopo (2010),
tahap pertama pertumbuhan kecambah dimulai dari penyerapan air oleh benih,
melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dari
kegiatan-kegiatan sel dan enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap
ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti,
karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-
bahan telah terurai di daerah merismatik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan
pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah
pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan
pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh.
Pada penelitian ini, semai bintaro muncul pertama kali menghasilkan
penonjolan akar kemudian timbul epikotil, hipokotil dan kotiledon. Bagian anakan
terbagi menjadi hipokotil dan epikotil. Hipokotil tidak membesar atau hanya
sedikit membesar sehingga kotiledon tetap berada di bawah tanah selama
perkecambahan dan tidak melakukan fotosintesis. Perkecambahan pada benih
bintaro bergantung pada cadangan makanan di dalam benih.
Berdasarkan penelitian ini, perlakuan buah berpengaruh terhadap riap
tinggi semai, riap diameter batang dan riap jumlah daun (Tabel 1). Berdasarkan
hasil uji Duncan (Tabel 5), terlihat bahwa riap tinggi semai (RTS) yang berasal
dari perlakuan awal pengupasan kulit buah adalah 8,33 cm/minggu dan buah
yang tidak dikupas kulitnya adalah 7,11 cm/minggu, lebih tinggi dibandingkan
dengan riap tinggi semai (RTS) yang berasal dari perlakuan ekstraksi yang
menunjukkan (2,15 cm/minggu). Hasil uji Duncan (Tabel 6), terlihat bahwa riap
diameter batang (RDB) semai yang berasal dari perlakuan awal pengupasan kulit
buah adalah 1,48 mm/minggu dan buah yang tidak dikupas kulitnya adalah 1,26
24

mm/minggu lebih besar dibandingkan dengan riap diameter batang (RDB) semai
yang berasal dari perlakuan ekstraksi (0,40 mm/minggu). Hasil uji Duncan (Tabel
7), terlihat bahwa riap jumlah daun (RJD) semai yang berasal dari perlakuan awal
pengupasan kulit buah adalah 2,6 helai/minggu dan buah yang tidak dikupas
kulitnya adalah 2,3 helai/minggu lebih besar dibandingkan dengan riap jumlah
daun pada semai yang berasal dari perlakuan ekstraksi (0,8 helai/minggu). Hal ini
diduga karena perkecambahan dari buah yang dikupas kulitnya dan tidak dikupas
kulitnya memiliki kekuatan tumbuh dan kemampuan berkecambah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan ekstraksi. Menurut Lensari (2009)
kemampuan berkecambah yang baik dapat mengoptimalkan cadangan makanan
dalam benih menjadi energi. Energi tersebut digunakan dalam pertumbuhan dan
perkembangan kecambah. Kondisi perkembangan embrio yang baik memiliki
kemampuan yang tinggi dalam mengumpulkan cadangan makanan sebagai energi.
Berdasarkan pengamatan selama penelitian, buah bintaro memiliki jumlah
biji sebanyak satu sampai dua biji per buah. Sampai saat ini belum diketahui
bagaimana membedakan buah yang berbiji satu dan buah yang berbiji dua.
Kondisi ini baru bisa diketahui ketika ekstraksi biji dan dari perkecambahan
bintaro. Selama periode pengamatan terdapat dua anakan (semai) yang tumbuh
pada beberapa buah bintaro, yaitu sebanyak 20% dari total anakan yang tumbuh
dari buah yang ditanam (Gambar 7).

Gambar 7 Dua anakan bintaro tumbuh dari satu buah


25

Perendaman tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan awal. Hal


ini diduga karena waktu perendaman kurang lama pada buah bintaro, namun pada
benih bintaro waktu perendaman terlalu lama. Perendaman air kelapa digunakan
sebagai penambah hormon pertumbuhan sudah banyak dilakukan penelitian. Salah
satunya adalah penelitian Bey (2006) yang menggunakan air kelapa terhadap biji
anggrek bulan secara in vitro. Air kelapa terbukti dapat mempercepat
pertumbuhan daun pada anggrek bulan.
26

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Perlakuan buah berpengaruh terhadap perkecambahan benih bintaro. Buah
yang dikupas kulitnya mempunyai daya berkecambah sebesar 100%, kecepatan
tumbuh sebesar 1,18%/etmal dan nilai perkecambahan sebesar 0,51 lebih besar
dibandingkan dengan buah yang tidak dikupas kulitnya dan diekstraksi.
Ekstraksi benih mempunyai daya berkecambah 20%, kecepatan tumbuh
0,23%/etmal dan nilai perkecambahan 0,37 terendah dibandingkan perlakuan
lainnya.
2. Perlakuan buah berpengaruh terhadap pertumbuhan awal semai bintaro.
Pertumbuhan awal semai dari semai yang berasal dari buah dikupas kulit
(RTS=8,33 cm/minggu, RDB=1,48 mm/minggu dan RJD=2,6 helai/minggu)
dan buah tidak dikupas kulitnya (RTS=7,11 cm/minggu, RDB=1,26
mm/minggu dan RJD=2,3 helai/minggu) lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan awal semai dari buah yang diekstraksi (RTS=2,15 cm/minggu,
RDB=0,40 mm/minggu dan RJD=0,8 helai/minggu).
3. Perendaman selama 4 hari, baik dengan menggunakan air biasa maupun air
kelapa dan interaksi antara perlakuan perendaman dan perlakuan buah tidak
memberikan pengaruh terhadap perkecambahan benih dan pertumbuhan awal
semai bintaro.

5.2 Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan bahwa untuk menstimulasi
perkecambahan benih dan pertumbuhan awal semai bintaro disarankan
dilakukan pengupasan kulit buah.
2. Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, disarankan dilakukan
penelitian lanjutan tentang perlakuan perendaman dengan periode lama
perendaman yang berbeda terhadap buah dan benih bintaro.
27

DAFTAR PUSTAKA

Arif A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Deresan: Kanisius.


Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura. 2006. Booklet Penilaian
Bibit Berkualitas. Sumedang: Departemen Kehutanan.
Bewley JD, Black M. 1994. Seed: Physiology of Development and Germination.
2nd Edition. New York dan London: Plenum Press.
Bey Y, Syafii W, Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA3) dan air
kelapa terhadap bahan biji anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis BL.)
secara in vitro. Jurnal Biogenesis 2(2):41−46.
Benech AR, Sanchez RA. 2004. Handbook of Seed Physiology: Applications to
Agriculture. New York, London: Haworth Press.Inc.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2002. Petunjuk Teknis Pengujian Mutu
Fisik-Fisiologi Benih. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Djamhuri E. 2011. Pemanfaatan air kelapa untuk meningkatkan pertumbuhan
stek pucuk meranti tembaga (Shorea leprosula Miq.). Jurnal Silvikultur
Tropika 2(1): 5−8.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Jakarta: UI Press.
Hartmann HT, Kester DE. 1978. Plant Propagation Principle and Practices. 3rd
Edition. New Jersey: Prentice Hall India.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Yayasan Sarana
Wana Jaya Badan Litbang Kehutanan Indonesia.
Kamil J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang: Angkasa Raya.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2004. Kamus Biologi dan Teknologi
Benih Tanaman Hutan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto A, Yunasfi
Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Latifah S. 2004. Pertumbuhan dan hasil tegakan Eucalyptus grandis di hutan
tanaman industri [skripsi]. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara.
Lensari D. 2009. Pengaruh pematahan dormansi terhadap kemampuan benih
Angsana (Pterocarpus indicus Will.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab: Jilid 1. Bogor: IPB Press
28

Nasrullah A. 1987. Pengaruh pengupasan sabut dan pemupukan kalium terhadap


perkecambahan dan pertumbuhan bibit kelapa (Cocos nucifera L.) varietas
genjah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pranowo D. 2010. Bintaro (Cerbera manghas LINN) tanaman penghasil minyak
nabati. Tree 1:91.
Prawira J. 1999. Studi pematahan dormansi dan perlakuan air kelapa untuk
meningkatkan perkecambahan benih Gmelina arborea [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
PROSEA. 2002. Plant Resources of South-East Asia 12: Medicinal and
Poisonous Plants 2. Bogor: PROSEA.
Rangkuti S, Djumena E. 2010. Bintaro bisa jadi pabrik minyak loh. [terhubung
berkala]. www.kompas.com. [8 September 2011].
Sadjad S, Hari S, Sri SH, Jusup S, Sugiharsono, Sudarsono. 1975. Dasar Dasar
Teknologi Benih. Bogor: Departemen Agronomi Institut Pertanian Bogor.
Sadjad S, Muniarti E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih
Komparatif ke Simulatif. Jakarta: PT. Grasindo.
Salisbury FB. Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Diah RL, Sumaryono,
penerjemah. Bandung: ITB Press. Terjemahan dari: Plant Physiology.
Schmidt L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan
Subtropis. Na’iem M, Rimbawanto A, Sukmananto B, Purwito D,
Hendrati RL, Leksono B, Kapisa N, Charomaini M, Komar TE, Bintoro,
Putranto CB, penerjemah. Jakarta: Departemen Kehutanan. Terjemahan
dari: Guide to Handling Tropical and Subtropical Forest Seed.
Suprihatin, Indrasti NS, Ramli M. 2003. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca Melalui Pengomposan Sampah di Wilayah Jabotabek. Working
Paper No.03. Bogor: PPLH-IPB.
Sitompul SM, Guritno B. 1987. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Sutopo L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Satu Pendekatan
Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Terjemahan dari: Principle and Prosedures of Statistics.
Utami S. 2010. Bioaktivitas insektisida nabati bintaro (Cerbera odollam Gartn.)
sebagai pengendali hama Pteroma plagiophleps Hampson. dan Spodoptera
litura F [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Silvikultur Tropika Institut
Pertanian Bogor.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tanaman. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
29

Wibisono ITC, Priyanto EB, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Praktis


Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan
Pesisir. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.
Widyawati N, Tohari, Yuoyono P. Soemardi I. 2009. Permeabilitas dan
perkecambahan benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Jurnal
Agronomi Indonesia 37(2):152−159.
Willan RL. 1985. A Guide to Forest Seed Handling: With Spesial Reference to
The Tropics. Volume 2. Roma: Food and Agriculture Organization of The
United Nations.
Winarni TB. 2009. Pengaruh perlakuan pendahuluan dan berat benih terhadap
perkecambahan benih Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) [skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Layout penanaman buah dan biji bintaro
A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(1) 1(1) 2(1) 2(1) 2(1) 1(1) 3(1) 1(1) 2(1) 3(1) 1(1) 2(1) 1(1) 3(1) 2(1) 3(1) 3(1) 3(1)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0022 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(2) 1(2) 2(2) 2(2) 2(2) 1(2) 3(2) 1(2) (2) 3(2) 1(2) 2(2) 1(2) 3(2) 2(2) 3(2) 3(2) 3(2)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(3) 1(3) 2(3) 2(3) 2(3) 1(3) 3(3) 1(3) 2(3) 3(3) 1(3) 2(3) 1(3) 3(3) 2(3) 3(3) 3(3) 3(3)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(4) 1(4) 2(4) 2(4) 2(4) 1(4) 3(4) 1(4) 2(4) 3(4) 1(4) 2(4) 1(4) 3(4) 2(4) 3(4) 3(4) 3(4)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(5) 1(5) 2(5) 2(5) 2(5) 1(5) 3(5) 1(5) 2(5) 3(5) 1(5) 2(5) 1(5) 3(5) 2(5) 3(5) 3(5) 3(5)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(6) 1(6) 2(6) 2(6) 2(6) 1(6) 3(6) 1(6) 2(6) 3(6) 1(6) 2(6) 1(6) 3(6) 2(6) 3(6) 3(6) 3(6)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(7) 1(7) 2(7) 2(7) 2(7) 1(7) 3(7) 1(7) 2(7) 3(7) 1(7) 2(7) 1(7) 3(7) 2(7) 3(7) 3(7) 3(7)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(8) 1(8) 2(8) 2(8) 2(8) 1(8) 3(8) 1(8) 2(8) 3(8) 1(8) 2(8) 1(8) 3(8) 2(8) 3(8) 3(8) 3(8)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(9) 1(9) 2(9) 2(9) 2(9) 1(9) 3(9) 1(9) 2(9) 3(9) 1(9) 2(9) 1(9) 3(9) 2(9) 3(9) 3(9) 3(9)

A0B1 A1B0 A1B0 A1B1 A2B2 A0B0 A1B1 A0B2 A0B0 A0B1 A1B2 A0B1 A1B1 A1B0 A0B2 A0B2 A1B2 A0B0
1(10) 1(10) 2(10) 2(10) 2(10) 1(10) 3(10) 1(10) 2(10) 3(10) 1(10) 2(10) 1(10) 3(10) 2(10) 3(10) 3(10) 3(10)

A0: Perendaman air biasa; A1: Perendaman air kelapa; B0: Tanpa kupas kulit buah; B1: Ekstraksi; B2: Kupas kulit buah; 1,2,3: Ulangan ke-1,2 dan 3;(1..10): Urutan individu ke-.

31
Lampiran 2 Rekapitulasi hasil penelitian setiap parameter perkecambahan benih dan pertumbuhan awal semai bintaro (C. manghas)

Perlakuan DB (%) Kct(%/etmal) NP Riap Tinggi Riap Diameter Riap Jumlah Daun
(cm/minggu) (mm/minggu) (helai/minggu)
A0B0 77 1,18 0,26 8,01 1,53 2,70
A0B1 23 0,26 0,04 1,87 0,34 0,70
A0B2 100 0,89 0,54 5,45 1,16 2,20
A1B0 80 1,18 0,47 8,64 1,44 2,80
A1B1 17 0,20 0,03 2,57 0,50 0,80
A1B2 100 0,96 0,62 8,77 1,37 2,60
A0: Perendaman air biasa; A1: Perendaman air kelapa; B0: Tanpa kupas kulit buah; B1: Ekstraksi; B2: Kupas kulit buah

32
33

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Setiap Parameter

Hasil sidik ragam untuk parameter daya berkecambah (DB)


(Keterangan : data yang diolah sebelumnya ditransformasi arcsin √%)

Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung P>value


A 1 21,934272 21,934272 0,35 0,5650
B 2 4013,982700 2006,991350 32,04 <0,0001
AxB 2 67,691144 33,845572 0,54 0,5961
Galat 12 751,79333 62,649778
Total 17 4855,405450

R-Kuadrat Koefisien Ragam Root MSE Rata-rata


0,845163 18,15473 7,915161 43,59833

Hasil sidik ragam untuk parameter kecepatan tumbuh (Kct)


(Keterangan: data yang diolah sebelumnya ditransformasikan√X+0,5)

Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung P>value


A 1 0,00000006 0,00000006 0,06 0,8068
B 2 0,00013678 0,00006839 76,94 <0,0001
AxB 2 0,00000078 0,00000039 0,44 0,6555
Galat 12 0,00001067 0,00000089
Total 17 0,00014828

R-Kuadrat Koefisien Ragam Root MS Rata-rata


0,928063 0,132303 0,000943 0,712611

Hasil sidik ragam untuk parameter nilai perkecambahan (NP)


Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung P>value
A 1 10,8733389 10,8733389 1,23 0,2885
B 2 798,4156000 399,2078000 45,28 <0,0001
A*B 2 50,2956444 25,1478222 2,85 0,0970
Galat 12 105,8002667 8,8166889
Total 17 965,3848500

R-Kuadrat Koefisien Ragam Root MS Rata-rata


0,870875 32,67745 0,099303 0,303889
34

Hasil sidik ragam untuk parameter riap tinggi semai


Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung P>value
A 1 10,0154167 10,0154167 4,29 0,0626
B 2 108,2251262 54,1125631 23,19 0,0001
A*B 2 6,8216357 3,4108179 1,46 0,2735
Galat 11 25,6625167 2,3329561
Total 16 157,4304941

R-Kuadrat Koefisien Ragam Root MSE Rata-rata


0,836991 25,12417 1,527402 6,079412

Hasil sidik ragam untuk parameter riap diameter batang


Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung P>value
A 1 0,03406282 0,03406282 0,77 0,3981
B 2 3,26668810 1,63334405 37,07 <0,0001
A*B 2 0,07173571 0,03586786 0,81 0,4680
Galat 11 0,48465000 0,04405909
Total 16 4,04904706

R-Kuadrat Koefisien Ragam Root MSE Rata-rata


0,880305 19,28834 0,209903 1,088235

Hasil sidik ragam untuk parameter riap jumlah daun


Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung P>value
A 1 0,46153846 0,46153846 1,09 0,3193
B 2 9,85714286 4,92857143 11,62 0,0019
A*B 2 0,33333333 0,16666667 0,39 0,6842
Galat 11 4,66666667 0,42424242
Total 16 16,00000000

R-Kuadrat Koefisien Ragam Root MSE Rata-rata


0,708333 32,56695 0,651339 2,000000

Anda mungkin juga menyukai