Preskas Isip Nadia - Tetanus
Preskas Isip Nadia - Tetanus
Preskas Isip Nadia - Tetanus
Nadia Elsa
Nama Wahana : RSUD. Pantura M.A Sentot Patrol Indramayu
Topik : Tetanus
Data pasien:
Nama : Tn. S
Nomor Registrasi : 172400
Usia : 61 tahun
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak ingat riwayat imunisasi tetanus terakhir.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan luka di tangan kiri.
4. Riwayat Keluarga :
Pasien tidak tahu apakah ada keluarga yang punya penyakit yang sama dengan pasien.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai petani.
6. Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien tinggal di rajasinga, terisi, Indramayu. Sekarang pasien bekerja sebagai petani.
Penghasilan pasien tidak menentu dan tidak diketahui secara pasti tiap bulannya.
7. Lain-lain
A. PEMERIKSAAN FISIK
Status Lokalis : vulnus excorioutum a/r antebrachii bilateral, ulkus +, krusta +, pus +
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
Hb : 13,3 gr%
Leukosit : 14.600 gr/dL
Hematokrit : 39,6 %
Trombosit : 381.000/mm
b) Kimia Darah
GDS : 83,5 mg/dl
8. DIAGNOSIS
Tetanus
Vulnus Excoriatum a/r antebrachii S
9. PENATALAKSANAAN
Advice dr. Sp. S
Non Medikamentosa :
1) Pasang NGT
2) Cek GDS
3) Konsul Sp. B
Medikamentosa
a. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
b. Ranitidin 2x50 mg iv
c. Ketorolac 3x30 mg iv
d. Ceftriaxone 2x1 gr iv
e. ATS 2 ampul (3000 IU) /hari selama 3 hari
f. Metronidazole 3x500 mg iv
g. Fenitoin 3x100 mg po
h. Diazepam 5 mg drip dalam Dextrose 5% /12 jam
i. PCT 3 x 1000 mg
Advice dr.Sp. B
Non Medikamentosa :
GV 1x sehari
Medikamentosa :
Metronidazole 3 x 500 mg iv
10. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsional : Dubia ad bonam
Daftar Pustaka
1. Lisboa, T et al. Guidelines for the management of accidental tetanus in adult patients. Rev
Bras Ter Intensiva. 2011; 23(4):394-409.
2. L Saraswita. Penatalaksanaan Tetanus. CDK-222 vol. 41 no. 11. Tahun 2014. Bali, Indonesia.
3. WHO. Current recommendations for treatment of tetanus during humanitarian emergencies.
WHO Techincal Note. January 2010.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Tetanus
2. Patofisiologi Tetanus
3. Penatalaksanaan Tetanus
1. Subjektif:
Tn. S, 61 tahun datang ke UGD RSUD MA Sentot Patrol dalam keadaan sadar dengan keluhan
tidak bisa membuka mulut. Keluhan dirasakan sejak pagi hari. Keluhan diawali dengan rasa kaku pada
leher sampai ke rahang. Keluhan dirasakan terus menerus dan tidak membaik. Pasien juga sulit
berbicara dan suka tersedak saat makan. Keluhan lain pasien yaitu kaku pada seluruh badan dan demam
naik turun. Keluhan lain seperti mual dan muntah tidak ada.
Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak ingat riwayat imunisasi tetanus terakhir.
Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan terdapat luka terbuka di tangan kiri.
Riwayat Keluarga :
Pasien tidak tahu apakah ada keluarga pernah punya penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai petani.
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien tinggal di rajasinga, terisi, Indramayu. Sekarang pasien bekerja sebagai petani. Penghasilan
pasien tidak menentu dan tidak diketahui secara pasti tiap bulannya.
2. Objektif:
Dari hasil anamensis dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis Tetanus. Pada kasus ini
ditegakan berdasarkan:
1. Gejala klinis: trismus, disfagia, sulcus sardonicus, seluruh badan kaku
2. Riwayat penyakit terdahulu : pasien jatuh dari motor 1 minggu yang lalu dan adanya luka
terbuka di tangan kiri pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang : pada pemeriksaan darah lengkap tidak dapat menentukan diagnosis.
3. Assessment
Berdasarkan hasil anamnesis dan gejala klinis dapat diambil diagnosis pada pasien ini adalah
Tetanus. Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan Clostridium tetani
yang merupakan bakteri anaerobik yang tinggal di tanah dan dapat menyebabkan infeksi pada luka yang
terkontaminasi. Toksin tetanus yang menyebabkan rigiditas dan spasme otot adalah tetanospasmin.
Periode inkubasi C. tetani yaitu 3-21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Secara umum, semakin jauh tempat
luka dari CNS, semakin lama periode inkubasinya. Periode inkubasi yang lebih pendek diasosiasikan
dengan kematian yang tinggi. Tetanus dibagi tiga yaitu local tetanus, cephalic tetanus, generalized
tetanus. Tipe yang paling sering adalah generalized tetanus atau tetanus umum yaitu sekitar 80% dari
semua jenis tetanus. Gejala penyakit tetanus pertama adalah adanya trismus atau lockjaw, yang diikuti
dengan kaku pada leher, sulit menelan (disfagia) dan kaku pada otot perut. Gejala lain yaitu
meningkatnya suhu tubuh, tekanan darah meningkat, dan nadi cepat secara episodik. Toksin dari tetanus
menyebabkan hiperaktifitas pada otot dalam bentuk rigiditas dan spasme. Rigiditas adalah kontraksi
tonus involunter otot yang diperiksa dengan adanya resistensi ketika otot yang relaks digerakkan secara
pasif sedangkan spasme adalah kontraksi otot yang muncul tiba-tiba dan tanpa sadar. Contohnya, rigiditas
dari otot temporal dan masseter menyebabkan trismus. Spasme dapat muncul sesekali khususnya ketika
terdapat rangsangan stress dari luar. Spasme dapat berlanjut 3-4 minggu. Kesembuhan total dapat
berlangsung berbulan-bulan. Tetanus umum mempengaruhi otot seluruh tubuh yang dapat menyebabkan
opistotonus (columna vertebralis melengkung ke belakng karena rigiditas dari otot ekstensor leher dan
punggung) dimana hal ini dapat menyebabkan gagal nafas dan kematian karena adanya rigiditas dan
spasme dari otot laringeal dan otot-otot pernapasan. 1
Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit dan temuan saat
pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan menyentuh dinding
posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi
kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Laporan singkat
The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifi
sitas tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil
positif). Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur C. tetani dari luka sangat
sulit (hanya 30% positif), dan hasil kultur positif mendukung diagnosis, bukan konfirmasi.2
Penatalaksanaan akut dari tetanus adalah membersihkan luka dan penggunaan antibiotik untuk
eradikasi Clostridium tetani yaitu dengan Metronidazole 500 mg tiga kali sehari, selama 7 sampai 10
hari. Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan. Setelah evaluasi
awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan intramuskuler dengan dosis total
3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak ada
konsensus dosis tepat HTIG. Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000-10.000 unit
intravena. Bila tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit diberikan 50.000
unit intramuscular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit
intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga. Toksin yang sudah sampai ke saraf terminal
dapat tidak tereradikasi oleh antitoxin, oleh karena itu gejala otot dapat berlanjut walaupun eradikasi
kuman sudah dilakukan dan antitoksin sudah diberikan. Setelah penderita sembuh, sebelum keluar
rumah sakit harus diberi immunisasi aktif dengan toksoid karena seseorang yang sudah sembuh dari
tetanus tidak memiliki kekebalan. ATS diberikan untuk inaktivasi toksin tetanus. Penatalaksanaan pada
rigiditas dan spasme sangat penting, karena jika terkena pada otot pernapasan dapat menyebabkan
kematian. Rigiditas dan spasme juga menimbulkan rasa nyeri yang menstimulasi aktivitas otot.
Benzodiazepines dapat digunakan sebagai muscle relaxan karena menambah efek GABA pada reseptor
GABAA pada neuron motorik bawah. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3
mg/kgBB/kali dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis. Tambahan efek sedasi bisa didapat dari
barbiturate khususnya phenobarbital dan phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya dapat
menguntungkan pasien dengan gangguan otonom. Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg
intravena, dan diazepam dapat ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120 mg/hari. Pasien tetanus
harus berada di lingkungan yang tenang untuk menghindari tercetusnya spasme oleh suara dan stimulasi
sensoris lainnya. 2,3
4. Plan
Diagnosis :
Tetanus
Pengobatan :
Advice dr.Sp.S
Non Medikamentosa :
1. Pasang NGT
2. Cek GDS
3. Konsul Sp. B
Medikamentosa :
1) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2) Ranitidin 2x50 mg iv
3) Ketorolac 3x30 mg iv
4) Ceftriaxone 2x1 gr iv
5) ATS 2 amp/hari selama 3 hari
6) Metronidazole 3x500 mg iv
7) Fenitoin 3x100 mg po
8) Diazepam 5 mg drip dalam D5% /12 jam
9) PCT 3 x 1000 mg
Edukasi
1. Edukasi bertujuan agar keluarga memahami penyakit yang diderita pasien (penyebab, tatalaksana,
dan prognosis)
2. Selama masa pengobatan tidak diberikan rangsang sensoris kepada pasien
3. Edukasi mengenai pentingnya pemberian imunisasi aktif toksoid
4. Edukasi mengenai perawatan luka yang baik
Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis penyakit saraf untuk penanganan selanjutnya.
PESERTA PEMBIMBING
PEMBIMBING PEMBIMBING