Lapsus Fraktur
Lapsus Fraktur
Lapsus Fraktur
Oleh :
Ayu Ulan Riski Lestari
1610221102
Pembimbing :
dr. Putu Bagus Didiet Khresna Wibawa Sp.OT
2
KATAPENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul “Fraktur
tertutup femur tengah dekstra, frakur terbuka tibia fibula distal dekstra ”dimana laporan kasus
inimerupakan salah satu syaratdalam mengikutiujian Kepaniteraan KlinikDepartemen Bedah
RSUP Persahabatan Jakarta Periode 16 April 2018 – 30 Juni 2018. Dalam menyelesaikan
laporan kasus ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. PutuBagus Didiet Khresna
Wibawa Sp.OT sebagai dokter pembimbing. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
laporan kasus ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, sehinggapenulis
mengharap kritikdan saran dari pembaca. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri beserta teman-teman pada k hususnya dan semua pihakyang berkepentingan
bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
5
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat trauma ada, sempat jatuh dari motor dan mengenai kaki kirinya.
- Riwayat pembekuan darah tidak ada
- Riwayat alergi makanan dan obat obatan tidak ada
Riwayat Pengobatan
Tidak ada
Riwayat Operasi
Tidak ada
I.3 Pemeriksaan Fisik
Primary survey
Airway :Tidak ada gangguan jalan nafas/bebas
Breathing : Pernafasan spontan 22x/menit, pergerakan dada simetris, suara
nafasvesikuler, sonor di seluruh lapang paru
Circulation :Tekanan darah 114/81 mmHg. Akral hangat, nadi 72x/menit, CRT < 2
detik
Disability : GCS15 (E4M6V5), pupil mata 3x3mm, simetris, reflex cahaya +/+,
tidak adanya tanda lateralisasi
Exposure : Suhu 36,5oC.
Secondary survey
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 38 Kg BMI : 15,8 (underweight)
Tinggi Badan : 155 Cm
Kepala
Kulit dan Tulang Kepala : tidak ada jejas
6
Rambut : Warna hitam distribusi rambut merata serta rambut tidak
mudah dicabut.
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) reflex cahaya
positif (+/+).
Telinga : tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak
hiperemis, dan tidak ada secret yang keluar dari
lubang hidung, tidak ada jejas.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis
Leher
Inspeksi : Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat
adanya massa atau benjolan, ada hambatan
dalam pergerakan karena nyeri.
Palpasi : Trakea terletak ditengah, tidak teraba pembesaran
tiroid, KGB tidak teraba.
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normochest, pergerakan dinding dada
simetris, tidak terlihat adanya jejas di daerah
dada.
Palpasi : Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri.
Perkusi : Suara perkusi sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi dan
wheezing
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Tidak teraba pulsasi iktus kordis.
Perkusi : Perkusi batas jantung tidak dilakukan.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur
dan tidak ada gallop.
Abdomen
7
Inspeksi : Datar, tidak ada jejas, tidak terlihat ada massa
menonjol.
Auskultasi : Bising usus ada, kesan normal.
Palpasi : Perut supel, tidak teraba hati dan lien, nyeri tekan
tidak ada.
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
Extremitas : hangat + + edema - -
+ + + -
a. Look : Tidak tampak luka terbuka, edema(+), darah (-), deformitas kearah
lateral
b. Feel : teraba hangat (+), nyeri tekan (+) VAS 5-6,CRT<2 detik, krepitasi (-),
pulsasi dorsalis pedis (+), arteri tibialis posterior (+), sensorik (+)
c. Move : ROM terbatas pada hip flexion, hip extension, hip abduction, hip
adduction, hip internal rotation, hip external rotation, knee flexion
a. Look : tampak
luka terbukaapabila dirapatkan
memiliki ukuran panjang 7cm dengan
dasar otot,edema(+), darah (+),
deformitas tidak jelas
b. Feel : teraba
hangat (+), nyeri tekan VAS 5-6CRT<2
detik, krepitasi (-),pulsasi dorsalis pedis
(+), arteri tibialis posterior (+)
c. Move : ROM
terbatasankle dorsoflexion dan ankle
plantarflexion , great toe extension +
great toe flexion +
8
Diagnosis kerja
1. Suspek fraktur femur dextra
2. Suspek fraktur ankledextra
HITUNG JENIS
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil (L) 0,1 1-3 %
Neutrophil H85,9 52,0-76,0 %
Limfosit L 5,8 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
RDW-CV 13,7 < 14,5
9
PT + INR
PT pasien H 11,8 9,8-11,2 detik
PT control 11,2
INR 1,06
APTT
APTT pasien L 30,07 31,0-47,0 detik
APTT control 33,1
Elektrolit
Natrium 137 135-145
Kalium L 3,30 3,5-5
Clorida H 109,0 98-107
Pemeriksaan Rontgen Femur Cruris Kanan , dan ankle pedis kanan (09-05-2018)
10
Kesan Gambar 1 :Fraktur os femur tengah kanan dan os tibia fibula kanan distal
Kesan : Pelvis normal
I.5 Diagnosis Klinis
a. Fraktur femur tengah dextra, komplit, garis patah transversal, displaced, tertutup tanpa
komplikasi
b. Fraktur epifisis tipe 1 tibia dextra, komplit, garis patah transversal, displaced terbuka
tingkat 2, tanpa komplikasi
c. Fraktur fibula distal dextra, komplit, garis patah transversal, terbuka tingkat 2, tanpa
komplikasi
-
I.6 Penatalaksanaa
Medikamentosa :
o IVFD RL 500ml/ 8 Jam
o Ceftriakson 2x1 mg IV
o Ketorolac 3x30 mg IV
11
o Ranitidine 3x50 mg IV
Non Medikamentosa
o Prodebridement danjahit (cyto)
o Pasang back slab
o Pemasangan DC
o pasien di rawat inap
o puasa sebelum operasi
o Pro ORIF k-wire of pedis dectra (elektif)
o Pro ORIF femur dextra
12
Instruksi post debridement
• awasi tanda vital
• IVFD RL 500 ml/8 jam
• Inj cefotaxim 2x1 gt
• Inj ketorolac 3x30 mg
• Inj ranitidin 2x50 mg
• Pertahankan back slab
HITUNG JENIS
Basofil 0,4 0-1 %
Eosinofil H 3,4 1-3 %
Neutrophil 63,6 52,0-76,0 %
Limfosit 23,4 20-40 %
Monosit H 9,2 2-8 %
RDW-CV 13,6 < 14,5
13
Hasil Pemeriksaan 17/5/18
HITUNG JENIS
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil (L) 0,5 1-3 %
Neutrophil H86,7 52,0-76,0 %
Limfosit L 4,6 20-40 %
Monosit 8 2-8 %
RDW-CV 13,5 < 14,5
14
9. Pendarahan dikontrol
10. Luka ditutup lapis demi lapis
11. Operasi selesai
Kesan : Tampak fraktur pada distal tibia dan fibula dengan kedudukan baik dan terpasang
fixasi interna
15
Hasil Pemeriksaan Lab 28/5/18
HITUNG JENIS
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil (L) 0,1 1-3 %
Neutrophil H85,6 52,0-76,0 %
Limfosit L 6,5 20-40 %
Monosit 7,6 2-8 %
RDW-CV 13,4 < 14,5
16
Instruksi post operasi
1. Awasi tanda vital
2. Cek DPL post operasi
3. IVFD RL: D5% = 2:1 /24 jam
4. Ceftriakson 1x2 g IV
5. Ketorolac 3x30 mg
6. Foto Ro femur dextra AP/Lateral
7. Rawat luka per 3 hari atau bila rembes
Kesan : tampak fraktur difisis of femur kanan, terpasang nail kedudukan baik .
kedudukan fragmen fraktur dan os femur baik. Jaringan lunak swelling
1.8 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
17
1.9.Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan post KLL 4jam SMRS.
Pasien mengaku mengendarai motor memboncengi temannya, setelah berhenti dilampu
merah pasien merasa motornya dipepet oleh mobil dari sebelah kanan ,pasien tidak bisa
mengendalikan keseimbangan motornya sehingga menabrak trotoar. Pasien akhirnya
menabrak pohon yang dijalan. Pasien sempat pingsan kurang lebih 10menit.Setelah sadar
pasien merasa nyeri dilengan dan kaki kanannya. Kaki kanan tibatibabengkakdan
nyerisaatdigerakan. Terdapat luka terbuka pada bagian pergelangan kaki kanan. Nyeri kepala
,perut ,dada, mual muntah disangkal. Pada pemeriksaan fisik di regio femur dextra
didapatkandeformitas tampak ke lateral, edema tanpa adanya luka terbuka saat diraba terasa
hangat dan nyeri tekan, tidak adanya krepitasi,pulsasi dorsalis pedis dan tibialis posterior
masih adekuat, sensorik masih baik.
Pergerakan ROM terbatas baik padahipflexion,hip extension,hip abduction,hip
adduction,hip internal rotation,hip external rotation,kneeflexion.
Pada regio ankle terdapat luka terbuka apabila dirapatkan memiliki panjang 7cm dengan
dasar otot,adanya edema,tidak tampak deformitas yang jelas, tidak terdengar suara
krepitasi.Pulsasi dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior teraba adekuat. Pada pemeriksaan
ROM terbatas pada ankle dorsoflexion dan plantarflexion. ROM bebas pada great toe
extension dan great toe flexion. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan fraktur femur dextra
dan fraktur dibagian distal tibia fibula. Pada bagian fibula fraktur yang terjadi yaitu pada
epifisis plate tipe 1. Penatalaksanaan yang dikerjakan selain konservatif yaitu debridement,
operasi pemasangan ORIF pada ankle (17/5/18), dan femur (28/5/18).dan pulang tanggal
31/5/18.
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
a.
Pelvis terdiri dari os coxae yang menghubungkan kerangka extermitas inferior
dengan columna vertebralis
b.
Femur yang menghubungkan pelvis dengan genu
c.
Tibia fibula menghubungkan genu dengan ossa tarsi
d.
Pedis yang terdiri dari Ossa tarsi, ossa metatarsi, phalanx yang merupakan ujung
distal extermitas inferior
19
3.1.1 Femur
Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh. Ujung atas femur memiiiki caput,
collum, trochanter major, dan trochanter minor. Caput mernbentuk kira-kira dua pertiga
bulatan dan bersendi dengan acetabulum os coxae unfuk membentuk articulaiio coxae .
Padapusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu untuk tempat
perlekatan dari ligamentum capitis femoris. Sebagian pendarahan untuk caput femoris dari
arteria obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea
capitis.
20
Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan permukaan posterior
mempunyai rigi, disebut linea aspera .Pada linea ini melekat otot-otot dan septa
intermuscularis.
3.1.2 Tibia
Di proksimal, tibia bersendi dengan condylus femoris dan caput fibulae dan di distal
dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai uiung atas yang melebar dan ujung
21
bawah vang lebih kecii, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat condylus lateralis dan
medialis .
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya. dan mempunvai tiga
margo (margo anterior, interosseus, medialis) dan tiga facies (lateralis, medialis , posterior).
Ujung bawah memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies
lateralis malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada permukaan lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula.
3.1.3 Fibula
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang ramping. Tulang ini tidak ikut
bersendi pada articulatio genus, tetapi di bawah tulang ini membentuk malleolus lateralis
sendi pergelangan kaki. Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan tetapi
merupakan tempat melekat otototot. Fibula mempunyai ujung atas yaitu caput, corpus, dan
uiung bawah. Ujung atas, atau caput fibulae, ditutupi oleh processus styloideus. Bagian ini
mempunyai faciesarticularis untuk bersendi dengan condylus lateralis tibiae. Ujung bawah
fibula membentuk malleolus lateralisyang terdapatfacies articularis yang berbentuk segitiga
untuk bersendi dengan aspek lateral os talus.
3.1.4 Pedis
22
Os pedis terdisri dari:
a. Os tarsi
Ossa tarsi terdiri dari 7 buah tulang (talus, calcaneus,cuboideum, naviculare, dan 3
cuneiforme). Hanya talus yang bersendi dengan tibia dan fibula pada articulatio
talocruralis (sendi pergelangan kaki). Colconeus Calcaneus adalah tulang terbesar
kaki dan membentuk tumit yang menonjol.
b. Ossa metatarsal dan Phalanges
Ossa metatarsalia dan phaianges masing-masing mempunyai caput di distal, corpus,
dan basis di proximal. Kelima os metatarsale diberi nomor dari sisi medial ke lateral.
23
3.1.5 Persarafan Tungkai bawah
Nervus Asal
N iloinguinalis L1
24
femoris intermedius
N femoralis L2-L4
N ischiadicus L4-S3
N obturatorius L3-L4
Nervus Asal
1. N. Saphenus N femoralis
25
3.1.6 Otot Pada Kaki
26
Flexor digiti minimi brevis Flexi digiti V
4. Lapis ke-4
M interossei plantares N plantaris lateralis (S2-S3) Aduksi digiti II-IV
M interossei dorsales Abduksi digiti II-IV
27
3.2 Fraktur
3.2.1 Definisi
Fraktur adalah diskontunuitas dari tulang , epiphyseal plate, tulang rawan sendi
3.2.2 Etiologi
a. Fraktur traumatic
Frakur dapat disebabkan oleh direct injury atau indirect injury. Fraktur direct injury
merupakan fraktur yang terjadi pada lokasi fraktur oleh gaya yang berinteraksi
langsung dengan lokasi terjadinya fraktur berkebalikan dari indirect injury
b. Fraktur stress
Fraktur yang terjadi karena ada trauma secara terus menerus disuatu tempat,
contohnya pada olahragawan
c. Fraktur patologis
Fraktur yang terjadi akibat lemahnya struktur tulang dikarenakan oleh proses
patologik contohnya osteoporosis
3.2.3 Klasifikasi
28
Berdasarkan mekanisme injury
a. Bending force dan Tension force pada orang dewasa membentuk fraktur transversal
atau oblik pada anak kecil menghasilkan fraktur greenstick
b. Twisting (torsional, rotational) force : membentuk fraktur spiral
c. Sudden straight pulling force pada tulang kecil seperti patella akan menghasilkan
fraktur avulsi
d. Compression atau crush force pada tulang cancellous atau tulang yang tersusun dari
spongiosa menghasilkan fraktur kompresi. Pada anak kecil menghasilkan buckel /
torus fracture (Korteks terjungkit tetapi tidak seluruhnya.
29
Berdasarkan bentuk fraktur
30
d. Derajat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartemen.
2. Fraktur terbuka
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:
31
Gustilo I II III A III B III C
Pola fraktur minimal moderate Berat atau Berat atau Berat atau
segmental fraktur segmental segmental
fraktur fraktur
Cedera - - - - +
neurovascular
32
Gambar A. Tipe 1 Gambar B . Tipe 2
Gambar C . Tipe 3 A
33
3.2.4 Proses Penyembuhan fraktur
Transversal 6 minggu
Transversal 12 minggu
34
3.2.5 Deskripsi fraktur
1. Proksimal/Hip Femur
a. Caput Femoris
b. Collum femoris
c. Intertrochanterica
d. Subtrochanterica
2. Frahtur diafisis/ shaft fracture
3. Fraktur distal
35
3.2.6 Fraktur lempeng epifisis
Salter Harris Classification
3,2,7 Diagnosis
1. Primary survey
a. Airway dengan kontrol servikal
Menilai jalan nafas bebas atau tidak, pasien dengan GCS ≤ 8 dan adanya
gerakan motorik yang tidak bertujuan memerlukan airway definitif. Selama
memeriksa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi, rotasi pada leher karena
kecurigaan kelainan vertebra servikal belum bisa disingkirikan. Anggaplah
ada fraktur servikal pada setiap pasien yang terdapat multitrauma, terlebih
apabila terdapat gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
36
b. Breathing untuk menilai apakah pernafasan spontan atau tidak
c. Circulation
Dalam menilai sirkulasi, dapat dilihat dari warna kulit pucat/tidak, palpasi
pulsasi nadi arteri besar yaitu arteri karotis , arteri femoralis. apabila kurang
adekuat atau tidak ditemukannya pulsasi arteri tersebut segeralah untuk
resusitasi.
d. Disabilitas
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis dengan cepat yaitu tingkat
kesadaran, ukuran reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi
e. Exposure, pasien harus keadaan euthermia . Apabilasuhu dingin pasien harus
diselimutkan untuk mencegah hipotermia
2. Secondary survey
(!) Riwayat/anamnesis
a. Mekanisme trauma
b. Lingkungan/ tempat kejadian
c. Keadaan sebelum trauma dan faktor predisposisi
Riwayat AMPLE harus ditanyakan (Alergi, Medikamentosa, Past illnes, Last
meal, Event/Environment)
(2) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi (Look)
Melihat adanya warna/perfusi, luka deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, pembengkakan, memat
b. Palpasi (Feel)
Nyeri tekan, sensasi sensorik (hilangnya rasa raba dapat mengindikasikan trauma
spinal), palpasi arteri bagian distal. Jika ditemukan sakit , nyeri tekan
pembengkakan dan deformitas dapat memastikan diagnosa fraktur.
c. Pergerakan (Movement)
Range of motion diperiksa apakah terbatas atau tidak. Menilai gerak aktif dan
pasif dari sendi. Hasilnya dinyatakandalam derajat
(3) Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Foto Konvensional / X-Ray Imaging
Dikenal dengan rule of two yaitu two views (ap/lateral), two joints (sendi yang
berada diatas dan dibawah femur),two limbs (dilakukan pada anak-anak), two
37
injuries, two occasions
c. MRI / CT-Scan Imaging
c. Retensi
Retensi untuk mempertahankan posisi fragmen post reposisi.Jenis Fiksasi diantaranya
i. Continous traction
Diaplikasikan pada alat gerak distal dari lokasi fraktur . Traksi digunakan
untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner &Suddarth (2005) traksi
adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi
spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas. Jenis
jenis traksi meliputi:
a. Traksi kulit :Buck traction, Russel traction, Dunlop traction
38
b.Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat.Beba n yang digunakan pada traksi
skeletal
ii. Cast Splintage
iii. Fiksasi internal
Indikasi fiksasi internal :
1) Fraktur tidak stabil dan cenderung displaced setelah direposisi
2) Fraktur yang berlawanan posisi dengan gerak otot
3) Fraktur yang memiliki waktu yang lama untuk menyatu
4) Fraktur patologis
5) Fraktur multiple dimana fiksasi segera dapat menurunkan komplikasi
Teknik : wire, screw, intramedullary nails
39
Terdapat 6 prinsip dasar dalam tatalaksana fraktur yaitu:
b. Do no harm : tidak membahayakan pasien
c. Base treatment on an accurate diagnosis and prognosis
d. Select treatment with specific aim : pilihpengobatan dengan tujuankhusus
yaitu menghilangkan rasa nyeri , memperoleh posisi yang baik dari fragmen
dan mengusahakan penyambungan tulang
e. Cooperate with the law of nature
f. Be realistic an practical in our treatment
g. Select treatment for your patient as an individual
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar
sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.
40
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran
darah.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen
karena perdarahan atau edema.
d. Komplikasi awal lainnya sep erti infeksi, tromboemboli dan
koagulopati intravaskular.
2. . Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion 2)
b.Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah
dan mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan
diganti dengan tulang yang baru. SinarX menunjukkan kehilangan
kalsium dan kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna Alat fiksasi interna diangkat
setelah terjadi penyatuan tulang namun pada kebanyakan pasien
alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri
dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah.
Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan an
stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya
alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan
41
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan post KLL 4jam SMRS.
Pasien mengaku mengendarai motor memboncengi temannya, setelah berhenti dilampu
merah pasien merasa motornya dipepet oleh mobil dari sebelah kanan ,pasien tidak bisa
mengendalikan keseimbangan motornya sehingga menabrak trotoar. Pasien akhirnya
menabrak pohon yang dijalan. Setelah sadar pasien merasa nyeri pada kaki kanannya.Kaki
kanan tiba tiba bengkak dan nyeri saat digerakan. Terdapat luka terbuka pada bagian
pergelangan kaki kanan. Hal tersebut menandakan adanya gejala klinis dari trauma
muskuloskeletal. Pasien sempat pingsan selama 10 menit. Nyeri kepala ,perut ,dada, mual
muntah disangkal. Meskipun tidak adanya nyeri kepala, dan muntah tetapi pasien memiliki
riwayat pingsan dapat mengindikasikan adanya cedera kepala yang butuh pemeriksaan lebih
lanjut.
Pada pemeriksaan fisik di regio femur dextra didapatkan deformitas tampak ke
lateral, edema tanpa adanya luka. Deformitas dan nyeri merupakan kriteria yang kuat adanya
fraktur. Saat diraba terasa hangat dan nyeri tekan, tidak adanya krepitasi,pulsasi dorsalis
pedis dan tibialis posterior masih adekuat, sensorik masih baik. Meskipun tidak terdengar
adanya krepitasi tetapi tidak menyingkirkan tidak adanya fraktur, pulsasi arteri dibagian distal
masih bagus menandakan aliran darah hingga distal baik. Sensasi snsorikpun normal maka
tidak adanya cedera saraf. Pergerakan ROM terbatas baik padahipflexion,hip extension,hip
abduction,hip adduction,hip internal rotation,hip external rotation,kneeflexion. Hal tersebut
menandakan adanya trauma pada regio tersebut.
Pada regio ankle terdapat luka terbuka apabila dirapatkan memiliki panjang 7cm
dengan dasar otot,adanya edema,tidak tampak deformitas yang jelas, tidak terdengar suara
krepitasi. Dari pemeriksaan tersebut meskipun tidak terdengar suara krepitasi, tidak terlihat
jelas adanya deformitas tidak memastikan tidak adanya fraktur di ankle. Karena edema
tersebut dapat menjadi bias adanya deformitas atau tidak. Pulsasi dorsalis pedis dan arteri
tibialis posterior teraba adekuat, aliran darah sampai distal masih bagus. Pada pemeriksaan
ROM terbatas pada ankle dorsoflexion dan plantarflexion, eversi , inversi . hal tersebut
menandakan adanya cedera muskuloskeletal pada regio tersebut. ROM bebas pada great toe
extension dan great toe flexion.
42
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan fraktur femur dextra dan fraktur dibagian distal
tibia fibula. Pada bagian fibula fraktur yang terjadi yaitu pada epifisis plate tipe 1. Lempeng
epifisis sangat rentan terkena fraktur pada anak. Penatalaksanaan yang dikerjakan selain
konservatif yaitu debridement dikarenakan terdapat luka terbuka grade 2. Dari hasil rontgen
regio femur dan tibia fibula fraktur yang ada yaitu displaced dan tidak stabil sehingga pilihan
yang tepat untuk menanganikasus ini yaitu operasi pemasangan ORIF pada ankle dan femur.
43
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur adalah diskontunuitas dari tulang , epiphyseal plate, tulang rawan sendi.
Angka kejadiannya makin meningkat dari tahun ke tahun . Fraktur paling banyak diakibatkan
adanya kecelakaan lalulintas.Penilaian dalam menentukan diagnosis haruslah akurat
dikarenakan fraktur dapat menyebabkan syok, infeksi, sindrom kompartemen. Dalam waktu
yang lama apabila tatalaksana tidak tepat maka dapat menyebabkan delayed union, non
unionatau mal union. Prinsip tatalaksana fraktur yaitu empat R (recognize, reduksi, retensi,
rehabilitasi).. Tenaga medis harus melindungi pasin dari kecacatan dan melakukan tindakan
untuk mencegah komplikasi.
44
DAFTAR PUSTAKA
45